Anda di halaman 1dari 37

7

BAB 3

MANIFESTASI HIV PADA OTAK

Pada pasien dengan HIV dapat mengalami berbagai macam komplikasi neurologi, antara

lain :

a. Early neurological complication


1. Encephalitis
2. Demyelinating Disease
3. Multiple sclerosis like illness
4. Abses Cerebri
5. Meningitis Bakteri
6. Meningitis Tuberculosa
7. Cerebellar syndrome
b. Late neurological complication
 Opportunistic infections
1. Toxoplasmosis
2. PML (Progressive Multifocal Leukoencephalopathy)
3. CMV infection

3.1. Ensefalitis

3.1.1 Definisi

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme, seperti

viral, bakteri, Spirochaeta, fungus, protozoa,dan metazoa (cacing).Virus merupakan

penyebab yang tersering.5

3.1.2 Epidemiologi

Menurut Centers for Disease Control sekitar 20.000 kasus dari ensefalitis viral akut

dilaporkan di Amerika. Kematian mencakup 5-20% dari keseluruhan penderita dan gejala

sisa seperti deteriorasi mental, defek amnesia, perubahan kepribadian dan hemiparese

terlihat pada sekitar 20%. Namun secara keseluruhan hal ini tidak dapat menggambarkan ang
8

ka kejadian terhadap kematian maupun kelainan neurologis yang khusus dari masing-

masing jenis virus.

3.1.3 Gejala Klinis

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis secara umum sama berupa

Trias ensefalitis yang terdiri dari :

1. Demam
2. Kejang
3. Penurunan kesadaran

Manifestasi klinis ensefalitis sangat bervariasi dari yang ringan sampai yang berat.

Biasanya bersifat akut tetapi dapat juga perlahan-lahan. Masa prodormal berlangsung antara

1-4 hari yang ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan,

malaise, nyeri pada ekstremitas dan pucat, kemudian diikuti oleh tanda ensefalitis yang berat

ringannya tergantung distribusi dan luasnya lesi pada neuron. Pada Ensefalitis HIV

manifestasi utamanya adalah demensia yang lebih dikenal sebagai AIDS Dementia Complex

(ADC). Karakteristik dari demensia antara lain menurunnya intelegensi, disfungsi kognitif,

gangguan motorik, behaviour, respon lambat, ekspresi, penurunan memori dan distaxia.6

3.1.4 Gambaran Radiologis

3.1.4.1 CT-Scan

Pada ensefalopati HIV terjadi perubahan patologi namun tidak ada perubahan

morfologi pada stadium awal pada ensefalitis HIV, tetapi terjadi atrofi otak dari berbagai

derajat dengan perkembangannya, terutama atrofi pada lobus frontal dan lobus temporal.

Pada stadium lanjut, pelebaran ventrikel dapat ditemukan pada volume otak yang berkurang.

Terjadi perubahan yang serius pada basal ganglia dan brain sterm nuclei. Selain itu juga dapat

ditemukan nekrosis baik fokal atau masif pada jaringan otak.

Pada CT scan kepala dapat menunjukkan :

1. Paling umum ditemukan adalah atrofi yang difus dan dilatasi sulcal.
9

2. Gambaran terisolasi atau multipel hypodense foci dan akan terlihat bercak-bercak

yang menyangat setelah diberi kontras media.


3. Lesi isodens atau hipodens berbentuk bulat cincin, noduler atau pola homogen dan

menyangat dengan kontras, tempat predileksi pada hemisfer (grey-white junction)


4. Biasanya disertai dengan edema cerebri.
5. Kadang disertai tanda-tanda perdarahan.
6. Detect low-attenuation lesions in the white matter.

(Al Salam, 2009)

Gambar 3.1 CT-Scan otak pada Encephalitis

3.1.4.2 MRI

Pada ensefalitis HIV dengan MRI didapatkan:

1. Gambaran atrofi otak yang difus dan multifocal yang terjadi meningkat pada

gambaran T2- weighted di periventricular substansia alba dan centrum semiovale,

serta khusus pada FLAIR.6


2. Peningkatan yang menyebar di intensitas sinyal substansia alba pada lama

pengulangan (TR) gambar dengan Leukoensefalopati HIV


3. Tidak ada efek massa atau enhancement dari lesi
4. Melebarnya sulci kortikal
5. Ventrikel otak mengalami dilatasi dan volumenya bisa berkurang atau normal.
10

6. Lesi di substansia alba biasanya bilateral pada bagian medial lobus temporalis dan

didominasi pada bagian inferior lobus frontalis. Kemungkinan lesi berbentuk simetris

atau asimetris,
7. Lesi biasanya tidak menyengat setelah pemberian kontras.7

Gambar 3.2 CT scan otak pasien dengan kompleks demensia


AIDS (ADC) dan Ensefalitis HIV menunjukkan atrofi difus
serta pembesaran ventrikel dan substansia alba di periventrikular.

Gambar 3.3 T2-weighted MRI Gambar 3.4


menunjukkan pembesaran ventrikel Coronal T2 – weighted image and axial
dan daerah hyperintense yang luas di FLAIR
substansia alba, subkortikal kedua lobus
frontal
11

Gambar 3.5 Menunjukkan gambaran bercak di Gambar 3.6 Axial FLAIR MR Shows
area hiperintensitas di periventicular substansia Confluent High Signal  in the
alba, dan meluas ke regio subkortikal di frontal
Periventricular & Subcortical White
lobus kiri. Tidak ada efek massa di daerah
hiperintens Matter, Sparing the U-fibers .The
Diffuse Cortical & White Matter
Atrophy is Typically Seen in Late HIV
Encephalitis
3.2 Demyelinating Disease

3.2.1.Definisi

Demyelinating Disease adalah segala kondisi yang menyebabkan kerusakan pada

lapisan pelindung (selubung myelin) yang mengelilingi serabut saraf di otak dan sumsum

tulang belakang. Ketika selubung myelin rusak, impuls saraf lambat atau bahkan berhenti,

sehingga bisa menyebabkan masalah neurologis.8

3.2.2 Klasifikasi

Demyelinating Disease dibagi menjadi lima, yaitu:

1. Primer

a. Sindrom isolasi klinis

b. Multiple Sclerosis

c. Acute disseminated encephalomyelitis (ADEM)


12

d. Transverse myelitis

e. Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP)

f. Guillan-Barre Syndrome

2. Infeksi

a. Progressive Multifocal Leukoencephalopathy (PML)

b. HIV encephalitis/ HIV Dementia Complex/ HIV Associated Myelopathy

c. Progressive rubella panencephalitis

3. Toksik

a. Central Pontine Myelinolysis

b. Posterior Reversible Encephalopathy Syndrome

c. Kemoterapi

4. Metabolik atau Genetik

a. Leukodistrofi

5. Iskemik

a. Deep white matter ischemia

3.3 Multiple Sclerosis

3.3.1 Definisi

Multipel Sklerosis adalah penyakit progresif yang muncul akibat sistem kekebalan

tubuh yang secara keliru menyerang selaput pelindung saraf atau mielin dalam otak dan saraf

tulang belakang.

3.3.2 Epidemiologi

Pada umumnya terjadi pada masa remaja dan dekade keenam, dengan puncak pada

usia sekitar 12 tahun hingga usia 35 tahun. Prevalensi wanita dibanding laki-laki 2-3 : 1.

3.3.3 Macam-macam Klinis

Macam- macam klinis berdasarkan gambaran spesifik yang ditemukan, antara lain:
13

a. Classic multiple sclerosis (Charcot type)


b. Tumefactive multiple sclerosis
c. Marburg's type (acute malignant)
d. Schilder type (diffuse cerebral sclerosis)
e. Balo concentric sclerosis (BCS)

3.3.4 Gejala Klinis

Pada pasien yang memiliki bukti beberapa lesi asimtomatik sebelumnya, dan di

diagnosis multiple sclerosis. Pada pasien kasus lain yang hadir dengan plak pertama. Hal ini

dikenal sebagai sindrom klinis terisolasi (CIS) dan tidak semua pasien terus berkembangkan

menjadi Multiple Sclerosis.

Radiologis sindrom terisolasi (RIS) adalah entitas lain berdasarkan temuan MRI pada

otak yang dijelaskan lesi pada substansia alba sebagai insidental sugestif dari Multipel

Sklerosis pada pencitraan pasien tanpa gejala klinis. Gejala klinis yang mungkin terjadi

gangguan pada sensorik atau motorik atau campuran, termasuk keterlibatan saraf kranial,

misalnya trigeminal neuralgia atau neuritis optik.

3.3.5 Kriteria McDonald

Multiple sclerosis disebarluaskan dalam ruang dan waktu. Berdasarkan kriteria

diagnostik McDonald (2001-2005) :

a. Diseminasi di ruang
Diseminasi di ruang membutuhkan bright lession ≥ 1 T2 dalam dua atau lebih

lokasi berikut:
1. Periventrikel
2. Juxtacortical
3. Infratentorial
4. Saraf tulang belakang
jika pasien memiliki sindrom batang otak / sindrom tulang belakang, lesi

simptomatik tidak termasuk dari kriteria, karena tidak memberikan kontribusi bagi

jumlah lesi.
b. Diseminasi waktu

Diseminasi di waktu dapat ditegakkan di salah satu dari dua cara, yaitu:

1. Lesi baru bila dibandingkan dengan scan sebelumnya (terlepas dari waktu)
14

- T2 bright lesion dan / atau gadolinium enhacing


2. Tampak asymptomatic enhancing lesion and a non-enhancing T2 bright lesion

pada setiap satu scan


c. Primary proggressive multiple sclerosis (PPMS)
1. Perkembangan penyakit ≥1 tahun (ini dapat ditentukan baik secara prospektif

atau retrospektif)
2. Ditambah dua dari tiga kriteria berikut
- Diseminasi otak dalam ruang (lesi terang ≥1 T2 di ≥1 dari juxtacortical,

periventrikel, daerah infratentorial)


- Diseminasi sumsum tulang belakang dalam ruang (lesi terang ≥2 T2)
- CSF positif (band oligoclonal dan / atau indeks IgG meningkat)

3.3.6 Gambaran Radiologis

Plak dapat terjadi dimana saja pada sistem saraf pusat. Tipikal dari distribusi yaitu

bentukan ovoid dan perivenular .

3.3.6.1 CT- Scan

Gambaran CT-Scan biasanya tidak spesifik, dan perubahan yang signifikan dapat

dilihat pada MRI, dengan CT scan pada dasarnya normal. Gambaran Multipel Sklerosis yang

mungkin terlihat pada CT-Scan, meliputi:

a. Plak dapat homogen hypo attenuating


b. Atrofi otak mungkin jelas pada Multipel Sklerosis kronik
c. Beberapa plak mungkin menunjukkan kontras yang menyengat dalam fase aktif

3.3.6.2 MRI

MRI telah merevolusi diagnosis dan pengawasan pada pasien dengan MS. Bukan

hanya dengan MRI saja untuk mengkonfirmasi diagnosis (lihat kriteria McDonald MRI untuk

multiple sclerosis), tapi CT-Scan tindak lanjut dapat menilai respon terhadap pengobatan dan

mencoba menentukan pola penyakit.9

a. T1
- Lesi biasanya iso ke hypointense (T1 black hole).
- Callososeptal interface mungkin memiliki beberapa lesi kecil hypointense (Venus

necklace) atau corpus callosum mungkin hanya tampak menipis.


15

- lesi hyperintense berhubungan dengan atrofi otak dan penyakit yang semakin

berat
b. T2
- Tipikal lesi hiperintens
c. FLAIR
- Tipikal lesi hiperintens
- Tanda yang sangat awal disebut "ependymal dot-dash sign" alternatif fokus kecil

hiperintensiti sepanjang callososeptal Interface.


- Penyebaran secara sentrifugal sepanjang venula meduler dan disusun secara tegak

lurus terhadap ventrikel lateral dalam konfigurasi segitiga (meluas keluar radial),

yang disebut Dawson Fingers.

(Gaillard, 2014)
Gambar 3.7 MRI pada Dawson Fingers (Ependymal dot dash sign)

- FLAIR lebih sensitif dibandingkan T2 dalam deteksi plak juxtacortical dan

periventricular sementara T2 lebih sensitif pada lesi infratentorial


d. TI C+ (Gd)
- Lesi aktif terlihat menyengat
- Penyengatan sering inkomplit sekitar perifer (open ring sign)
e. DWI/ADC
- Plak aktif yang mungkin menggambarkan batas dari difusi

f. MR Spectroscopy
- NAA peaks may be reduced within plaques, which is the most common and

remarkable finding.
- Cho and lactate are found to be increased in the acute pathologic phase.

Double inversion recovery (DIR) a new sequence that suppress both CSF and white

matter signal and better delineation of the plaques.


16

(Rabou, 2014)
Gambar 3.8 MRI pada Double inversion recovery (DIR)

Lokasi plak dapat infratentorial, deep substansia alba, periventrikel, juxtakortikal atau

campuran lesi di substansia alba dan substansia nigra. Bahkan pada satu scan, beberapa fitur

yang membantu dalam memprediksi hilang-timbul vs progresifitas penyakit, meliputi:

- Banyak plak besar


- Hiperintens lesi T1

(Abbasi,2013)
Gambar 3.9 Multiple sclerosis is an idiopathic form of white matter demyelination.
The lesions may be scattered through supra and infratentorial white matter
17

(Osborn et al, 2009) (Osborn et al, 2009)


Gambar 3.10 Axial T1 C + FS MR Shows Gambar 3.11 Coronal T1 C+FS MR
Enhancement of Almost the Entire in a Patient with MS, Left Trigeminal
Length of the Left Optic Nerve  Neuralgia, Shows Enhancing Left
Including Segment Within Optic Canal CN5 
Compare to Normal Nonenhancing
Right Side

(Osborn et al , 2009) (Osborn et al, 2009)

Gambar 3.12 Axial T1 C+MR Shows a Gambar 3.13 Axial FLAIR MR Shows
Tumefactive Multiple Sclerosis(MS) Marked White Matter Hyperintensity 
Plaque That Extend into the Splenium. The with Extension into the Corpus
Incomplete Ring of Enhancement Callosum. There is a Central
is Characteristic of Demyelination. The CC Hypointense Mass
is Almost Always Involved in MS Causing Mass Effect on the Adjacent
Ventricle. Enhancement was an
Incomplete Ring, Typical for
Demyelination
18

(Osborn et al, 2009) (Osborn et al, 2009)

Gambar 3.14 Axial T2WI MR Show Gambar 3.15 Axial T1WI MR Show Cystic-
Significant, Predominantly White Matter appearing Right Posterior Parietal Lobe
Atrophy and Confluent Periventricular Mass .Several Other Subtle Hypointense
& JuxtacorticalHyperintense Plaques of Lesions are Present . Faint Rim
Severe Chronic Multiple Sclerosis Enhancement was Seen on T1 C+ (Not
Shown)

(Osborn et al, 2009) (Gaillard at al, 2009)

Gambar 3.16 Axial NECT Shows Hypodense Gambar 3.17 Hyperintense T1 lesions
Right Posterior Parietal Mass with Extensive in MS are makers of increased disability
and brain atrophy
White Matter Edema . Partial (“Horseshoe”)
Rim Enhancement Seen on T1 C+MR is
Characteristic of Tumefactive Demyelination.

3.4 Abses Otak


19

3.4.1 Definisi

Abses otak adalah koleksi infeksi purulen berbatas tegas didalam parenkim otak.

Supurasi yang terbatas dapat terjadi di dalam otak seperti halnya pada bagian-bagian tubuh

yang lain. Setelah peradangan purulen yang akut, pus di dalam jaringan otak dapat bergerak

bebas atau dikelilingi kapsul. Besar abses beraneka ragam mulai dari ukuran mikroskopik

sampai suatu area yang meliputi sebagian besar hemisferium cerebri.15

3.4.2 Etiologi

a. Pyogenic Abscess

b. Toxoplamosis

c. Tuberculosis

3.4.3 Gejala Klinis

Abses otak bisa menyebabkan berbagai gejala, tergantung kepada lokasinya. Nyeri

kepala merupakan gejala yang paling sering ditemukan, diikuti rasa mengantuk, bingung,

kejang umum dan lokal, dan gangguan motorik, sensorik, lapangan pandang, dan bahasa.

Triase demam, sakit kepala, dan defisit neurologis fokal terjadi pada kurang dari setengah

pasien. Frekuensi dari tanda dan gejala umumnya berturut-turut: sakit kepala 70%, perubahan

status mental 65%, defisit neurologis fokal 65%, demam 50%, kejang 25-35%, mual dan

muntah 40%, kekakuan 25%, dan edema papil 25%. 15

3.4.4 Diagnosis

Electroencephalography, brain scanning, computerized tomography (CT) dan

encephalography dapat membantu diagnosa dan menentukan lokasi abses otak.

Ventrikulography udara, pneumoencephalography atau angiography cerebral juga diperlukan

untuk menentukan letak abses. Abses otak dapat ditentukan lokasinya pada saat operasi
20

dengan menggunakan aspirasi jarum. Pemeriksaan terbaik untuk menemukan abses otak

adalah CT scan atau MRI. Jumlah kematian menurun sampai 90%. 15

Gambar 3.18. Tampak proses pada fase Gambar 3.19. Axial post-gadolinium
abses dengan contras potongan axial T11WI showing ring-enhancing lesion
with mass effect in a patient with
pyogenic brain abscess.
Neuropatologi dan Gambaran CT-Scan dalam proses pembentukan abses otak oleh bakteri

dibagi menjadi :

1. Early cerebritis

2. Early capsule formation

3. Late capsule formation

Gambar 3.20. Early cerebritis : Pada hari pertama terlihat daerah yang
hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga
gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan diameter cerebritisnya. Didapati
mengelilingi pusat nekrosis
21

Gambar 3.21. Early capsule formation : Hampir sama dengan fase


cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih
tebal

Gambar 3.22. Late Capsule Formation : Gambaran kapsul dari abses jelas
terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras
22

Gambar 3.23. Tuberculosis Abcsess dengan tampak fase early cerebritis


dan late capsule formation

3.5 Meningitis Bakteri

3.5.1. Definisi

Meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat

berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis yang

disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena

mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk

bakteri lebih berat.16

3.5.2. Gejala Klinis

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan

gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas

tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan

konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami

lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus

pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus.16

3.5.3. Gambaran Radiologi

Gambar 3.24. Acute Bacterial Meningitis :


This axial nonenhanced computed
tomography scan shows mild
ventriculomegaly and sulcal
23

Gambar 3.25. Axial contrast-enhanced T1W


MR image in a neonate with group B
streptococcal meningitis shows extensive
leptomeningeal exudates at the inferior
frontal and anterior temporal regions
(arrows)

Gambar 3.26. This contrast-enhanced, axial


T1-weighted magnetic resonance image
shows leptomeningeal enhancement
(arrows).

Gambar 3.27. Chronic mastoiditis and


epidural empyema in a patient with
bacterial meningitis. This axial
computed tomography scan shows
sclerosis of the temporal bone (chronic
mastoiditis), an adjacent epidural
empyema with marked dural
enhancement (arrow), and the absence
of left mastoid air.
24

Gambar 3.28. Cerebritis and developing


abscess formation in a patient with
bacterial meningitis (same patient as in
Images 5-6 in Multimedia). This contrast-
enhanced axial computed tomography scan
shows a ring-enhancing, lobulated,
hypoattenuating mass (abscess) in the left
basal ganglia.

Gambar 3.29. Meningitis MRI :


Pachymeningitis and cerebritis in a
patient with bacterial meningitis . This
contrast-enhanced, T1weighted axial
magnetic resonance image shows left-
sided dural enhancement
(pachymeningitis) and focal pial
enhancement

3.6 Meningitis Tuberkulosis

3.6.1. Definisi

Meningitis Tubercolosis adalah peradangan pada selaput meningen dan merupakan

komplikasi dari penyakit tuberkulosis primer biasanya di paru yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberkulosa.17

Meningitis merupakan salah satu infeksi pada susunan saraf pusat yang mengenai

selaput otak dan selaput medulla spinalis yang juga disebut sebagai meningens. Meningitis
25

dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan

parasit. Meningitis Tuberkulosis tergolong ke dalam meningitis yang disebabkan oleh bakteri

yaitu Mycobacterium Tuberkulosa.17

3.6.2 Manifestasi klinis

Gejala meningitis Tuberkulosis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)

2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.

3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:

a. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran

karena adanya spasme otot-otot leher.

b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi

kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.

c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan

pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi

maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.

4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.

5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat

purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda

vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,

muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.

7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul,

lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.18
26

Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium :

a. Stadium I : Stadium awal

 Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam,

anoreksia

b. Stadium II : Intermediate

 Gejala menjadi lebih jelas

 Mengantuk, kejang,

 Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan

N.VII, gerakan involunter

 Hidrosefalus, papil edema

c. Stadium III : Advanced

 Penurunan kesadaran

 Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebras

3.6.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi pemeriksaan Rontgent

thorax, CT-scan, MRI. Pada pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat terlihat adanya

hidrosefalus, inflamasi meningen dan tuberkoloma.

Pada meningitis fase akut, temuan pada CT-Scan sebagian besar normal. Contrast-

enhanced CT-Scan dapat menunjukan permulaan dari meningeal enhancement, yang

kemudian menjadi lebih ditonjolkan pada tahap akhir dari penyakit. Lesi pada parenkim tidak

mudah terlihat pada gambaran CT-Scan , kecuali pada area iskemia yang disebabkan oleh

vaskulitis sekunder yang merupakan komplikasi yang terjadi pada lebih 20% kasus.18
27

Gambar 3.30. Gambaran Gyral enhancement Gambar 3.31. Gambaran


tuberculosis pada 3 potongan axial meningitis tuberculoma

Gambar 3.32. Left : Coronary T1 C+ MR shows multiple punctate & linear


enhancing foci  along the penetrating perivascular space in this TB meningitis
patient. Right : Axial T1 C+ MR shows striking enhancement in the brain
parenchyma & perivasculaer space  of the basal ganglia in this HIV patient.

Magnetic resonance imaging (MRI) bukan merupakan pemeriksaan rutin dalam kasus

uncomplicated meningeal bakterialis. Pemeriksaan MRI membantu untuk memberikan

gambaran yang lebih jelas pada parenkim otak. Terkadang perbaikan setelah pemberian

gadolinium (Gd)-DTPA pada pemeriksaan MRI bukan hanya pada jaringan otak dan medulla

spinalis, namun juga pada cairan serebrospinal, seperti yang dilaporkan dalam kasus

spirochaetal meningitis.2Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemeriksaan magnetization


28

transfer MRI telah diusulkan sebagai pemeriksaan yang berguna dalam diagnosis meningitis

tuberkulosis. Visibilitas dari gambar meninges pada precontrast T1-weighted magnetization

transfer dapat dianggap sangat sugestif meningitis TB. Hal ini penting untuk memulai

pengobatan tuberculostatic sedini mungkin karena mortalitas dan morbiditasnya masih tinggi.

Penelitian terbaru mengatakanpemberian adjuvan dexametason untuk pengobatan meningitis

tuberkulosis pada remaja dan orang dewasa mampu menurunkan morbiditas tetapi tidak ada

pencegahan terhadap kecacatan.

3.6.4 Prognosis

Prognosis meningitis tuberkulosa lebih baik sekiranya didiagnosa dan diterapi seawal

mungkin. Sekitar 15% penderita meningitis nonmeningococcal akan dijumpai gejala sisanya.

Secara umumnya, penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik

atau mental atau meninggal tergantung :

a. Umur penderita.

b. Jenis kuman penyebab

c. Berat ringan infeksi

d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan

e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan

f. Adanya dan penanganan penyakit.

3.7 Sindroma Cerebellar

3.7.1 Definisi

Cerebellar syndrome umumnya lebih dikenal dengan ataxia atau kombinasi unstable

gait dengan berkurangnya koordinasi dan gejala neurologis lainnya.19


29

3.7.2 Gejala Klinis

Gejala sindrom cerebellar dapat bervariasi tergantung individu, tetapi mereka

biasanya melibatkan cara berjalan seseorang, keterampilan motorik halus, gerakan kepala,

gerakan mata, dan koordinasi secara keseluruhan. Pada seseorang dengan sindroma ini

mungkin timbul gerakan involunter, tremor pada tangan atau kaki, kaki menyeret saat

berjalan, badan membungkuk dan kesulitan menyeimbangkan tubuh.19

3.7.3 Gambaran Radiologis

3.7.3.1 MRI

Pada gambaran MRI otak terlihat ringan, umumnya terjadi atrofi cerebral dengan

atrofi serebelum yang menonjol melibatkan garis tengah dan struktur hemisfer dengan

pembesaran ventrikel keempat. Cairan dapat dilemahkan dengan inversion recovery (FLAIR)

yang dapat memperlihatkan abnormalitas dari substansia alba. Tidak ada kelainan fokal yang

diamati.

Gaalen, 2012
Gambaran 3.33 Cerebellar MRI. Axial no-contrast T1-weighted (left panel) and
coronal contrast-enhanced T1-weighted (right panel) MR images show atrophy of
the vermis and cerebellar hemispheres with enlargement of the 4th ventricle.

3.8 Toxoplasmosis Cerebri

3.8.1 Definisi
30

Toksoplasmosis Cerebri adalah penyakit infeksi opportunistik yang biasanya terjadi

pada pasien dengan HIV dan merupakan penyebab paling sering terhadap abses serebral.

Penyakit ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang merupakan penyakit parasit

pada hewan yang dapat ditularkan ke manusia. Parasit ini merupakan golongan Protozoa

yang bersifat parasit obligat intraseseluler yang menginfeksi sebagian besar populasi dunia

dan merupakan penyebab terseringpenyakit pada pasien dengan HIV. 14

3.8.2 Epidemiologi

Toksoplasmosis terjadi pada 3-15% pasien dengan AIDS di Amerika Serikat. Beberapa

Lesi klinis silent dan dapat diagnosis hanya pada otopsi. Klinis toksoplasmosis terjadi

sebanyak 50-75% pasien di beberapa negara Eropa dan Afrika.

Baru-baru ini dalam sebuah studi epidemiologi di kota Meksiko dengan 320 pasien

penderita AIDS didapatkan Toxoplasmosis cerebri (42%), Cerebral Cryptococcosis (28%),

Tuberculous Meningitis (8.7%), Lymphoma (non-Hodgkin) (3.75%), dan dementia complex

(3%).

3.8.3 Gejala Klinis

Pada bayi yang terjangkit toksoplasmosis kongenital tampak normal pada waktu lahir

dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun. Ada

gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosefalus,

korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrad sabin yang disertai kelainan

psikomotorik. Gejala Toksoplasmosis kongenital berdasarkan trimester kehamilan, antara

lain:

a. First trimester : fetal death

b. Second trimester : retinochoroiditis, microcephaly, and mental retardation

c. Third trimester : lymphadenopathy, hepatosplenomegaly, eye injuries, and brain

calcifications
31

Toksoplasmosis serebral sering muncul dengan onset subakut dengan gejala fokal

nerologik. Walau bagaimanapun, terdapat juga onset yang tiba-tiba disertai kejang atau

pendarahan serebral. Hemiparesis dan gangguan bicara sering ditemui sebagai gejala klinis

awal. Keterlibatan batang otak bisa menyebabkan lesi saraf cranial serta terjadi

disfungsi serebral seperti disorientasi, kesadaran menurun, atau koma. Jika ada lesi di

medulla spinalis dapat menyebabka gangguan motorik dan sensorik.12

3.8.4 Gambaran Radiologis

3.8.4.1 USG

Pemeriksaan USG antenatal digunakan untuk mendeteksi Toxoplasmosis Congenital,

pada 36% janin yang didiagnosis penyakit ini ventrikulomegali simetris, periventrikel

intrakranial dan densitas hepar atau lien, destruksi fokal pada jaringan serebral dan

pembesaran pada cistern atau ventrikel, kalsifikasi okuler, micropthalmia, metaphyseal bands,

iregularitas pada metaphyseal dari lempeng pertumbuhan, ascites janin, dan peningkatan

ketebalan plasenta. Dalam darah janin, Toxoplasma imunoglobulin specific tingkat M yang

tinggi.

Ultrasonografi pascanatal dapat digunakan untuk memantau ukuran ventrikel pada

bayi sampai usia 18 bulan atau mengikuti penutupan fontanela. Pada pasien dewasa,

ultrasonografi abdomen dapat menunjukkan hepatosplenomegali dan limfadenopati perut.

USG dikombinasikan dengan hasil serologi ibu secara signifikan terkait dengan hasil klinis.

USG abdomen pada pasien dewasa dengan riwayat sakit perut dan hasil abnormal pada tes

fungsi hati dapat menunjukkan hepatosplenomegali dan limfadenopati abdomen.11


32

Gambar 3.34 Mild ventriculomegaly, multiple


echogenicities into the cortex
3.8.4.2 CT-Scan

Toxoplasmosis Cerebral sering bertanggung jawab untuk abses multifokal dengan

nekrotik. Abses Toxoplasma biasanya menunjukkan multipel kapsul tipis dengan pusat yang

nekrosis. CT-Scan dengan kontras dapat menunjukkan gambaran lesi multiple yang hipodens

dengan edema perifokal. Peningkatan kontras biasanya seperti cincin atau nodular.

Peningkatan jarang homogen atau tidak ada. Lesi yang soliter jarang terjadi. Lesi dikelilingi

edema ringan sampai sedang dan menunjukkan efek massa yang sedikit atau sedang. Lesi

umumnya terletak di supratentorial white matter, cortico-medullary junction atau di basal

ganglia.13
33

(Kahmekar, 2012)

Gambar 3.35 CT-Scan shows a low-attenuating mass with


minor peripheral ring enhancement in Toxoplasma Cerebral

Toxoplasmosis memiliki kecenderungan untuk melibatkan ganglia basal. Sekitar 75%

dari nodul terletak di basal ganglia, tetapi yang lain yang tersebar di seluruh otak di

persimpangan grey matter - white matter junction. Perdarahan dan kalsifikasi dapat terjadi

setelah perawatan medis, meskipun kalsifikasi cincin telah dijelaskan pada CT scan pada saat

diagnosis pertama. Namun, kalsifikasi cincin jarang pada penyakit didapat dibandingkan

dengan penyakit kongenital. Seiring berjalannya waktu atrofi otak dapat terlihat pada sekitar

sepertiga dari pasien, ini mungkin hasil dari kerusakan sel langsung disebabkan oleh human

immunodeficiency virus (HIV).13

Pada Toxoplasmosis Congenital, CT scan dapat menunjukkan hidrosefalus difus yang

berhubungan dengan multipel, tidak teratur, nodular, seperti kista atau kalsifikasi yang

melengkung di daerah periventrikel dan choroid plexus. Lesi bilateral dan bervariasi dari

beberapa milimeter sampai 2 cm,dan ada kemungkinan terkait hidrosefalus. Kubah tengkorak

dapat menebal dengan sutura overlapping. Tanda karakteristik dari Toxoplasmosis adalah

target sasaran asimetris, yang terdeteksi pada CT dan MRI scan, meskipun MRI lebih sensitif.
34

Tanda target asimetris merepresentasikan abses dengan peningkatan cincin dan berisi abses

lainnya yang sejenis dengan peningkatan cincin, nodul eksentrik dalam rongga abses.

3.8.4.3 MRI

Toxoplasmosis adalah lesi massa otak yang paling umum ditemui pada pasien

terinfeksi HIV, dan insiden meningkat tajam sejak awal epidemi AIDS. Terkadang

penampilan yang tidak biasa dari toxoplasmosis membuat diagnosis dengan teknik pencitraan

standar sulit atau tidak mungkin. Munculnya spektroskopi MR telah meningkatkan

kemampuan untuk membedakan antara berbagai lesi SSP. Pada T1-weight precontrast MRI,

lesi yang hipointens relatif terhadap jaringan otak. Pada MRI T2-weight, yang fokus infeksi

biasanya hiperintens, tetapi mereka terkadang dapat isointens untuk hipointens .

(Gaillard, 2015)
Gambar 3.36 T1-weight menunjukkan lesi hypointense,
asimetris, periventrikel bilateral atau basal ganglia.

Lesi aktif sering dikelilingi oleh edema. Nodular fokal atau tambahan cincin terjadi

pada sekitar 70% pasien setelah peningkatan gadolinium.9


35

(Gaillard, 2014) Osborn et al, 2009

Gambar 3.37 T1-weighted gadolinium Gambar 3.38 Coronal T1 C+MR


menunjukkan sebuah perifer, menggambarkan Basal Ganglia, Thalamic &
frontoparietal terjadi peningkatan cincin lesi
Parenkimal Ring Enhancing Lesions  Pada
(panah). Pasien dengan solitary space-
Pasien Imunokompremis. NB: “Target”
occupying lesion, yang dikonfirmasi menjadi
Appearence with Central Nodule in the
sekunder untuk toksoplasmosis
Right Temporal Lobe Lesion

Gambar 3.39 Axial T2 MRI dengan Gambar 3.40 Axial CECT Menggambarkan
gambaran massa nodular Multipel Lesi Cincin yang Menyengat dengan
di inti basal sebelah kanan Hipodensiti di Sekelilingnya

Pada gambar diatas terlihat massa nodular berpusat di inti basal sebelah kanan dengan

ireguler ketebalan kontras. Akan signifikan sekitarnya melalui T2 / FLAIR, terlihat meluas

melalui batang otak ke midbrain dan inferior ke batang otak kanan. Ada moderat massa
36

regional dengan penipisan dari sulci frontotemporal dan penipisan dari ventrikel lateral

kanan, sehingga melengkung dari pellucidum septum setelah 4 mm ke kiri.

Bagian tengah massa adalah agak hipointens untuk grey matter di T1-weighted

imaging dan hyperintense pada T2- weighted imaging dengan penekanan yang buruk pada

FLAIR. Difusi pada pencitraan menunjukkan sinyal tinggi merata terutama di bagian tepi

massa dan terpusat menurun ADC. Ada sedikit meningkat rCBV di tepi massa. Spektroskopi

menunjukkan penurunan metabolit dan puncak laktat menonjol.9

MRI lebih efektif dalam menggambarkan lesi, khususnya di kortikal dan subkortikal.

Selain itu juga menghindari biopsi bedah otak, terapi empiris dengan Pyrimethamine,

Sulfadiazine dan asam folat dan mengikuti perilaku kesehatan sesuai dengan kriteria ex

juvantibus. Sedikitnya dari 90% pasien yang mendapat terapi fase awal meningkat pesat

hilangnya perubahan radiologis dengan seluruh atau sebagian dalam 2-4 minggu. Pasien

dapat bertahan selama 6 bulan.

Pada pasien imunokompeten, adanya massa meningkatkan resiko suatu glioma. Fitur

tidak khas pada abses piogenik namun abses sekunder untuk organisme atipikal (misalnya

Toksoplasmosis). Diagnosis limfoma, yang mungkin memiliki penampilan sama pada pasien

immunocompromised .9

3.9 Progressive Multifocal Leucoencephalopathy

Progressive Multifocal Leucoencephalopathy adalah penyakit demielinasi yang

diakibatkan oleh virus JC (John Cunningham) yang menginfeksi oligodendrocytes. Hal ini

dianggap manifestasi klinis yang paling umum dari infeksi virus JC di otak.5

3.9.1 Lokasi

Lesi cenderung memiliki konfluen, bilateral tapi asimetris pada otak. Mereka

didistribusikan di seluruh otak, termasuk batang otak dan ganglia basal. Subkortikal frontal
37

dan lobus parietal merupakan lokasi umum serta selalu melibatkan substansia alba. Lesi juga

dapat melibatkan substansia grisea.

3.9.2 Gambaran Radiologis

3.9.2.1 CT-Scan

Zona fokus asimetris atenuasi rendah yang melibatkan peri-ventrikel dan substansia

alba subkortikal. Hal ini membedakan dengan hypoattenuation yang lebih simetris terlihat

pada HIV ensefalopati.

(Aribandi, 2015)
Gambar 3.41 Non enhanced CT of the head
shows a hypoattenuating lesion in the
subcortical white matter. Note the
characteristic scalloped lateral margin

3.9.2.2 MRI

Pada MRI biasanya terlihat sebagai multifokal, asimetris periventrikel dan

keterlibatan subkortikal. Ada sedikit atau tidak ada massa dan subkortikal U-fibers yang

biasanya terlibat.

a. T1: daerah yang terlibat biasanya hyperintense

b. T2: daerah yang terlibat hyperintense


38

c. T1 C + (Gd)

- Biasanya tidak menyengat

- Peningkatan lebih umum pada PML-IRIS

d. MR Spectroscopy: menurut salah satu spektrum penelitian lesi PML yang ditandai

dengan berkurang secara signifikan NAA, laktat, dan secara signifikan meningkatkan

Cho dan lipid.

e. ADC / DWI: peripheral patchy diffusion restriction

(Aribandi, 2015)
Gambar 3.42 T2-weighted MRI in a
patient infected with HIV demonstrates a
hyperintense lesion in the left
frontoparietal region in the subcortical and
periventricular white matter.

3.10 Cytomegalovirus (CMV)

3.10.1 Definisi

Cytomegalovirus (CMV) merupakan virus keluarga herpes (Herpesviridae

family). CMV sering disebut sebagai “virus paradoks” karena bila menginfeksi seseorang
39

dapat berakibat fatal, atau dapat juga hanya diam di dalam tubuh penderita seumur

hidupnya.10

3.10.2 Gejala Klinis

Gejala muncul setelah 6 – 90 hari setelah infeksi primer. Kadang hanya muncul

dengan gejala mirip sakit flu (flu-like symptoms). Sakit yang menyerupai

mononukleosisinfeksius adalah tampilan yang umum terjadi dari CMV pada orang-orang

dengan penurunan kekebalan (immunocompromised). Congenital infection terjadi gejala

CNS, keterbelakangan mental, hepatocellular injury.

3.10.3 Gambaran Radiologis

Dua pencitraan yang paling umum terjadi akibat CMV adalah meningoencephalitis

dan ventriculitis / ependymitis.

3.10.3.1 Ultrasonography (USG)

Pada pemeriksaan USG CMV Congenital janin biasanya tidak terdeteksi oleh USG

rutin trans-abdominal, tapi pre-natal transvaginal screening USG pada ibu yang terinfeksi

dapat menunjukkan:

a. Otak
-
Kalsifikasi intrakranial janin : Kalsifikasi terutama periventrikular (fokus

hyperechogenic).11
-
Hidrosefalus janin
-
Heterogen muncul parenkim
-
Microcephaly
-
Adhesi intraventrikular

b. Lain-lainya

- Kalsifikasi intra-hepatik janin

- Hepatomegali janin
40

- IUGR

- usus echogenic

Gambar 3.43 Unilateral (Right) Gambar 3.44 Intracerebral


Ventriculomegaly Hemorrhage (arrow)

Gambar 3.45 Periventricular Gambar 3.46 Porencephaly


Leukomalacia (arrow) (6.72 cm by 3.72)

Gambar 3.47 Left Cerebellar Hypoplasia,


Punctate Echogenicities Throughout
Cerebellar Hemispheres due to CMV

Temuan ini dikaitkan dengan hasil yang buruk, yang memungkinkan ibu untuk

mempertimbangkan penghentian kehamilan, jika diidentifikasi cukup dini.11


41

3.10.3.2 CT-Scan

Ketika dilakukan postnatal, CT-Scan non-kontras menunjukkan fitur variable,

termasuk:

a. Kalsifikasi intrakranial: menebal dalam matriks germinal dan daerah periventrikular.

terlihat juga kalsifikasi di basal ganglia

b. Densitas rendah pada substansia alba

c. Ventrikulomegali / atrofi serebral / ensefalopati destruktif

d. gangguan migrasi neuronal

(Rabou, 2014) (Rabou, 2014)


Gambar 3.47 CT (non- kontras), Congenital Gambar 3.48 CT (non- kontras),
CMV Infection Transplacental Spread of Cytomegalovirus
Results in Congenital CMV Infection which
has variable Appearance According to the
Time of infection

3.10.3.3 MRI

Pada CMV encephalitis, biasanya hanya ada peningkatan sinyal T2 / FLAIR non

spesifik di substansia alba. Dari ventriculitis juga tampak peningkatan permukaan ependymal

dan dapat terlihat juga hidrosefalus. 15


42

a. High T2 terjadi perubahan pada substansia alba yang paling menonjol dalam

distribusi periventrikel.

b. Tidak ada yang menyengat (kecuali ventriculitis, dalam hal ini 30% kasus atau ada

yang menyengat).

c. Tidak ada efek massa (sering terlihat bersamaan dengan atrofi).

Gambaran mirip dengan ensefalitis HIV, walaupun biasanya CMV terjadi pada

pasien dengan penyakit yang lama, dan jumlah CD4+ rendah. MRI pada CMV Congenital

didapatkan gambaran :

a. Microcephaly

b. Kelainan migrational: lissencephaly, pachygyria, & schizencephaly

c. Lesi pada substansia alba: keterlibatan substansia alba didominasi parietal posterior

atau dengan rim terhindar dalam periventrikel dan subkortikal putih.

d. Ventrikulomegali dan pembesaran ruang subarachnoid

e. Delayed myelination

f. Periventrikel dan kista di temporal

(Gaillard, 2009) (Radswiki, 2012)


Gambar 3.48 CMV Ventriculitis MRI in a Gambar 3.49 Axial Non Contras,
HIV positive patient with very low CD 4+ Ventriculomegaly and scattered
count demonstrates numerous
periventricular calcification
periventricular high T2 signal regions
which restrict on DWI.
43

3.9.3.4 Diagnosis Banding

Perubahan substansia alba pada HIV, terjadi terutama:

a. HIV encephalitis

b. Progressive multifocal leukoencephalitis (PML)

c. Primary CNS lymphoma: periventricular tetapi mempunyai efek massa dan

menyengat

(Gaillard, 2008) (Gaillard, 2013)


Gambar 3.50 MRI T2 , This Case is Fairly Gambar 3.51 MRI T2 , Appearances of
Typical of CNS Lymphoma Which has a Progressive Multifocal
Predilection from Crossing the Midline Leukoencephalopathy (PML) in a Patient on
HAART for HIV

Terutama pada pasien dengan immunocompremised, ventriculitis memiliki

karakteristik high T2/FLAIR signal dan menyengat pasca pemberian kontras sangat mengacu

pada infeksi CMV.

Anda mungkin juga menyukai