Anda di halaman 1dari 26

Anamnesa

 Identitas Pasien

 Nama : Ny. B

 Usia : 73 Tahun

 Jenis kelamin : Perempuan

 Alamat : Wajak, Kab. Malang

 Status : Menikah

 Pendidikan : tidak tamat sekolah

 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

 Agama : Islam

 Suku : Jawa

 No. register : 4100XX


 Keluhan Utama

 Mata kanan cedut-cedut

 Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata kanan cedut cedut
sejak 2 tahun yang lalu, keluhan hilang timbul disertai penurunan
penglihatan secara perlahan, tidak pernah mata merah sebelumnya,
tidak ada nyeri kepala, tidak mual muntah, air mata keluar terus
menerus, kadang kadang terasa gatal di mata sehingga pasien
menggosok dengan tangan, dan adanya cairan kekuningan dan
lengket.
 Riwayat Penyakit Dahulu: DM (-), HT
(+), infeksi di mata (-), katarak mata kanan
(-).
 Riwayat Terapi: disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga: (-)
 Riwayat alergi : disangkal
Pemeriksaan fisik
 Keadaan Umum : baik

 Kesadaran : compos mentis

 Vital Sign :-

 Status Generalis

 Kepala/Leher

 Kepala: (mata di status lokalis), tidak didapatkan kelainan

 Leher : tidak ada kelainan

 Thorax

 Cor : ictus cordis mid clavicular line sinistra, batas jantung kanan
parasternal line sinistra, murmur (-), s3 gallop (-)

 Pulmo: simetris, sonor, vesikuler,ronkhi/wheezing (-)

 Abdomen : supel, tidak nyeri tekan, tanda cairan bebas (-), BU Normal

 Ekstremitas Superior/Inferior: oedem (-), hangat,


Pemeriksaan dengan senter
LP - AV LP +
N+1/P TIO N

Kedudukan
Orthoforia
Pergerakan
Edema (-) ptosis +, nyeri tekan (-), lagoftalmus (-), P Edema (-) ptosis -, nyeri tekan (-), lagoftalmus
ektropion (-), entropion (-), sekret mukopurulen + (-), ektropion (-), entropion (-),sekret -

Injeksi konjungtiva- injeksi silier -Edema (-), CB Injeksi konjungtiva- injeksi silier -, edema –,

keruh, edema (-), sikatriks (+) C Bulat, jernih, edema (-), keratik presipitat (-
),infiltrat (-) , sikatriks (-)

Tidak dapat dievaluasi COA Jernih,sel/flare (-) hipopion (-), hifema (-),

Tidak dapat dievaluasi I/P Bulat, sentral, refleks cahaya +, diameter ±


3mm
Tidak dapat dievaluasi L Keruh seluruh lensa
Tidak dapat dievaluasi V Tidak dapat dievaluasi
Tidak dapat dievaluasi R Tidak dapat dievaluasi
Pemeriksaan Penunjang

 Gonioskopi

Diagnosis

 Diagnosis Banding (OD) :

 Katarak

 Neuritis retrobulbar

 Neuritis optik

 Diagnosis Kerja (OD) : Glaukoma absolut

 Diagnosis Kerja (OS) : Katarak sinilis matur


Penatalaksanaan

Medikamentosa

 Sistemik :

 Asetazolamid 250 mg tablet setiap 4 jam.

 Topikal :

 Pilokarpin 2 % setiap setiap 1 jam

 Bralifex setiap 4 jam sekali

 Cendo timol 0,5% 2 kali sehari

Prognosis

 Ad vitam: ad bonam

 Ad Functionam: dubia ad malam

 Ad Sanationam: dubia ad malam


Anatomi mata
anatomi segmen anterior dan aliran
aqueous humor
Glaukoma absolut
 adalah Stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana
sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata
sehingga memberikan gangguan fungsi lanjut.
Epidemiologi
 angka kebutaan di Indonesia: peringkat pertama di Asia
Tenggara.
 mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang.
 kebutaan disebabkan oleh:
 katarak (0,78%)
 glaukoma (0,2%)
 kelainan refraksi (0,14%) dan
 penyakit lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%)
Patofisiologi
 Pada glaukoma tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu dinamika tekanannya
diperlukan sekali. Dinamika ini saling berhubungan antara tekanan, tegangan dan regangan (
Pertiwi; Friyeko S, 2010).
 Tekanan
 Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa dinding
korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila penekan pada sklera
tidak benar.
 Tegangan
 Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan ketebalan.Tegangan yang rendah dan
ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama pada papiloptik ketimbang
sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur naik dapat mengalami robekan
dibawah otot rektus lateral.
 Regangan
 Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri. Tingginya tekanan
intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus humor oleh badan siliar dan
pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus humor melalui sudut bilik mata depan
juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan
kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera ( Pertiwi; Friyeko S, 2010).
 Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti
bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan
korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan
degenerasi hialin (Vaughan, 2007).
 Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus diduga
disebabkan oleh gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan
degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi
pada cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini disebabkan
oleh peninggian tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara
mekanik menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya
tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih
kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf
optik.Serabut atau sel syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira
1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata naik serabut syaraf ini akan tertekan
dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut akan mengakibatkan hilangnya
penglihatan yang permanen (Vaughan, 2007; Ames et al, 2006).
 Terdapat beberapa macam pembagian glaukoma yakni berdasarkan kondisi anatomi sudut pada kamera
okuli anterior, penyebab, dan visus penderitanya. Pembagian berdasarkan kondisi anatomi terbagi menjadi
sudut terbuka dan sudut tertutup. Sudut terbuka atau yang lebih dikenal dengan Open Angle Galucoma
yakni glaukoma dengan sudut COA dalam umumnya terjadi secara kronis. Sudut tertutup yakni
glaukoma yang terjadi pada mata dengan sudut COA dangkal, umumnya terjadi serangan akut pada
glaukoma dengan sudut tertutup. Namun apabila tidak diobati berkembang menjadi glaukoma kronis
(Ilyas, 2011; Vaughan, 2007; Wong, 2001).
 Pembagian menurut penyebabnya yakni primer, sekunder, dan tersier. Glaukoma primer yakni glaukoma
yang terjadi pada mata yang sebelumnya tidak ditemukan kelainan/penyakit. Sedangkan pada glaukoma
sekunder didapatkan faktor penyebab atau faktor resiko yang mendasari. Misalkan pada katarak akan
menyebabkan dua macam glaukoma tergantung pada tahapannya. Pada fase imatur, lensa relatif
membesar hal ini dapat menyebabkan blok pupil, aliran aquos terganggu dan menyebabkan iris terdorong
ke depan akhirnya dapat terjadi glaukoma sudut tertutup. Sedangkan pada fase matur akan terjadi
proteolisis di mana protein-protein yang dilepaskan akan mennyumbat trabekular meshwork. Pada
keadaan tersebut glaukoma yang terjadi adalah glaukoma sekunder dengan sudut terbuka. Glaukoma
sekunder juga dapat terjadi pada penggunaan tetes mata steroid jangka waktu lama, dislokasi lensa, pasca
trauma, pasca operasi, dam seclutio pupil pasca uveitis. Terakhir yakni glaukoma kongenital yakni
glaukoma yang ditemukan pada usia baru lahir sampai awal kanak-kanak. Dapat terjadi akibat gangguan
pertumbuhan struktur pada COA dan aniridia (Ilyas, 2011; Vaughan, 2007; Wong, 2001).
 Glaukoma absolut yakni semua glaukoma dengan visus persepsi cahaya negatif. Dapat terjadi pada semua
jenis glaukoma (primer-sekunder-kongenital dan sudut mata terbuka ataupun tertutup). Glaukoma akut
dapat menyebabkan Glaukoma absolut terjadi akibat kerusakan papil nervus II tahap lanjut, kerusakan
lapisan serat syaraf retina serta gangguan vaskularisasi pada serat-serat syaraf tersebut (Ilyas, 2011;
Vaughan, 2007; Wong, 2001).
Manifestasi klinis
 kerusakan papil nervus II

 TIO tinggi

 penurunan visus: light perception negatif.

 Penyempitan lapang pandang


 Penatalaksanaan Glaukoma
 Terapi Medikamentosa
 1. Supresi pembentukan aqueous humour
 Penghambat adrenergik beta bekerja dengan mengurangi produksi humour aqueous. Preparat yang tersedia atara lain adalah timolol
maleat 0,25% dan 0,5%. Betaxolol 0,25% dan 0,5%, dan lain–lain. Kontraindikasi utama penggunaan obat–obat ini adalah penyakit
obstruksi jalan napas kronik, terutama asma, dan defek hantaran jantung. Betaxolol dengan selektivitas relatif tinggi terhadap reseptor
β1 lebih jarang menimbulkan efek samping respiratorik, tetapi obat ini juga kurang efektif dalam menurunkan TIO. Depresi,
kebingungan, rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat adrenergik beta topikal. Frekuensi timbulnya efek sistemik dan
tersedianya obat–obat lain telah menurunkan popularitas obat penyekat agonis adrenergik alfa adrenergic beta (Vaughan, 2007).
 Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) merupakan yang utamanya menghambat produksi aqueous serta meningkatkan pengeluaran
humor aqueous. Brimonidine dapat digunakan sebagai terapi lini pertama atau tambahan, namun reaksi alergi sering mengakibatkan
reaksi alergi (Vaughan, 2007).
 Larutan Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (dua atau tiga kali sehari) merupakan inhibitor karbonat anhidrase topikal
yang efektif sebagai terapi tambahan, meskipun tidak seefektif inhibitor karbonat anhidrase sistemik. Efek samping utama ialah rasa pahit
sementara dan blefarokonjungtivitis alergi. Dorzolamide juga tersedia dalam kombinasi dengan timolol dalam satu larutan (Vaughan,
2007).
 Inhibitor karbonat anhidrase sistemik yang paling sering digunakan adalah acetazolamide, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid
dan metazolamid yang digunakan pada glaukoma kronis ketika terapi topikal sudah tidak memadai dan pada glaukoma akut dimana
tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan produksi humor aqueous sebesar 40-
60%. Acetazolamide dapat diberikan per oral dalam dosis 125-250 mg sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500 mg
sekali atau dua kali sehari, atau dapat diberikan secara intravena (500 mg). Inhibitor karbonat anhidrase menimbulkan efek samping
mayor yang membatasi penggunaan obat-obat ini untuk erapi jangka panjang (Vaughan, 2007).
 Fasilitasi aliran keluar humor aqueous
 Analog prostaglandin merupakan obat–obat lini pertama atau tambahan yang efektif.
Semua analog prostaglandin dapat menimbulkan hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi
kulit preorbita, pertumbuhan bulu mata, dan penggelapan iris yang permanen (Vaughan,
2007). Obat ini juga sudah jarang dihubungkan dengan reaktivasi uveitis dan herpes
keratitis serta dapat menyebabkan edema macula pada individu dengan predisposisi
(Vaughan, 2007).
 Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor aqueous humour dengan
bekerja pada trabekular meshwork melalui kontraksi otot siliaris. Pilocarpine jarang
digunakan sejak ditemukannya analog prostaglandin, tapi dapat bermanfaat pada sejumlah
pasien. Obat–obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai penglihatan suram,
terutama pada pasien katarak, dan spasme akomodatif yang mungkin menganggu pada
pasien usia muda. Ablasio retina merupakan tindakan yang jarang tapi serius (Vaughan,
2007).
 Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari dapat meningkatkan aliran keluar
humor aqueous humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor
aqueous humor. Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal termasuk refleks
vasodilatasi konjungtiva, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi alergi.
Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema macula sistoid pada afakik dan
vasokonstriksi saraf optik. Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi di
intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epineferin dan dipivefrin jangan digunakan untuk mata
dengan sudut kamera anterior sempit (Vaughan, 2007).
 Penurunan volume vitreus
 Obat–obat hiperosmotik darah menyebabkan menjadi hipertonik sehingga air tertarik
keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus. Selain itu juga terjadi penurunan
produksi humor aqueous. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan
glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke anterior (disebabkan oleh perubahan volume vitreus atau koroid) dan
menimbulkan penutupan sudut (Vaughan, 2007).
 Glycerin (glycerol) oral 1 ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin dicampur dengan jus
lemon adalah obat yang paling sering digunakan, tapi harus berhati–hati bila digunakan pada
pengidap diabetes. Pilihan lain adalah isosorbide oral dan urea intravena atau manitol
intravena (Vaughan, 2007).
 Miotik, midriatik, dan siklopegik
 Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam pengobatan
sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior (Vaughan, 2007).
 Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik
(siklopentolat dan atropin). Dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang
(Vaughan, 2007).
 Terapi Bedah dan Laser
 1. Iridektomi dan iridotomi perifer
 Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung
antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan antara
keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neodinium:YAG
atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan bedah iridektomi
perifer (Vaughan, 2007).
 2. Trabekuloplasti laser
 Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui
suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar
humor akueous karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan
kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan
fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacam-
macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung
pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan
pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma.
Pengobatan dapat diulang (Vaughan, 2007).
 Bedah drainase glaukoma
 Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah
menggantikan tindakan-tindakan drainase full thickness misal sklerotomi
bibir posterior, sklerostomi termal, trefin) (Vaughan, 2007).
 Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen
bagi humor aqueous adalah tindakan alternative untuk mata yang tidak
membaik dengan trabekulektomi atau kecil kemungkinannya bereaksi
dengan trabekulektomi. Sklerostomi adalah suatu tindakan baru yang
menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulektomi (Vaughan, 2007).
 Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati glaukoma
kongenital primer yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor
aqueous di bagian dalam jalinan trabekular (Vaughan, 2007).
 Tindakan siklodestruktif
 Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan dekstruksi korpus siliaris
dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan
intraocular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi
tinggi, dan yang paling mutahir, terapi laser neodinium: YAG
thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata tepat
di sebelah posterior limbus untukmenimbulkan kerusakan
korpus siliaris di bawahnya. Juga sedang diciptakan energi
laser argon yang diberikan secara transpupilar dan
transvitreal langsung ke prosessus siliaris. Semua teknik
siklodekstruktif tersebut dapat menyebabkan ftisis dan harus
dicadangkan sebagai terapi bagi glaukoma yang sulit diatasi
(Vaughan, 2007).
 Penatalaksanaan Glaukoma Absolut
 Penatalaksanaan glaukoma absolut dapat ditentukan dari ada tidaknya
keluhan. Ketika terdapat sudut tertutup oleh karena total synechiae dan
tekanan bola mata yang tidak terkontrol, maka kontrol nyeri menjadi tujuan
terapetik yang utama. Penatalaksanaan glaukoma absolut dilakukan dengan
beberapa cara :
 Medikamentosa
 Kombinasi atropin topikal 1% dua kali sehari dan kortikosteroid topikal 4
kali sehari seringkali dapat menghilangkan gejala simtomatis secara adekuat.
Kecuali jika TIO lebih besar dari 60 mmHg. Ketika terdapat edema kornea,
kombinasi dari pemberian obat-obatan ini dilakukan dengan bandage soft
contact lens menjadi lebih efektif. Namun bagaimanapun, dengan pemberian
terapi ini, jika berkepanjangan, akan terdapat potensi komplikasi. Oleh
karena itu, pada glaukoma absolut, pengobatan untuk menurunkan TIO
seperti penghambat adenergik beta, karbonik anhidrase topikal, dan
sistemik, agonis adrenergik alfa, dan obat-obatan hiperosmotik serta
mencegah dekompensasi kornea kronis harus dipertimbangkan (Skorin,
2004).
 Prosedur Siklodestruktif
 Merupakan tindakan untuk mengurangi TIO dengan merusakan bagian dari epitel sekretorius dari siliaris.
Indikasi utamanya adalah jika terjadinya gejala glaukoma yang berulang dan tidak teratasi dengan
medikamentosa., biasanya berkaitan dengan glaukoma sudut tertutup dengan synechia permanen, yang
gagal dalam merespon terapi. Ada 2 macam tipe utama yaitu : cyclocryotherapy dan cycloablasi laser dgn
Nd:YAG (Khurana, 2005).
 Cyclocryotherapy dapat dilakukan setelah bola mata dianaestesi lokal dengan injeksi retrobulbar. Prosedur
ini memungkinkan terjadinya efek penurunan TIO oleh karena kerusakan epitel siliaris sekretorius,
penurunan aliran darah menuju corpus ciliaris, atau keduanya. Hilangnya rasa sakit yang cukup berarti
adalah salah satu keuntungan utama cyclocryotheraphy (Khurana, 2005).
 Dengan Cycloablasi menggunakan laser Nd:YAG, ketika difungsikan, sinar yang dihasilkan adalah berupa
sinar infrared. Laser YAG dapat menembus jaringan 6 kali lebih dalam dibandingkan laser argon sebelum
diabsorbsi, hal ini dapat digunakan dalam merusak trans-sklera dari prosesus siliaris (Khurana, 2005).
 Injeksi alkohol
 Nyeri pada stadium akhir dari glaukoma dapat dikontrol dengan kombinasi atropin topikal dan
kortikosteroid atau, secara jarang, dilakukan cyclocryotheraphy. Namun demikian, beberapa menggunakan
injeksi alkohol retrobulbar 90% sebanyak 0,5 ml untuk menghilangkan nyeri yang lebih lama. Komplikasi
utama adalah blepharptosis sementara atau ophtalmoplegia eksternal (Khurana, 2005).
 Enukleasi bulbi
 Secara jarang, enukleasi dilakukan bila rasa nyeri yang ditimbulkan tidak dapat diatasi dengan cara lainnya
(Khurana, 2005).

Anda mungkin juga menyukai