Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................1

DAFTAR ISI.....................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................3
2.1 Latar Belakang...............................................................................3
2.2 Rumusan Masalah.........................................................................4
2.3 Tujuan............................................................................................4
2.4 Manfaat..........................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................6


2.1. Definisi...............................................................................................6
2.2 Epidemiologi.......................................................................................6
2.3 Etiologi................................................................................................8
2.4 Faktor Risiko.....................................................................................10
2.5 Klasifikasi..........................................................................................12
2.6 Patofisiologi......................................................................................17
2.7 Diagnosis..........................................................................................20
2.7.1 Anamnesis.................................................................................21
2.7.2 Pemeriksaan Fisik.....................................................................21
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang............................................................21
2.8 Tatalaksana......................................................................................22
2.9 Komplikasi........................................................................................30

BAB III KESIMPULAN...................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................33
BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Ulkus decubitus berasal dari kata latin decumbere yang berarti
berbaring. Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai
jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otos sampai mengenai
tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah
setempat. Ulkus decubitus merupakan luka tekan. Menurut National
Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) dan Eropa Pressure Ulcer
Advisory Panel (EPUAP) ulkus decubitus didefinisikan sebagai cedera
lokal pada kulit dan/atau jaringan dibawahnya yang biasanya
menonjol pada tulang sebagai akibat dari tekanan, atau kombinasi
tekanan dengan pergeseran (shear) dan/atau gesekan (NPUAP,
1989). Ulkus decubitus menandakan telah terjadi nekrosis jaringan
Ulkus decubitus merupakan suatu hal yang serius dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Ulkus dekubitus dapat
terjadi pada setiap tahap usia, namun menjadi masalah khusus bagi
lanjut usia dan tidak menutup kemungkinan terjadi pada usia muda
dengan suatu kondisi tertentu, seperti adanya kelumpuhan atau
kelemahan tubuh yang membatasi ruang gerak penderitanya.
Terbentuknya ulkus dekubitus dipengaruhi oleh banyak faktor,
tetapi tekanan yang menyebabkan iskemik adalah penyebab utama.
Setiap jaringan mempunyai kemampuan untuk mengatasi terjadinya
iskemik akibat tekanan, tetapi tekanan yang lama dan melewati batas
pengisian kapiler akan menyebabkan kerusakan jaringan yang
menetap (Pranarka, 2015).
Ulkus dekubitus dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada
penderitanya dan membahayakan nyawa. Seperti contoh, pasien
dengan ulkus dekubitus dan terinfeksi maka bisa menyebabkan

1
terjadinya sepsis. Kuwahara et al. 2005 melaporkan 68,8% kematian
di antara pasien lansia dengan NPUAP ulkus dekubitus tahap 3 dan 4
dikarenakan komplikasi sistemik sekunder yang terjadi. Hal ini menjadi
indikator bahwa ulkus dekubitus menyebabkan penurunan kualitas
hidup penderitanya.
Penatalaksanaan ulkus dekubitus harus dilakukan dengan baik
dan terpadu, karena proses penyembuhannya yang membutuhkan
waktu yang lama. Secara umum penatalaksanaan ulkus dekubitus
dibagi menjadi nonmedikamentosa dan medikamentosa. Oleh karena
itu, dibutuhkan pemahaman lebih lanjut mengenai tatalaksana pada
ulkus dekubitus.

2.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari ulkus decubitus?
2. Bagaimana epidemiologi dari ulkus decubitus?
3. Apa etiologi dari ulkus decubitus?
4. Apa saja faktor risiko dari ulkus decubitus?
5. Apa saja klasifikasi dari ulkus decubitus?
6. Bagaimana patofisiologi dari ulkus decubitus?
7. Bagaimana diagnosis ulkus decubitus?
8. Bagaimana tatalaksana ulkus decubitus?
9. Bagaimana komplikasi ulkus decubitus?

2.3 Tujuan
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Definisi dari ulkus decubitus
2. Epidemiologi ulkus decubitus
3. Etiologi ulkus decubitus
4. Faktor risiko ulkus decubitus
5. Klasifikasi dari ulkus decubitus
6. Patofisiologi ulkus decubitus
7. Diagnosis ulkus decubitus
8. Tatalaksana ulkus decubitus
9. Komplikasi ulkus decubitus

2
2.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan bagi Dokter muda mengenai diagnosis
dan tatalaksana dari ulkus dekubitus
2. Sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang
sudah ada mengenai diagnosis dan tatalaksana ulkus dekubitus.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Ulkus dekubitus berasal dari kata latin decumbere yang berarti
berbaring. Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai
jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otos sampai mengenai
tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah
setempat. Ulkus decubitus merupakan luka tekan (Pranarka, 2015).
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) dan
Eropa Pressure Ulcer Advisory Panel (EPUAP) ulkus decubitus
didefinisikan sebagai cedera lokal pada kulit dan/atau jaringan
dibawahnya yang biasanya menonjol pada tulang sebagai akibat dari
tekanan, atau kombinasi tekanan dengan pergeseran (shear) dan/atau
gesekan (NPUAP, 2016). Ulkus dekubitus menandakan telah terjadi
nekrosis jaringan lokal sering terjadi pada bagian tubuh yang menonjol
seperti sakrum, tuberositas iskialgia, trokanter, tumit. Ulkus dekubitus
juga sering disebut dengan istilah ischemic ulcer, pressure ulcer,
pressure sore, Bed sore, decubital ulcer.

2.2 Epidemiologi
Sebanyak  70% ulkus dekubitus terjaid pada pasien geriatri.
Prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia, terutama usia 70-
80 tahun. Secara umum insiden ulkus dekubitus di Rumah Sakit
berkisar 1,2-3% dan dapat meningkat sampai 50% pada ruang rawat
akut yang berhubungan dengan mortalitas tinggi. Kejadian ulkus
decubitus meningkat sesuai dengan lama perawatan, hospitalisasi
meningkat 5 kali lipat bila pasien mengalami ulkus dekubitus.
Di negara maju, presentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar
11% dan terjadi dalam dua minggu pertama perawatan. Prevalensi
ulkus dekubitus stadium II atau lebih pada pasien rawat akut di rumah

4
sakit berkisar antara 3-11%, dengan insiden selama perawatan di
rumah sakit antara 1-3%. Pada pasien yang diperkirakan harus
berbaring atau duduk selama paling tidak 1 minggu, prevalensi ulkus
stadium II atau lebih meningkat hingga 28 persen, dengan insidensi
selama perawatan berkisar antara ,7 dan 29,5 persen. Ulkus
dekubitus umumnya terjadi pada 2 minggu pertama perawatan di
rumah sakit, dan pada pasien yang mengalami ulkus, 54 persennya
timbul setelah masuk rumah sakit. Prevalensi ulkus dekubitus pada
lanjut usia yang dirawat di panti werdha dilaporkan sama dengan yang
ada di rumah sakit (Pranarka, 2015)
Sebanyak 95% ulkus dekubitus terjadi pada bagian belakang tubuh.
Daerah predileksi yang sering terjadi ulkus dekubitus adalah sakrum,
koksigeal, tuberositas ischialgia dan trokanter.
Daerah predileksi ulkus dekubitus:
- Posisi dorsal: os. Sakrum, koksigeus, tendon achiles, os oksipital
- Posisi abdominal: os frontal, arkus kostarum, krista illiaka, genue
- Posisi Lateral: trokanter mayor, os zigomatikum, kostae lateral dan
maleolus lateralis

- Posisi duduk: tuberositas iskialgia, os oksipital, tumit.

5
Gambar 1. Predileksi Ulkus Dekubitus

2.3 Etiologi
Terbentuknya ulkus dekubitus dipengaruhi oleh banyak faktor,
tetapi tekanan yang menyebabkan iskemik adalah penyebab utama.
Setiap jaringan mempunyai kemampuan untuk mengatasi terjadinya
iskemik akibat tekanan, tetapi tekanan yang lama dan melewati batas
pengisian kapiler akan menyebabkan kerusakan jaringan yang menetap.
Faktor yang terpenting dalam perkembangan dari ulkus dekubitus
adalah kelembapan kulit. Kulit merupakan organ terget utama dan fungsi
pentingnya adalah untuk melindungi tubuh. Terdapat banyak faktor yang
dapat mempengaruhi dan mengurangi resistansi kulit. Kelembapan
berkontribusi terhadap etiologi dari ulkus dekubitus karena dapat
memanaskan kulit. Epidermis menjadi mudah terkena erosi dan dapat
terjadi nekrosis jaringan. Kelembapan adalah kondisi yang dapat terlihat

6
secara klinis dalam produksi urin dan feses, produksi keringat berlebihan,
keputihan berlebihan, luka dan bahkan apabila dilakukan perawatan luka
dapat membuat iritasi kulit. Kelembapan kulit yang tidak terkontrol menjadi
faktor resiko pada perkembangan ulkus dekubitus pada pasien-pasien
khusus. Karena kulit merupakan organ, nutrisi yang kurang juga dapat
menjadi faktor kerusakannya. Sebagai tambahan, kehilangan massa
lemak dan otot meningkatkan tekanan pada penonjolan tulang. Pada
penuaan kulit, terjadi perubahan sintesis kolagen sehingga jaringan pada
kulit memiliki kekuatan mekanis yang lebih rendah dan meningkatkan
kekakuannya. Juga terdapat perubahan di penghalang kulit dalam proses
penuaan kulit, penurunan imunitas, penyembuhan luka yang melambat,
dan berkurangnya penerimaan rasa nyeri. Fisik pasien juga memerankan
hal penting. Apabila tekanan yang diberikan terdistribusi secara rata ke
bagian tubuh pasien, maka resiko terjadi ulkus dekubitus juga akan
berkurang. Pasien yang kurus dengan lemak subkutan yang sedikit dan
massa otot yang buruk akan cenderung mudah mengembangkan ulkus
dekubitus di antara penonjolan tulang. Sedangkan pada pasien obesitas
ekstrem memiliki berat yang lebih banyak tetapi memiliki bantalan yang
baik untuk mendistribusikan lemak secara merata. Bagaimanapun juga
pasien ini memiliki sirkulasi yang buruk dan lebih rentan terkena
pergeseran dan gesekan (Rubayi., 2015).
Penyebab ulkus dekubitus lainnya adalah kurangnya mobilitas,
kontraktur, spastisitas, berkurangnya fungsi sensorik, paralisis,
insensibilitas, malnutrisi, anemia, hipoproteinemia, dan infeksi bakteri.
Pada pasien berbaring dan imobilisasi yang terbaring pada permukaan
yang keras dalam jangka waktu yang lama, terdapat area dengan
ketebalan jaringan lunak yang minimal di mana dapat terjadi kompresi
pembuluh darah yang lebih dalam dibandingkan dengan penonjolan
tulang. Ini menjelaskan mengapa area sakral, ischial dan trokanter,
skapula dan juga alas kaki berada dalam resiko tinggi untuk menjadi
pressure ulcers pada pasien yang terbaring lama (Rubayi., 2015).
Selain itu, usia yang tua, perawatan di rumah sakit yang lama,

7
orang yang kurus, inkontinesia urin, merokok, penurunan kesadaran
mental dan penyakit lain (seperti diabetes melitus dan gangguan vaskuler)
akan mempermudah terjadinya ulkus decubitus.
Kuman yang sering dijumpai pada ulkus dekubitus adalah Proteus
mirabilis group D streptococci, Escheria coli, Staphylococcus species,
Pseudomonas species, dan Corynebacterium. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi polibakteria pada ulkus dekubitus.

Gambar 2. Etiologi Ulkus Dekubitus

2.4 Faktor Risiko


a. Faktor Risiko Primer
Faktor risiko primer merupakan faktor resiko yang
menyebabkan menurunnya pergerakan (morbiditas) sehingga
terjadi imobilisasi relative/total yaitu:
- Gangguan neurologis dengan paralisis: stroke, hemiplegia,
hemiparesis, paraplegia, tetraplegia.
- Gangguan fungsi kognitif dan penurunan kesadaran.
- Intervensi bedah: anestesi (premedikasi, anestesi, fase
pemulihan) untuk jangka waktu yang lama.
- Gangguan psikiatrik dan obat psikotropik: psikosis akut
misalnya katatonia dan depresi akut, obat sedasi misalnya
neuroleptic, benzodiazepine

8
- Nyeri hebat

b. Faktor Risiko Sekunder


Faktor resiko sekunder adalah faktor-faktor yang dapat
menurunkan toleransi jaringan.
Faktor yang menurunkan tekanan intravaskuler:
- Hipotensi arterial: syok (hipovolemik, septik, kardiogenik),
overdosis obat antihipertensi
- Dehidrasi: pemakaian diuretik, diare, sengatan matahari.
Faktor yang menurunkan transport oksigen ke sel:
- Anemia: hemoglobin < 9 g%
- Penyakit oklusi arteri perifer
- Mikroangiopati diabetic
- Hipotensi, Bradikardi
- Syok hipovolemik
Faktor yang meningkatkan konsumsi oksigen di sel:
- Demam 38C
- Hipermetabolisme
- Infeksi, sitokemia
Faktor yang menyebabkan defisiensi nutrient dalam sel:
- Malnutisi: defisiensi protein, vitamin, mineral, trace elements
- Kakeksia: imobilitas karena katabolisme dan kelemahan otot
- Limfopenia yang berhubungan dengan malnutrisi: defisiensi
imun, gangguan penyembuhan luka.
Faktor yang melemahkan pertahanan kulit:
- Proses menua pada kulit: tipis, atrofi, dengan sedikit sel-sel
imun
- Higiene kulit buruk
- Penyakit kulit: eksema, kandidiasis
- Kandungan air pada kulit berkurang, daya regang menurun
integritas antara dermis dan epidermis menurun. Kulit kering
karena atrofi glandula sebaseus dan apokrin.

9
- Kulit menjadi halus mudah maserasi pada inkontinensia urin
dan alvi karena sering terpapar urin dan feses.
- Pemakaian obat steroid yang menyebabkan kulit atrofi, tipis,
mudah luka.
Faktor risiko ulkus dekubitus dapat pula dibagi menjadi faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
a. Faktor intrinsik
Semua faktor yang berasal dari kelainan pada pasien itu sendiri
(faktor risiko primer dan sekunder).
b. Faktor Ekstrinsik
- Kebersihan tempat tidur
- Peralatan medis (infus, central venous pressure, ventilator)
yang menyebabkan penderita terinfeksi pada sikap tertentu.
- Posisi duduk salah
- Perubahan posisi kurang
Terdapat instrumen yang digunakan dalam mengkaji resiko
terjadinya dekubitus antara lain : Skala Norton, Braden, dan Skala
Waterlow. Tetapi skala yang paling sering digunakan dan paling mudah
untuk digunakan adalah skala Norton (Agrawal. 2012).
 Skala Norton
Skala Norton tidak mempertimbangkan faktor gizi, shearing
dan tidak memiliki definisi fungsional parameter yang
diterapkan. Skala Norton yang telah dimodifikasi
menambahkan beberapa faktor diantara lain adalah sebagai
berikut.
 Diabetes
 Hipertensi
 Hematokrit - pada laki-laki < 41%, pada wanita < 36%
 Hemoglobin - pada laki-laki <14 g/dl, pada wanita
<12g/dl
 Tingkat serum albumin < 3,3 g/dl
 Demam- Suhu tubuh 99,6 ° F

10
 Perubahan kondisi mental dalam waktu 24 jam
Tabel 2.1 Penilaian Skala Norton (Agrawal, 2012)

2.5 Klasifikasi
Gejala klinis yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit
yang kemerahan sampai terbentuknya ulkus. Kerusakan yang terjadi
dapat meliputi epidermis, dermis, jaringan otot sampai tulang.
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) dan Eropa
Pressure Ulcer Advisory Panel (EPUAP) ulkus dekubitus diklasifikasikan
menjadi 4 stadium, yaitu :
1. Derajat I : Nonblanchable Erythema of Intact Skin
Pada keadaan ini kulit masih dalam keadaan utuh namun
disertai dengan daerah yang eritematous. Ulserasi terbatas pada
epidermis dan dermis. Daerah yang eritematous ini berbatas tegas
dapat disertai dengan rasa hangat atau dingin dibandingkan
dengan keadaan disekitarnya. Penderita dengan sensibilitas baik
akan mengeluh nyeri. Pada kondisi pasien ulkus dekubitus derajat I
mungkin sedikit sulit untuk dideteksi pada pasien-pasien yang
berkulit gelap. Derajat ini umumnya reversibel dan dapat sembuh
dalam 5-10 hari. Pada orang yang berkulit putih luka akan kelihatan
sebagai eritema yang menetap (non-blanchable erythema) setelah
dilakukan tes blanch response, sedangkan pada kulit berwarna
gelap, luka akan tampak sebagai diskolorisasi dibandingkan kulit
sekitarnya. Cara untuk menentukan derajat I adalah dengan
melakukan tes blanch rensponse, dengan prosedur jari menekan

11
daerah kulit eritema selama tiga detik, apabila eritema menetap
setelah jari diangkat maka tes hasilnya non-blanchable erythema.

Gambar 3. Derajat I
2. Derajat II : Partial-thickness skin loss with exposed dermis
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke
jaringan adiposa. Hilangnya sebagian ketebalan dari lapisan dermis
menggambarkan suatu ulkus dekubitus yang mulai terbuka dengan
dasar yang dangkal dan pinggiran luka dapat berwarna merah atau
merah muda. Keadaan lain dapat disertai dengan abrasi dan lecet.
Derajat ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.

Gambar 4. Derajat II

3. Derajat III : Full Thickness Skin Loss


Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah
mulai terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan
hilangnya struktur fibril. Pada derajat ini hilangnya seluruh

12
ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang
mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melewati fascia yang
berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Tepi ulkus
tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan fibrosis.
Namun pada lokasi-lokasi tertentu seperti hidung, telinga, tengkuk
dan maleolus tidak memiliki jaringan subkutan dan bila
terbentuknya ulkus atau ulserasi dengan derajat III dasar luka
bersifat dangkal. Sebaliknya, pada lokasi-lokasi dengan kandungan
jaringan subkutan yang banyak dapat membentuk dasar luka yang
lebih dalam namun tulang atau tendon tidak terlihat atau tidak
teraba secara langsung. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.

Gambar 5. Derajat III

4. Derajat IV : Full-thickness loss of skin and tissue


Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif,
nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur
penyangga misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis,
subkutaneus, otot dan kapsul sendi. Kedalaman luka ulserasi atau
ulkus pada derajat IV bervariasi berdasarkan lokasi anatomi yang
dapat memperdalam luka sampai ke dalam otot dan/atau struktur
pendukung (misalnya, fascia, tendon atau kapsul sendi) sehingga
dapat mengakibatkan kemungkinan osteomyelitis atau septik

13
arthritis. Pada derajat IV ini tulang atau tendon dapat terlihat atau
langsung teraba. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.

Gambar 6. Derajat IV

5. Unstageable Pressure Injury: Obscured full-thickness skin and


tissue loss
Pada klasifikasi ini ditemukan hilangnya seluruh jaringan yang
mana dasar ulkus ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu,
hijau atau coklat) dan / atau eschar atau jaringan nekrotik (cokelat,
cokelat atau hitam) di sekitar luka. Dikatakan klasifikasi yang
unstageable oleh karena luka ditutupi oleh sloughd dan eschar
yang sehingga tidak dapat menilai bagaimana dasar luka dan
kedalaman lukanya.

Gambar 7. Unstageable Pressure Injury

6. Suspected deep tissue injury


Pada daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan
warna berupa ungu atau merah marun dari kulit yang utuh
dikarenakan adanya kerusakan jaringan lunak yang mendasari dari
tekanan. Cedera ini disebabkan oleh tekanan dan gaya geser yang

14
intens dan atau berkepanjangan pada permukaan tulang-otot. Luka
dapat berkembang dengan cepat dan menunjukkan tingkat cedera
jaringan yang sebenarnya, atau dapat sembuh tanpa adanya
kehilangan jaringan. Jika jaringan nekrotik, jaringan subkutan,
jaringan granulasi, fasia, otot atau struktur lain yang mendasarinya

terlihat, menunjukkan full thickness pressure injury (Unstageable,


derajat 3 atau 4).

Gambar 8. Deep Tissue Injury

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dan


perbedaan temperatur ulkus dekubitus dengan kulit sekitarnya, ulkus
dekubitus dibagia menjadi 3, yaitu (Setia, 2016):
1. Tipe Normal
Beda temperatur ± 2,5 ̊C antara daerah ulkus dengan kulit sekitar
akan sembuh sekitar 6 minggu selama perawatan. Ulkus ini terjadi
karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan namun pembuluh
dan aliran darah masih baik.
2. Tipe Arteriosklerotik
Beda temperatur < 1 ̊C antara daerah ulkus dengan kulit sekitar.
Ulkus decubitus terjadi karena tekanan dan arteriosklerotik pada
pembuluh darah, penyembuhan terjadi dalam 16 minggu.
3. Tipe Terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dan tidak akan
sembuh.

2.6 Patofisiologi
Dasar terjadinya ulkus dekubitus adalah adanya kerusakan jaringan
kulit dan jaringan lunak di bawah kulit akibat iskemia yang

15
berkepanjangan yang terjadi karena tekanan berlangsung lama. Tekanan
pada kulit dan jaringan lunak di antara permukaan alas tidur dengan
tonjolan tulang menyebabkan penurunan perfusi pada jaringan tersebut.
Tekanan arteri normal untuk dapat memberikan perfusi jaringan yang
optimal adalah sebesar 32 mmHg. Tekanan ekstrinsik yang melebihi
tekanan arteri normal akan mengganggu perfusi. Besarnya tekanan
ekstrinsik sangat bervariasi antara satu regio dengan regio yang lain pada
tubuh (Anders et al, 2010).

Gambar 9. Distribusi besar tekanan ekstrinsik pada permukaan tubuh

Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut


terjadi nekrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa
sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2
jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan
mengalami dekubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali
perjamnya (Gefen et al, 2009).

16
Kerusakan jaringan juga dapat terjadi karena tekanan ekstrinsik
yang menghambat aliran darah balik vena dari jaringan yang mengalami
tekanan. Tekanan vena normal rata-rata 8-12 mmHg. Intensitas dan
durasi tekanan berbanding lurus dengan timbulnya ulkus dekubitus.
Intensitas tekanan yang kuat dengan durasi yang lama akan
mempermudah terjadinya ulkus dekubitus. Sebaliknya toleransi jaringan
berbanding terbalik dengan timbulnya ulkus dekubitus. Jaringan kulit yang
sehat dengan elastisitas yang baik, kondisi sekitar yang tidak lembab, dan
nutrisi yang baik, serta mobilisasi pasif yang teratur akan mencegah
timbulnya ulkus decubitus (Anders et al, 2010).

Gambar 10. Tekanan pada setiap tulang yang menonjol disalurkan melalui jaringan
sekitar menuju permukaan kulit pada suatu gradien 3 dimensi bentuk kerucut (Nigel and
Chow, 2013).

Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus yaitu:
a) Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada
penderita dengan posisi setengah berbaring

17
b) Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan
alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh
lainnya.
c) Faktor teregangnya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas
tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan
setempat (Beeckman et al., 2009).
Keadaan ini terjadi bila penderita immobilisasi, tidak dibaringkan
terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk.

Gambar 11. Area terbentuknya Ulkus Dekubitus pada Posisi Telentang (Morton, 2015).

Setiap bagian tubuh dapat terkena ulkus dekubitus, tetapi bagian tubuh
yang paling sering terjadi ulkus dekubitus adalah daerah tekanan dan
penonjolan tulang. Bagian tubuh yang sering terkena ulkus dekubitus
adalah tuberositas ischii (24%), sacrum (23%), tumit (8%), lutut maleolus,
siku, jari kaki, scapulae dan processus spinosus vertebrae. Tingginya
frekuensi tersebut tergantung pada posisi penderita. Daerah tonjolan-

18
tonjolan tulang pada tubuh seringkali menjadi tempat predileksi timbulnya
ulkus dekubitus (Gambar 2.5) (Morton, 2015).

2.7 Diagnosis
Diagnosis ulkus dekubitus biasanya tidak sulit. Diagnosisnya dapat
ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tetapi untuk
menegakkan diagnosis ulkus dekubitus diperlukan beberapa pemeriksaan
laboratorium dan penujang lainnya.
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis lengkap dilakukan baik autoanamnesis atau
aloanamnesis, terutama sehubungan untuk mencari faktor faktor resiko
(primer dan skunder) misalnya lama terjadi imobilisasi, komorbid penyakit
(DM, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, penurunan fungsi perifer,
penurunan fungsi kognitif) dan riwayat ulkus decubitus sebelumnya.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik pada kulit dilakukan dengan teliti, terutama pada
daerah predileksi (bagian yang menonjol) terjadi decubitus (sacrum, tumit,
belikat, siku). Inspeksi pada kulit melihat adanya daerah yang eritem/lesi,
luka lecet, luka dalam.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang penting untuk membantu menegakkan
diagnosis dan penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah (Boyko et al,
2018):
1. Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk
melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran
kencing, terutama pada trauma medulla spinalis.
2. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk
melihat leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi
pseudomembranous colitis.
3. Biopsi

19
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami
perbaikan dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus
dekubitus kronik untuk melihat apakah terjadi proses yang
mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi
tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel
darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika
terjadi bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk
proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa
adalah albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan
serum protein level.
6. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang
akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
sinar-X, scan tulang atau MRI.

2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan ulkus dekubitus harus dilakukan dengan baik dan
terpadu, karena proses penyembuhannya yang membutuhkan waktu yang
lama. Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR) telah
membuat standar baku dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus. Ketika
ulkus dekubitus telah terbentuk, maka pengobatan harus diberikan
dengan segera. Pengobatan yang diberikan dapat berupa tempat tidur
yang termodifikasi baik untuk penderita ulkus dekubitus, pemberian salep,
krim, ointment, solution, kasa, gelombang ultrasonik, atau lampu panas
ultraviolet, gula, dan tindakan bedah (Boyko et al, 2018).
Pemilihan terapi, tergantung pada stadium ulkus dekubitus dan
tujuan pengobatan seperti proteksi, pelembaban dan membuang jaringan

20
nekrosis. Hal yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan ulkus
dekubitus adalah:
 Perawatan luka harus dibedakan ke dalam metode operatif dan
nonoperatif.
 Perawatan luka dengan metode nonoperatif dilakukan untuk ulkus
dekubitus stadium 1 dan 2, sedangkan untuk stadium 3 dan 4 harus
menggunakan metode operatif.
 Sekitar 70-90% ulkus dekubitus adalah superfisial dan sembuh
dengan penyembuhan sekunder.
 Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.
Secara umum penatalaksanaan ulkus dekubitus dibagi menjadi
nonmedikamentosa dan medikamentosa.
A. Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan nonmedikamentosa meliputi mengurangi tekanan
lebih lanjut pada daerah ulkus, pengaturan diet dan rehabilitasi medik.
Seperti telah disebutkan di atas, nutrisi adalah faktor risiko untuk
terjadinya ulkus dekubitus. Mengkaji status nutrisi, meliputi berat badan
pasien, intake makanan, nafsu makan, ada tidaknya masalah dengan
pencernaan, gangguan pada gigi, riwayat pembedahan atau intervensi
medis yang mempengaruhi intake makanan (Soedjana, 2016).
Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Untuk pasien
yang terbaring di tempat tidur, harus dilakukan reposisi secara teratur.
Beberapa pasien mungkin memerlukan tempat tidur khusus untuk
membantu mengurangi tekanan. Tempat tidur ini biasanya menggunakan
udara untuk terus menggeser titik tekanan pada tubuh. Bahkandengan
tempat tidur ini, pasien masih perlu diposisikan ulang secara teratur.
Untuk pasien yang menggunakan prosthetics, perlu dilepas terlebih
dahulu untuk memungkinkan penyembuhan terjadi. Kemudian, setelah
luka sembuh pasien harus membuat prostetik yang baru. Pasien yang
menggunakan kursi roda mungkin membatasi mobilitas untuk
memungkinkan penyembuhan. Seperti halnya prostetik, kursi roda harus
diperiksa ulang untuk kesesuaian pasien (Boyko et al, 2018).

21
Pemberian diet yang tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan
meningkatkan status gizi penderita ulkus dekubitus. Meningkatnya status
gizi pasien ini akan memperbaik sistem imun pasien sehingga
mempercepat proses penyembuhan (Soedjana, 2016).
Terapi rehabilitasi medik yang diberikan untuk penyembuhan ulkus
dekubitus adalah dengan radiasi infra merah, short wave diathermy.
Tujuan terapi ini adalah untuk memberikan efek peningkatan vaskularisasi
sehibgga dapat membantu penyembuhan ulkus. Sedangkan penggunaan
terapi ultrasonik, sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya
terhadap terapi ulkus decubitus (Morton, 2016).

B. Medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan metode medikamentosa
meliputi:
1. Mempertahankan Keadaan Bersih Pada Ulkus dan Sekitarnya.
Keadaan tersebut akan membantu proses penyembuhan luka lebih
cepat dan baik. Dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan,
pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaCl
0,9%, larutan H202 3% serta larutan antiseptik lainnya. Kompres yang
diberikan pada ulkus dekubitus adalah semipermiabel dan tertutup, yang
memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan transfer penguapan air dari
kulit dan mencegah maserasi kulit. Selain itu, kompres dapat mencegah
terjadinya infeksi sekunder dan mencegah faktor trauma (Boyko et al,
2018).
Dressing harus dipilih tergantung pada luka. Perlu dicatat bahwa
tidak ada dressing yang telah terbukti lebih superior, dan pemilihan
dressing harus tergantung pada jenis luka. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan termasuk ukuran, kedalaman, bentuk dan lokasi luka,
adanya dan volume eksudat, adanya tunneling dan kerusakan jaringan,
jenis jaringan pada dasar luka, dan kondisi kulit di sekitarnya. Kulit sekitar
ulkus harus dilindungi dari kelembaban berlebihan dan gesekan untuk
mencegah kerusakan. Dressing harus diganti secara teratur dan segera

22
karena dapat menjadi kotor akibat urin atau kotoran untuk mencegah
kontaminasi luka. Setiap ganti dressing harus disertai dengan penilaian
ulang luka (Soedjana, 2016).

Gambar 12. Dressing yang tersedia untuk manajemen ulkus dekubitus dengan
kelebihan, kekurangan, dan penggunaan ideal (Boyko, 2018)

Tetapi, kompres ini tidak berfungsi baik pada pasien dengan


eksudat yang banyak. Beberapa kategori untuk kompres dan topikal yang
dapat digunakan adalah antimikrobial, moisturizer, emollient, topical
circulatory stimulant, kompres semipermiabel, kompres kalsium alginate,
kompres hidrokoloid dan hidrogel, penyerap eksudat, kompres dari
basah/lembab ke kering dan ezim dan cairan atau gel pembentuk film
(Soedjana, 2016)

Gambar 13. Algoritma untuk membantu memilih jenis dressing yang tepat untuk
manajemen ulkus dekubitus. * Dressing kasa dapat digunakan jika opsi terbatas dan
membutuhkan penggantian yang lebih sering (Boyko, 2018)

23
2. Debridemen
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat
pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan
ulkus (Boyko et al, 2018)..
- Autolytic debridement. Menggunakan enzim tubuh dan pelembab
untuk rehidrasi, melembutkan dan akhirnya melisiskan jaringan
nekrotik. Debridement otolitik bersifat selektif, hanya jaringan
nekrotik yang dihilangkan. Proses ini juga tidak nyeri bagi pasien.
Debridemen autolitik dapat dilakukan dengan menggunakan
balutan oklusif atau semioklusif yang mempertahankan cairan luka
kontak dengan jaringan nekrotik. Debridement autolitik dapat
dilakukan dengan hidrokoloid, hidrogel atau transparent films.
- Biological debridement, or maggot debridement therapy. Metode
ini menggunakan maggot (belatung) untuk memakan jaringan
nekrosis. Oleh karena itu dapat membersihkan ulkus dari bakteri.
Pada Januari 2004, FDA menyetujui maggot sebagai live medical
devic untuk ulkus dekubitus.
- Chemical debridement, atau enzymatic debridement. Debridement
enzimatik meliputi penggunaan salep topikal untuk merangsang
debridement, seperti kolagenase. Seperti autolisis, debridement
enzimatik dilakukan setelah debridement surgical atau
debridement autolitik dan mekanikal. Debridement enzimatik
direkomendasikan untuk luka kronis.
- Mechanical debridement. Dilakukan dengan menggunakan
balutan seperti anyaman yang melekat pada luka. Lapisan luar
dari luka mengering dan melekat pada balutan anyaman. Selama
proses pengangkatan, jaringan yang melekat pada anyaman akan
diangkat. Beberapa dari jaringan tersebut non viable, sementara
beberapa yang lain viable. Debridement ini nonselektif karena
tidak membedakan antara jaringan sehat dan tidak sehat.

24
Debridement mekanikal memerlukan ganti balutan yang sering.
Proses ini bermanfaat sebagai bentuk awal debridement atau
sebagai persiapan untuk pembedahan. Hidroterapi juga
merupakan suatu tipe debridement mekanik. Keuntungan dan
risikonya masih diperdebatkan.
- Surgical debridement. Debridement surgikal adalah pengangkatan
jaringan a/ital dengan menggunakan skalpel, gunting atau
instrument tajam lain Debridement surgikal merupakan standar
perawatan untuk mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan
debridement surgikal adalah karena bersifat selektif, hanya bagian
non viabel yang dibuang. Debridement surgikal dengan cepat
mengangkat jaringan mati dan dapat mengurangi waktu.
Debridement surgikal dapat dilakukan di tempat tidur pasien atau
di dalam ruang operasi setelah pemberian anestesi. Ciri jaringan
non viabel adalah warnanya lebih kusam atau lebih pucat (tahap
awal), bisa juga lebih kehitaman (tahap lanjut), konsistensi lebih
lunak dan jika di insisi tidak atau sedikit mengeluarkan darah.
Debridement dilakukan sampai jaringan tadi habis, ciri jaringan
yang sehat yaitu adanya perdarahan lebih banyak pada jaringan
yang dipotong.

3. Kontrol infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas antibiotik. Antibiotik
sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis dan selulitis.
Ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan
larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat
0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
Antibiotik sistemik kurang dianjurkan untuk pengobatan ulkus decubitus
karena akan menimbulkan resistensi. Antibiotik sistemik yang dapat
diberikan meliputi gologan penicillins, cephalosporins, aminoglycosides,
fluoroquinolones, dan sulfonamides. Antibiotik lainnya yang dpat

25
digunakan adalah clindamycin, metronidazole dan trimethoprim (Nigel and
Chow, 2013).

Tabel 1. Sediaan Antibiotik Untuk Ulkus Dekubitus

Keterangan: MRSA= Methicilin-resistant Staphylococcus aureus.


a
Synercid (Aventis). bLinezolid (Nigel and Chow, 2013).

4. Merangsang dan Membantu Pembentukan Jaringan Granulasi dan


Epitelisasi.

26
Untuk mempercepat pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi pada ulkus dekubitus sehingga mempercepat penyembuhan
dapat diberikan (Boyko et al, 2018):
- Bahan-bahan topikal misalnya: salep asam salisilat 2%, preparat
seng (ZnO, ZnSO4).
- Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap
sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel,
menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.

5. Tindakan Bedah
Penanganan operatif dapat dilakukan apabila faktor resiko dapat
dikendalikan dengan baik. Tujuan definitif terapi operatif adalah penutupan
luka. Penanganan operatif meliputi (Boyko et al, 2018) :
- Debridement jaringan non vital dan nekrosis secara adekuat
- Ostectomy, yaitu tindakan pengikisan atau pemotongan massa
tulang untuk mengurangi tonjolan-tonjolan tulang. Dengan cara ini
kemungkinan timbulkan ulkus dapat berkurang di area tonjolan-
tonjolan tulang.
- Upaya penutupan luka baik dengan penutupan secara primer,
penutupan dengan skin graft, local flap, atau free-flap.
Pemilihannya disesuaikan dengan dimensi dan stadium ulkus
yang akan dioperasi. Contohnya, ulkus dekubitus grade III pada
region sacrum dapat dilakukan penutupan luka dengan bilateral
superior gluteus maximus V-Y advancement flap

27
Gambar 14. Penutupan defek sacrum dengan bilateral gluteus
maximus flap (Soedjana, 2016).

- Salah satu modalitas penutupan luka yang saat ini banyak


dipergunakan adalah Vacuum Assissted Closure, yaitu penutupan
luka dengan mengaplikasikan tekanan negatif secara konstan
pada luka agar luka dapat menutup per secundam (terutama
untuk ulkus yang berukuran kecil) atau untuk mempersiapkan bed

(dasar) luka yang baik sebelum dilakukannya penutupan luka


secara definitif. VAC efektif dalam mengontrol ulkus dengan
eksudat berlebih dan merangsang terbentuknya jaringan granulasi
secara optimal (Soedjana, 2016).
Gambar 15. Mesin VAC dan mekanisme kerjanya (Soedjana, 2016).

Pasca operasi, penanganan tetap ditujukan pada upaya untuk


mengontrol faktor resiko berupa perbaikan nutrisi, upaya untuk
mengurangi tekanan, penanganan kondisi komorbid, dan mobilisasi pasif.
Hal penting yang harus diperhatikan pada penanganan pasca operasi
adalah pengaturan posisi pasca operasi. Pasien diposisikan tidur
berlawanan dengan sisi luka operasi dan dipertahankan selama 2-3
minggu dengan tetap dilakukan mobilisasi pasif setiap 2 jam. Tujuan lain
dari penanganan pasca operasi adalah mencegah rekurensi
(kekambuhan) baik pada luka yang telah dioperasi ataupun di regio lain
dengan tetap mempertahankan upaya mengendalikan faktor resikodan
mobilisasi rutin untuk mengurangi tekanan (Soedjana, 2016).

28
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling serius akibat ulkus dekubitus adalah sepsis.
Bila ulkus menjadi sumber bakteremia maka mortalitas di rumah sakitnya
mendekati 60%. Bakteremia transien juga dapat timbul setelah
debridemen dilakukan, dan ini harus mendapat perhatian dari petugas
kesehatan yang merawat pasien dengan ulkus dekubitus. Angka
mortalitas ulkus derajat IV dapat mencapai 40%. Komplikasi sering terjadi
pada stadium 3 dan 4, walaupun dapat juga terjadi pada ulkus superfisial.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain (Agrawal, 2012):
- Infeksi, sering bersifat multibakterial baik yang aerobik ataupun
anaeorobik
- Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis,
osteomielitis (38%), artritis septik
- Septicemia
- Anemia
- Hipoalbuminemia
- Kematian dengan angka mortalitas mencapai 48%.

29
BAB III

KESIMPULAN

Ulkus decubitus didefinisikan sebagai cedera lokal pada kulit


dan/atau jaringan dibawahnya yang biasanya menonjol pada tulang
sebagai akibat dari tekanan, atau kombinasi tekanan dengan pergeseran
(shear) dan/atau gesekan.
Pemilihan terapi, tergantung pada stadium ulkus dekubitus dan
tujuan pengobatan, seperti proteksi, pelembaban dan membuang jaringan
nekrosis. Hal yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan ulkus
dekubitus yaitu perawatan luka harus dibedakan ke dalam metode operatif
dan nonoperatif. Perawatan luka dengan metode nonoperatif dilakukan
untuk ulkus dekubitus stadium 1 dan 2, sedangkan untuk stadium 3 dan 4
harus menggunakan metode operatif. Sekitar 70-90% ulkus dekubitus
adalah superfisial dan sembuh dengan penyembuhan sekunder.
Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum
penatalaksanaan ulkus dekubitus dibagi menjadi nonmedikamentosa dan
medikamentosa.
Komplikasi yang paling serius akibat ulkus dekubitus adalah sepsis.
Bila ulkus menjadi sumber bakteremia maka mortalitas di rumah sakitnya
mendekati 60%. Sehingga membutuhkan perawatan yang komrehensif
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Agrawal K, Chauhan N. Pressure ulcers: Back to the basics. Indian

Journal of Plastic Surgery : Official Publication of the Association

of Plastic Surgeons of India. 2012;45(2):244-254.

Anders, Jennifer et al. “Decubitus ulcers: pathophysiology and primary

prevention.” Deutsches Arzteblatt international vol. 107,21 (2010):

371-81; quiz 382.

Beeckman, D., Schoonhoven, L., Verhaeghe, Heyneman, A., Defloor, T.

2009. Prevention and treatment of incontinence-associated

dermatitis. Journal of Advanced Nursing; 65 (6) : 1141-1154.

Boyko, Tatiana V et al. “Review of the Current Management of Pressure

Ulcers.” Advances in wound care vol. 7,2 (2018): 57-67.

doi:10.1089/wound.2016.0697

Gefen A. Reswick and Rogers pressure-time curve for pressure ulcer risk.

Part 1 & 2.Nurs Stand. 2009 Jul 15- 21. 23(45):64, 66, 68

passim9. Gurtner GC.2007. inGrabb Plastic Surgery, 6th. Wound

Healing, normal and abnormal. Philadelphia :Wolters Kluwer-

LippincotWiliam and Wilkins. pp 15-22.

Kuwahara M, Tada H, Mashiba K, Yurugi S, Iioka H, Niitsuma K, et al.

2005. Mortality and recurrence rate after pressure ulcer operation

for elderly long-term bedridden patients. Ann Plast Surg. 54:629-

32.

31
Morton, L. M., & Phillips, T. J. (2016). Wound healing and treating

wounds. Journal of the American Academy of Dermatology, 74(4),

589–605.

National Pressure Ulcer Advisory Panel, European Pressure Ulcer

Advisory Panel and Pan Pacific Pressure Injury Alliance.

Prevention and Treatment of Pressure Ulcers: Clinical Practice

Guideline. Osborne Park, Western Australia: Cambridge Media;

2016.

Nigel, J.L and Chow, A. 2013. Infected pressure ulcers in elderly individual

in Aging and Infectious Diseases

Pranarka K. Dekubitus. In : Martono HH, Pranarka K, editors. Buku Ajar

Boedhi- Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:

Badan Penerbit FKUI; 2015. P306-18.

Rubayi, S. 2015. Reconstructive Plastic Surgery of Pressure Ulcers.

doi:10.1007/978-3-662-45358-2

Setia MDM. Ulkus Dekubitus Pada Usia Lanjut Fokus Pada Pencegahan

dan Tatalaksana. In : Abdullah, Abubakar A, Siregar ML, editors.

th
Proceeding the 7 Aceh Internal Medicine Symposia (AIMS).

Banda Aceh: Syiah Kuala University Press; 2016. P84-94.

Soedjana H. 2016. Penatalaksanaan Ulkus tekanan (Pressure

ulcer/decubitus Ulcer).

32
33

Anda mungkin juga menyukai