Anda di halaman 1dari 6

FASE ORAL

Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus


makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum
mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk
bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan.
Proses ini berlangsung secara di sadari.

FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus
faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks
menelan segera timbul.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase
faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan
memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas.
Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu
pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan
pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian
atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan
umur.

FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa
disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal
yaitu 3-4 cm/ detik.
Proses pembentukan suara dapat dibagi menjadi tiga subproses,
yaitu: pembangkitan sumber, artikulasi dan radiasi (Furui,2001).
Organ tubuh yang terlibat dalam proses produksi suara meliputi
paru-paru, tenggorokan (trachea), laring (larinx), faring (pharynx),
rongga hidung (nasal cavity), dan rongga mulut (oral cavity). Terdapat
suatu lintasan vokal (vocal tract) yang terdiri dari faring (koneksi
antara kerongkongan dan mulut) dan mulut (Rabiner dan Juang,
1993). Bentuk lintasan vokal dapat berubah sesuai dengan
pergerakan rahang, lidah, bibir dan organ internal lainnya.

Paru-paru mengembang dan mengempis untuk menyedot dan


mengeluarkan udara. Udara yang dihembuskan oleh paru-paru keluar
melewati suatu daerah yang dinamakan daerah glotal. Pita suara
(vocal cord) pada keadaan ini bervibrasi menghasilkan berbagai jenis
gelombang suara. Udara kemudian melewati lorong yang dinamakan
faring. Dari faring, udara melewati dua lintasan, yaitu melalui hidung
dan melalui rongga mulut. Lidah, gigi, bibir dan hidung bertindak
sebagai sebagai modulator untuk menghasilkan berbagai bunyi yang
berbeda.
PATOFISIOLOGI
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas
menjaga kesterilan telinga tengah. Otitis media sering diawali dengan
infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek
yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan
infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di sekitar
saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan
datangnya sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah
putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka
sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah.
Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil
penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga
dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan
yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran
hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga
juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu
banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya.
Seperti pada muk osa hid ung, di dalam sinus jug a
terdapat muk osa bersilia dan palut lendir di atasnya. Di dalam
sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir
menuju ost ium ala miahnya mengikuti jal ur-jalur yang
sudahtertentu polanya.

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal,


m u k o s a y a n g l e t a k n y a berhadapan akan saling bertemu,
sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan.
Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus,
sehinggasilia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi
mukosa sinus menjadi lebihkental dan merupakan media
yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan
berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga
timbulinfeksi oleh bakteri anaerob.
Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis kronik adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis,Streptococcus B hemoliticus ,
Staphylococcus aureus, k u m a n a n a e r o b j a r a n g ditemukan.
Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi hipertrofi, polipoid
atau pembentukan polip dan kista

Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap


tertentu yang khas.P e l e b a r a n k a p i l e r d a r a h a k a n
memperlambat aliran darah sehingga
a k a n mengeluarkan fibrin dan eksudat serta migrasi leukosit
menembus dinding pembuluhdarah membentuk sel-sel nanah
dalam eksudat. Tetapi bilamana terjadi pada selaputlendir,
maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi peningkatan
produksi mukusdari kelenjar mukus sehingga nanah yang
terjadi bukan murni sebagai nanah, tetapimukopus

Deteksi Dini Gangguan Pendengaran


Hal yang pertama kali di keluhkan terkait gejala gangguan pendengaran adalah kemampuan
Bahasa si Kecil yang belum tercapai dibandingkan dengan balita seusianya. Sebagian besar
Ibu baru menyadari keterlambatan bahasa pada si Kecil setelah ia berumur satu tahun.
Padahal, menurut Kenna MA, seorang ahli gangguan pendengaran, gangguan pendengaran
kongenital dapat diintervensi sebelum usia enam bulan, sehingga, saat si Kecil berusia tiga
tahun ia akan memiliki kemampuan berbahasa normal dibandingkan dengan bayi yang
diintervensi setelah berusia tiga bulan2.

The Joint Committee on Infant Hearing tahun 2000 dan The American Academy of Pediatrics
(AAP) tahun 1999 merekomendasikan skrining untuk bayi baru lahir dilakukan dalam 3 bulan
pertama usianya dan intervensi sudah dilakukan sebelum usia 6 bulan. Oleh karena itu, Ibu
harus memperhatikan perkembangan bahasa si Kecil dimulai dari sejak ia lahir.

Ibu bisa menilai bagaimana perkembangan bahasa si Kecil sudah sesuai dengan usianya atau
belum melalui tabel Milestones of Language Development :

Lahir Respon suara, tertarik dengan wajah orang

2 - 4 bulan reciprocal cooing, turn-taking

4 - 9 bulan babbling (mengulang konsonan/kombinasi vokal)

6 bulan merespon jika dipanggil nama

9 - 12 bulan paham tentang perintah verbal, menunjuk sesuatu

10 - 16 bulan berbicara kata yang mudah, menunjuk bagian tubuh atau memahami
kata sederhana

18 - 24 bulan berbicara kosakata, mengucapkan dua kata

24 - 36 bulan memahami orang-orang yang kenal

30 - 36 bulan bercakap-cakap dengan bertanya dan menjawab pertanyaan

30 - 42 bulan cerita pendek, bertanya "mengapa"

36 - 48 bulan paham dengan orang asing, kalimat terbentuk dengan baik

5 tahun konsonan dasar sudah terbentuk

Ibu bisa memberikan stimulus untuk menilai perkembangan bahasa si Kecil. Satu bulan
pertama si Kecil dapat dievaluasi dengan memberikan suara yang keras dan tiba-tiba, apakah
dia memberikan respon berupa mengedipkan mata, reflek tangan dan kaki terangkat ke atas,
atau tiba-tiba terbangun. Bulan-bulan berikutnya Ibu bisa memberikan stimulus melalui
suara-suara, memanggil nama, atau dengan mengamati perilakunya. Jika Ibu menemukan
ketidaksesuaian perkembangan bahasa dengan umurnya, segera bawa si Kecil kepada tenaga
medis terkait untuk dievaluasi lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai