HALAMAN PERSETUJUAN...........................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................3
2.1 Latar Belakang...............................................................................3
2.2 Rumusan Masalah.........................................................................4
2.3 Tujuan............................................................................................4
2.4 Manfaat..........................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
1
terjadinya sepsis. Kuwahara et al. 2005 melaporkan 68,8% kematian
di antara pasien lansia dengan NPUAP ulkus dekubitus tahap 3 dan 4
dikarenakan komplikasi sistemik sekunder yang terjadi. Hal ini menjadi
indikator bahwa ulkus dekubitus menyebabkan penurunan kualitas
hidup penderitanya.
Penatalaksanaan ulkus dekubitus harus dilakukan dengan baik
dan terpadu, karena proses penyembuhannya yang membutuhkan
waktu yang lama. Secara umum penatalaksanaan ulkus dekubitus
dibagi menjadi nonmedikamentosa dan medikamentosa. Oleh karena
itu, dibutuhkan pemahaman lebih lanjut mengenai tatalaksana pada
ulkus dekubitus.
2.3 Tujuan
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Definisi dari ulkus decubitus
2. Epidemiologi ulkus decubitus
3. Etiologi ulkus decubitus
4. Faktor risiko ulkus decubitus
5. Klasifikasi dari ulkus decubitus
6. Patofisiologi ulkus decubitus
7. Diagnosis ulkus decubitus
8. Tatalaksana ulkus decubitus
9. Komplikasi ulkus decubitus
2
2.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan bagi Dokter muda mengenai diagnosis
dan tatalaksana dari ulkus dekubitus
2. Sebagai bahan untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang
sudah ada mengenai diagnosis dan tatalaksana ulkus dekubitus.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Ulkus dekubitus berasal dari kata latin decumbere yang berarti
berbaring. Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai
jaringan di bawah kulit, bahkan menembus otos sampai mengenai
tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus
menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah
setempat. Ulkus decubitus merupakan luka tekan (Pranarka, 2015).
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) dan
Eropa Pressure Ulcer Advisory Panel (EPUAP) ulkus decubitus
didefinisikan sebagai cedera lokal pada kulit dan/atau jaringan
dibawahnya yang biasanya menonjol pada tulang sebagai akibat dari
tekanan, atau kombinasi tekanan dengan pergeseran (shear) dan/atau
gesekan (NPUAP, 2016). Ulkus dekubitus menandakan telah terjadi
nekrosis jaringan lokal sering terjadi pada bagian tubuh yang menonjol
seperti sakrum, tuberositas iskialgia, trokanter, tumit. Ulkus dekubitus
juga sering disebut dengan istilah ischemic ulcer, pressure ulcer,
pressure sore, Bed sore, decubital ulcer.
2.2 Epidemiologi
Sebanyak 70% ulkus dekubitus terjaid pada pasien geriatri.
Prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia, terutama usia 70-
80 tahun. Secara umum insiden ulkus dekubitus di Rumah Sakit
berkisar 1,2-3% dan dapat meningkat sampai 50% pada ruang rawat
akut yang berhubungan dengan mortalitas tinggi. Kejadian ulkus
decubitus meningkat sesuai dengan lama perawatan, hospitalisasi
meningkat 5 kali lipat bila pasien mengalami ulkus dekubitus.
Di negara maju, presentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar
11% dan terjadi dalam dua minggu pertama perawatan. Prevalensi
ulkus dekubitus stadium II atau lebih pada pasien rawat akut di rumah
4
sakit berkisar antara 3-11%, dengan insiden selama perawatan di
rumah sakit antara 1-3%. Pada pasien yang diperkirakan harus
berbaring atau duduk selama paling tidak 1 minggu, prevalensi ulkus
stadium II atau lebih meningkat hingga 28 persen, dengan insidensi
selama perawatan berkisar antara ,7 dan 29,5 persen. Ulkus
dekubitus umumnya terjadi pada 2 minggu pertama perawatan di
rumah sakit, dan pada pasien yang mengalami ulkus, 54 persennya
timbul setelah masuk rumah sakit. Prevalensi ulkus dekubitus pada
lanjut usia yang dirawat di panti werdha dilaporkan sama dengan yang
ada di rumah sakit (Pranarka, 2015)
Sebanyak 95% ulkus dekubitus terjadi pada bagian belakang tubuh.
Daerah predileksi yang sering terjadi ulkus dekubitus adalah sakrum,
koksigeal, tuberositas ischialgia dan trokanter.
Daerah predileksi ulkus dekubitus:
- Posisi dorsal: os. Sakrum, koksigeus, tendon achiles, os oksipital
- Posisi abdominal: os frontal, arkus kostarum, krista illiaka, genue
- Posisi Lateral: trokanter mayor, os zigomatikum, kostae lateral dan
maleolus lateralis
5
Gambar 1. Predileksi Ulkus Dekubitus
2.3 Etiologi
Terbentuknya ulkus dekubitus dipengaruhi oleh banyak faktor,
tetapi tekanan yang menyebabkan iskemik adalah penyebab utama.
Setiap jaringan mempunyai kemampuan untuk mengatasi terjadinya
iskemik akibat tekanan, tetapi tekanan yang lama dan melewati batas
pengisian kapiler akan menyebabkan kerusakan jaringan yang menetap.
Faktor yang terpenting dalam perkembangan dari ulkus dekubitus
adalah kelembapan kulit. Kulit merupakan organ terget utama dan fungsi
pentingnya adalah untuk melindungi tubuh. Terdapat banyak faktor yang
dapat mempengaruhi dan mengurangi resistansi kulit. Kelembapan
berkontribusi terhadap etiologi dari ulkus dekubitus karena dapat
memanaskan kulit. Epidermis menjadi mudah terkena erosi dan dapat
terjadi nekrosis jaringan. Kelembapan adalah kondisi yang dapat terlihat
6
secara klinis dalam produksi urin dan feses, produksi keringat berlebihan,
keputihan berlebihan, luka dan bahkan apabila dilakukan perawatan luka
dapat membuat iritasi kulit. Kelembapan kulit yang tidak terkontrol menjadi
faktor resiko pada perkembangan ulkus dekubitus pada pasien-pasien
khusus. Karena kulit merupakan organ, nutrisi yang kurang juga dapat
menjadi faktor kerusakannya. Sebagai tambahan, kehilangan massa
lemak dan otot meningkatkan tekanan pada penonjolan tulang. Pada
penuaan kulit, terjadi perubahan sintesis kolagen sehingga jaringan pada
kulit memiliki kekuatan mekanis yang lebih rendah dan meningkatkan
kekakuannya. Juga terdapat perubahan di penghalang kulit dalam proses
penuaan kulit, penurunan imunitas, penyembuhan luka yang melambat,
dan berkurangnya penerimaan rasa nyeri. Fisik pasien juga memerankan
hal penting. Apabila tekanan yang diberikan terdistribusi secara rata ke
bagian tubuh pasien, maka resiko terjadi ulkus dekubitus juga akan
berkurang. Pasien yang kurus dengan lemak subkutan yang sedikit dan
massa otot yang buruk akan cenderung mudah mengembangkan ulkus
dekubitus di antara penonjolan tulang. Sedangkan pada pasien obesitas
ekstrem memiliki berat yang lebih banyak tetapi memiliki bantalan yang
baik untuk mendistribusikan lemak secara merata. Bagaimanapun juga
pasien ini memiliki sirkulasi yang buruk dan lebih rentan terkena
pergeseran dan gesekan (Rubayi., 2015).
Penyebab ulkus dekubitus lainnya adalah kurangnya mobilitas,
kontraktur, spastisitas, berkurangnya fungsi sensorik, paralisis,
insensibilitas, malnutrisi, anemia, hipoproteinemia, dan infeksi bakteri.
Pada pasien berbaring dan imobilisasi yang terbaring pada permukaan
yang keras dalam jangka waktu yang lama, terdapat area dengan
ketebalan jaringan lunak yang minimal di mana dapat terjadi kompresi
pembuluh darah yang lebih dalam dibandingkan dengan penonjolan
tulang. Ini menjelaskan mengapa area sakral, ischial dan trokanter,
skapula dan juga alas kaki berada dalam resiko tinggi untuk menjadi
pressure ulcers pada pasien yang terbaring lama (Rubayi., 2015).
Selain itu, usia yang tua, perawatan di rumah sakit yang lama,
7
orang yang kurus, inkontinesia urin, merokok, penurunan kesadaran
mental dan penyakit lain (seperti diabetes melitus dan gangguan vaskuler)
akan mempermudah terjadinya ulkus decubitus.
Kuman yang sering dijumpai pada ulkus dekubitus adalah Proteus
mirabilis group D streptococci, Escheria coli, Staphylococcus species,
Pseudomonas species, dan Corynebacterium. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi polibakteria pada ulkus dekubitus.
8
- Nyeri hebat
9
- Kulit menjadi halus mudah maserasi pada inkontinensia urin
dan alvi karena sering terpapar urin dan feses.
- Pemakaian obat steroid yang menyebabkan kulit atrofi, tipis,
mudah luka.
Faktor risiko ulkus dekubitus dapat pula dibagi menjadi faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
a. Faktor intrinsik
Semua faktor yang berasal dari kelainan pada pasien itu sendiri
(faktor risiko primer dan sekunder).
b. Faktor Ekstrinsik
- Kebersihan tempat tidur
- Peralatan medis (infus, central venous pressure, ventilator)
yang menyebabkan penderita terinfeksi pada sikap tertentu.
- Posisi duduk salah
- Perubahan posisi kurang
Terdapat instrumen yang digunakan dalam mengkaji resiko
terjadinya dekubitus antara lain : Skala Norton, Braden, dan Skala
Waterlow. Tetapi skala yang paling sering digunakan dan paling mudah
untuk digunakan adalah skala Norton (Agrawal. 2012).
Skala Norton
Skala Norton tidak mempertimbangkan faktor gizi, shearing
dan tidak memiliki definisi fungsional parameter yang
diterapkan. Skala Norton yang telah dimodifikasi
menambahkan beberapa faktor diantara lain adalah sebagai
berikut.
Diabetes
Hipertensi
Hematokrit - pada laki-laki < 41%, pada wanita < 36%
Hemoglobin - pada laki-laki <14 g/dl, pada wanita
<12g/dl
Tingkat serum albumin < 3,3 g/dl
Demam- Suhu tubuh 99,6 ° F
10
Perubahan kondisi mental dalam waktu 24 jam
Tabel 2.1 Penilaian Skala Norton (Agrawal, 2012)
2.5 Klasifikasi
Gejala klinis yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit
yang kemerahan sampai terbentuknya ulkus. Kerusakan yang terjadi
dapat meliputi epidermis, dermis, jaringan otot sampai tulang.
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) dan Eropa
Pressure Ulcer Advisory Panel (EPUAP) ulkus dekubitus diklasifikasikan
menjadi 4 stadium, yaitu :
1. Derajat I : Nonblanchable Erythema of Intact Skin
Pada keadaan ini kulit masih dalam keadaan utuh namun
disertai dengan daerah yang eritematous. Ulserasi terbatas pada
epidermis dan dermis. Daerah yang eritematous ini berbatas tegas
dapat disertai dengan rasa hangat atau dingin dibandingkan
dengan keadaan disekitarnya. Penderita dengan sensibilitas baik
akan mengeluh nyeri. Pada kondisi pasien ulkus dekubitus derajat I
mungkin sedikit sulit untuk dideteksi pada pasien-pasien yang
berkulit gelap. Derajat ini umumnya reversibel dan dapat sembuh
dalam 5-10 hari. Pada orang yang berkulit putih luka akan kelihatan
sebagai eritema yang menetap (non-blanchable erythema) setelah
dilakukan tes blanch response, sedangkan pada kulit berwarna
gelap, luka akan tampak sebagai diskolorisasi dibandingkan kulit
sekitarnya. Cara untuk menentukan derajat I adalah dengan
melakukan tes blanch rensponse, dengan prosedur jari menekan
11
daerah kulit eritema selama tiga detik, apabila eritema menetap
setelah jari diangkat maka tes hasilnya non-blanchable erythema.
Gambar 3. Derajat I
2. Derajat II : Partial-thickness skin loss with exposed dermis
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke
jaringan adiposa. Hilangnya sebagian ketebalan dari lapisan dermis
menggambarkan suatu ulkus dekubitus yang mulai terbuka dengan
dasar yang dangkal dan pinggiran luka dapat berwarna merah atau
merah muda. Keadaan lain dapat disertai dengan abrasi dan lecet.
Derajat ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
Gambar 4. Derajat II
12
ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang
mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melewati fascia yang
berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Tepi ulkus
tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan fibrosis.
Namun pada lokasi-lokasi tertentu seperti hidung, telinga, tengkuk
dan maleolus tidak memiliki jaringan subkutan dan bila
terbentuknya ulkus atau ulserasi dengan derajat III dasar luka
bersifat dangkal. Sebaliknya, pada lokasi-lokasi dengan kandungan
jaringan subkutan yang banyak dapat membentuk dasar luka yang
lebih dalam namun tulang atau tendon tidak terlihat atau tidak
teraba secara langsung. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
13
arthritis. Pada derajat IV ini tulang atau tendon dapat terlihat atau
langsung teraba. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.
Gambar 6. Derajat IV
14
intens dan atau berkepanjangan pada permukaan tulang-otot. Luka
dapat berkembang dengan cepat dan menunjukkan tingkat cedera
jaringan yang sebenarnya, atau dapat sembuh tanpa adanya
kehilangan jaringan. Jika jaringan nekrotik, jaringan subkutan,
jaringan granulasi, fasia, otot atau struktur lain yang mendasarinya
2.6 Patofisiologi
Dasar terjadinya ulkus dekubitus adalah adanya kerusakan jaringan
kulit dan jaringan lunak di bawah kulit akibat iskemia yang
15
berkepanjangan yang terjadi karena tekanan berlangsung lama. Tekanan
pada kulit dan jaringan lunak di antara permukaan alas tidur dengan
tonjolan tulang menyebabkan penurunan perfusi pada jaringan tersebut.
Tekanan arteri normal untuk dapat memberikan perfusi jaringan yang
optimal adalah sebesar 32 mmHg. Tekanan ekstrinsik yang melebihi
tekanan arteri normal akan mengganggu perfusi. Besarnya tekanan
ekstrinsik sangat bervariasi antara satu regio dengan regio yang lain pada
tubuh (Anders et al, 2010).
16
Kerusakan jaringan juga dapat terjadi karena tekanan ekstrinsik
yang menghambat aliran darah balik vena dari jaringan yang mengalami
tekanan. Tekanan vena normal rata-rata 8-12 mmHg. Intensitas dan
durasi tekanan berbanding lurus dengan timbulnya ulkus dekubitus.
Intensitas tekanan yang kuat dengan durasi yang lama akan
mempermudah terjadinya ulkus dekubitus. Sebaliknya toleransi jaringan
berbanding terbalik dengan timbulnya ulkus dekubitus. Jaringan kulit yang
sehat dengan elastisitas yang baik, kondisi sekitar yang tidak lembab, dan
nutrisi yang baik, serta mobilisasi pasif yang teratur akan mencegah
timbulnya ulkus decubitus (Anders et al, 2010).
Gambar 10. Tekanan pada setiap tulang yang menonjol disalurkan melalui jaringan
sekitar menuju permukaan kulit pada suatu gradien 3 dimensi bentuk kerucut (Nigel and
Chow, 2013).
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus yaitu:
a) Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada
penderita dengan posisi setengah berbaring
17
b) Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan
alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh
lainnya.
c) Faktor teregangnya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas
tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan
setempat (Beeckman et al., 2009).
Keadaan ini terjadi bila penderita immobilisasi, tidak dibaringkan
terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk.
Gambar 11. Area terbentuknya Ulkus Dekubitus pada Posisi Telentang (Morton, 2015).
Setiap bagian tubuh dapat terkena ulkus dekubitus, tetapi bagian tubuh
yang paling sering terjadi ulkus dekubitus adalah daerah tekanan dan
penonjolan tulang. Bagian tubuh yang sering terkena ulkus dekubitus
adalah tuberositas ischii (24%), sacrum (23%), tumit (8%), lutut maleolus,
siku, jari kaki, scapulae dan processus spinosus vertebrae. Tingginya
frekuensi tersebut tergantung pada posisi penderita. Daerah tonjolan-
18
tonjolan tulang pada tubuh seringkali menjadi tempat predileksi timbulnya
ulkus dekubitus (Gambar 2.5) (Morton, 2015).
2.7 Diagnosis
Diagnosis ulkus dekubitus biasanya tidak sulit. Diagnosisnya dapat
ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tetapi untuk
menegakkan diagnosis ulkus dekubitus diperlukan beberapa pemeriksaan
laboratorium dan penujang lainnya.
2.7.1 Anamnesis
Anamnesis lengkap dilakukan baik autoanamnesis atau
aloanamnesis, terutama sehubungan untuk mencari faktor faktor resiko
(primer dan skunder) misalnya lama terjadi imobilisasi, komorbid penyakit
(DM, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, penurunan fungsi perifer,
penurunan fungsi kognitif) dan riwayat ulkus decubitus sebelumnya.
19
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami
perbaikan dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus
dekubitus kronik untuk melihat apakah terjadi proses yang
mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi
tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel
darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika
terjadi bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk
proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa
adalah albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan
serum protein level.
6. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang
akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
sinar-X, scan tulang atau MRI.
2.8 Tatalaksana
Penatalaksanaan ulkus dekubitus harus dilakukan dengan baik dan
terpadu, karena proses penyembuhannya yang membutuhkan waktu yang
lama. Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR) telah
membuat standar baku dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus. Ketika
ulkus dekubitus telah terbentuk, maka pengobatan harus diberikan
dengan segera. Pengobatan yang diberikan dapat berupa tempat tidur
yang termodifikasi baik untuk penderita ulkus dekubitus, pemberian salep,
krim, ointment, solution, kasa, gelombang ultrasonik, atau lampu panas
ultraviolet, gula, dan tindakan bedah (Boyko et al, 2018).
Pemilihan terapi, tergantung pada stadium ulkus dekubitus dan
tujuan pengobatan seperti proteksi, pelembaban dan membuang jaringan
20
nekrosis. Hal yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan ulkus
dekubitus adalah:
Perawatan luka harus dibedakan ke dalam metode operatif dan
nonoperatif.
Perawatan luka dengan metode nonoperatif dilakukan untuk ulkus
dekubitus stadium 1 dan 2, sedangkan untuk stadium 3 dan 4 harus
menggunakan metode operatif.
Sekitar 70-90% ulkus dekubitus adalah superfisial dan sembuh
dengan penyembuhan sekunder.
Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.
Secara umum penatalaksanaan ulkus dekubitus dibagi menjadi
nonmedikamentosa dan medikamentosa.
A. Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan nonmedikamentosa meliputi mengurangi tekanan
lebih lanjut pada daerah ulkus, pengaturan diet dan rehabilitasi medik.
Seperti telah disebutkan di atas, nutrisi adalah faktor risiko untuk
terjadinya ulkus dekubitus. Mengkaji status nutrisi, meliputi berat badan
pasien, intake makanan, nafsu makan, ada tidaknya masalah dengan
pencernaan, gangguan pada gigi, riwayat pembedahan atau intervensi
medis yang mempengaruhi intake makanan (Soedjana, 2016).
Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Untuk pasien
yang terbaring di tempat tidur, harus dilakukan reposisi secara teratur.
Beberapa pasien mungkin memerlukan tempat tidur khusus untuk
membantu mengurangi tekanan. Tempat tidur ini biasanya menggunakan
udara untuk terus menggeser titik tekanan pada tubuh. Bahkandengan
tempat tidur ini, pasien masih perlu diposisikan ulang secara teratur.
Untuk pasien yang menggunakan prosthetics, perlu dilepas terlebih
dahulu untuk memungkinkan penyembuhan terjadi. Kemudian, setelah
luka sembuh pasien harus membuat prostetik yang baru. Pasien yang
menggunakan kursi roda mungkin membatasi mobilitas untuk
memungkinkan penyembuhan. Seperti halnya prostetik, kursi roda harus
diperiksa ulang untuk kesesuaian pasien (Boyko et al, 2018).
21
Pemberian diet yang tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan
meningkatkan status gizi penderita ulkus dekubitus. Meningkatnya status
gizi pasien ini akan memperbaik sistem imun pasien sehingga
mempercepat proses penyembuhan (Soedjana, 2016).
Terapi rehabilitasi medik yang diberikan untuk penyembuhan ulkus
dekubitus adalah dengan radiasi infra merah, short wave diathermy.
Tujuan terapi ini adalah untuk memberikan efek peningkatan vaskularisasi
sehibgga dapat membantu penyembuhan ulkus. Sedangkan penggunaan
terapi ultrasonik, sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya
terhadap terapi ulkus decubitus (Morton, 2016).
B. Medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan metode medikamentosa
meliputi:
1. Mempertahankan Keadaan Bersih Pada Ulkus dan Sekitarnya.
Keadaan tersebut akan membantu proses penyembuhan luka lebih
cepat dan baik. Dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan,
pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaCl
0,9%, larutan H202 3% serta larutan antiseptik lainnya. Kompres yang
diberikan pada ulkus dekubitus adalah semipermiabel dan tertutup, yang
memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan transfer penguapan air dari
kulit dan mencegah maserasi kulit. Selain itu, kompres dapat mencegah
terjadinya infeksi sekunder dan mencegah faktor trauma (Boyko et al,
2018).
Dressing harus dipilih tergantung pada luka. Perlu dicatat bahwa
tidak ada dressing yang telah terbukti lebih superior, dan pemilihan
dressing harus tergantung pada jenis luka. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan termasuk ukuran, kedalaman, bentuk dan lokasi luka,
adanya dan volume eksudat, adanya tunneling dan kerusakan jaringan,
jenis jaringan pada dasar luka, dan kondisi kulit di sekitarnya. Kulit sekitar
ulkus harus dilindungi dari kelembaban berlebihan dan gesekan untuk
mencegah kerusakan. Dressing harus diganti secara teratur dan segera
22
karena dapat menjadi kotor akibat urin atau kotoran untuk mencegah
kontaminasi luka. Setiap ganti dressing harus disertai dengan penilaian
ulang luka (Soedjana, 2016).
Gambar 12. Dressing yang tersedia untuk manajemen ulkus dekubitus dengan
kelebihan, kekurangan, dan penggunaan ideal (Boyko, 2018)
Gambar 13. Algoritma untuk membantu memilih jenis dressing yang tepat untuk
manajemen ulkus dekubitus. * Dressing kasa dapat digunakan jika opsi terbatas dan
membutuhkan penggantian yang lebih sering (Boyko, 2018)
23
2. Debridemen
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat
pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan
ulkus (Boyko et al, 2018)..
- Autolytic debridement. Menggunakan enzim tubuh dan pelembab
untuk rehidrasi, melembutkan dan akhirnya melisiskan jaringan
nekrotik. Debridement otolitik bersifat selektif, hanya jaringan
nekrotik yang dihilangkan. Proses ini juga tidak nyeri bagi pasien.
Debridemen autolitik dapat dilakukan dengan menggunakan
balutan oklusif atau semioklusif yang mempertahankan cairan luka
kontak dengan jaringan nekrotik. Debridement autolitik dapat
dilakukan dengan hidrokoloid, hidrogel atau transparent films.
- Biological debridement, or maggot debridement therapy. Metode
ini menggunakan maggot (belatung) untuk memakan jaringan
nekrosis. Oleh karena itu dapat membersihkan ulkus dari bakteri.
Pada Januari 2004, FDA menyetujui maggot sebagai live medical
devic untuk ulkus dekubitus.
- Chemical debridement, atau enzymatic debridement. Debridement
enzimatik meliputi penggunaan salep topikal untuk merangsang
debridement, seperti kolagenase. Seperti autolisis, debridement
enzimatik dilakukan setelah debridement surgical atau
debridement autolitik dan mekanikal. Debridement enzimatik
direkomendasikan untuk luka kronis.
- Mechanical debridement. Dilakukan dengan menggunakan
balutan seperti anyaman yang melekat pada luka. Lapisan luar
dari luka mengering dan melekat pada balutan anyaman. Selama
proses pengangkatan, jaringan yang melekat pada anyaman akan
diangkat. Beberapa dari jaringan tersebut non viable, sementara
beberapa yang lain viable. Debridement ini nonselektif karena
tidak membedakan antara jaringan sehat dan tidak sehat.
24
Debridement mekanikal memerlukan ganti balutan yang sering.
Proses ini bermanfaat sebagai bentuk awal debridement atau
sebagai persiapan untuk pembedahan. Hidroterapi juga
merupakan suatu tipe debridement mekanik. Keuntungan dan
risikonya masih diperdebatkan.
- Surgical debridement. Debridement surgikal adalah pengangkatan
jaringan a/ital dengan menggunakan skalpel, gunting atau
instrument tajam lain Debridement surgikal merupakan standar
perawatan untuk mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan
debridement surgikal adalah karena bersifat selektif, hanya bagian
non viabel yang dibuang. Debridement surgikal dengan cepat
mengangkat jaringan mati dan dapat mengurangi waktu.
Debridement surgikal dapat dilakukan di tempat tidur pasien atau
di dalam ruang operasi setelah pemberian anestesi. Ciri jaringan
non viabel adalah warnanya lebih kusam atau lebih pucat (tahap
awal), bisa juga lebih kehitaman (tahap lanjut), konsistensi lebih
lunak dan jika di insisi tidak atau sedikit mengeluarkan darah.
Debridement dilakukan sampai jaringan tadi habis, ciri jaringan
yang sehat yaitu adanya perdarahan lebih banyak pada jaringan
yang dipotong.
3. Kontrol infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas antibiotik. Antibiotik
sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis dan selulitis.
Ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan
larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat
0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
Antibiotik sistemik kurang dianjurkan untuk pengobatan ulkus decubitus
karena akan menimbulkan resistensi. Antibiotik sistemik yang dapat
diberikan meliputi gologan penicillins, cephalosporins, aminoglycosides,
fluoroquinolones, dan sulfonamides. Antibiotik lainnya yang dpat
25
digunakan adalah clindamycin, metronidazole dan trimethoprim (Nigel and
Chow, 2013).
26
Untuk mempercepat pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi pada ulkus dekubitus sehingga mempercepat penyembuhan
dapat diberikan (Boyko et al, 2018):
- Bahan-bahan topikal misalnya: salep asam salisilat 2%, preparat
seng (ZnO, ZnSO4).
- Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap
sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel,
menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
5. Tindakan Bedah
Penanganan operatif dapat dilakukan apabila faktor resiko dapat
dikendalikan dengan baik. Tujuan definitif terapi operatif adalah penutupan
luka. Penanganan operatif meliputi (Boyko et al, 2018) :
- Debridement jaringan non vital dan nekrosis secara adekuat
- Ostectomy, yaitu tindakan pengikisan atau pemotongan massa
tulang untuk mengurangi tonjolan-tonjolan tulang. Dengan cara ini
kemungkinan timbulkan ulkus dapat berkurang di area tonjolan-
tonjolan tulang.
- Upaya penutupan luka baik dengan penutupan secara primer,
penutupan dengan skin graft, local flap, atau free-flap.
Pemilihannya disesuaikan dengan dimensi dan stadium ulkus
yang akan dioperasi. Contohnya, ulkus dekubitus grade III pada
region sacrum dapat dilakukan penutupan luka dengan bilateral
superior gluteus maximus V-Y advancement flap
27
Gambar 14. Penutupan defek sacrum dengan bilateral gluteus
maximus flap (Soedjana, 2016).
28
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang paling serius akibat ulkus dekubitus adalah sepsis.
Bila ulkus menjadi sumber bakteremia maka mortalitas di rumah sakitnya
mendekati 60%. Bakteremia transien juga dapat timbul setelah
debridemen dilakukan, dan ini harus mendapat perhatian dari petugas
kesehatan yang merawat pasien dengan ulkus dekubitus. Angka
mortalitas ulkus derajat IV dapat mencapai 40%. Komplikasi sering terjadi
pada stadium 3 dan 4, walaupun dapat juga terjadi pada ulkus superfisial.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain (Agrawal, 2012):
- Infeksi, sering bersifat multibakterial baik yang aerobik ataupun
anaeorobik
- Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis,
osteomielitis (38%), artritis septik
- Septicemia
- Anemia
- Hipoalbuminemia
- Kematian dengan angka mortalitas mencapai 48%.
29
BAB III
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
doi:10.1089/wound.2016.0697
Gefen A. Reswick and Rogers pressure-time curve for pressure ulcer risk.
Part 1 & 2.Nurs Stand. 2009 Jul 15- 21. 23(45):64, 66, 68
32.
31
Morton, L. M., & Phillips, T. J. (2016). Wound healing and treating
589–605.
2016.
Nigel, J.L and Chow, A. 2013. Infected pressure ulcers in elderly individual
doi:10.1007/978-3-662-45358-2
Setia MDM. Ulkus Dekubitus Pada Usia Lanjut Fokus Pada Pencegahan
th
Proceeding the 7 Aceh Internal Medicine Symposia (AIMS).
ulcer/decubitus Ulcer).
32
33