OSTEOMYELITIS
Disusun oleh :
Cut Vanessa
1102010061
Kepaniteraan Klinik Bedah RSUD Pasar Rebo
Pembimbing :
Dr. Ricky E. Hutapea SpOT
SMF BEDAH
RSUD PASAR REBO JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Pendahuluan
Mikroorganisme dapat mencapai sistem musculoskeletal dengan cara a) masuk langsung melalui
kulit (tusuk, injeksi, robek, patah tulang terbuka, atau operasi), b) penyebaran langsung dari
infeksi yang sedang berlangsung, atau c) penyebaran secara tidak langsung dari sistem peredaran
darah dari tempat yang jauh seperti mulut, hidung, saluran nafas, pencernaan, atau saluran
kemih.
Tergantung dari jenis mikroorganismenya, lokasi infeksi, dan respon dari host, hasilnya mungkin
dapat bermacam-macam. Infeksi jaringn lunak dapat bervariasi dari luka bagian luar sampai
kepada selulitis dan selulitis nekrotikans yang mengancam jiwa.
Infeksi, yang merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh biasanya
memberikan reaksi inflamasi, dimana reaksi tubuh melawan infeksi minimal berawal dari
melokalisir sebuah infeksi sehingga tidak menyebar. Tanda klasik inflamasi adalah : kemerahan,
bengkak, panas, nyeri, dan fungsi yang berkurang. Pada infeksi tulang, banyak ditemukan
perbedaan dengan infeksi jaringan lunak, dikarenakan tulang terdiri dari kumpulan kompartemen
yang kaku, tulang lebih rentan terhadap kerusakan pembuluh darah dan kematian sel
dibandingkan jaringan lunak. Kecuali ditangani dengan cepat, infeksi tulang akan mengarah
kepada nekrosis.
Kerentanan host terhadap infeksi ditingkatkan oleh a) faktor lokal seperti trauma, luka jaringan,
sirkulasi yang buruk, sensibilitas yang hilang, penyakit tulang atau sendi yang kronik, dan
kehadiran benda asing, ataupun b) faktor sistemik seperti malnutrisi, penyakit umum, diabetes,
penyakit rematik, kortikosteroid, dan segala bentuk imunosupresi baik didapat maupun
diberikan.
Kolonisasi bakteri dan resistensi terhadap antibotik juga meningkat dengan adanya kemampuan
mikroba tertentu (termasuk Stafilokokus) untuk menempel pada permukaan tulang yang
avaskular dan implant benda asing.
Infeksi tulang akut piogenik ditandai dengan pembentukan pus yang sering terlokalisir dalam
suatu abses. Tekanan yang meningkat dalam abses dan infeksi dapat melanjut menjadi penyakit
sendi atau melalui korteks dan jaringan. Dapat pula menyebar lebih jauh lewat sistem limfatik
(menyebabkan limfangitis dan limfadenopati) atau lewat peredaran darah (bakteremia dan
septicemia). Gejala klinis sistemik yang mendampinginya bervariasi dari perasaan tidak enak
badan, kenaikan suhu tubuh ringan, sampai kepada demam, hingga syok.
Infeksi kronik piogenik dapat terjadi karena infeksi akut yang tidak tertangani dan berlanjut
ditandai dengan organisme yang berada di jaringan-jaringan mati. Materi purulen yang
terkumpul dapat juga lolos melalui rongga-rongga kulit atau luka yang tidak sembuh. Faktor
yang mempengaruhi hasil adalah kerusakan otot, tulang, atau implant, menurunnya suplai darah,
dan respon host yang kurang baik.
Infeksi kronik non piogenik dapat terjadi karena infeksi organisme yang memproduksi reaksi
seluler yang mengarah kepada pembentukan granuloma yang berisi limfosit besar, makrofag, dan
multinucleated giant cells, infeksi sepertti ini biasanya didapatkan pada TB. Efek sistemik yang
didapatkan dapat berupa limfadenopati, splenomegali, dan penurunan berat badan.
Prinsip dari pengobatan adalah 1) memberi analgesik dan pengobatan suportif umum, 2)
mengistirahatkan bagian yang terkena, 3) untuk mengidentifikasi organisme dan memberi
antibiotik yang sesuai, 4) untuk mengambil pus sesaat setelah terdeteksi, 5) untuk menstabilkan
keadaan tulang yang mengalami fraktur, 6) mengeradikasi jaringan nekrosis dan avaskular, 7)
untuk memperbaiki kontinuitas jika ada celah diantara tulang, dan 8) untuk memperbaiki
jaringan lunak dan lapisan kulit. Infeksi akut bila diobati cepat dengan antibiotik yang benar,
dapat disembuhkan. Sekali ditemukan pus dan nekrosis tulang, drainase operatif akan
dibutuhkan.
Pada anak, infeksi biasanya dimulai dari vaskular metafisis tulang panjang, paling sering di tibia
bagian proksimal atau distal, atau akhir proksimal dari femur. Predileksi untuk lokasi ini
dikarenakan susunan pembuluh darah di area tersebut. Cabang terminal yang tidak
beranastomosis dari arteri berputar seperti hairpin loop sebelum memasuki jaringan besar
kumpulan vena-vena sinusoid; stasis vaskular yang relatif dan tekanan oksigen yang rendah
diyakini menjadi tempat koloni bakteri. Diyakini juga bahwa struktur dari pembuluh darah yang
halus di zona hipertrofik pada fisis membiarkan bakteri lebih mudah masuk dan menempel pada
kolagen tipe 1 pada area itu. Pada anak yang lebih kecil, dimana masih terdapat anastomosis
antara pembuluh darah metafisis dan epifisis, infeksi juga dapat mencapai epifisis.
Pada dewasa, A.H.O hanya merupakan 20% bagian dari osteomyelitis, biasanya vertebra terkena.
S. aureus adalah mikroorganisme yang paling sering tetapi P. aeruginosa kadang juga didapatkan
pada pasien yang mendapat obat intravena. Dewasa dengan DM yang rentan terhadap infeksi
jaringan lunak di kaki juga bisa medapat infeksi tulang dari mikroorganisme yang lebih beragam.
Patofisiologi
A.H.O menunjukkan karakteristik progress yang ditandai dengan inflamasi, supurasi, nekrosis
tulang, pembentukan tulang baru. Tetapi, gambaran patologiknya bervariasi tergantung dari umur
pasien, lokasi infeksi, virulensi organisme, dan respon dari host.
A.H.O pada anak Gambaran klasiknya ditemui pada anak usia 2-6 tahun. Perubahan paling awal
yang terjadi di metafisis adalah reaksi inflamasi akut dengan kongesti vaskular, eksudasi,
infiltrasi oleh leukosit PMN. Tekanan intraoseal meningkat secara cepat, menyebabkan nyeri
hebat, obstruksi aliran darah, dan thrombosis intravascular. Bahkan pada stadium awal jaringan
tulang terancam mengalami iskemik mendatang dan resorpsi dikarenakan kombinasi aktivitas
fagosit dan akumulasi lokal dari sitokin, growth factors, prostaglandin, dan enzim bakteri. Pada
hari ke dua atau ketiga, pus terbentuk dalam tulang dan memaksa keluar melalui kanal Volkmann
ke permukaan dan membentuk abses subperiosteal. Ini banyak ditemukan pada anak dikarenakan
penempelan periosteumnya tidak seintak dewasa. Dari abses subperiosteal, pus dapat menyebar
sepanjang tulang, atau masuk ke dalam jaringan lunak sekitarnya. Fisis yang sedang berkembang
berperan seperti barrier untuk mencegah infeksi tidak sampai ke epifisis, tapi dimana
metafisisnya intrakapsular (panggul, pundak, atau siku), pus bisa saja menebar ke periosteum
sampai ke sendi.
Meningkatnya tekanan intraosea, statis vaskular, thrombosis pembuluh darah kecil, dan
periosteal stripping meningkat mencapai peredaran darah, diakhir minggu biasanya terdapat
bukti mikroskopik dari kematian tulang. Toksin bakteri dan enzim leukositik biasanya
meningkatkan kerusakan jaringan. Bagian dari tulang yang mati dapat menjadi terpisah sebagai
sequestra bervariasi dalam ukuran dari yang sangat kecil sampai menjadi segmen nekrotikan
yang sangat besar pada koteks pada beberapa kasus yang tidak diobati.
Makrofag dan limfosit dapat bertambah banyak dan debris perlahan dapat di hilangkan oleh
kombinasi dari fagositosis dan resorbsi osteoklast. Focus kecil pada tulang dapat diserap
seluruhnya, meninggalkan kavitas yang kecil, tetapi sequestrum yang besar dapat menetap dan
tidak bisa dirusak atau diperbaiki.
Bentuk lain yang didapat pada osteomyelitis akut adalah pembentukan tulang baru. Singkatnya,
area disekitar zona yang terinfeksi adalah berpori (kemungkinan dikarenakan hyperemia dan
aktivitas osteklast) tetapi jika pusnya tidak keluar, baik secara spontan atau dekompresi melalui
operasi, tulang yang baru akan terbentuk pada permukaan dan dari lapisan dalam periosteum.
Hal ini tipikal pada infeksi pyogenik dan goresan-goresan halus dari sub periosteal tulang baru
biasanya terlihat pada X-Ray diakhir minggu ke-2.
Pada waktu tulang baru ini menebal atau involucrum, menutup bagian sequestrum dan jaringan
yang terinfeksi. Jika infeksinya menetap, pus dan pechan kecil tulang dapat keluar melalui
perforasi (clocae) pada involucrum ke permukaan kulit.
Jika infeksinya terkontrol dan tekanan intra ossea dapat dikurangi pada tahap awal, proses seperti
demikian dapat dihentikan. Tulang di sekitar zona infeksi menjadi lebih padat, hal ini bersamaan
dengan reaksi peri osteal menghasilkan penebalan pada tulang. Pada beberapa kasus kelainan
mungkin tidak didapatkan dan anatomi tetap normal. Pada kasus lain, meskipun ada
penyembuhan tetapi bisa terjadi kecacatan permanen.
Jika penyembuhan tidak terjadi, infeksinya dapat tetap tersisa di dalam tulang, menyebabkan pus
dan kadang-kadang debris dari tulang dibuang secara intermitten melalui rongga-rongga
disekitarnya. Infeksi seperti ini sudah berubah menjadi osteomyelitis kronik yang berlangsung
selama bertahun-tahun.
Ostyemyelitis akut pada orang dewasa infeksi tulang pada dewasa biasanya dikarenakan dari
cedera terbuka, atau operasi, atau penyebaran dari sebuah focus infeksi (ulkus neuropatik atau
kaki diabetes yang terinfeksi). Osteomyelitis hematogenik biasanya jarang dan jika terjadi,
biasanya mengenai vertebrae (diawal dari infeksi panggul) atau tulang kuboid yang kecil.
Jika tulang panjang yang terinfeksi absesnya menyebar dalam rongga meduler, menyebar ke
korteks dan berlanjut ke jaringan lunak di sekitarnya. Pembentukan tulang baru jarang
didapatkan dibandingkan pada anak dan biasanya korteks yang melemah mengalami fraktur. Jika
ujung tulang ikut terlibat didapatkan resiko berupa infeksi yang menyebar sampai ke sendi.
Outcomenya biasanya berupa osteomyelitis sub akut dan osteomyelitis kronik.
Manifestasi Klinis
Anak pasien, biasanya anak lebih dari 4 tahun, datang dengan nyeri hebat, lemas dan demam;
pada kasus yang diabaikan, dapat terjadi toksemia. Orang tua akan menyadari bahwa anaknya
akan menolak menggunakan bagian tulang yang terkena atau tidak mengizinkan bagian itu
dipegang atau disentuh. Kemungkinan ada riwayat infeksi sebelumnya: infeksi dari luka, infeksi
kulit, sakit tenggorokam atau cairan dari telinga.
Seringnya, anak terlihat sakit dan demam, nadi biasanya diatas 100 dan suhunya naik. Terdapat
nyeri tekan di bagian yang sakit. Bahkan gerakan sedikit saja bisa menjadi sangat sakit.
Kemerahan, bengkak, rasa hangat dan edema adalah tanda-tanda lanjutan dan menandakan
bahwa pus telah keluar dari bagian dalam tulang.
Bayi Pada anak di bawah 1 tahun, dan terutama pada bayi baru lahir, gangguannya bisa lebih
ringan; bayinya sulit berkembang, mengantuk, tetapi rewel. Kecurigaan akan penyebab harus
mengarah kepada riwayat persalinan sulit, kateter arteri umbilikalis, atau lokasi infeksi. Nyeri
tekan dan gerakan sendi yang berkurang dan terbatas dapat menandakan osteomyelitis atau
arthritis septik, kadang dua-duanya bisa terjadi bersamaan.
Dewasa Lokasi paling banyak tempat terjadinya infeksi hematogen adalah tulang punggung
bagian thoracolumbar. Mungkin didapatkan riwayat prosedur urologi yang diikuti dengan
demam dan nyeri punggung. Nyeri tekan tidak bisa dijadikan patokan dan kadang bisa
memerlukan waktu mingguan untuk ditemukan kelainan pada tampilan xray; ketika ditemukan,
diagnosisnya mungkin masih harus dipastikan lagi dengan biopsy jarum halus dan kultur. Tulang
lain bisa juga terlibat jika ada riwayat diabetes, malnutrisi, kecanduan napza, leukemia,
imunosupresi.
Pada pasien yang sangat tua dan pasien dengan defisiensi sistem imun, gejala sistemik biasanya
ringan dan diagnosisnya kadang tidak tepat.
yang masih hidup, segmen yang menebal dan tidak menjadi porotic merupakan segmen inaktif
dan kemungkinan mati.
USG
USG mungkin bisa mendeteksi penumpukan cairan subperiosteal pada awal osteomyelitis, tetapi
tidak bisa dibedakan dari hematoma dan pus.
RADIONUCLIDE SCANNING
Radioscintigraphy dengan 99mTc-HDP menunjukkan peningkatan aktivitas di kedua fase perfusi
dan fase penulangan. Ini merupakan investigasi yang sangat sensitif, bahkan pada tahap awal,
tetapi spesifisitasnya rendah dan lesi inflamasi lain dapat menunjukkan hasil yang sama.
MRI
MRI dapat membantu dalam beberapa kasus diagnosis yang belum tegak. MRI juga merupakan
metode terbaik untuk menunjukkan inflamasi sumsum tulang. Tetapi, spesifisitasnya terlalu
rendah untuk menyingkirkan lesi inflamatori lain.
LAB
Cara paling pasti untuk mengkonfrmasi diagnosis klinis adalah dengan melakukan aspirasi pus
atau cairan dari abses periosteal, jaringan lunak ekstraosea, atau sendi sekitarnya. Cara ini
dengan menggunakan trokar ukuran 16 atau 18. Bahkan jika tidak ada pus, aspiratnya dapat
diperiksa secara langsung untuk organismenya; pewarnaan Gram sederhana bisa
mengidentifikasi tipe infeksi dan membantu pemilihan antibiotik. Sampelnya juga bisa dikirim
untuk pemeriksaan mikrobiologi yang lebih mendetail. Aspirasi jaringan bisa memberikan hasil
yang positif.
CRP biasanya naik pada dalam 12-24 jam dan LED pada 24-48 jam setelah onset gejala.
Leukosit naik dan konsentrasi hemoglobin dapat menurun. Pada pasien yang sangat muda dan
sangat tua, pemeriksaan ini tidak begitu bisa diandalkan dan dapat menunjukkan nilai normal.
Titer antibodi antistafilokokal dapat naik. Tes ini digunakan pada kasus atipik ketika
diagnosisnya meragukan.
Osteomyelitis pada lokasi yang tidak biasa dengan organisme yang tidak biasa pula harus
mengarah kepada kecurigaan adiksi heroin, penyakit anemia sel sabit, atau pertahanan tubuh host
yang buruk termasuk infeksi HIV.
Diagnosis Diferensial
Selulitis sering sekali dikira sebagai osteomyelitis. Ada kemerahan yang menyebar pada
permukaan kulit dan limfangitis. Sumber infeksinya mungkin tidak jelas dn harus dicari (contoh :
pada lubang di bawah sepatu). Bila ragu mendiagnosis, MRI akan membedakan infeksi tulang
dan infeksi jaringan lunak. Organisme penyebab biasanya stafilokokus dan streptokokus. Kasus
ringan akan merespon kepada antibiotik oral dosis tinggi. Kasus yang lebih berat membutuhkan
antibiotik intravena.
Arthritis akut supuratif Nyeri tekan menyebar, dan gerakan sendi biasanya berkurang sampai
sama sekali sedikit dikarenakan oleh spasme otot. CRP meningkat secara progresif dalam waktu
24-48 jam bisa menandakan arthritis septik yang terjadi bersamaan.
Streptococcal necrotizing myositis Streptokokus betahemolitik grup A (organisme yang sama
menyebabkan sakit tenggorokan) biasanya menginvasi otot dan mengakibatkan myositis akut
yang pada tahap awalnya mungkin dikira selulitis atau osteomyelitis. Meskipun kondisi ini
jarang, harus didiagnosis secara cepat karena penyebarannya cepat dan menyebabkan kematian
otot, septicemia, dan kematian. Nyeri hebat dan bengkak yang kerasa pada pasien dengan demam
adalah tanda emergensi. Tatalaksana antibiotik intravena secara cepat diperlukan. Debridement
jaringan nekrosis dan kadang amputasi diperlukan untuk menyelamatkan nyawa.
Rematik akut Nyerinya lebih sedikit dan biasanya dirasakan antara satu sendi ke sendi lain. Bisa
ditemukan juga gejala karditis, nodul rematik atau eritema marginatum.
Gauchers disease Pseudo-osteitis dapat terjadi dengan gejala yang mirip dengan osteomyelitis.
Diagnosisnya dibuat dengan menemukan tanda lain terutama pembesaran limpa dan hati.
Tatalaksana
Jika osteomyelitis dicurigai berdasarkan kelainan klinis, sampel darah dan cairan harus diambil
untuk diagnosis laboraturium dan kemudian tatalaksananya dimulai secara cepat sambil
menunggu konfirmasi diagnosis. Ada empat aspek untuk manajemen pasien :
TERAPI SUPORTIF
Anak yang sakit harus diobati nyerinya. Analgesik harus diberikan pada interval berulang tanpa
harus menunggu pasien meminta. Septikemia dan demam dapat menyebabkan dehidrasi berat
dan harus diberikan cairan.
SPLINTAGE
Beberapa jenis splintage biasanya diperlukan, sebagian untuk kenyamanan dan untuk mencegah
kontraktur sendi.
ANTIBIOTIK
Darah dan materi aspirasi dikirim segera untuk pemeriksaan dan kultur, tetapi pemberian
antibiotik tidak boleh menunggu hasilnya.
Pemilihan antibiotik berdasarkan dari temuan pada pemeriksaan langsung pus dan pengalaman
klinisi akan kondisinya, dan dengan kata lain biasanya pasti pathogen. S. aureus adalah yang
paling sering pada semua usia, tetapi tatalaksananya harus juga bisa untuk bakteri lain yang
biasanya sesuai dengan usia pasien. Pemilihan obat yang baik dan mempunyai penetrasi yang
baik ke tulang dapat diganti jika organisme yang menginfeksi sudah diidentifikasi dan
sensitivitasnya terhadap antibiotik sudah diketahui. Faktor-faktor seperti umur pasien, ketahanan
tubuh, fungsi ginjal, derajat toksemia dan riwayat alergi harus diketahui berikut rekomendasi
sebagai pedoman.
Neonatus dan bayi sampai usia 6 bulan antibiotik haruslah efektif melawan S. aureus
yang resisten terhadap penisilin, streptokokus grup B dan organisme gram negatif. Obat
yang dipilih adalah flucloxacilin + sephalosforin generasi III seperti cefotaxim. Sebagai
alternatif, terapi empiris yang efektif dapat didapatkan dengan kombinasi flucloxacilin
(untuk staphylococcus penisilin resisten), benzilpenisilin (untuk streptokokus grup B) dan
(gentamisin untuk organisme gram negatif)
Anak 6 bulan 6 tahun terapi empiris pada grup usia ini harus bisa melawan H.
influenza, kecuali diketahui anak tersebut sudah mendapatkan vaksin. Terapi ini bisa
didapatkan dengan kombinasi flucoxacilin dan cefotaxim atau sefuroksim intrevena.
Anak yang lebih besar dan dewasa mayoritas grup ini biasanya disebabkan oleh infeksi
staphylokokus dan dapat memulai terapi flucoxacilin dan asam fusidat intravena. Asam
fusidat lebih dipilih dibandingkan benzilpenisilin karena tingginya prevalensi
stafilokokus yang resisten terhadap penisilin dan karena asam fusidat terkonsentrasi baik
dalam tulang. Tetapi, untuk infeksi streptokokus benzilpenisilin lebih baik. Pasien yang
alergi terhadap penisilin harus diterapi dengan sefalosporin generasi II atau III.
Orang tua dan pasien yang sebelumnya sering sakit pada grup ini ada resiko yang lebih
besar terhadap infeksi gram negatif dikarenakan gangguan respirasi, gastrointestinal,
saluran kemih dan pasien yang membutuhkan prosedur invasif. Antibiotik yang dipilih
adalah kombinasi dari flucoxacilin dan seflosporin generasi II atau III.
Pasien dengan penyakit sel sabit pasien ini rentan terhadap osteomyelitis yang
kebanyakan disebabkan oleh infeksi stafilokokus tetapi pada banyak kasus dikarenakan
oleh salmonella dan/atau organisme gram negatif lain. Kloramfenikol, yang efektif
terhadap organisme gram positif dan gram negatif dulu dipilih sebagai antibiotik, karena
ada komplikasi anemia aplastik sekarang antibiotik pilihannya adalah sefalosporin
generasi III atau florokuinolon seperti ciprofloxacin.
Pengguna heroin dan pasien imunokompromais infeksinya tidak biasa (pseudomonas,
proteus atau bacteroides spesies anaerob). Anak dengan HIV juga bisa terkena organisme
ini. Semua pasien dengan latar belakang seperti ini diterapi dengan antibiotik spectrum
luas seperti sefalosporin generasi III atau florokuinolon, atau tergantung hasil sensitifitas.
Pasien dengan resiko MRSA pada pasien yang mempunyai riwayat infeksi MRSA, atau
pasien dengan infeksi tulang yang dibawa kerumah sakit dimana MRSA endemic, harus
diobati dengan vankomisin bersamaan dengan sefalosporin generasi III.
DRAINASE
Jika antibiotik diberikan dalam 48 jam setelah onset gejala, drainase kadang tidak diperlukan.
Tetapi, jika gejala klinis tidak membaik dalam 36 jam setelah pengobatan dimulai, atau pada
tahap awal sudah ada pus, edema dan bengkak, pus harus di aspirasi dan absesnya harus di
drainase dengan operasi terbuka dan anastesi umum. Jika pus ditemukan dan dibebaskan, harus
dicari lagi sampai ke bagian medulla. Jika tidak ada abses yang terlihat, diperbolehkan untuk
membuat beberapa lubang kedalam tulang dengan arah yang berbeda. Tidak ada bukti bahwa
drilling menyebabkan infeksi memburuk. Jika ada abses intrameduller, drainase dapat dilakukan
lebih baik dengan cara memotong celah kecil di koteks. Lukanya ditutup tanpa drain dan splint
(atau traksi) digunakan. Jika tanda infeksi sudah berkurang, gerakan diperbolehkan dan anak
boleh berjalan dengan bantuan tongkat. Berjalan seperti normal diperbolehkan 3-4 minggu.
Komplikasi
Kerusakan epifisis dan kelainan pertumbuhan tulang pada neonatus dan bayi yang epifisisnya
masih berupa kartilago, pembuluh darah metafisis memasuki fisis dan membawa infeksi ke
dalam epifisis. Jika ini terjadi, lempeng fiseal dapat rusak dan epifisis dapat rusak pula,
menyebabakan terhentinya pertumbuhan dan pemendekan tulang.
Infeksi yang bermetastasis kadang didapatkan pada bayi dan dapat melibatkan tulang lain, sendi,
organ berongga, otak dan paru-paru.
Fraktur patologis fraktur bukanlah hal yang biasa tapi dapat terjadi jika pengobatannya tertunda,
dan tulangnya melemah karena erosi pada lokasi infeksi atau debridement yang berlebihan.
Osteomyelitis kronik kadang meskipun telah di diagnosis dan di terapi, osteomyelitis akut tidak
membaik. Berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah onset dari infeksi akut, sequestrum
terlihat pada foto polos dan pasien mengalami infeksi kronik ini bisa jadi karena pengobatan
yang tidak adekuat dan pertahanan tubuh yang tidak baik.
Lesi metafisis menyebabkan sedikit atau sama sekali tanpa reaksi periosteal; lesi diafisis dapat
diasosiasikan dengan pembentukan periosteal tulang baru dan penebalan korteks. Jika korteksnya
terkikis lesinya dapat diduga sebagai tumor maligna.
Diagnosis
Gejala klinis dan tampilan X-Ray dapat mirip sistik tuberkulosis, granuloma eosinofilik atau
osteoma; biasanya mirip seperti tumor maligna seperti Ewings sarcoma. Lesi epifiseal sering di
salah artikan sebagai kondroblastoma. Diagnosis kadang meragukan sampai biopsy dilakukan.
Jika cairan diambil, harus dikirim untuk kultur bakteriologik; hasilnya positif disetengah kasus
dan organismenya hampir selalu stafilokokus aureus.
Tatalaksana
Tatalaksana dapat berupa konservaatif jika diagnosisnya tidak meragukan. Immobilisasi dan
antibiotik flucloxcacilin dan asam fusidat secara intravena untuk 4-5 hari kemudian secara oral
untuk 6 minggu biasanya menunjukkan penyembuhan, meski kadang diperlukan 12 bulan. Jika
diagnosisnya meragukan, biopsy terbuka diperlukan dan lesinya dapat dikuretase pada waktu
yang sama. Kuretase juga di indikasikan jika X-Ray tidak menunjukkan adanya proses
penyembuhan setelah pengobatan konservatif.
CHRONIC OSTEOMYELITIS
Organisme yang biasa menyebabkan ini adalah S. aureus, E. coli, S. pyogenes, P. mirabilis, P.
aeruginosa; jika ada implant benda asing : S. epidermidis, yang biasanya tidak pathogen.
Faktor Predisposisi
A.H.O, jika tidak diobati akan mengarah kepada infeksi tulang yang kronik.
Patofisiologi
Tulang yang dihancurkan biasanya membentuk focus infeksi. Rongga yang berisi pus dan
potongan tulang yang mati (sequestrum) dikelilingi oleh jaringan vaskular, dan area sklerosishasil dari pembentukan tulang baru.
Gejala Klinis
Gejala yang dialami pasien biasanya nyeri, demam, kemerahan, dan nyeri tekan. Pada kasus
yang lama, jaringan akan menebal dan terkadang melipat ke dalam dimana luka akan menempel
pada tulang di bawahnya. Discharge seropurulen dan ekskoriasi ditemukan di sekeliling kulit.
Pada post traumatic osteomyelitis, tulangnya mungkin menjadi cacat atau non united.
Pencitraan
Xray akan menunjukkan resorpsi tulang (patchy) dengan penebalan dan sclerosis di sekeliling
tulang. Tetapi, ada variasi juga berupa : kemungkinan tidak ada area osteoporosis atau
kehilangan trabekulasi, atau penebalan periosteal. Sequestrum tampak seperti fragmen padat
disekeliling tulang yang osteopenik disekitarnya, kadang tampak gambaran tulang yang menebal,
tidak berbentuk, mirip tumor.
Pemeriksaan lab
Organisme yang dikultur harus dites untuk sensitivitas antibiotik, seiring waktu, organismeorganisme dapat merubah karateristik mereka dan menjadi resisten terhadap terapi. Swab pada
permukaan bisa jadi tidak menunjukkan infeksi persisten yang terjadi di jaringan yang lebih
dalam. Pengambilan sampel dari jaringan yang lebih dalam sangat penting.
Antibiotik yang paling efektif dapat digunakan hanya ketika organisme pathogen sudah
diidentifikasi dan diperiksa untuk sensitivitas. Sekarang ini, tekhnik molecular sudah
dikembangkan berdasarkan dari amplifikasi DNA atau RNA bakteri (PCR) dengan
elektroforesis. Meskipun, metode ini bisa mendeteksi kelainan secara signifikan, teknik ini tidak
digunakan untuk tes rutin.
Tatalaksana
ANTIBIOTIK
Infeksi kronik eradikasi oleh antibiotik saja. Tapi obat bakterisid penting (a) untuk menekan
infeksi dan mencegah penyebaran ke tulang yang sehat, (b) untuk mengontrol flare. Pemilihan
antibiotik tergantung kepada pemeriksaan mikrobiologi, tetapi antibiotik harus memiliki
kemampuan penetrasi ke tulang dan tidak toksik kepada pemakaian jangka panjang. Asam
fusidat, klindamisin, dan sefalosporin merupakan contoh yang baik. Vankomisin dan teikoplanin
efektif untuk beberapa kasus MRSA.
Antibiotik diberikan untuk 4-6 minggu (dimulai dari awal treatment hingga debridement
terakhir) sebelum mempertimbangkan tindakan operasi. Selama periode ini, konsentrasi serum
antibiotik harus diukur dalam interval regular untuk memastikan konsentrasi bakterisid.
TERAPI LOKAL
Luka terbuka bisa jadi tidak nyeri dan membutuhkan dressing untuk melindungi dari pakaian.
Salep colostomy bisa dipakai untuk menghentikan ekskoriasi kulit. Abses akut dapat
memerlukan insisi dan drainase.
OPERASI
Pada kasus kegagalan antibiotik, ditemukannya sequestrum atau tulang yang mati, infeksi post
traumatic, atau fraktur yang tidak menyatu, merupakan indikasi untuk tindakan operasi.
Diperlukan fiksasi internal (plat, screw, dan intermedullary nails) untuk stabilitas.
Debridement Pada tindakan operasi, jaringan lunak yang terinfeksi, tulang yang mati, implant
yang terinfeksi harus dibuang. Setelah tiga atau empat hari lukanya harus dicek untuk dilihat apa
ada tanda kematian jaringan, jika ada, debridement harus diulang beberapa kali jika perlu.
Antibiotik harus diberikan minimal 4 minggu setelah terakhir debridement
Dead space Ada beberapa cara untuk mengatasi dead space. Antibiotik beads dapat diletakkan di
antara rongga dan dibiarkan selama 2-3 minggu dan kemudian digantikan dengan bone grafts.
Jika memungkinkan, area tersebut ditutup dengan otot yang berdekatan dan luka di kulit dijahit
tanpa tekanan.
Soft tissue cover Tulang haruslah ditutupi dengan kulit. Untuk defek yang kecil, graft kulit
mungkin diperlukan, untuk luka yang sangat besar, musculocutaneus flap diperlukan.
Aftercare Pemantauan berkala sangatlah diperlukan. Trauma lokal harus dihindari dan setiap
gejala yang berulang meskipun sedikit harus dianggap serius.
DAFTAR PUSTAKA
1. Canale Terry and Beaty James (2007) Campbells Operative Orthopaedics,
Philadelphia, Mosby
2. Eroschenko. Tulang dan Tulang Rawan.Atlas Histologi Difiore.EGC.2010.
Bab 4.
3. Salomon Lois. Infection in Apleys System Of Orthopaedics And
Fracture.2010.Ed.10th.P.29-42.