Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

MENINGITIS TUBERKULOSA

Pembimbing:

dr. Ratri Dianti, Sp. Rad

dr. Srie Retno Endah RS, Sp. Rad, M.Kes

Penyusun:
Puspita Sari 030.12.212
Tannia Pradnya P 030.12.267

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 10 DESEMBER – 4 JANUARI 2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala


kemudahan dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi di Rumah Sakit Daerah Budhi Asih
dengan judul “Meningitis Tuberkulosa”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.
Ratri Dianti, Sp. Rad dan dr. Srie Retno Endah RS, Sp. Rad, M.Kes selaku
pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Radiologi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan
para pembaca. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan
dan masih perlu banyak perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan
dari pembaca.

Jakarta, Desember 2018

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT DENGAN JUDUL


“MENINGITIS TUBERKULOSA”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi
di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta
Periode 10 Desember – 4 Januari 2018

Jakarta, Desember 2018

Pembimbing Pembimbing

dr. Ratri Dianti, Sp. Rad dr.Srie Retno Endah, Sp. Rad

3
DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ........................................................................................................................ 6
2.2 Epidemiologi ............................................................................................................... 7
2.3 Etiologi ........................................................................................................................ 7
2.4 Patogenesis .................................................................................................................. 7
2.5 Manifestasi klinis ........................................................................................................ 8
2.6 Diagnosa ..................................................................................................................... 10
2.7 Tatalaksana ................................................................................................................. 16
2.8 Pencegahan ................................................................................................................. 16
2.9 Prognosis .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

4
BAB I
PENDAHULUAN

Meningitis merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua
orang. Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai
resiko tinggi untuk terkena meningitis. Meningitis tuberkulosa pada anak paling sering
merupakan kejadian ikutan dari suatu tuberculosis paru primer. Sedangkan pada dewasa
merupakan kejadian lanjutan setelah beberapa tahun setelah infeksi primer.1
Meningitis tuberkulosa merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai
daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.2
Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi
meningitis tuberkulosa terjadi setiap 300 tuberkulosis primer yang tidak diobati. CDC
melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis tuberkulosa 6,2% dari tuberkulosis
ekstrapulmonal. Insiden meningitis tuberkulosa sebanding dengan tuberkulosis primer,
umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan
faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang.1
Pengetahuan yang benar mengenai meningitis tuberkulosa dapat membantu untuk
mengurangi angka kematian penderita akibat meningitis, mengingat bahwa insidensi
kematian akibat meningitis masih cukup tinggi.1

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi

Gambar 1. Selaput otak (meningen)

Meningen (selaput otak) merupakan selaput yang membungkus otak dan


sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh
darah dan cairan sekresei (serebro spinal), memperkecil terjadinya benturan atau
getaran yang terdiri dari 3 lapisan3
a. Durameter (Lapisan sebelah luar)
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan
kuat. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan
darah vena ke otak yang dinamakan sinus longitudinal superior, terletak diantara
kedua hemisfer otak.3
b. Arachnoid (Lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dan piameter
membentuk sebuah kantong atau balon yang berisi cairan orak yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat.3

6
c. Piameter (Lapisan sebelah dalam )
Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan
otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur – struktur
jaringan ikat yang disebut trabekel3.

Gambar 2. Meningen

Adapun fungsi meningeal sebagai berikut :

1. Menyelubungi dan melindungi susunan saraf pusat.


2. Melindungi pembuluh darah dan menutupi sinus venus
3. Berisi cairan serebrospinal3..

2.2 Definisi
Meningitis tuberkulosa adalah infeksi pada meningen yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberkulosis dan terjadi pada sekitar 0,5-1% dari total penyakit
tuberkulosis. Meningitis tuberkulosa pada anak paling sering merupakan kejadian
ikutan dari suatu tuberculosis paru primer. Sedangkan pada dewasa merupakan
kejadian lanjutan setelah beberapa tahun setelah infeksi primer.1,3

2.3 Epidemiologi
Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam
tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya
sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis
tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis

7
tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis. Di
Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas
tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia,
termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka
kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun,
jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada
umur dibawah 3 bulan. Meningitis tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang
menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka kematian pada meningitis
tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya
18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual.4

2.4 Etiologi
Menigitis tuberkulosis disebakan oleh bakteri tahan asam mycobacterium
tuberkulosis, dan jarang sekali disebabkan oleh mycobacterium bovis atau
mycobacterium fortuitum, kecuali pada penderita HIV. Mycobacterium
tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram positif,
berukuran 0,4 – 3 μ, mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama berminggu-
minggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20
jam).5

2.5 Patogenesis
Meningitis tuberkulosa terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen
ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosa melalui 2 tahap. Mula-
mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara
hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi
pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis
terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permukaan
di otak) akibat trauma atau proses imunologi, langsung masuk ke subarachnoid.
Meningitis tuberkulosa biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer.2,6
Kebanyakan bakteri masuk ke CSF dalam bentuk kolonisasi dari nasofaring
atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid parenkim otak, atau selaput
men ingen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran

8
retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh
fraktur, paska bedah saraf, infeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi,
adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dan lain-lain. Sering juga
kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun
meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen
dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, peyumbatan vena dan
memblok aliran CSF yang dapat berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan
tekanan intrakranial dan herniasi.2,6
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis
tuberkulosis:2,6
1. Araknoiditis proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik
yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah.
Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin,
berwarna kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri
dari limfosit dan sel plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih
lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan mungkin mengeras serta
mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan mengalami
paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian III
dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai
saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala
penglihatan kabur bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila
mengenai saraf kranial VIII akan menyebabkan gangguan pendengaran yang
sifatnya permanen.
2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang
melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini
menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri.
Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat.
Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis
interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila infarknya bilateral akan
terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang terkena,
ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika

9
adventisia ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan
tuberkel dan nekrosis perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan,
hanya infiltrasi sel yang ringan dan kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada
tunika intima berupa infiltrasi subendotel, proliferasi tunika intima, degenerasi,
dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri media dan anterior serta
cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak dapat
mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis
serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga
hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan
perubahan fibrin.
3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang
akan mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.4

2.6 Manifestasi klinis


Sebagian besar pasien dengan meningitis tuberkulosa memiliki riwayat sakit
yang tidak spesifik 2-8 minggu sebelum berkembangnya iritasi meningeal. Gejala
non spesifik ini meliputi malaise, anoreksia, fatigue, demam, myalgia dan nyeri
kepala. Gejala prodormal pada anak termasuk iritabilitas, mengantuk, berkurangnya
nafsu makan, dan nyeri perut. Pada akhirnya nyeri kepala memburuk dan menetap.
Kaku kuduk dilaporkan terjadi pada sekitar 25% pasien, tetapi meningismus
terdeteksi pada lebih banyak pasien saat diperiksa. Pada anak-anak dapat dijumpai
ubun-ubun yang tegang dan menonjol. Demam ringan yang menetap dijumpai pada
sekitar 80% pasien. Riwayat tuberkulosis sebelumnya dijumpai pada 50% anak
dengan meningitis tuberkulosa, dan pada 10% pasien dewasa.1,2
Paresis saraf kranial terjadi pada 20-30% pasien meningitis tuberkulosa.
Nervus kranial keenam merupakan nervus kranial yang paling sering terkena.
Kebutaan dapat menjadi gejala dominan meningitis tuberkulosa. Optochiasmatik
arachnoiditis, penekanan ventrikel tiga pada chiasma (jika terjadi hidrosefalus),
granuloma nervus optikus, dan intoksikasi ethambutol, mungkin sebagai faktor yang
menyebabkan kebutaan pada pasien. Pada pemeriksaan opthalmoscopy, dapat
dijumpai edema papil. Pada pemeriksaan funduskopi dapat dijumpai tuberkel
choroid, lesi kekuningan tunggal atau berkelompok dengan pinggiran kabur.1,2

10
Frekuensi
Gejala
Nyeri Kepala 50-80%
Demam 60-95%
Muntah 30-60%
Fotofobia 5-10%
Anoreksia/penurunan berat badan 60-80%
Tanda
Kaku kuduk 40-80%
Paresis saraf kranial 30-50%
VI 30-40%
III 5-15%
VII 10-20%
Koma 30-60%
Hemiparese 10-20%
Paraparese 5-10%
Kejang
Anak 50%
Dewasa 5%

Pada fase lanjut, infeksi dapat dijumpai gejala klinis yang lebih berat seperti
hemiplegi, kuadriplegi sekunder akibat infark serebri bilateral, koma, spasme,
deserebrasi atau dekortikasi.1

2.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis meningitis tuberkulosa ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik sesuai daari gejala klinis meningitis tuberkulosa Pada
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yakni dengan prosedur yang
dilakukan diantaranya:7,8,9,10
1. Analisa CSF
Pemeriksaan CSF dalah penting dan khas pada meningitis tuberkulosa. Pada
analisa CSF dijumpai leukositosis (10-1000 x 103 sel/cc) dominan limfosit),
protein meningkat (0,5-3,0 gr/l) dan glukosa CSF;plasma <50%. CSF dapat
diambil melalui lumbal pungsi.

11
2. Kultur dan Tes Sensitivitas
Mencari bakteri tahan asam di CSF adalah penting untuk diagnose definitive
meningitis tuberkulosa. Pada literature disebutkan bahwa bakteri tahan asam
dijumpai pada 80% kasus pasien dewasa, tetapi hanya 15-20% pada anak-anak.

3. Tes Tuberkulin Kulit


Gambaran hasil tes tuberculin kulit untuk tuberculosis SSP bervariasi, pada
beberapa penelitian hanya 10-20% pasien dengan tuberculosis SSP yang
menunjukkan hasil positif. Pada anak dijumpai hasil yang bervariasi (30-65%).
Pada anak yang tinggal di daerah dengan prevalensi tuberculosis tinggi,
dijumpai hasil positif palsu yang tinggi. Pada uji mantoux, dilakukan
penyuntikan PPD (Purified Protein Derivative) dari kuman Mycobacterium
tuberculosis. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter daripembengkakan (indurasi) yang terjadi.

4. Polymerase Chain Reaction (PCR-TB)


Merupakan metode terbaik dalam diagnosis infeksi mycobacterium. Tes ini
menggunakan reaksi rantaipolymer untuk mengidentifikasi sekuensi RNA atau
DNA dalam CSF. Metode ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang sangat
tinggi untuk mendeteksi meningitis tuberkulosa.

Pemeriksaan imaging7,8,9,10
1. Head CT Scan
Gambaran yang dapat dijumpai adalah:
 Penebalan dan enhancement meningen, terutama di region basilar.
 Gambaran infark daerah thalamus, basal ganglia, dan kapsula interna
 Ventriculomegali dan paraventrikular edema
 Eksudat yang tebal terlihat dan menyangat kontras di sisterna basal dan
sylvian fissure (spider-leg appearance)

12
Pada keadaan yang diduga meningitis bakterialis dengan penurunan kesadaran,
pemeriksaan CT-Scan cranium direkomendasikan sebelum lumbal pungsi untuk
menghindari herniasi otak akibat edema serebri. Pada meningitis fase akut, Pemeriksaan
CT-Scan biasanya normal. Lesi pada parenkim tidak mudah terlihat pada gambaran CT-
Scan, kecuali pada iskemik yang disebankan oleh vaskulitis sekunder yang merupakan
komplikasi pada lebih dari 20% kasus. Gambaran parenkim yang abnormal sebanding lurus
dengan gejala neurologis dan akan memperburuk prognosis nya.
Jika gejala dan tanda (kaku kuduk, tanda kernig dan tanda laseque) ditemukan maka
dianjurkan untuk pemeriksaan Computer Tomography beserta pungsi lumbal (bila tidak ada
tanda edema otak). Pembuluh darah yang terpapar dengan dengan eksudat inflamasi
subarakhnoid mengalami spasme dan atau trombosis yang selanjutnya akan menyebabkan
iskemia dan akhirnya infark. Pada beberapa kasus didapatkan gyrii dan cysterna menyempit
(dengan kontras terlihat) yang disebabkan oleh melebarnya sulcii karena eksudat yang
mengisi sulcii akibat proses inflamasi, gyral enhancement, tampak lesi hipodens di ganglia
basalis, dan sistem ventrikel melebar

Gambar 3. Gyral enhancement pada meningitis bacterial akut

13
Gambar 4. Hipodensitas nukleus lentiformis

Gambar 5. Melebarnya system ventrikel pada meningitis bacterial


akut disertai ventrikulitis.

14
Gambar 6. CT scan dengan kontras

15
2. MRI Scan
Pada MRI T1 kontras, keterlibatan meningen dapat terlihat. MRI akan
membantu memberikan gambaran yang lebih jelas pada parenkim otak.
Penelitian terakhir Pamirdkk10, menemukan bahwa FLAIR (Fluid Attenuated
Inversion Recovery) post kontras memperlihatkan sensitifitas yang sama
dibandingkan dengan T1 kontras untuk mendeteksi penyangatan
leptomeningen. Pada sisterna basalis,dijumpai eksudat paling sering di sekitar
sirkulus willisi, yang meluas ke sisterna ambiens, sylvian fissure, dan sisterna
pontin. Dapat juga dijumpai infark iskemik di sekitar chiasma, dan gambaran
hidrosefalus. Trias diagnostik radiologi pada meningitis hidrosefalus adalah :
eksudat di sisternabasal, adanya infark dan hidrosefalus.

Gambar 7. MRI kontras dengan penyangatan homogen

16
Gambar 8. Acute bacterial meningitis. This axial T2-weighted magnetic
resonance image shows only mild ventriculomegaly.

Gambar 9. Acute bacterial meningitis. This contrast-enhanced, axial T1-


weighted magnetic resonance image shows leptomeningeal enhancement
(arrows).

17
3. Foto Toraks
Sekitar 50% pasien dengan meningitis tuberkulosis mempunyai foto toraks
dengan gambaran menunjukkan tuberkulosis aktif atau pernah menderita
tuberkulosis pulmonal. Sepuluhpersen tuberkulosis miliar mengalami
keterlibatan SSP.1

2.7 Penatalaksanaan
...........................

2.8 Pencegahan
Berbagai cara dapat ditempuh untuk mengurangi penularan penyakit, seperti
menghindari kontak seksual berganti pasangan, walaupun belum terbukti,
penggunaan kondom dianggap salah satu untuk menghindari penyakit kelamin,
cara ini masih merupakan anjuran. Menghindari penggunaan jarum suntik
bersama, karena hal ini dapat meningkat resiko tertularnya penyakit. Para dokter
harus ketat mengenai indikasi medis transfusi darah autolog yang dianjurkan
untuk dipakai, serta pentingnya edukasi mengenai penyakit HIV dan bahayanya
HIV terutama pada kelompok orang yang memiliki resiko tinggi untuk
terjadinya penyakit HIV.(5,8,10)

18
2.9 Prognosis
Sepuluh tahun setelah terinfeksi HIV 50% penderita mengalami AIDS. Bila
tidak diatasi dengan segera prognosis AIDS buruk karena HIV menginfeksi
sistem imun terutama sel CD4 dan akan menimbulkan destruksi sel tersebut,
akibatnya banyak sekali penyakit yang dapat menyertainya. (5,8,11)

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Gofar, A. Neurosurgery Lecture Note.Cerebral Infection.Medan: USU Press; 622-


628
2. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson AB. Nelson Textbook of Pediatrics 17th
Edition. Chapter 594: Central Nervous System Infection. United States of America:
Elsevier Science, 2004: 2039-2047
3. Andrew, HE. Essential Neurosurgey. Australia: Blackwell; 174-175
4. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, 2005, Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI, Jakarta, halaman 54-56.
5. Lindsay, Bone. Neurology and Neurosurgery Illustrated. Netherland: Livingstone;
433-434
6. Razonable RR, Cunha BA. Meningitis. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall. Accessed on
December 11,2018.
7. Imaging in Bacterial Meningitis.Author: Lutfi Incesu, MD; Chief Editor: James G
Smirniotopoulos, MD.Available at : http://emedicine.medscape.com/article/341971-
overview#a20.Accessed on December 11,2018
8. Lange, S., Thomas, Kluge. Cerebral and Spinal Computerized Tomography –
Second Revised and Enlarged Edition.
9. Patterns of Contrast Enhancement in the Brain and Meninges, James G.
Smirniotopoulos, MD, Frances M. Murphy, MD, MPH, Radiographics.
10. Razonable, R. Meningitis Overview. Mayo Clinic College of Medicine. 2009.
available in :http://www.medscapeemedicine.com/meningitis. Accessed on
December 11,2018.
11.
12.

20

Anda mungkin juga menyukai