Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya

gangguan integritas dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang,

periosteum, dan jaringan yang ada disekitarnya.1

Klasifikasi fraktur ada dua jenis yaitu fraktur tertutup dan frakturterbuka.

Fraktur tertutup yaitu bila tidak terdapat hubungan antara fragmentulang dengan

dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka yaitu bila terdapathubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Bentuk-bentuk perpatahan

antara lain transfersal , oblique, spiral, kompresi atau crush, comminuted dan greenstick.2

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan

umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau

luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak

dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan

pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang

berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan

hormon pada menopause.2

Fraktur intertrochanter femur merupakan salah satu dari 3 tipe fraktur

panggul. Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2 trochanter dimana trochanter

mayor terdapat musculus gluteus medius dan minimus (ekstensi dan abduksi

panggul) dan trochanter minor dimana terdapat musculus iliopsoas (fleksi

panggul).3

1
Untuk mendiagnosis fraktur, pertama-tama dapat dilakukan anamnesis

baik dari pasien maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah

mekanisme cedera, apakah pasien mengalami cedera atau fraktur sebelumnya.

Pemeriksaan fisik yang dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look,

feel, move. Apakah terlihat deformitas dari ekstremitas tubuh, hematoma,

pembengkakan dan lain-lain. Palpasi dilakukan untuk menilai area rasa sakit,

efusi, maupun krepitasi. Penilaian move dilakukan untuk mengetahui ROM

(Range of Motion). Pemeriksaan ekstrimitas juga harus melingkupi vaskularitas

dari ekstrimitas termasuk warna, suhu, perfusi, perabaan denyut nadi, capillary

return (normalnya < 2 detik) dan pulse oximetry.

Sebagai pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosis digunakan

pemeriksaan radiologi/ X Ray. Dalam pemeriksaaan radiologi untuk cedera dan

fraktur diberlakukan rule of two, yaitu : dua sudut pandang, dua sendi, dua

ekstrimitas, dan dua waktu.4

2
BAB II
STATUS PENDERITA

2.1. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Turen
Status perkawinan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 22 agustus 2018
No. Reg : 455272

2.2. Anamnesa
1. Keluhan utama : Paha kiri terasa nyeri kalau berjalan.
Keluhan penyerta : bengkak pada paha
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan pada tanggal 22 agustus
2018 dengan keluhan sakit pada paha kiri, nyeri dirasakan sejak 1
minggu yang lalu setelah pasien jatuh dari kursi saat akan duduk, nyeri
dirasakan saat berjalan dan berkurang saat istirahat, kemudian pasien
dibawa ke rumah sakit Bokor, pasien diminta dilakukan pemeriksaan foto
rontgen dan didapatkan fraktur collum femur sehingga pasien dirujuk ke
RSUD Kanjuruhan.
3. Riwayat penyakit dahulu
• Diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu, rutin kontrol dan minum
obat.
4. Riwayat pengobatan
• Metformin dan glibenclamid

3
5. Riwayat Keluarga
• Trauma (-)
• Operasi (-)
• DM (-)
• Hipertensi (-)
6. Riwayat Kebiasaan
 Makan : 3-4 kali sehari.
 Alkohol : (-)
 Olahraga : (-)
 Merokok : (-)
7. Riwayat Alergi : tidak ada

2.3. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6).
2. Tanda Vital
Tekanan darah: 140/75 mmHg
Nadi : 75 x / menit
Pernafasan : 18 x /menit, regular
Suhu : 36,4 oC
3. Kepala
Bentuk normocephal, rambut tidak mudah dicabut.
4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+).
5. Telinga
Bentuk normotia, sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-).
6. Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-).
7. Mulut dan tenggorokan
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), tonsil membesar (-),
pharing hiperemis (-).

4
8. Leher
JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-).
9. Paru
Inpeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor | sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).
10. Jantung
Inpeksi : iktus kordis tak tampak
Palpasi : iktus kordis tak kuat angkat
Perkusi :
Batas kiri atas : SIC II 1 cm linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : SIC II linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah : SIC V medial Linea midclavicula sinistra
Batas kanan bawah : SIC IV linea para sternalis dekstra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
11. Abdomen
Inpeksi : perut datar, tidak tampak adanya massa
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal

5
12. Ekstremitas
Status Lokalis: Regio Femur Sinistra
• Look : Warna kulit sedikit memerah, deformitas (+), pemendekan
dan rotasi eksternal, oedema/pembengkakan (+), tidak ada
luka/lesi/vulnus (-).
• Feel : Suhu teraba hangat (+) Nyeri tekan setempat (+),
deformitas (+), krepitasi (-), oedem (+), sensibilitas (+), pulsasi a.
tibialis posterior (+), pulsasi a. dorsalis pedis (+), capileri refil time
<2 detik.
• Move : Active ROM Hip terbatas karena nyeri
Active ROM Genu terbatas karena nyeri
Active ROM Ankle (+) 30/45
• True leg length: kanan 80 cm, kiri 77 cm

Foto klinis

13. Genitalia
Dalam batas normal

2.4. Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan pada tanggal 22 agustus
2018 dengan keluhan sakit pada paha kiri, nyeri dirasakan sejak 1
minggu yang lalu setelah pasien jatuh dari kursi saat akan duduk, nyeri
dirasakan saat berjalan dan berkurang saat istirahat, kemudian pasien

6
dibawa ke rumah sakit Bokor, pasien diminta dilakukan pemeriksaan foto
rontgen dan didapatkan fraktur collum femur sehingga pasien dirujuk ke
RSUD Kanjuruhan. RPD: Diabetes melitus sejak 5 tahun yang lalu, rutin
kontrol dan minum obat. Riwayat pengobatan: Metformin dan
glibenclamid.
Pemeriksaan Fisik, Keadaan Umum: Cukup, kesadaran compos mentis
(GCS 456). Tekanan darah: 140/75 mmHg. Nadi: 75 x/menit. RR: 18 x
/menit, Suhu: 36,4 oC. Status Lokalis: Regio Femur Sinistra (Look):
Warna kulit sedikit memerah, deformitas (+), pemendekan dan rotasi
eksternal, oedema/pembengkakan (+), tidak ada luka/lesi/vulnus (-).
(Feel) : Suhu teraba hangat (+) Nyeri tekan setempat (+), deformitas (+),
krepitasi (-), oedem (+), sensibilitas (+), pulsasi a. tibialis posterior (+),
pulsasi a. dorsalis pedis (+), capileri refil time <2 detik. (Move): Active
ROM Hip terbatas karena nyeri, Active ROM Genu terbatas karena nyeri,
Active ROM Ankle (+) 30/45, True leg length: kanan 80 cm, kiri 77 cm.

2.5. Diagnosa Kerja


Close Fracture Intertrochanter Femur Sinistra

2.6. Diagnosis Banding


1. Close fraktur intertrochanter
2. Close Fraktur collum femur
3. Dislokasi hip Joint
2.7. Planing Diagnosa
a. Pemeriksaan Laboratorium:
 Darah lengkap
 Serum elektrolit
 Hemostasis : PT dan APTT
 Kimia Klinik : GDS, Ureum, Kreatinin, SGOT, SGPT, Albumin
 Imunoserologi : HbsAg
b. Pemeriksaan Radiologi

7
 Foto Rontgen Region AP

c. EKG
2.8. Planing Terapi
1. Terapi Konservatif
Immobilisasi: Bidai.
2. Terapi Farmakologis
- Analgetik : Ketorolac inj 3x30 mg
- Antibiotik : Cefoperazone 2x1 gr
3. Terapi operatif
- Pro Orif

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. ANATOMI

Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan


berat tubuh dari os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris ke arah
craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung
proksimal femur terdiri dari sebuah caput femoris dan dua trochanter (trochanter
mayor dan trochanter minor).5

Gambar 1. Anatomi femur.6

Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum


femur dan proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara
trochanter mayor dan trochanter minor. Caput femoris dan collum
femoris membentuk sudut (1150-1400) terhadap poros panjang corpus
femoris, sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Corpus
femoris berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal

9
femur, berakhir menjadi dua condylus, epicondylus medialis dan
5
epicondylus lateralis yang melengkung bagaikan ulir.

Caput femoris mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu


pembuluh darah intramedular di leher femur, cabang pembuluh darah
servikal asendens dari anastomosis arteri sirkumfleks media dan lateral
yang melewati retinakulum sebelum memasuki caput femoris, serta
pembuluh darah dari ligamentum teres.5

Gambar 2. Vaskularisasi femur.6

Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan pembuluh


darah retinakulum mengalami robekan bila terjadi pergeseran fragmen.
Fraktur transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang
mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan karena
adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh, serta
hambatan dari cairan sinovial.5,6

3.2 Fraktur

Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang

yang diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis.

Fraktur dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat

10
mengenai beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan

beberapa macam masalah.2,3

Fraktur atau yang dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan

oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan

jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi

disebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap atau komplit apabila patah

tulang mengenai seluruh ketebalan tulang, sedangkan fraktur tiding lengkap atau

inkomplit merupakan fraktur yang tidak mengenai seluruh ketebalan tulang (Price,

2006). Pada beberapa keadaan trauma musculoskeletal, sering fraktur dan

dislokasi terjadi bersamaan, dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan

yang normal antara keua permukaan sendi secara komplit/lengkap. Fraktur

dislokasi diartikan dengan kehilangan hubungan yang normal antara kedua

permukaan sendi disertai fraktur tulang persendian tersebut.2,3

Berdasarkan etiologinya, fraktur diklasifikasikan sebagai berikut :

1) Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang

dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma

tersebut sehingga terjadi patah.

2) Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat

kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada tulang yang

lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali tampak

penurunan densitas.

3) Fraktur stress : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu

tempat tertentu.

11
Secara umum, keadaan fraktur secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

a) Fraktur tertutup : fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit

sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai

hubungan dengan dunia luar.

b) Fraktur terbuka : fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar

melalui luka pada kulit dan jaringan lunak depat berbentuk from within (dari

dalam) atau fram without (dari luar). Secara klinis pembagian derajat patah

tulang terbuka dipakai klasifikasi menurut Gustilo dan Anderson, yaitu:

1. Patah tulang terbuka derajat 1

Garis patah sederhana dengan luka kurang atau sama dengan 1 cm bersih

2. Patah tulang terbuka derajat II

Garis patah sederhana dengan luka > 1 cm, bersih, tanpa kerusakan

jaringan lunak yang luas atau terjadinya flap atau avulsi

3. Patah tulang terbuka derajat III

Patah tulang yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak luas termasuk

kulit, otot, syaraf, pembuluh darah. Patah tulang ini disebabkan oleh gaya

dengan kecepatan tinggi. Masalah yang berkaitan dengan patah tulang

derajat III:

- Patah tulang segmental dengan tanpa memperhatikan besarnya luka. Ini

terjadi oleh karena gaya dengan kecepatan tinggi.

- Luka tembak.

- Kotor, terjadi di sawah atau tempat kotor.

- Gangguan neurovaskuler.

12
- Amputasi traumatika.

- Lebih dari 8 jam.

Secara sistematis, Gustilo membaginya lagi dalam:

 Derajat IIIA : bila patah tulang masih dapat ditutup dengan jaringan

lunak.

 Derajat IIIB : tulang terbuka, tidak ditutup dengan jaringan lunak,

sebab jaringan lunak termasuk periosteum, sangat berperan dalam

proses penyembuhan. Pada umumnya terjadi kontaminasi serius.

 Derajat IIIC : terdapat kerusakan pembuluh darah arteri.

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan local dan perubahan warna.

Gejala fraktur menurut Reeves adalah :

- Nyeri pada daerah fraktur dikarenakan adanya efek mekanis yang

menyebabkan hilangnya kontinuitas jaringan, sehingga timbulnya mobilitas

yang bersifat patologis dan hilangnya fungsi tulang sebagai organ penyangga.

Sehingga menimbulkan rasa nyeri yang sangat. Ketika terjadi kerusakan

jaringan atau gangguan metabolisme jaringan yang menimbulkan rangsang

yang cukup maka akan menyebabkan rasa nyeri. Kemudian akan dilepaskan

senyawa-senyawa tubuh dari sel-sel yang rusak, yang disebut mediator nyeri,

yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri. Mediator nyeri tersebut antara

lain ion H+, ion K+, histamin, asetilkolin, serotonin, bradikinin, dan prostaglan,

spasme otot yang menyertai merupakan pertahanan tubuh untuk meminimalkan

pergeseran fragmen tulang.

13
- Setelah terjadi fraktur, pergeseran tulang atau fragmen pada ekstremitas

tampak menyebabkan deformitas.

- Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya akibat

kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering

kali melingkupi fragmen lainnya sampai 2,5 – 5 cm.

- Saat bagian fraktur diperiksa dan dilakukan perabaan dapat ditemukan adanya

krepitasi yang muncul karena gesekan antara fragmen satu dengan yang

lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jarngan lunak yang lebih

berat.

- Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat

trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

3.3 Fraktur Intertrochanter Femur

Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang

pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular.2

Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :

1. Fraktur intrakapsuler

a. Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula

b. Melalui kepala femur

c. Hanya dibawah kepala femur

d. Melalui leher dari femur

2. Fraktur ekstrakapsuler

a. Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih

besar atau yang lebih kecil atau pada daerah intert rochanter.

14
b. Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2

inci dibawah trochanter kecil.

Klasifikasi fraktur intertrochanter femur dibagi menjadi 4 stadium :

Gambar 3.2 Klasifikasi Fraktur Intertrochanter

Tipe 1: fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa

pergeseran; Tipe 2: fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran

trokanter minor; Tipe 3: fraktur disertai fraktur komunitif; Tipe 4: fraktur

disertai fraktur spiral.

3.3.1 Diagnosis Fraktur Intertrochanter Femur

1. Anamnesis

Anamnesis dasar harus ditanyakan seperti keluhan akhir-akhir ini dan

deskripsi lengkap dari keluhan tersebut. Ditanyakan juga mengenai apakah

gejala-gejala tersebut berhubungan dengan olahraga tertentu atau pada

aktivitas tertentu atau pada kondisi trauma. Beberapa hal penting yang

perlu ditanyakan :

- Riwayat menstruasi harus ditanyakan pada wanita. Amenorrhea

sering berhubungan dengan penurunan level serum estrogen.

Kurangnya estrogen dapat mencetuskan penurunan massa tulang.

15
- Kebiasaan makan yang buruk dapat menimbulkan gangguan sistem

endokrin, kardiovaskular dan gastrointestinal, dapat menyebabkan

kehilangan massa tulang yang irreversibel.

2. Pemeriksaan Fisik

 Inspeksi

Observasi wajah pasien yang tampak menahan sakit, gaya berjalan yang

tidak seperti orang biasa. Pasien dengan displaced fraktur collum femur

biasanya tidak dapat berdiri atau biasanya dibawa dengan tempat tidur.

Perhatikan puncak iliaca kanan dan kiri apakah ada perbedaan.

Alignment dan panjang dari ekstremitas biasanya tampak memendek

pada kaki yang fraktur, selain itu juga tampak terputar ke arah luar

(eksorotasi). Lihat juga apakah terjadi atrofi otot pada kaki yang

mengalami fraktur.

 Palpasi

Tentukan titik nyeri tekan di region panggul dan inguinal bagian depan.

Pada stress fracture biasanya didapatkan nyeri tekan tulang stempat,

namun biasanya juga tidak ditemukan nyeri tekan.

 Range of Motion

ROM sendi panggul ditentukan dari fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,

endorotasi, eksorotasi. Pada fraktur collum femur biasanya ditemukan

nyeri dan keterbatasan pada gerakan pasif.

16
 Pemeriksaan Sensoris

Selama dilakukan pemeriksaan sensoris, penurunan atau hilangnya

sensibilitas dapat mengindikasikan atau menyingkirkan adanya

kerusakan saraf.

 Kekuatan Otot

Penentuan kekuatan otot secara manual sangatlah penting untuk

dilakukan apakah terdapat kelemahan ataukah lokasi kelemahan itu

berfungsi dengan cedera saraf. Tes fleksi (L2, L3), ekstensi (L5, S1,

S2), abduksi (L4, L5, S1) dan adduksi (L3,L4).

3. Pemeriksaan Radiologi – Foto Xray

Foto polos merupakan tindakan awal yang sering dilakukan untuk

mengetahui fraktur panggul. Tujuan foto polos untuk mengidentifikai letak

dan luasnya fraktur atau menyingkirkan adanya fraktur. Pemeriksaan

standar pada panggul meliputi foto AP pelvis dan foto Lateral.

 Tata Laksana

1. Terapi konservatif

– Proteksi

– Immobilisasi saja tanpa reposisi

– Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

– Traksi

2. Terapi operatif

– ORIF

Penatalaksanaan dimulai secepat mungkin setelah terjadinya

trauma. Cegah semua pergerakan tungkai dan lakukan imobilisasi.

17
Segera lakukan foto x-ray dengan posisi antero-posterior dan lateral.

Hasil foto x-ray digunakan patokan untuk diagnosis dan tindakan

selanjutnya. Bila memungkinkan dilakukan reduksi dan fiksasi pada

fraktur pada 12 jam pertama dan tidak melebihi 24 jam.

3. Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :

Waktu Treatment
Tindakan pencegahan
Menghindari passive ROM

Range of Motion (ROM)


Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi,
ekstensi, abduksi dan adduksi

Kekuatan otot
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps

Hari pertama sampai Aktivitas fungsional


1 minggu Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika
weight bearing, ekstremitas yang dipengaruhi,
digunakan selama transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.

Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang
stabil. Toe-touch sampai partial weight bearing atau
non-weight bearing untuk fraktur tidak stabil.

18
Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa
bantuan.
Menghindari passive ROM.

Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan
mencapai 900.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan
hamstrings.
2 Minggu
Aktivitas fungsional
Tergantung pada weight bearing, patien melakukan
tranfer stand-pivot atau menggunakan ekstremitas
tang dterkena selama transfer. Untuk ambulasi,
menggunakan alat bantu.

Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai
toleransi. Non-weight bearing sampai partial weight
bearing, sampai toe-touch untuk fraktur yang tidak
stabil.

Tindakan pencegahan
Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.

4 sampai 6 minggu Range of Motion


Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan

19
hamstrings. Active resistive exercise pada
quadriceps, glutei dan hamstrings, jika gerak sendi
mempuntai toleransi yang baik.

Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot
atau weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas
yang terkena selama transfer. Ambulasi dengan alat
bantu.
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang
stabil. Partial weight bearing, non-weight bearing
sampai toe-touch untuk fraktur yang tidak stabil.

Tindakan pencegahan
Tidak ada
Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai
passive ROM dan pemanasan pada hip dan knee.

Kekuatan otot
Progressive resistive exercises pada hip dan knee.
8 sampai 12 minggu
Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi
dengan weight bearing sesuai toleransi atau weight
bearing yang penuh selama transfer dan ambulasi.
Menghentikan penggunaan alat bantu.

Weight bearing
Penuh
12 sampai 16 minggu Tidak berubah

20
 Komplikasi fraktur
Komplikasi lokal pada fraktur dapat timbul secara dini maupun lanjut
Komplikasi dini pada fraktur
 Tulang : infeksi
 Jaringan lunak
 Otot dan tendon robek
 Cedera vaskular
 Cedera saraf
 Sendi
 Hemartrosis dan infeksi
 Cedera ligament
Komplikasi lanjut pada fraktur
 Tulang
 Nekrosis avaskular
 Delayed union dan non-union
 Mal-union
 Jaringan lunak
 Tendinitis dan rupture tendon
 Tekanan dan terjepitnya saraf
 Sendi
 Kekakuan
Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko
menderita penyakit tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama
halnya pada fraktur colum femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan non-
union minimal, karena suplai darah yang baik pada regiofemur.7

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Corso P, Finkelstein E, Miller T, Fiebelkorn I, Zaloshnja E. 2006. Incidence


and lifetime costs of injuries in the United States. Inj Prev. 12(4):212-218.
2. Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi7. Jakarta: Widya Medika.
3. Apley G., Solomon L. 2010. apley’s System of Orthopedies and Fractures. 9th
edition. Butterworth-Heinemann Ltd. Oxford.
4. Parahita, Putu Sukma. 2010. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Cedera
Fraktur Ekstremitas. Udayana Medicine Journal vol. 1(1) : pp 1-18.
5. Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 3rd Ed.
Lippincott Williams & Wilkins, 2002. Hal: 319-28.
6. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier
Saunders, 2010. Hal: 251-7.
7. Pratt, E. et al. 2001. Open Reduction and Internal Fixation. In Rehabilitation
for The Post Surgical Orthopedic Patient. Missouri: Mosby Elsevier. Pp 309-
13

22

Anda mungkin juga menyukai