Anda di halaman 1dari 44

REFERAT

“STROKE ISKEMIK”

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik

Bagian Radiologi

Penguji:

Dr. Nunik Royyani, Sp. Rad

Disusun Oleh:

Akbar Dito Erlangga 119810005

Dela Destiani Aji 119810013

Sri Utami Fauziah 119810049

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU RADIOLOGI

RSUD WALED CIREBON

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha kuasa
karena atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini.
Dalam pengerjaan referat ini penulis menyadari bahwa banyak pihak yang
membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik berupa saran,
masukan, dan bimbingan yang begitu bermanfaat untuk penulis. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Nunik Royyani, Sp.Rad, selaku
peembimbing yang telah memberikan pengarahan kepada penulis dan kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas referat ini.

Semoga referat ini dapat memberikan konstribusi kepada mahasiswa


kepaniteraan bagian ilmu radiologi sebagai bekal kedepannya dan tentunya referat
ini masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu kepada pembimbing penulis
mengharapkan kritik dan masukan yang membangun demi perbaikan pembuatan
referat di masa yang akan datang.

Cirebon, November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan..............................................................................................................2
1.3 Manfaat............................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2
2.1 ANATOMI.......................................................................................................3
2.2 DEFINISI.........................................................................................................6
2.3 EPIDEMIOLOGI...........................................................................................7
2.4 FAKTOR RESIKO.........................................................................................8
2.5 KLASIFIKASI................................................................................................8
2.6 PATOFISIOLOGI........................................................................................10
2.7 MANIFESTASI KLINIS.............................................................................15
2.8 DIAGNOSIS.................................................................................................17
2.9 PENATALAKSANAAN...............................................................................20
BAB III..................................................................................................................27
PEMBAHASAN...................................................................................................27
BAB IV..................................................................................................................33
KESIMPULAN.....................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Penyakit serebrovaskular atau stroke adalah setiap kelainan otak akibat
proses patologi pada sistem pembuluh darah otak, sehingga terjadi penurunan
aliran darah ke otak. Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh
darah oleh trombosis atau emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak,
dan perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah. Perubahan dinding
pembuluh darah otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena
kelainan kongenital maupun degeneratif, atau sekunder akibat proses lain
seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi dan diabetes mellitus.1
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di dunia, setelah
penyakit jantung dan kanker, serta merupakan penyebab kecacatan nomor satu
di dunia. Mayoritas stroke adalah infark serebral. Hasil Riskesdas menunjukan
stroke merupakan penyebab kematian utama di Indonesia dan merupakan
pembunuh nomor 1 di RS pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Diperkirakan dalam setiap tahunnya ada 500.000 penduduk yang terkena
serangan stroke. Angka prevalensi ini meningkat dengan meningkatnya usia.2
Data nasional Indonesia menunjukan bahwa stroke merupakan
kematian tertinggi, yaitu 15,4%. Sekitar 2,5% meninggal, dan sisanya cacat
ringan maupun berat. Rikesdas 2013 menyebutkan gejala stroke meningkat
seiring dengan bertambahnya umur dan tertinggi pada umur ≥75 tahun.
Prevalensi stroke yang terdiagnosis maupun berdasarkan diagnosis atau gejala
sama tinggi pada laki-laki dan perempuan. Kematian akibat stroke
diperkirakan akan terus meningkat mencapai 23,3 juta kematian pada tahun
2030.2
Klasifikasi stroke secara umum dibagi menjadi dua yaitu stroke
iskemik dan stroke perdarahan. Stroke perdarahan dibagi menjadi beberapa
subtipe antara lain perdarahan intraserebral, perdarahan subdural, perdarahan
epidural, dan perdarahan subaraknoid.3 Menurut klasifikasi Trial of ORG
10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST), stroke iskemik digolongkan
2

menjadi aterosklerosis arteri besar atau large-artery atherosclerosis (LAA),


oklusi arteri kecil atau small vessel occlusion (SVO), kardioembolisme,
etiologi lain yang dapat ditentukan, dan etiologi yang tidak dapat ditentukan.4
Pemeriksaan yang baik dan komprehensif berupa anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan penunjang yang
lengkap dapat mendiagnosis stroke. Penanganan stroke sendiri memerlukan
pengorbanan yang tidak sedikit, baik dari aspek moril maupun materil.
Tindakan preventif berupa penanganan prahospital juga perlu ditekankan. Hal
ini penting untuk menjamin perbaikan kualitas hidup penderita stroke
disamping penatalaksaan yang lebih efektif .5
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini ialah untuk mengetahui dan memahami tentang
definisi, epidemiologi, gejala, tanda terutama dibidang radiologi, diagnosis,
dan penatalaksanaan dari stroke iskemik.
1.3. Manfaat
Hasil dari refrat ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan
dan proses pembelajaran bagi dokter muda mengenai stroke iskemik.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Otak sebagai sistem saraf pusat dibagi menjadi beberapa bagian yang
bisa digambarkan pada skema berikut ini.
Tabel 1. Skema pembagian otak.6
Bagian utama otak Rongga dalam otak
Otak depan Serebrum Ventrikulus lateralis kiri dan kanan
Diensefalon Ventrikulus tertius
Otak tengah Aquaductus cerebri
Otak belakang Pons Ventrikulus quartus dan kanalis sentralis
Medulla oblongata
Serebellum

Kedua hemisfer serebri memenuhi rongga kepala di atas tentorium.


Keduanya dipisahkan satu dengan yang lain pada garis tengah oleh fissura
interhemisfer, yang memanjang ke anterior menuju dasar fossa kranii anterior.
Pada bagian tengah fissura interhemisfer berhenti pada korpus kallosum sebagai
struktur yang menghubungkan kedua hemisfer serebri.
Hemisfer serebri mempunyai permukaan lateral, medial, dan basal.
Hemisfer serebri terdiri atas gray matter dan white matter. Gray matter yang
berada di permukaan serebri disebut sebagai korteks serebri, sedangkan yang
terdapat di dalam serebri disebut ganglia basalis. White matter pada hemisfer
serebri terdiri atas akson-akson komisural, asosiasi, dan proyeksi. White matter
mengandung 12% air lebih sedikit dibandingkan dengan gray matter. Akan
tetapi, bagian white matter mempunyai lebih banyak lemak daripada gray matter.
Korteks serebri merupakan bagian terluar hemisfer serebri. Pada
masing-masing hemisfer terdiri atas tiga bagian permukaan yang dipisahkan oleh
tiga pembatas/tepi. Batas superior memisahkan permukaan medial dan lateral,
batas inferolateral memisahkan permukaan inferior dan lateral, batas
4

inferomedial memisahkan permukaan inferior dan medial. Ketiga permukaan


hemisfer serebri berisi sejumlah celah- celah yang disebut sebagai fissura atau
sulkus yang memisahkan permukaan dari serebrum yang disebut gyri serebri.
Keempat sulki di antaranya membantu membagi hemisfer serebri ke dalam
lobus-lobus. Sulkus lateralis (fissura sylvii) memisahkan bagian terbesar lobus
temporal dengan lobus frontal dan bagian anterior lobus parietal di atasnya.
Sulkus sentralis (fissura rolandi) berawal dari permukaan medial hemisfer, kira-
kira pada pertengahan batas superior. Fissura ini berjalan di permukaan lateral
hemisfer ke arah anteroinferior dan berhenti pada sulkus lateralis.6

Gambar 1. Otak dilihat dari irisan: (a) lateral dan (b)sagital.6

Vaskularisasi otak
Suplai darah cerebral berasal dari arteri karotis interna dan arteri
vertebralis. Arteri karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak
5

melelui percabangan utamanya, arteri cerebri media dan arteri cerebri anterior
serta arteri khoroidalis anterior (sirkulasi anterior). Kedua arteri vertebralis
bergabung di garis tengah pada batas kaudal pons untuk membentuk arteri
basilaris, yang menghantarkan darah ke batang otak dan cerebellum, serta
sebagian hemisfer serebri melalui cabang terminalnya, arteri cerebri posterior
(sirkulasi posterior). Sirkulasi anterior dan posterior berhubungan satu dengan
yang lainnya melalui sirkulus arteriosus Willisi. Interkoneksi ini memungkinkan
kelanjutan perfusi jaringan otak bahkan jika salah satu pembuluh darah besar
mengalami stenosis atau oklusi.7

Gambar 2. Sirkulus Willisi

Sirkulus itu sendiri terdiri dari segmen pembuluh darah besar dan arteri
yang disebut arteri komunikans yang menghubungkan satu pembuluh besar
dengan lainnya. Berjalan dari satu sisi lingkaran dari anterior ke posterior akan
ditemukan arteri komunikans anterior, segmen proksimal arteri serebri anterior,
segmen distal arteri karotis interna, arteri komunikans posterior segmen proksimal
arteri serebri posterior,dan basilar tip.7
Arteria cerebri anterior merupakan cabang terminal arteria carotis interna
yang kecil. Arteria cerebri anterior berjalan ke depan dan medial, superior
terhadap nervus opticus dan masuk ke fissura longitudinalis cerebri. Disini, arteri
6

ini berhubungan dengan arteria cerebri anterior sisi kontralateral melalui arteria
communicans anterior. Arteri melengkung ke belakang di atas corpus callosum,
dan akhirnya beranastomosis dengan arteria cerebri posterior. Cabang-cabang
kortikal memperdarahi seluruh permukaan medial cortex cerebri di bagian
posterior hingga mencapai sulcus parietooccipitalis. Cabang-cabang tersebut juga
memperdarahi cortex cerebri selebar pita 1 inci (2,5 cm) pada permukaan lateral
hemispherium cerebri yang berdekatan. Dengan demikian, arteria cerebri anterior
memperdarahi “area tungkai” gyrus precentralis. Sekelompok cabang sentral
menembus substantia perforata anterior dan membantu memperdarahi bagian-
bagian nucleus lentiformis, nucleus caudatus, dan capsula interna.8
Arteri cerebri media, cabang terbesar arteria carotis interna, berjalan ke
lateral di dalam sulcus cerebri lateralis. Cabang-cabang kortikal memperdarahi
seluruh permukaan lateral hemisherium cerebri, kecuali daerah pita sempit yang
disuplai oleh arteria cerebri anterior, polus occipitalis, dan permukaan
inferolateral hemispherium cerebri, yang diperdarahi oleh arteria cerebri posterior.
Dengan demikian, arteria ini memperdarahi seluruh daerah motorik kecuali “area
tungkai. Cabang-cabang sentral masuk ke substantia perforata anterior dan
memperdarahi nucleus caudatus, capsula interna.8
Arteria cerebri posterior melengkung ke arah lateral dan belakang di
sekeliling mesencephalon, kemudian bergabung dengan ramus communicans
posterior arteriae carotidis internae. Cabang-cabang kortikal memperdarahi
permukaan inferolateral dan medial lobus temporalis dan permukaan lateral dan
medial lobus occipitalis. Dengan demikan arteria cerebri posterior memperdarahi
korteks visual. Cabang-cabang sentral menembus substansi otak dan
memperdarahi bagian-bagian thalamus dan nucleus lentiformis, serta
mesencephalon, glandula pinealis, dan corpus geniculatum mediale. Ramus
choroideus masuk ke dalam cornu inferius ventriculi lateralis dan memperdarahi
plexus choroideus. Arteri ini juga memperdarahi choroideus ventriculi tertii.8
7

Gambar 3. Aliran darah arteri pada bagian interior otak 2

2. Baehr, M. Frotscher,M. Duus Topical Diagnosis in Neurology. 4th


Completely Revised Edition. New York. Thieme. 2005. Page 419-27, 463-66
8. Snell RS. Neuroanatomi klinik. Edisi 7. Jakarta: EGC; 2011.h.487-92.
Terdapat pula banyak hubungan anastomosis lain di antara arteri-arteri
yang mendarahi otak, dan antara sirkulasi intracranial dan ekstrakranial, sehingga
oklusi pada sebuah pembuluh darah besar tidak selalu menimbulkan stroke karena
jaringan otak di bagian distal oklusi mungkin mendapatkan perfusi yang adekuat
dari pembuluh darah kolateral. Darah vena otak mengalir dari vena profunda
serebri dan vena superfisialis serebri menuju sinus venosus dura mater, dan dari
sini menuju ke vena jugularis interna kedua sisi. 7
Gangguan jangka panjang pada aliran darah ke salah satu bagian otak
menyebabkan hilangnya fungsi dan akhirnya terjadi nekrosis iskemik jaringan
otak (infark serebri). Iskemia serebri umumnya bermanifestasi sebagai deficit
neurologi dengan onset tiba-tiba (oleh sebab itu disebut dengan stroke), akibat
hilangnya fungsi bagian otak yang terkena.7

2.2 DEFINISI
Menurut WHO (World Health Organization) stroke adalah suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan
peredaran darah otak non traumatik.6
8

Stroke iskemia yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan


aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemia secara
umum diakibatkan oleh aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar
maupun yang kecil. Pada stroke iskemia, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. 8
Darah ke otak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri
vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu
atheroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius
karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan
darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding
arteri dan mengalir di dalam darah kemudian menymbat arteri yang lebih kecil.6,8
9

Gambar 3. Otak yang terkena stroke iskemia.6

2.3 EPIDEMIOLOGI
Stroke dapat mempengaruhi individu dari segala usia, meskipun insiden
dan prevalensi kondisi ini meningkat tajam seiring bertambahnya usia. Untuk
setiap dekade berturut-turut setelah usia 55 tahun, tingkat stroke meningkat dua
kali lipat pada pria dan wanita. Laporan menunjukkan bahwa 75-89% stroke
terjadi pada individu berusia> 65 tahun. Dari stroke tersebut, 50% terjadi pada
orang yang berusia ≥70 tahun dan hampir 25% terjadi pada individu yang
berusia> 85 tahun.11
10

Seperti yang diketahui, dua jenis utama stroke adalah iskemik dan
hemoragik, prevalensi stroke iskemik lebih besar dibandingkan dengan stroke
hemoragik, masing-masing terhitung sekitar 80% dan 15%. Stroke iskemia akut
memegang peranan sekitar 80% dari semua stroke dan merupakan penyebab
penting morbiditas dan kematian di Amerika Serikat. Beberapa factor resiko
yang sering menjadi penyebab stroke iskemia, baik pada usia muda maupun tua
yaitu diabetes mellitus, hipertensi dan dyslipidemia.
2.4 FAKTOR RESIKO
Faktor resiko stroke meliputi resiko yang tidak dapat diubah seperti
umur, suku, jenis kelamin, dan genetik. Bila faktor resiko ini ditanggulangi
dengan baik, maka kemungkinan mendapatkan stroke dikurangi atau
ditangguhkan, makin banyak faktor resiko yang dipunyai makin tinggi pula
kemungkinan mendapatkan stroke sedangkan faktor resiko yang dapat diubah
merupakan faktor resiko terjadinya stroke pada seseorang yang keberadaannya
dapat dikendalikan ataupun dihilangkan sama sekali, gaya hidup merupakan
tindakan atau perilaku seorang yang biasa dilakukan sehari-hari atau sudah
menjadi kebiasaan. Faktor resiko yang dapat diubah yang memiliki kaitan erat
dengan kejadian stroke berulang diantaranya hipertensi, diabetes mellitus,
kelainan jantung, kebiasaan merokok, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol,
obesitas, minum alkohol, diit, pengelolaan faktor resiko ini dengan baik akan
mencegah terjadinya stroke berulang.9
Tabel 2. Faktor resiko stroke.

2.5 KLASIFIKASI
Secara umum stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke hemoragik
dan stroke infark. Stroke hemoragik dibagi menjadi beberapa subtipe antara lain
perdarahan intraserebral, perdarahan subdural, perdarahan epidural, dan
11

perdarahan subaraknoid. Menurut klasifikasi Trial of ORG 10172 in Acute Stroke


Treatment (TOAST), stroke infark digolongkan menjadi beberapa subtipe antara
lain:10,11

2.9.1. Large Artery Atherosclerosis (LAA)


Gejala klinik dan penemuan pencitraan otak yang signifikan (>50%)
stenosis atau oklusi arteri besar di otak atau cabang arteri di korteks
disebabkan oleh proses aterosklerosis. Gambaran klinis yang dapat
ditemukan berupa afasia, keterbatasan motorik, disfungsi batang otak, dan
disfungsi serebellar. Adanya gambaran CT scan kepala/MRI berupa infark
di kortikal, serebellum, batang otak, atau subkortikal yang berdiameter
lebih dari 1,5 cm diduga berpotensial berasal dari aterosklerosis arteri
besar.11
2.9.2. Stroke Lakunar (Small Vessel Occlusion)
Disebut juga infark lakunar, dimana pasien harus mempunyai satu gejala
gangguan lakunar sindrom dan tidak terdapat bukti adanya disfungsi dari
kortikal serebral. Riwayat diabetes atau hipertensi dapat membantu
menegakkan diagnosis. Gambaran CT Scan kepala/MRI pasien dapat
normal atau terdapat lesi dengan diameter <1,5 cm di daerah batang otak
atau subkortikal.11
2.9.3. Stroke Embolik
Kategori ini meliputi pasien dengan oklusi arteri yang diduga disebabkan
oleh emboli yang berasal dari jantung. Penyebab kardiak dibagi menjadi
dua, yaitu kelompok risiko tinggi dan kelompok risiko sedang. Penemuan
klinis dan gambaran CT Scan kepala mirip dengan gambaran
aterosklerosis arteri besar. Setidaknya satu penyebab yang berasal dari
jantung diperlukan untuk menegakkan diagnosis stroke kardioemboli.
Klasifikasi risiko tinggi dan sedang stroke kardioemboli dapat dilihat pada
tabel 3.11
Tabel 3. Klasifikasi risiko tinggi dan sedang stroke kardioemboli11
Risiko Tinggi Risiko Sedang
12

Katup Prostetik Mekanik Prolaps Katup Mitral


Mitral Stenosis dengan Atrial Fibrilasi Kalsifikasi Annulus Mitral
Fibrilasi Atrial (other than lone atrial Mitral Stenosis Tanpa Fibrilasi
fibrillation) Atrial
Infark Miokard Baru (<4 minggu) Turbulensi Atrial Kiri
Trombus Ventrikel Kiri Aneurisma Septum Atrial
Dilated Cardiomyopathy Paten Foramen Ovale
Endokarditis Atrial Flutter
Atrial Myxoma Infark Miokard (>4 minggu,
<6bulan)
Selanjutnya berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemoragis masih dapat
dikelompokkan menjadi :11
1. TIA (Transient Ischemic Attack) 
TIA atau yang disebut serangan iskemik sesaat adalah serangan pada
pembuluh darah otak karena terjadi gangguan akut dari fungsi fokal
serebral dengan tanda dan gejala yang hampir sama dengan stroke, tetapi
semua gejala kelumpuhan dan defisit neurologis tersebut akan hilang
kurang dari 24 jam biasanya disebabkan karena emboli atau trombosis.
Sebanyak 50% dari TIA telah sembuh dalam waktu 1 jam dan 90% telah
sembuh dalam waktu 4 jam. Dengan demikian pada umumnya setelah 4
jam sudah dapat dibedakan antara TIA dengan stroke (komplit).
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Seperti halnya pada TIA, gejala neurologis yang ada pada RIND juga akan
menghilang, hanya saja waktunya lebih dari 24 jam, namun kurang dari 21
hari.
3. Progressing stroke atau Stroke in evolution
Pada bentuk ini kelainan yang ada masih terus berkembang ke arah yang
lebih berat.
4. Completed stroke
Completed stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya
sudah menetap, tidak berkembang lagi.
2.6 PATOFISIOLOGI
Stroke iskemik terjadi saat suplai darah ke bagian otak terhambat secara
tiba-tiba oleh oklusi. Penyakit serebrovaskular iskemik terutama disebabkan oleh
trombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, yang semuanya dapat menyebabkan
13

penurunan atau gangguan aliran darah otak atau cerebral blood flow(CBF) yang
mempengaruhi fungsi neurologis karena penurunan atau kehilangan glukosa dan
oksigen. Sekitar 45% dari stroke iskemik disebabkan oleh trombus arteri kecil
atau besar, 20% adalah emboli, dan yang lain memiliki penyebab yang tidak
diketahui. Fokal stroke iskemik disebabkan oleh gangguan aliran darah arteri ke
daerah yang bergantung pada parenkim otak oleh trombus atau embolus. Dengan
kata lain, stroke iskemik didefinisikan sebagai onset akut, (menit atau jam),
defisit neurologis fokal yang konsisten dengan lesi vaskular yang bertahan
selama lebih dari 24 jam. Stroke iskemik adalah proses dinamis, dimana semakin
lama oklusi arteri terjadi, semakin besar ukuran infark dan semakin tinggi risiko
perdarahan pasca perfusi.12
Stroke iskemik adalah suatu kompleks dengan berbagai etiologi dan
variabel klinismanifestasi. Dalam 10 detik setelah aliran otak berhenti, kegagalan
metabolism jaringan otak terjadi. EEG menunjukkan perlambatan aktivitas listrik
dan disfungsi otak yang nyata secara klinis. Jika sirkulasi segera pulih, maka
terjadi pemulihan fungsi otak secara tiba-tiba dan lengkap. Terdapat tiga
patologi utama stroke iskemik yaitu a) trombosis, b) embolisme dan, c) stroke
iskemia global (hipotensi).12
2.6.1. Trombosis
Trombosis serebral mengacu pada pembentukan trombus (bekuan
darah) di dalam arteri seperti arteri karotis internal, arteri vertebral
proksimal dan intrakranial yang menghasilkan lacunes, infark kecil ke
lokasi khas termasuk ganglia basal, talamus, kapsula internal, pons dan
cerebellum yang berkembang di bagian pembuluh yang tersumbat.
Aterosklerosis adalah salah penyebab obstruksi vaskular yang
mengakibatkan stroke trombotik. Plak aterosklerotik dapat mengalami
perubahan patologis seperti trombosis. Gangguan endothelium yang dapat
terjadi dalam melewati proses rumit yang mengaktifkan banyak vasoaktif
yang merusak enzim.12
Aktivasi agregasi platelet ke dinding pembuluh darah membentuk
trombosit dan fibrin kecil. Trombosis dapat terbentuk di arteri ekstrakranial
dan intrakranial ketika dinding tunika intima rusak dan membentuk plak di
14

sepanjang pembuluh yang rusak. Hal ini menyebabkan trombosit untuk


melekat dan beragregasi, kemudian jalur koagulasi diaktifkan dan trombus
berkembang di tempat plak. Ketika mekanisme kompensasi sirkulasi
kolateral gagal dan perfusi terganggu, dapat menyebabkan kematian sel.
Stenosis arteri extracranial rentan terhadap destabilisasi dan ruptur plak
yang menyebabkan tromboemboli serebral. Oklusi tromboembolik dari
arteri intracerebral mayor atau multipel yang lebih kecil menyebabkan
gangguan fokal aliran darah, dan membentuk trombus sekunder di dalam
mikrovaskular otak. Stroke trombotik terjadi tanpa gejala awal pada 80-
90% pasien. 10-20% digembar-gemborkan oleh satu atau lebih serangan
iskemik transien atau Transient Ischemic Attack (TIA).12
Pembentukan aterosklerosis :
Aterosklerosis merupakan perubahan dinding arteri akibat adanya
akumulasi lipid ekstra sel, rekrutmen dan migrasi miosit, pembentukan sel
busa dan deposit matrik ekstraseluler akibat pemicuan multifaktor.
Aterosklerosis dapat menyebabkan stroke, iskemia dan infark jantung,
hipertensi renovaskular dan penyakit oklusi tungkai bawah tergantung
pembuluh darah yang terkena.13,14
Proses aterosklerosis diawali dengan adanya kelainan dini pada
lapisan endotel, pembentukan foam cell(sel busa) dan fatty streaks (kerak
lemak), pembentukan fibrous cap (lesi jaringan ikat)dan proses ruptur plak
aterosklerotik yang tidak stabil. Aterosklerosis merupakan suatu proses
inflamasi kronis. Inflamasi memainkan peranan penting dalam setiap
tahapan aterosklerosis mulai dari perkembangan plak sampai terjadinya
ruptur plak yang dapat menyebabkan thrombosis.13,14
Patogenesis aterosklerosis dimulai ketika terjadi jejas pada endotel
arteri, sehingga mengaktivasi atau menimbulkan disfungsi endotel.
Disfungsi endotel merupakan awal terjadinya aterosklerosis. Disfungsi
endotel ini disebabkan oleh faktor-faktor risiko seperti dislipidemia,
hipertensi, diabetes mellitus, obesitas dan merokok dan faktor-faktor risiko
lain misalnya homosistein dan kelainan hemostatic.13,15
15

Pembentukan aterosklerosis dimulai dengan terjadinya akumulasi


dan modifikasi lipid (oksidasi, agregasi dan proteolisis) dalam dinding
arteri yang mengakibatkan aktivasi inflamasi endotel. Selanjutnya terjadi
rekrutmen elemen-elemen inflamasi seperti monosit ke dalam tunika
intima. Awalnya monosit menempel pada endotel yang diperantarai oleh
beberapa molekul adhesi pada permukaan sel endotel, yaitu Inter Cellular
Adhesion Molecule-1 (ICAM-1), Vascular Cell Adhesion Molecule-1
(VCAM-1) dan Selectin. Molekul adhesi ini diatur oleh sejumlah faktor
yaitu produk bakteri lipopolisakarida, prostaglandin dan sitokin.13,15
Setelah berikatan dengan endotel kemudian monosit berpenetrasi ke
lapisan lebih dalam dibawah lapisan intima. Monosit-monosit yang telah
memasuki dinding arteri ini akan berubah menjadi makrofag dan memakan
LDL yang telah dioksidasi melalui reseptor scavenger. Hasil fagositosis ini
akan membentuk sel busa atau "foam cell"dan selanjutnya akan menjadi
“fatty streaks”.Aktivasi ini menghasilkan sitokin dan faktor-faktor
pertumbuhan yang akan merangsang proliferasi dan migrasi sel-sel otot
polos dari tunika media ke tunika intima dan penumpukan molekul matriks
ekstraselularseperti elastindan kolagen, yang mengakibatkan pembesaran
plak dan terbentuk fibrous cap. Pada tahap ini proses aterosklerosis sudah
sampai pada tahap lanjut dan disebut sebagai plak aterosklerotik.13,15
Pembentukan plak aterosklerotik menyebabkan penyempitan lumen
arteri yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah. Trombosis sering
terjadi setelah rupturnya plak aterosklerosis, terjadi pengaktifan platelet dan
jalur koagulasi. Apabila plak pecah, robek atau terjadi perdarahan
subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau
keseluruhan suatu arteri.13,15
16

Gambar 4. Mekanisme Terjdinya Aterosklerosis.15

2.6.2. Emboli
Emboli serebral umumnya mengacu pada gumpalan darah yang
terbentuk di lokasi lain dalam sistem peredaran darah, biasanya jantung dan
arteri besar bagian atas dan leher. Stroke embolik terjadi ketika gumpalan
pecah, dan dibawa oleh aliran darah dan terjepit di arteri percabangan yang
berukuran sedang. Microemboli dapat melepaskan diri dari plak sclerosis di
arteri karotis atau dari sumber jantung seperti fibrilasi atrium, atau
hipokinetik ventrikel kiri. Embolisme ke otak mungkin berasal dari arteri
atau jantung. Sumber jantung untuk embolisme yang diakui secara umum
termasuk fibrilasi atrium, gangguan sinoatrial, infark miokard akut,
endokarditis bakteri subakut, tumor jantung, dan gangguan katup, baik
yang asli maupun buatan.12
Pada sekitar sepertiga pasien stroke iskemik, emboli ke otak berasal
dari jantung, terutama pada fibrilasi atrium. Selain bekuan, fibrin, potongan
plak atheromatous, bahan yang dikenal untuk embolisasi ke dalam sirkulasi
sentral seperti lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan benda asing
berkontribusi pada mekanisme ini. Menurut database stroke dari negara-
negara Barat, cardioembolisme adalah penyebab paling umum stroke
iskemik. Emboli stroke biasanya disertai dengan defisit neurologis.12
2.6.3. Global - Stroke iskemik atau hipotensi
Mekanisme ketiga dari stroke iskemik adalah hipoperfusi sistemik
karena kehilangan tekanan arteri secara umum. Beberapa proses dapat
menyebabkan hipoperfusi sistemik, yang paling banyak dikenal dan
17

dipelajari adalah henti jantung karena infark miokard dan / atau aritmia atau
hipotensi berat (syok). Lapisan sel piramidal hippocampus dan lapisan sel
Purkinje dari area korteks serebelum sangat dipengaruhi.12
Iskemia global lebih buruk daripada hipoksia, hipoglikemia, dan
kejang karenaselain menyebabkan kegagalan energi, dapat juga
menghasilkan akumulasi asam laktat dan metabolit beracun lainnya yang
biasanya dibuang oleh sirkulasi. Stroke fatal pada pasien usia lanjut sering
muncul karena hipotensi akut yang disebabkan oleh peristiwa ekstrakranial
sepertI gagal jantung, perdarahan okultisme, atau emboli paru multipel.
Selain itu terjadi beberapa konsekuensi setelah stroke yang dapat
dijelkaskan pada gambar 3.

Gambar 5. Representasi skematis mekanisme kematian sel aktif.12

2.7 MANIFESTASI KLINIS


18

Pada stroke infark, defisit neurologis fokal yang terjadi bergantung dari
bagian otak mana yang mengalami infark akibat gangguan pada pembuluh darah
yang menyuplai darah ke daerah tersebut. Tanda defisit neurologis fokal stroke
adalah :16
1. Gejala motorik : kelemahan salah satu sisi tubuh, kelemahan kedua sisi tubuh,
kesulitan menelan, dan ketidakseimbangan.
2. Gangguan bicara/bahasa : kesulitan memahami atau mengekspresikan bahasa
lisan, kesulitan dalam membaca atau menulis, bicara pelo, dan kesulitan dalam
menghitung.
3. Gejala sensorik : perubahan rasa pada tubuh baik seluruhnya maupun
sebagian.
4. Gejala visual : gangguan penglihatan pada satu mata, gangguan penglihatan
pada separuh atau seperempat lapang pandang, kebutaan bilateral, dan
peglihatan ganda
5. Gejala perilaku/kognitif : kesulitan berpakaian, menyisir rambut, menyikat
gigi diorientasi geografik, dan lupa.
Tanda-tanda diatas perlu dipikirkan terlebih dahulu apakah disebabkan
oleh proses non vaskular atau vascular. Proses non vascular contohnya seperti
tumor otak, gangguan metabolik, infeksi, intoksisitas, atau kerusakan akibat
trauma yang gejala klinisnya menyerupai stroke. 7Untuk mengenali apakah
seseorang menderita stroke maka dapat mengenali tanda dan gejala klinis stroke
dengan mudah dan cepat menggunakan metode FAST yang meliputi:17
 F : Face drooping
Facial drooping adalah wajah yang tertarik ke satu sisi atau ke bawah
dan sulit untuk digerakkan. Biasanya akan mudah mengenali gejala ini karena
tampak jelas. Misalnya, daerah wajah terlihat seperti “terjatuh” pada satu
bagian.
 A : Arm weakness
Arm weakness adalah ketika seseorang mengalami kesulitan untuk
menggerakan lengan tangannya. Cara mengetahuinya dengan meminta
penderita untuk mengangkat kedua tangan ke atas kemudian amati apakah
salah satu tangan jatuh atau tidak terangkat secara sempurna. Pada beberapa
19

kejadian penderita mengalamai mati rasa atau sensasi kebas meskipun masih
bisa menggerakkan tangan.
 S : Speech difficulties
Speech difficulties artinya kesulitan berbicara. Pada bagian ini,
penderita berbicara dengan tidak jelas dan cenderung sulit dipahami (bicara
pelo). Cara mengetahuinya dengan meminta pasien tersebut atau dengan
mengajaknya berbicara.

 T : Time
Time disini maksudnya adalah dianjurkan untuk segera memanggil bantuan
medis dan membawa penderita ke rumah sakit. Pada pasien dengan stroke,
waktu amatlah penting. Semakin cepat memperoleh pertolongan, maka akan
semakin banyak sel otak yang dapat terselamatkan.17

2.8 DIAGNOSIS
2.8.1. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan terutama mengenai gejala awal, waktu timbul,
aktivitas pada saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah,
rasa berputar, kejang, gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor
risiko stroke.5
2.8.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa penilaian respirasi, sirkulasi,
oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera
kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena
jugular pada gagal jantung kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan
paru), abdomen, kulit dan ekstremitas.Selaian pemeriksaan fisik umum,
perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf-
saraf kranialis, rangsang selaput otak (meningens), sistem motorik,
sensorik, koordinasi, fungsi kognitif, serta refleks fisiologis dan patologis
untuk mendeteksi adanya kelainan.5
2.8.3. Pemeriksaan Neurologi
20

Beberapa pemeriksaan neurologis yang dilakukan meliputi


pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap
dan cara jalan refleks, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Dapat juga
digunakan skala stroke National Institutes of Health Stroke Scale
(NIHSS). NIHSS tidak hanya menilai derajat defisit neurologis, tetapi
juga memfasilitasi komunikasi antara pasien dan tenaga medis,
mengidentifikasi kemungkinan sumbatan pembuluh darah, menentukan
prognosis awal dan komplikasi serta menentukan intervensi yang
diperlukan. NIHSS juga banyak digunakan untuk menilai tingkat
keparahan pada pasien yang mengalami stroke iskemik akut. Pada saat ini
NIHSS banyak digunakan secara rutin untuk menilai keparahan stroke
pada pusat-pusat pelayanan stroke. Terdapat 11 item dalam penilaian
NIHSS meliputi: level of consciousness,best gaze, visual field testing,
facialparesis, arm and leg motor function, limbataxia, sensory, language,
dysarthria, extinction, and inattention. NIHSS memiliki skor maksimum
42 dan skor minimum 0. Interpretasi dari NIHSS yaitu: skor >25 sangat
berat, 14-25 berat, 5-14 sedang, dan < 5 ringan.18,19
Pada pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang minimal, untuk
menegakkan stroke secara klinis dapat menggunakan skor Siriraj, skor
Gadjah Mada maupun skor Hasanuddin
Tabel 4. Skor Siriraj.20
Skor Stroke Siriraj
Gejala/tanda Penilaian Indeks
Derajat Kesadaran (0) Kompos mentis X 2,5
(1) Somnolen
(2) Sopor/koma
Muntah (0) Tidak ada X2
(1) Ada
Nyeri kepala (0) Tidak ada X2
(1) Ada
Tekanan darah Diastolik X 0,1
Ateroma (0) Tidak ada X3
(1) Salah satu atau lebih: DM,
angina, penyakit pembuluh
darah.
21

Interpretasi skor Siriraj:


Skor >1: Stroke Hemoragik
Skor < -1: Stroke Non-Hemoragik

Tabel 5. Skor Gadjah Mada20


Penurunan kesadaran Nyeri kepala Babinski Jenis stroke

+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan

- + - Perdarahan
- - + Infark
- - - Infark

Tabel 6. Skor Hasanuddin20


No Kriteria Skor
1 Tekanan Darah
Sistolik>200; Diastolik>110 7,5
Sistolik <200; Diastolik<110 1
2 Waktu Serangan
Sedang aktivitas 6,5
Tidak sedang aktivitas 1
3 Nyeri Kepala
Sangat hebat 10
Hebat 7,5
Ringan 1
Tidak ada 0
4 Penurunan Menurun
Langsung beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 10
1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
Sesaat tapi pulih kembali 6
>24 jam setelah onset 1
Tidak ada 0
5 Muntah Proyektil
Langsung beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 10
1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
>24 jam setelah onset 1
22

Tidak ada 0
Nilai tertinggi pada skor Hasanuddin adalah 44 dan nilai terendah: 2
Interpretasi skor Hasanuddin
1. Skor <15 mengarah kepada stroke infark
2. Skor >15 mengarah kepada stroke hemoragik

2.8.4. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dengan stroke perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk melihat adanya anemia, leukositosis, dan jumlah platelet. Selain itu,
dapat dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS), fungsi koagulasi,
fungsi hepar dan ginjal serta pemeriksaan enzim jantung (untuk
mengeklusi gangguan jantung). 20
Pemeriksaan Imaging
Pada kasus stroke, CT scan kepala menjadi pemeriksaan baku emas (gold
standar) karena dapat membedakan stroke hemoragik dan stroke infark.
EKG dan ekokardiografi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mencari faktor risiko stroke akibat
penyakit jantung. Pemeriksaan pungsi lumbal dapat dilakukan apabila ada
kecurigaan terjadi perdarahan subaraknoid.20

2.9 PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini yang dimulai
dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat. Dengan penanganan yang
benar pada jam-jam pertama, angka kecacatan stroke paling tidak akan berkurang
sebesar 30%. Penanganan stroke prahospital terdiri dari deteksi gejala stroke,
pengiriman pasien yang tepat, ambulans atau transportasi yang memadai, serta
hubungan yang komprehensif dengan unit gawat darurat atau rumah sakit yang
dituju.21
23

Deteksi dini gejala stroke perlu dilakukan oleh keluarga dan tenaga
kesehatan untuk dapat segera melakukan pertolongan yang cepat dan tepat
apabila terjadi serangan stroke. Pada proses pengiriman pasien diperlukan
transportasi yang memadai. Fasilitas ideal yang harus ada yaitu meliputi personil
yang terlatih, mesin EKG, peralatan dan obat-obatan resusitasi dan gawat darurat,
obat-obat neuroprotektan, telemedisin, dan ambulans yang dilengkapi dengan
peralatan gawat darurat, antara lain, pemeriksaan glukosa (glucometer), serta
kadar saturasi 02 (pulse oximeter).21
2.9.1. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
A. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat
pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat,
sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala dan klinis stroke meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi dan skala
stroke.5
B. Terapi Umum
1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan.5
- Pemantauan secara terus menerus terhadap status neutologis,
nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen
dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis
yang nyata
- Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi
oksigen < 95%
- Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar
dengan gangguan jalan napas
- Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia
- Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan
terapi oksigen
- Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal
Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (p02 <60
24

mmHg atau pCO2 >50 mmHg), atau syok, atau pada pasien
yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
- Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2
minggu. Jika pipa terpasang lebih dari 2 rninggu, maka
dianjurkan dilakukan trakeostomi

2. Stabilisasi Hemodinamik
- Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena dan hindari
pernberian cairan hipotonik seperti glukosa.
- Dianjurkan pemasangan Central Venous Catheter(CVC),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai
sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi
- Bila tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan sudah
mencukupi, maka obat-obat vasopressor dapat diberikan secara
titrasi seperti dopamin dosis sedang atau tinggi, norepinefrin
atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140
mmHg
- Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan
selama 24 jam pertama setelah serangan stroke infark.
- Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera atasi
dengan konsultasi ke kardiologi.
- Hipotensi arterial harusdihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan
aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung
sekuncup harus dikoreksi.
3. Pemeriksaan Awal Fisik Umum
Pada pemeriksaan fisik umum yang perlu diperiksa :
- Tekanan darah
- Pemeriksaan jantung dan pemeriksaan neurologi umum awal
seperti, derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan okulomotor
sertakeparahan hemiparesis.5
4. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
25

- Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema


serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan
gejala dan tanda neurologi pada hari-hari pertama setelah
serangan stroke.
- Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena
kenaikan TIK.
- Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP >70
mmHg.
- Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan
intrakranial meliputi, peninggian posisi kepala 200 – 300, Posisi
pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular, hindari
pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik, hindari
hipertermia dan jaga normovolernia. Osmoterapi dapat
dilakukan atas indikasi, pemberian osmoterapi dapat berupa
manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap
4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.Jika
tidak dapat diberikan manitol, maka perlu
dipertimbangkanpemberian furosemid dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v.Intubasi dapat dilakukan untuk menjaga
normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).5
5. Penanganan Transformasi Hemoragik
Tidak ada anjuran khusus tentang terapi transformasi perdarahan
asimptomatik. Terapi transformasi perdarahan simtomatik sama
dengan terapi stroke perdarahan, antara lain dengan memperbaiki
perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial
secara hati-hati.5
6. Pengendalian Kejang
- Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg
dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus
dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
26

- Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU.


- Pemberian antikonvulsan profilaksis pada penderita stroke
infark tanpa kejang tidak dianjurkan.
- Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian
diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama
pengobatan.5
7. Pengendalian Suhu Tubuh
- Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati
dengan antipiretik dan diatasi penyebabnya.
- Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC atau
37,5 oC.
- Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan
antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan
serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
- Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi
antibiotik.5
2.9.2. Penatalaksanaan Stroke Infark
- Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak
direkomendasikan diberikan pada kebanyakan pasien stroke infark.
- Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia perlu dilakukan
sesuai indikasi.
- Strategi untuk memperbaiki aliran darah dengan mengubah reologik
darah secara karakteristik dengan meningkatkan tekanan perfusi tidak
direkomendasikan.
- Pemberian Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah
timbulnya stroke ulang awal, menghentikan perburukan defisit
neurologi, atau memperbaiki keluaran setelah stroke infark akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke
infark akut. Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada
penderita dengan stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya
27

risiko komplikasi perdarahan intrakranial. Inisiasi pemberian terapi


antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian
intravena rtPA tidak direkomendasikan.Secara umum, pemberian
heparin, LMWH atau heparinoid setelah stroke infark akut tidak
bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih merekomendasikan heparin
dosis penuh pada penderita stroke infark akut dengan risiko tinggi
terjadi reembolisasi, diseksi arteri atau stenosis berat arteri karotis
sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga termasuk
infark besar >50%, hipertensi yang tidak dapat terkontrol, dan
perubahan mikrovaskuler otak yang luas.5
- Pemberian antiplatelet seperti Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam
24 sampai 48 jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke
infark akut. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan
intervensi akut pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena. Jika
direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.
Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak dierkomendasikan. Pemberian
klopidrogel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke infark
akut, tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik,
misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent
stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian. 5
- Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam terapi stroke infark akut.
- Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam
terapi stroke infark akut.
- Dalam keadaan tertentu, vasopressor terkadang digunakan untuk
memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan
tersebut, pemantauan kondisi neurologis dan jantung harus dilakukan
secara ketat.
- Tindakan endarterektomi carotid pada stroke infark akut dapat
mengakibatkan risiko serius dan keluaran yang tidak baik. Tindakan
28

endovascular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat, sehingga


tidak dianjurkan.
- Pemakaian obat-obatan neuroprotektor belum menunjukkan hasil yang
efekif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun, citicolin
sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.
Penggunaan citicolin pada stroke infark akut dengan dosis 2 x 1000 mg
intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2 x 1000 mg selama 3
minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholin
Trial in Acute Stroke, on going). Selain itu, pada penelitian yang
dilakukan oleh PERDOSSI secara multisenter, pemberian Plasmin oral
3 x 500 mg pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia
menunjukkan efek positif pada penderita stroke akut berupa perbaikan
motorik, score MRS dan Barthel index.5
29

BAB III

PEMBAHASAN

1. Perdarahan pada Otak


Pada tahun 2000, Barber, dkk., memperkenalkan Alberta Stroke Program Early
CT Score (ASPECTS) yang merupakan sebuah sistem penghitungan
semikuantitatif sederhana untuk menilai luasnya gambaran stroke iskemik akut
pada sirkulasi anterior yang dinilai dengan CT scan non-kontras.4 Dalam sistem
skoring tersebut, area pendarahan arteri serebral media dibagi menjadi 10
bagian yang masing–masing nilainya 1 poin; 10 bagian tersebut terdiri dari 4
struktur subkortikal [nukleus kaudatus (C), nukleus lentiformis (L), kapsula
interna (IC), insular ribbon (I)] dan 6 struktur kortikal dalam area perdarahan
arteri serebral media, yang diberi tanda M1 hingga M6; 6 struktur kortikal
tersebut selanjutnya dinilai pada dua level potongan yang berbeda, yaitu level
ganglionik (M1, M2, M3) dan level supraganglionik (M4, M5, M6) (Gambar.).
Untuk setiap struktur yang tampak memiliki gambaran stroke iskemik akut
dilakukan pengurangan 1 poin. Dengan demikian, skor 10 adalah parenkim
normal, sedangkan skor 0 adalah infark pada seluruh struktur yang dinilai.4,5
Pada publikasi awal oleh Barber, dkk. skor >7 dan ≤7 dinyatakan sebagai batasan
antara tinggi dan rendah.4 Namun, seiring berkembangnya penelitian, batasan
skoring tersebut menjadi perdebatan dan memiliki interpretasi berbeda.4,5
Meskipun merupakan salah satu alat skoring yang banyak digunakan,
variabilitas interobserver ASPECTS dinilai cukup tinggi dan berpotensi
mempengaruhi akurasi, terutama bila evaluasi dilakukan pada 100 menit
pertama setelah gejala muncul.12 Skoring ASPECTS dengan membandingkan
Hounsfield Unit (HU) kontrol (hemisfer normal) dengan HU hemisfer yang
terlibat dapat membantu meningkatkan ketepatan pembacaan. Rasio HU (HU
hemisfer yang terlibat/ HU kontrol) dengan rentang 0,94 – 0,96 dan perbedaan
>2 HU antara HU kontrol dan hemisfer yang terlibat dinilai paling baik untuk
skoring ASPECTS.13 Saat pemeriksaan mempengaruhi sensitivitas dan pemilihan
modalitas pencitraan. Barber, dkk. menyatakan tidak ada perbedaan bermakna
antara kemampuan CT dan DWI – MRI untuk skoring ASPECTS pada 7 jam onset
stroke.14 Namun, Mitomi, dkk. menjumpai identifikasi iskemi lebih baik pada
30

seluruh area ASPECTS dengan DWI – MRI yang dilakukan dalam 3 jam onset
stroke. 15 Hal tersebut diperkirakan karena DWI – MRI dapat lebih dini
mengidentifikasi gambaran iskemi akut dibandingkan CT scan, dan DWI – MRI
memiliki kapabilitas yang superior dalam identifikasi iskemi sirkulasi anterior.15

Gambar 6. MCA Alberta stroke program early CT score (ASPECTS)


4. Barber PA, Demchuk AM, Zhang J, Buchan AM. Validity and reliability of a quantitative
computed tomography score in predicting outcome of hyperacute stroke before
thrombolytic therapy. Lancet. 2000;355(9216):1670–4.
5. Schröder J, Thomalla G. A critical review of Alberta stroke program early CT score for
evaluation of acute stroke imaging. Front Neurol. 2017;7:1–7.
12. Naylor J, Churilov L, Rane N, Chen Z, Campbell BC V, Yan B. Reliability and utility of
the alberta stroke program early computed tomography score in hyperacute stroke. J
Stroke Cerebrovasc Dis [Internet]. 2017;26(11):2547-52.
13. Mokin M, Primiani CT, Siddiqui AH, Turk AS. ASPECTS (Alberta Stroke Program Early
CT Score) measurement using Hounsfield Unit values when selecting patients for stroke
thrombectomy. Stroke. 2017;48:1574–9.
14. Barber PA, Hill MD, Eliasziw M, Demchuk AM, Pexman JHW, Hudon ME, et al.
Imaging of the brain in acute ischaemic stroke: Comparison of computed tomography
and magnetic resonance diffusion-weighted imaging. J Neurol Neurosurg Psychiatr.
2005;76(11):1528–33.
31

15. Mitomi M, Kimura K, Aoki J, Iguchi Y. Comparison of CT and DWI findings in ischemic
stroke patients within 3 hours of onset. J Stroke Cerebrovasc Dis. 2014;23(1):37– 42.
2. CT Scan Normal

Gambar 6. Batang otak dan cerebellum tanpa bukti lesi fokal. Volume ventrikel
lateral normal. Ventrikel ketiga dan keempat di garis tengah. Konfigurasi basal
subarachnoid cisterns normal. Abnormalitas fokal tidak diamati pada parenkim
otak. Diferensiasi gray matter-white matter cukup.5
3. Gambaran Stroke Iskemia berdasarkan waktu
a. Stroke Iskemia Hiperakut
32

Selama fase hiperakut, CT mungkin normal atau kemungkinan


juga menunjukkan tanda dense vessel, ketika ada oklusi emboli
dari pembuluh darah proksimal.

Gambar 7. Stroke Iskemia Hiperakut–Subakut.5

Berdasarkan Gambar diatas terlihat bagian (A) menunjukkan


gambar aksial pada tingkat sirkulus Willis pada 3 jam yang
menunjukkan hiperdens di proksimal arteri serebral tengah sisi kiri,
menunjukkan oklusi emboli pada proksimal (panah). Bagian (B)
menunjukkan fokus hiperdens di fisura sylvii kiri yang merupakan
indikasi dari emboli distal (panah). Bagian (C) menunjukkan fokus
hiperdens di ujung arteri basilar tampak pada 4 jam tanpa bukti lain
infark (panah). Bagian (D) menunjukkan pemeriksaan ulangan
pada 24 jam kemudian menunjukkan hiperdens basilar yang
menetap dengan edema baru dari batang otak dan atas kiri dari
serebellum, menunjukkan infark akut.

Temuan awal pada parenkim yaitu hilangnya intensitas grey matter


normal tanpa adanya efek massa. Grey matter menjadi isodens
terhadap white matter yang berdekatan sehingga menyebabkan
hilangnya normal cortical ribbon atau kehilangan kemampuan
untuk membedakan basal ganglia atau thalamus dari kapsula
interna.5
33

Gambar 8. Gambaran yang menunjukkan hilangnya normal cortical


ribbon.

Bagian (A) menunjukkan pemindaian pada 4 jam awal


menunjukkan hilangnya intensitas kortikal normal bersama insula
(insula ribbon sign) dan kelengkungan gyrus (panah). Perhatikan
bahwa sulkus terlihat karena tidak ada efek massa. Bagian (B)
menunjukkan pemeriksaan ulang pada 36 jam menunjukkan
hipodens absolut yang merata pada white-grey matter sesuai
teritori arteri serebral tengah kanan. Efek massa hadir dengan
hilangnya sulkus. Batas infark yang jelas dan lurus (panah). Bagian
(C) menunjukkan pemeriksaan ulang pada 4 hari menunjukkan
peningkatan efek massa ditandai dengan herniasi subfalkine.
Tampak lesi hiperdens dalam infark yang merupakan perdarahan
reperfusi (panah).

b. Stroke Iskemia Akut

Berlanjutnya iskemia akan menyebabkan kerusakan saraf dan


kematian (edema sitotoksik) meningkat. Sel-sel endovaskular rusak
sehingga terjadi sawar darah otak dan kebocoran cairan ke dalam
ruang ekstravaskular. Dengan meningkatnya air jaringan,
pembengkakan lokal otak terjadi. Ekstravasasi sel darah merah juga
dapat terjadi meskipun perdarahan biasanya tidak ada atau terjadi
pada tingkat ringan. Gumpalan dalam pembuluh darah proksimal
dapat menetap atau menuju ke pembuluh distal. Pembuluh darah
kolateral leptomeningeal bisa melebar untuk memberikan beberapa
perfusi ke otak yang terkena. Luas dan tingkat di mana edema
34

vasogenik berkembang tergantung pada aliran darah ke otak yang


terkena. Jika tidak ada reperfusi, edema yang terjadi ringan dan
membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang. Jika aliran
cepat diperbaiki kembali (secara spontan atau akibat pengobatan)
tetapi pembuluh darah rusak, edema akan meningkat dengan cepat
dan perdarahan dapat terjadi. Edema vasogenik menghasilkan
hipodens yang jelas pada otak yang terkena.5

Gambar 9. Infark Iskemia luas korteks subkorteks lobus


frontotemporo-parietoocipital.

Gambar di atas terlihat paling kiri yaitu nukleus kaudatus, kapsula


interna kiri suspek karena emboli di arteri serebri media kiri
segmen M1 setelah cabang lentikulostriata. Sementara itu, paling
kanan menunjukkan infark lakunar subakut di kapsula interna
kanan limb anterior.5

c. Stroke Iskemia Subakut

Pada stroke iskemia subakut, terbagi menjadi 2 fase yaitu fase awal
dan fase akhir.

i. Stroke Iskemia Subakut Fase Awal ( 36 jam – 5hari )


Aliran darah ke bagian otak yang terkena infark biasanya
dibangun kembali pada 24 sampai 72 jam setelah infark.
Clot pada proksimal dan distal akan mengalami lisis dan
bergerak ke hilir. Pada hari ke-3 atau ke-4, pertumbuhan
pembuluh darah baru ke daerah infark dimulai. Pembuluh
darah yang belum matang ini mempunyai sawar darah otak
yang "bocor". Sebagai hasil dari perubahan ini, edema
35

vasogenik meningkat dengan efek massa progresif yang


biasanya mencapai puncak pada sekitar hari ke-5. Pada
infark besar, efek massa dapat menyebabkan herniasi
transfalcine atau herniasi transtentorial.5
ii. Stroke Iskemia Subakut Fase Akhir ( 5 – 14 hari )
Edema akan diserap seiring dengan waktu dan sebagai
hasilnya akan terjadi penurunan efek massa. Makrofag dan
sel glial akan memasuki area infark dan mulai
menghilangkan jaringan saraf yang mati sehingga edema
sitotoksik akan berakhir. Aliran darah akan kembali.
Perdarahan reperfusi ringan dapat terjadi, tetapi
transformasi perdarahan jarang terjadi. Densitas akan
berubah menjadi lebih heterogen. Infark biasanya tetap
hipodens, namun setelah edema berakhir maka mungkin ada
periode sementara ketika infark adalah isodens ke otak
normal (efek kabut) (Gambar 13.39). Efek massa akan
berakhir dan mungkin akan terjadi tanda awal dari fokal
atrofi.5

Gambar 10. Stroke Iskemia Subakut Fase Akhir pada


Gambaran CT dan MRI

Bagian (A) merupakan CT scan 3 hari setelah


timbulnya gejala menunjukkan hipodens fokal di lobus frontal
kiri dan nukleus kaudatus dengan efek massa ringan. Bagian
(B) yaitu CT ulangan pada 11 hari menunjukkan resolusi
hipodens yang hampir lengkap. Infark isodense tidak terlihat.5
36

d. Infark Kronis
Pada fase ini edema telah berakhir. Jaringan saraf yang mati akan
dihilangkan dan diganti dengan gliosis dan degenerasi kistik
(ensefalomalasia kistik). Infark lakunar biasanya berupa rongga
kecil berisi cairan yang dikelilingi oleh zona gliosis dan kehilangan
volume fokal. Tergantung pada ukuran dan lokasi dari infark, hal
ini dapat menyebabkan fokal kortikal atrofi atau dilatasi fokal pada
ventrikel yang berdekatan (Gambar 5). Jika infark melibatkan
saluran kortikospinalis, akan ada degenerasi wallerian yaitu atrofi
pedunkulus serebral sisi ipsilateral dan pons.5

Gambar 11. Stroke Iskemia Kronis pada CT dan MRI

Berdasarkan gambar di atas terlihat bagian (A) merupakan CT scan


menunjukkan fokus hipodens besar di lobus frontal kiri. Lesi lebih
hipodens dari infark akut dan memiliki batas tidak teratur, batas
yang agak cekung. Ada dilatasi dari ventrikel lateral kiri. Bagian
(B) yaitu CT scan pada tingkat yang lebih rendah menunjukkan
atrofi dari pedunkulus serebral sisi ipsilateral (degenerasi
wallerian). Bagian (C) yaitu FLAIR yang dilakukan 1 hari setelah
CT menunjukkan pengumpulan cairan besar dengan batas
hiperintens pada T2 menunjukkan ensefalomalasia kistik.5
33

BAB IV

KESIMPULAN

Stroke iskemia yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan


aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemia secara umum
diakibatkan oleh aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar maupun
yang kecil. Pada stroke iskemia, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Berdasarkan pemeriksaan CT dan MRI,
biasanya stroke dibagi menjadi tiga tahap yaitu akut, subakut, dan kronis. Ada
beberapa inkonsistensi di antaranya dan perubahan patologis dalam jaringan otak.
Namun secara umum, perubahan yang didiagnosis dengan penggunaan CT dan MRI
mirip dengan perubahan makroskopik.

Hiperakut
Waktu 0-6 jam
Gamba
ran CT
Scan

Ciri Dalam beberapa jam, akan muncul beberapa tanda awal tergantung daerah
khas yang terkena.
1. Gambaran pada beberapa kasus bisa terlihat normal
2. Tanda hiperdens pada pembuluh darah yang terkena.
3. Hilangnya batas antara grey matter dan white matter
4. adanya hipoatenuasi pada nucleus lentiformis
5. hipodensitas kortikal dengan pembengkakan parenkim terkait dengank
penipisan girus yang dihasilkan

Akut
Waktu 6 jam – 3 hari
34

Gambaran CT Scan

Ciri Khas Seiring dengan berjalannya waktu, terjadinya


hipoatenuasi, batas antara area hipodens
dengan sekitarnya semakin jelas. Terjadinya
pembengkakan memperlihatkan gambaran
massa yang signifikan
Subakut
Waktu 36 jam – 2 minggu
Gambaran CT Scan

Ciri Khas Seiring berjalannya waktu, pembengkakan


mulai mereda dan sejumlah kecil perdarahan
mengakibatkan peningkatan atenuasi pada
korteks (CT fogging phenomenon).
Pada fase ini, gambaran dapat menyesatkan,
karena gambaran pada korteks mirip seperti
gambaran normal

Kronis
Waktu >2 minggu
35

Gambaran CT Scan

Ciri Khas Sisa pembengkakan akan terbentuk gliosis.


Terjadi mineralisasi pada kortikal yang
menyebabkan gambaran menjadi hiperdens
34

DAFTAR PUSTAKA
1. Kanyal N. The Science of Ischemic Stroke: Pathophysiology &
Pharmacological Treatment; International Journal of Pharma Research &
Review, Oct 2015; 4(10):65-84
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI. Riset Kesehatan Dasar.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI; 2013. h.223-226
3. Caplan LR. Caplan’s Stroke Clinical Approach. 4th edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2009. p.581-604
4. Chung JW, Park SH, Kim N, et al. Trial of ORG 10172 in Acute Stroke
Treatment (TOAST) Classification and Vascular Territory of Ischemic
Stroke Lesions Diagnosed by Diffusion-Weighted Imaging; Journal of the
American Heart Association 2014;3:e001119.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Guideline stroke
tahun 2011. PERDOSSI.
6. Yuyun Y. Pencitraan Pada Stroke. Malang. Universitas Brawijaya Press :
2016.
7. Duus P, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala; Ed
ke 4; EGC; Jakarta, 2010; 372-390.
8. Sylvia A dan Lorraine. Patofisiologi, Konsep klinis proses penyakit.
Jakarta. EGC; 2012
9. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan; CDK 185/Vol.38
no.4/Mei-Juni 2011.
10. Chung JW, Park SH, Kim N, et al. Trial of ORG 10172 in Acute Stroke
Treatment (TOAST) Classification and Vascular Territory of Ischemic
Stroke Lesions Diagnosed by Diffusion-Weighted Imaging; Journal of the
American Heart Association 2014;3:e001119.
11. Adams HP, Bendixen BH, Kappelle J, et al. Classification of Subtype of
Acute Ischemic StrokeDefinitions for Use in a Multicenter Clinical Trial.
Vol 24, No 1 January 1993, 35-41
35

12. Thorvaldsen P, Kuulasmaa K, Rajakangas AM, Rastenyte D, Sarti C,


Wilhelmsen L. Stroke Trends in the WHO MONICA Project. Stoke.
1997;28: 500-506.
13. Hansson GK. 2005. Inflammation, Atherosclerosis, and Coronary Artery
Disease. N Engl J Med (2005); 352: 1685-95.
14. Packard RRS dan Libby P. 2008. Inflammation in Atherosclerosis: From
Vascular Biology to Biomarker Discovery and Risk Prediction.Clinical
Chemistry. 2008; 54: 24-38.
15. Libby P dan Ridker PM. 2004. Inflammation and Atherosclerosis: Role of
C-Reactive Protein in Risk Assessment.Am J Med. 2004;116: 9-16
16. Sitorus F, Ranakusuma TAS. Penyakit Serebrovaskular Serangan Otak-
Brain Attack: Transient Ischemic Attacks (TIA) – Reversible Ischemic
Neurologic Defisit (RIND) – Stroke. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
AW, Simadibarata M, Setihayadi B, Syam AF. Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi 4. Jakarta: Interna Publishing; 2014. hal.1555-1566.
17. Munro et al. A Pilot Study Evaluating the Use of ABCD2 Score in Pre-
Hospital Assessment of Patients with Suspected Transient Ischaemic
Attack: Experience and Lessons Learned. Experimental and Translational
Stroke Medicine. 2016.
18. Suwanwela NC, Poungvarin N. Stroke Burden and Stroke Care System in
Asia. Neurology India, 2016; 64(7): 46-51.
19. Jojang H, Runtuwene T, Maja PS. Perbandingan NIHSS pada pasien
stroke hemoragik dan non-hemoragik yang rawat inap di Bagian
Neurologi RSUP Prof. Dr. R. D. KandouManado. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
20. Widiastuti P, et al. 2015. Sistem Skoring Diagnostik untuk Stroke: Skor
Siriraj. CDK-233. Vol. 42(10).`
21. Jojang H, Runtuwene T, Maja PS. Perbandingan NIHSS pada pasien
stroke hemoragik dan non-hemoragik yang rawat inap di Bagian
Neurologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai