PENDAHULUAN
Gangguan pendengaran merupakan suatu permasalahan yang dapat terjadi pada setiap
umur dan menyebabkan seseorang sulit berkomunikasi verbal. Gangguan ini dapat
dikategorikan sebagai gangguan pendengaran konduktif, sensorineural maupun
keduanya. Salah satu penyebab utama gangguan pendengaran konduktif adalah
serumen obsturan.1,2
Secara alamiah serumen merupakan substansi yang bersifat membersihkan dan
melindungi kanalis akustikus eksternal. Serumen terbentuk ketika hasil sekresi
kelenjar sebasea pada sepertiga luar kanalis akustikus bercampur dengan sel epitel
skuamos yang mengalami eksfoliasi. Pada kondisi normal, serumen dibuang melalui
mekanisme pembersihan diri, dimana terjadi migrasi ke arah luar dari kanalis
akustikus akibat pergerakan alamiah sel epitel, dengan dibantu oleh pergerakan
rahang. Serumen yang menyebabkan gangguan klinis disebut serumen obsturan. Di
Amerika Serikat, sebanyak 6-18 juta orang mengalami masalah serumen obsturan dan
sekitar 150.000 tindakan ekstraksi serumen dilakukan. Namun, data mengenai insiden
serumen obsturan di Indonesia belum tersedia dengan akurat.3
Serumen obsturan memberikan dampak yang buruk bagi pasien sehingga dapat
mengganggu aktivitasnya. Oleh karena itu, diperlukan anamesis yang baik,
pengobatan yang tepat dan efisien, pemberian KIE (komunikasi, informasi dan
edukasi) serta pencegahan sehingga dapat mengurangi dampak terjadinya serumen
obsturan.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar
ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
2
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.2,4
Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen
rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer
membentuk suatu membrana yang tipis yang disebut membrana Reissner yang
memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis). Duktus koklearis
berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat
penyambung periosteal dan mengandung end organ dari nervus koklearis dan organ
korti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus
Reuniens. 4
3
Gambar 1. Anatomi Telinga4
4
kelenjar sebasea pada sepertiga luar kanalis akustikus bercampur dengan sel epitel
skuamos yang mengalami eksfoliasi. Pada kondisi normal, serumen dibuang melalui
mekanisme pembersihan diri, dimana terjadi migrasi ke arah luar dari kanalis
akustikus akibat pergerakan alamiah sel epitel, dengan dibantu oleh pergerakan
rahang. Konsistensi serumen biasanya lunak, tetapi dapat pula kering. Kondisi ini
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya faktor keturunan, iklim, usia, dan
keadaan lingkungan.6,8
2.3.2 Epidemiologi
Sejumlah studi yang mempelajari tentang epidemiologi serumen obsturan
menunjukkan bahwa kondisi ini umum ditemui. Sekitar 2-6% dari seluruh populasi
pada suatu daerah dapat mengalami serumen obsturan. Namun, tidak semua penderita
serumen obsturan mencari pertolongan medis, hanya sekitar 39 dari 1000 pasien
dalam satu populasi mencari pertolongan medis ke dokter terkait serumen obsturan.3,6
Di Inggris, sebanyak 1,2- 3,5 juta orang bermasalah dengan serumen obsturan.
Sementara di Amerika Serikat, terjadi pada 6-18 juta orang dan 150.000 tindakan
ekstraksi serumen dilakukan. Namun, data mengenai insiden serumen obsturan di
5
Indonesia belum tersedia dengan akurat, dan studi yang mempelajari tentang hal ini
masih sangat terbatas.3
Berdasarkan fenotipnya, serumen dapat bersifat lunak maupun kering. Serumen lunak
berciri-ciri warna kecokelatan dan lengket, sering didapatkan pada ras Kaukasia dan
Afrika-Amerika. Sementara serumen kering berciri-ciri warna coklat atau abu-abu
dan keras, sering didapatkan pada ras Asia dan Indian-Amerika. Serumen tipe kering
juga cukup banyak ditemui di daerah Eropa Utara, Timur Tengah, kepulauan Pasifik,
dan Afrika Selatan. Meski demikian, pada ras Asia yang bertempat di Amerika atau
Eropa, cenderung ditemui serumen tipe lunak daripada tipe kering.7
Serumen obsturan dapat terjadi akibat kegagalan keratinosit untuk saling memisah
pada proses turnover kulit. Teori ini diperkuat dengan data bahwa serumen keras
6
yang sering menjadi obsturan terdiri dari lebih banyak lembaran-lembaran keratin
dibanding serumen tipe lunak.7
Terdapat hipotesis lain yang diusulkan menjadi salah satu patogenesis pembentukan
serumen obsturan, yaitu berkaitan dengan zat karotenoid. Pemberian retinoid pada
sebuah eksperimen memperlihatkan terjadinya peningkatan hiperplasia epidermal dan
aktivitas kelenjar sebacea penghasil serumen. Perubahan-perubahan ini
meningkatkan produksi serumen dan juga kecenderungan terjadi obsturan.7
Penggunaan cotton bud untuk membersihkan liang telinga sering dianggap dapat
mengakibatkan serumen obsturan, yaitu ketika pemakaian yang keliru mendorong
serumen semakin ke dalam liang telinga menuju membran timpani dan
mengakibatkan akumulasi serumen sehingga menjadi obsturan. Hal serupa berlaku
pula pada pasien yang sering menggunakan instrumen telinga, seperti alat bantu
dengar. Meski demikian, sejumlah penelitian menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pemakaian cotton bud dengan kejadian serumen obsturan. 7
7
Roland dkk, diagnosis serumen obsturan ditegakkan bila akumulasi serumen pada
liang telinga: (1) berkaitan dengan gejala-gejala tertentu atau (2) memerlukan
intervensi medis.3
Anamnesis dimulai dengan melengkapi data mengenai riwayat gejala yang dirasakan
oleh pasien. Pasien dapat mengeluhkan sejumlah keluhan ataupun hanya satu keluhan
saja. Keluhan penurunan pendengaran terkadang tidak disadari hingga terjadi
penurunan yang signifikan. Keluhan pusing atau telinga berdengung dapat terjadi
ketika liang telinga telah mengalami obstruksi parsial.8
2.3.6 Tatalaksana
Mekanisme menghilangkan tumpukan serumen pada liang telinga dapat dilakukan
menggunakan metode mekanis, kimiawi, ataupun kombinasi dari kedua metode
8
tersebut.11 Target yang ingin dicapai dari tatalaksana serumen obsturan adalah
memberikan visualisasi liang telinga yang lapang dan membrane telinga yang jelas.
Metode-metode pengeluaran serumen perlu mempertimbangkan sejumlah kondisi, di
antaranya: (1) sumber daya yang tersedia, (2) pengalaman dan keahlian klinisi, (3)
kemudahan dalam membersihkan liang telinga itu sendiri. Roland dkk menyebutkan,
tata laksana serumen obsturan dapat bervariasi, tergantung tingkat keparahan serumen
obsturan dan kenyamanan pasien, yaitu:3
1. observasi (watchful waiting)
2. KIE
3. Administrasi agen serumenolitik
4. Irigasi liang telinga
5. Ekstraksi manual (kuret, forsep, suction)
6. Apusan lidi-kapas
7. Ear candling
Observasi dijadikan pilihan apabila serumen ditemukan pada pemeriksaan fisik rutin,
dimana pasien tidak mengeluhkan gejala yang bermakna. Tidak jarang klinisi perlu
memberikan KIE yang tepat pada pasien agar tidak selalu meminta serumen
diekstraksi atau dikeluarkan karena serumen merupakan produk fisiologis telinga.3
Tiga metode yang paling umum dilakukan adalah: (1) administrasi agen
serumenolitik, (2) irigasi, (3) ekstraksi manual. Kombinasi dari metode-metode ini
pada satu hari yang sama atau dengan interval waktu tertentu umum ditemui pada
praktek sehari-hari. Serumen yang lembek, dibersihkan dengan kapas yang dililitkan
pada pelilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
Apabila dengan cara tersebut serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen harus
dilunakkan lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari. Namun, jika
serumen sudah terlalu jauh terdorong ke dalam liang telinga sehingga dikhawatirkan
menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya, maka
dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhuya sesuai suhu tubuh.
9
Sebelum melakukan irigasi telinga, harus dipastikan tidak ada riwayat perforasi pada
membran timpani. Teknik irigasi dilakukan dengan mengalirkan air hangat
menggunakan syringe ke dalam liang telinga secara postero-superior untuk
memastikan semburan air tidak langsung mengenai gendang telinga. Diharapkan
dengan teknik ini serumen dapat keluar mengikuti aliran semburan air. Obat-obatan
serumenolitik digunakan untuk melunakkan serumen terlebih dahulu sehingga
memudahkan ekstraksi serumen. Dengan menggunakan serumenolitik, tindakan
irigasi dan ekstraksi menjadi lebih mudah.2,6,7,8,9,10
Pada pasien lanjut usia dengan serumen obsturan yang tidak ditangani, gangguan
pendengaran yang diderita dapat mengakibatkan kesulitan dalam berkomunikasi,
isolasi sosial, depresi, bahkan imobilitas. Apalagi berkurangnya pendengaran
dianggap sudah menjadi proses yang lazim seiring dengan bertambahnya usia
sehingga baik pasien maupun perawat pasien tidak memilih memeriksakan kondisi
tersebut ke dokter. Dengan kata lain, pasien lanjut usia dengan ketulian non-
permanen, seperti akibat serumen obsturan, bisa saja tidak mendapat intervensi untuk
waktu yang lama.11
10
Meskipun secara umum prosedur ekstraksi serumen aman, terdapat sejumlah
komplikasi yang bermakna. Komplikasi seperti perforasi membrane timpani, laserasi
liang telinga, infeksi telinga, serta ketulian terjadi pada 1 dari 1000 irigasi telinga.
Bila angka ini diaplikasikan pada sejumlah tindakan irigasi telinga yang dilakukan di
Amerika Serikat, maka diperkirakan 8.000 komplikasi terjadi tiap tahun sehingga
membutuhkan bantuan medis lanjutan. Komplikasi lain yang pernah dilaporkan yaitu
otitis eksterna (terkadang sekunder terhadap trauma kanalis akustikus eksterna),
nyeri, vertigo, dan sinkop.3,11
11
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : IBAP
Umur : 4 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Pendidikan :-
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan :-
Alamat : Lik Taman I, Karangasem
Tanggal Pemeriksaan : 24 Maret 2014
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada telinga kanan.
12
mengorek-ngorek telinga anaknya dengan menggunakan cotton bud, namun
keluhannya tidak juga menghilang.
Keluhan lainnya berupa pilek. Ibu pasien menyangkal pernah keluar cairan dari
telinga kanannya. Riwayat panas dalam disangkal.
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya tidak pernah pergi ke dokter. Ibu pasien menyangkal bahwa
anaknya mengkonsumsi obat-obat tertentu sebelum mengalami keluhan gangguan
pendengaranan di telinga kanannya.
13
Respirasi : 18 kali/menit
Temperatur Axila : 36,8 oC
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Konjunctiva Anemi - / - , Sclera Ikterus - / -
Wajah : Simetris, Paresis N. VII - / -
THT : Sesuai status THT
Leher : Kaku Kuduk (-)
Pembesaran Kelenjar Getah Bening - / -
Pembesaran Kelenjar Tiroid - / -
Thorak : Cor : S1S2 Tunggal, Reguler, Murmur -
Pulmo : Vesikuler + / +, Rhonchi - / -, Wheezing - / -
Abdomen : Distensi (-), Bising Usus (+) N, Hepar/Lien tidak teraba
Ekstremitas : Hangat + +
+ +
Status Lokalis THT
Telinga Kanan Kiri
Daun telinga Normal Normal
Liang telinga Terdapat serumen Lapang
Discharge Tidak ada Tidak ada
Membran Timpani Sulit dievaluasi Intak
Tumor Tidak ada Tidak ada
Mastoid Normal Normal
Tes pendengaran Tidak dievaluasi
Berbisik Tidak dievaluasi
Weber Tidak dievaluasi
Rinne Tidak dievaluasi
Schwabach Tidak dievaluasi
14
BOA Tidak dievaluasi
Tympanometri Tidak dievaluasi
Audiometri Tidak dievaluasi
Nada Murni Tidak dievaluasi
BERA Tidak dievaluasi
OAE Tidak dievaluasi
Tes Alat Keseimbangan Tidak dievaluasi
Tenggorok
Dispneu Tidak ada
Sianosis Tidak ada
Mucosa Merah muda
Dinding belakang faring Normal, Tidak ada post nasal drip
Stridor Tidak ada
Suara Normal
Tonsil T1 / T1 Tenang
15
3.4 Resume
Pasien laki-laki, usia 4 tahun, dikeluhkan ibunya sering mengeluh nyeri pada telinga
kanannya. Disertai adanya rasa penekanan dan gangguan pendengaran pada telinga
kanannya seperti krebek-krebek. Selain itu pasien juga mengeluh pilek. Pasien
memiliki riwayat batuk dan nyeri saat menelan. Riwayat mengalami penyakit di
telinga sebelumnya disangkal. Riwayat pernah menderita penyakit sistemik seperti
kencing manis, tekanan darah tinggi, kelainan metabolik disangkal.
Pemeriksaan Fisik :
Status Present : Dalam batas normal
Status General : Dalam batas normal
Status Lokalis THT :
- AD : serumen (+)
- AS : serumen (-)
Telinga : Liang telinga (serumen +/-)
Membran timpani (sulit dievaluasi/intak)
Tes Rinne (tidak dievaluasi)
Tes Weber ( tidak dievaluasi)
Tes Schwabach (tidak dievaluasi)
Hidung : Kesan tenang
Tenggorok : Kesan tenang
3.5. Assesment
3.6. Penatalaksaan
Ekstraksi serumen AD Irigasi air hangat berhasil
Vestein syr 3 x cth 1/2
16
KIE
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus, berdasarkan heteroanamnesis, pasien mengeluh adanya nyeri pada telinga
kanan. Disertai gangguan pendengaran seperti bunyi krebek-krebek dan ada rasa
penuh di telinga kanannya. Dari awal muncul keluhan, pasien belum pernah
memeriksakan dirinya ke dokter. Orang tua pasien berusaha mengorek-ngorek telinga
anaknya dengan menggunakan cotton bud, namun keluhannya tidak juga menghilang.
Keluhan lainnya berupa pilek. Pasien tidak memiliki riwayat pernah keluar cairan
dari telinga kanannya. Orang tua pasien menyangkal pernah keluar cairan dari telinga
kanannya. Riwayat panas dalam disangkal. Orang tua pasien mengatakan bahwa
pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu sebelum keluhan utama
muncul, serta pada keluarga tidak pernah terjadi keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat pernah menderita penyakit sistemik seperti kencing manis, tekanan darah
tinggi, kelainan metabolik juga disangkal. Berdasarkan teori, jenis gangguan
pendengaran yang dialami pasien adalah serumen obsturan. Pada gangguan
pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam
secara efektif. Hal ini disebabkan oleh banyak serumen yang mengisi liang telinga.
Adanya keluhan telinga yang terasa sakit dan terasa penuh serta riwayat penggunaan
cotton bud yang terlalu sering mengarahkan ke diagnosis serumen obsturan dextra.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini meliputi pemeriksaan status tanda
vital, general dan THT. Pada pemeriksaan fisik tidak terdapat keabnormalan pada
status tanda vital dan general pasien. Pada status THT, pemeriksaan telinga
didapatkan membran timpani kanan tidak dapat dievaluasi dan pada liang telinga
kanan tampak penumpukan serumen. Pada pemeriksaan hidung dan tenggorok
didapatkan kesan tenang. Hasil pemeriksaan fisik yang memperkuat diagnosis
serumen obsturan dextra.
18
Heteroanamnesis dan pemeriksaan fisik saja sudah bisa menentukan serumen
obsturan dextra sehingga tidak diperlukan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan
serumen obsturan disesuaikan dengan tingkat keparahan serumen obsturan dan
kenyamanan pasien. Tiga metode yang paling umum dilakukan adalah: (1)
administrasi agen serumenolitik, (2) irigasi, (3) ekstraksi manual. Kombinasi dari
metode-metode ini pada satu hari yang sama atau dengan interval waktu tertentu
umum ditemui pada praktek sehari-hari. Serumen yang lembek, dibersihkan dengan
kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan dengan
pengait atau kuret. Apabila dengan cara tersebut serumen tidak dapat dikeluarkan,
maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama
3 hari.10 Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong ke dalam liang telinga sehingga
dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya,
dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhuya sesuai suhu tubuh.
Sebelum melakukan irigasi telinga, harus dipastikan tidak ada riwayat perforasi pada
membran timpani.10 Teknik irigasi dilakukan dengan mengalirkan air hangat
menggunakan syringe ke dalam liang telinga secara postero-superior untuk
memastikan semburan air tidak langsung mengenai gendang telinga. Diharapkan
dengan teknik ini serumen dapat keluar mengikuti aliran semburan air. Obat-obatan
serumenolitik digunakan untuk melunakkan serumen terlebih dahulu sehingga
memudahkan ekstraksi serumen. Dengan menggunakan serumenolitik, tindakan
irigasi dan ekstraksi menjadi lebih mudah.
Pada kasus ini, dilakukan pengaliran/irigasi air hangat (spooling) ke dalam liang
telinga karena posisi serumen yang sudah terdorong jauh ke dalam liang telinga.
Kemudian dilakukan evaluasi pada membran timpani apakah intak atau tidak. Selain
itu pasien diberikan obat Vestein syr 3 x cth ½ untuk mengatasi batuk yang diderita.
Pemberian KIE untuk mengendalikan serumen obsturan adalah pencegahan. Bentuk-
bentuk pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian serumen
19
obsturan atau kambuhnya serumen obsturan antara lain dengan KIE mengenai
kebersihan diri dan lingkungan, serta pemberian agen serumenolitik.
20
BAB V
SIMPULAN
Serumen adalah produk fisiologis telinga yang memiliki sejumlah fungsi dan
merupakan gabungan dari sekret kelenjar sebacea dengan sel epitel yang terlepas.
Serumen ikut mengumpulkan debu dan partikel asing dan dapat keluar sendiri
mengikuti proses turnover kulit. Serumen dapat tertahan di dalam liang telinga akibat
proses mekanis dari luar, mengakibatkan akumulasi serumen yang berlebihan di liang
telinga dan mempersempit liang telinga. Serumen yang menumpuk hingga
memberikan gejala klinis yang mengganggu disebut serumen obsturan.
Serumen obsturan dapat menutup liang telinga hingga 80%, dimana keluhan yang
sering dirasakan pasien adalah penurunan fungsi pendengaran, tinnitus, nyeri, rasa
penuh pada telinga, dan gatal. Serumen obsturan dapat pula menimbulkan rasa
tertekan di telinga saat berenang, dan meningkatkan risiko infeksi. Diagnosis serumen
obsturan dilakukan melalui dari anamnesis yang tepat agar mendapat gejala-gejala
yang mengarah ke serumen obsturan. Kemudian dilakukan pemeriksaan pada telinga,
secara visual dan menggunakan otoskop. Evaluasi membran timpani adalah hal yang
sangat penting. Kondisi umum dari liang telinga harus dievaluasi sebelum
menetapkan bentuk tatalaksana yang sesuai.
Serumen dapat dikeluarkan dari liang telinga dengan cara manual (ekstraksi) atau
irigasi. Serumen yang keras dapat dilunakkan terlebih dahulu dengan obat
serumenolitik untuk mempermudah proses pengeluaran serumen. Apabila serumen
tidak terlalu menutupi liang telinga, cukup dilakukan observasi. Komunikasi,
informasi, dan edukasi adalah kunci dalam pencegahan terjadinya serumen obsturan.
Bentuk KIE yang paling sederhana adalah tidak memasukkan benda asing
sembarangan ke dalam liang telinga, termasuk membersihkan liang telinga
menggunakan cotton bud sembarangan.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
10. Hafil, A.F., Helmi, S. Kelainan Telinga Luar. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal: 57-60
11. College of Audiologists and Speech-Language Pathologists of Ontario. Preferred
Practice Guideline for Cerumen Management. 2005. Tersedia di:
http://www.caslpo.com/Portals/0/ppg/ppg_cerumenmanagement.pdf (Akses: 16
Maret 2012)
12. Subha, S.T., Raman, R. Role of Impacted Cerumen in Hearing Loss. ENT-Ear,
Nose & Throat Journal. 2006. Vol 85(10): 650-53.
13. Oron, Y., dkk. Cerumen Removal: Comparison of Cerumenolytic Agents and
Effect on Cognition Among the Elderly. Arch. Gerontol. Geriatr. (2010), doi:
10.1016/j.archger.2010.03.025
23