Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

OSTEOARTHRITIS

OLEH:
Citra Annisa Fitri
11120192082

PEMBIMBING:
dr. Indah Lestari, Sp. PD, FINASIM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Citra Annisa Fitri


NIM : 11120192082
Judul Case : Osteoarthritis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Mei 2020

Pembimbing,

dr. Indah Lestari, Sp. PD, FINASIM


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan

rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus yang

berjudul ”Osteoarthritis”. Penulisan laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu

syarat untuk mengikuti ujian Program Studi Profesi Dokter di bagian

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RS Bhayangkara Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini terdapat

banyak kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dan berbagai

pihak dan dokter dan konsulen, akhirnya penyusunan laporan kasus ini dapat

terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada dr. Indah Lestari, Sp.PD, FINASIM, selaku pembimbing

dalam penyusunan laporan kasus ini dalam memberikan motivasi, arahan, serta

saran-saran yang berharga kepada penulis selama proses penyusunan. Terima

kasih pula yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang secara langsung

maupun tidak langsung turut membantu penyusunan laporan kasus ini.

Makassar, Mei 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan


dengan kerusakan kartilago sendi. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih
sering mengenai wanita dan merupakan penyebab tersering pada penyebab
disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih daripada 65 tahun.1
OA adalah bentuk artritis yang paling umum dan salah satu penyebab
utama kecacatan. Penyakit sendi degeneratif dan progresif ini memengaruhi
sekitar 250 juta orang di seluruh dunia dan lebih dari 27 juta orang di Amerika
Serikat. Lansia (sekitar 35% dari pasien berusia di atas 65 tahun) wanita, pasien
dengan obesitas dan orang Afrika-Amerika adalah populasi dengan risiko
tertinggi terkena OA. Prevalensi Osteoartritis di Indonesia cukup tinggi yaitu 5%
pada usia > 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun. 2
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoarthritis sudah
cukup memberikan gambaran diagnostik yang baik. OA berkaitan dengan
kerusakan pada kartilago sendi, vertebra, panggul, lutut. MRI adalah modalitas
pilihan untuk mengidentifikasi kehilangan tulang rawan. Efusi dan kista lebih baik
ditunjukkan dengan MRI.3
Pengelolaan pasien dengan OA bertujuan untuk untuk menghilangkan
keluhan, mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan
meningkatkan kualitas hidup serta menghambat progresivitas penyakit dan
mencegah komplikasi. Terapi non farmakologis ialah terdiri dari (edukasi, terapi
fisik, diet/penurunan berat badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal,
sistemik, kondroprotektif dan biologik) dan pembedahan.4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Tanggal Lahir :-
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Alamat :-
Tanggal Masuk :-
II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Nyeri Lutut
B. Keluhan Tambahan
Tidak terdapat dalam jurna;
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri lutut sebelah kiri setelah
petani mengalami kecelakaan kerja di lutut kirinya saat ia turun dari
tangga 1 bulan yang lalu saat bekerja di ladang kastanye.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
 Tidak terdapat dalam jurnal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
F. Riwayat Pengobatan
Tidak terdapat dalam jurnal

III. Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan umum :-
B. Kesadaran :-
C. Vital sign : TD =- Respirasi = -
Nadi = - Suhu = -
D. Status Generalisata
1. Kepala : Tidak dijelaskan dalam jurnal
2. Mata : Tidak dijelaskan dalam jurnal
3. Hidung : Tidak dijelaskan dalam jurnal
4. Telinga : Tidak dijelaskan dalam jurnal
5. Mulut : Tidak dijelaskan dalam jurnal
6. Leher : Tidak dijelaskan dalam jurnal
7. Thorax : Tidak dijelaskan dalam jurnal
8. Abdomen
Inspeksi : Tidak dijelaskan dalam jurnal
Auskultasi : Tidak dijelaskan dalam jurnal
Perkusi : Tidak dijelaskan dalam jurnal
Palpasi : Tidak dijelaskan dalam jurnal
9. Ekstremitas : Tidak dijelaskan dalam jurnal

IV. Pemeriksaan Penunjang


Radiologi :
Pemeriksaan pertama di UGD (2007) = Radiologi X-Ray
- Menunjukkan kesan Osteoarthritis Genu Sinistra
Pemeriksaan ke-2 di UGD ( 2 bulan kemudian/ 2007) = Radiologi MRI
- Menunjukkan kesan Severe Knee Osteoarthritis

V. Diagnosis Kerja
Osteoarthritis Genu

VI. Terapi
 Edukasi Arthroscopic lateral lutut kiri dan Arthroplasty lutut kiri
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degenerative dimana
keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis melibatkan
kartilago, lapisan sendi, ligament dan tulang. OA terkait dengan penuaan dan
kemungkinan akan tetap mempengaruhi sendi yang terus-menerus terpapar faktor
resiko sepanjang tahun sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi. 5,6

OA adalah suatu kelainan sendi dimana terjadi proses pelemahan dan


disintegrasi dari tulang rawan sendi yang disertai dengan pertumbuhan tulang dan
tulang rawan baru pada sendi. Kelainan ini merupakan suatu proses degeneratif
pada sendi yang dapat mengenai satu atau lebih sendi.5,6

2.2. EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO, prevalensi OA di seluruh dunia pada pria adalah 9,6% dan
pada wanita berusia di atas 60 tahun sebanyak 18%. Sementara di Indonesia,
prevalensi OA pada usia 61 tahun adalah 5%. Sementara itu, prevalensi OA lutut
masih cukup tinggi di Indonesia, yang menyumbang 15,5% pada pria dan 12,7%
pada wanita dari total populasi Indonesia yang berjumlah 255 juta orang.6,7
OA adalah salah satu dari sepuluh penyakit paling melumpuhkan di negara
maju. Karena sifatnya yang kronis dan progresif, dampak sosial-ekonomi di
banyak negara maju dan berkembang sangat besar.OA merupakan penyakit yang
menyebabkan nyeri hebat dan cacat pada pasien, sehingga mengganggu aktivitas
sehari-hari. Akibatnya, sebanyak 80% memiliki keterbatasan dalam beraktivitas
dan 25% di antaranya bahkan tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari.6,7
OA lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki
yaitu 68,67%. Secara statistik perempuan memiliki body mass index (BMI) diatas
rata-rata dan tingkat obesitas pada wanita adalah 4% dan pada laki-laki 2%. Pada
perempuan menopause, akan terjadi penumpukan lemak terutama pada sendi
bagian bawah dan menyebabkan peningkatan beban pada sendi.6,7
2.3. ETIOPATOGENESIS
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer
dan OA sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya
tidak diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik maupun
perubahan lokal pada sendi. OA sekunder merupakan OA yang didasari oleh
adanya kelainan endokrin, inflamai, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas
mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih banyak
ditemukan daripada OA sekunder.8

Jejas mekanis dan kimiawi pada synovia sendi yang terjadi multifaktorial
antara lain karena faktor umur, stress mekanis atau penggunaaan sendi yang
berlebihan, defek antomik, obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudaayaan.
Jejas mekanis ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang
terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago didalam cairan
synovial sendi yang mengakibatkan terjadinya inflamasi sendi, kerusakan kodrosit
dan nyeri.8

Osteoarthritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan


dengan suatu peningkatan terbatas dari matriks molekul oleh kondrosit sebagai
kompensasi perbaikan. OA terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan
sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi.8

Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi ternyata dapat


melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan
memproduksi matrix baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu
komunikasi antar sel. Faktor ini menginduksi kondrosit untuk mensintesis asama
deoksiribnukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor
pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1), Growth
hormone, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factor
(CSFs).8
Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam proses
perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif
terhadap efek IGF-1. Faktor pertumbuhan TGF- b mmpunyai efek multipel pada
matriks kartilago yaitu merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan, serta
menekan stromelisin, yaitu enzym yang medegradasi proteglikan, meningkatkan
produksi porstaglandin E2 (PGE2) dan melawan efek inihibsi sintesis PGE2 oleh
Interleukin-1 (IL-1).8

Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangaan


metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan inin
cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta
mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi.8

Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas


fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah
subchondral yang menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan
subchondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subchondral yang diketahui menagndung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit.penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari
dilepaskannya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang
menyebabkan radang sendi, peregangan tendo, spasmus otot otot ekstra-artikular
akibat kerja yang berlebihan.8

Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan
periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan
tekaann vena intramedullar pada trabekula dan subkondrial. Selain kondrosit,
sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi sinovitis,
yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami
peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai
sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriksrawan
sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan
ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim
proteolitik.8,9

2.4. FAKTOR RESIKO


Secara garis besar faktor resiko untuk timbulnya OA primer adalah seperti
dibawah ini, namun perlu diingat bahwa masing-masing sendi mempunyai
biomekanik, cedera, dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran
faktor-faktor risiko tersebut untuk masing-masing OA berbeda. Dengan melihat
faktor-faktor risiko ini, maka sebenarnya semua OA individu dapat dipandang
sebagai8 :
a. Faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata
b. Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tak normal pada sendi-
sendi tertentu
Kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin adalah faktor resiko umum yang
penting
Faktor resiko OA sebagai berikut 10,11 :
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur diatas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat
ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan
perubahan pada OA.
2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih
sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan,
di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada laki-laki dan
wanita tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih
banyak pada wanita daripada pada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran
hormonal pada pathogenesis OA.
3. Suku Bangsa
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pad OA nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih
jarang di antara orang-orang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia. OA
lebih sering dijumpai pada orang-orang Amerika asli daripada orang-orang
kulit putih.
4. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari
seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus
Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan
anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering
daripada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa OA tersebut. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen structural lain untuk unsur-
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat
atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecendrungan
familial pada OA tertentu.
5. Kegemukan dan Penyakit Metabolik
Berat badan berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbul OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak
hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga
OA sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa seseorang dengan obesitas berisiko empat kali lipat
untuk terkena osteoarthritis, hipertensi maupun diabetes tipe 2. Hal ini
disebabkan karena sendi-sendi yang menyangga berat tubuh harus bekerja
lebih berat, sehingga mempercepat kerusakan tulang rawan sendi
6. Cedera Sendi, Pekerjaan, dan Olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
(misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko
OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olah raga yang sering
menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi.
Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya OA masih menjadi
pertentangan. Aktivitas-aktvitas tertentu dapat menjadi pre disposisi OA
cedera traumatik yang dapat mengenai sendi. Akan tetapi selain cedera yang
nyata, hasil-hasil penelitian tak menyokong pemakaian yang berlebihan
sebagai suatu faktor untuk timbulnya OA. Meskipun demikian, beban
benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada
orang-orang yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan
perkembangan dan beratnya OA.
7. Kelainan Pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan
dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dnegan timbulnya OA paha pada
usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA
paha pada laki-laki dan ras tertentu.
Faktor Biomekanis12 :
1 Riwayat trauma lutut
Trauma lutut yang aut termasuk robekan pada ligament krusiatum dan
meniscus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut. Studi Framingham
menemukan bahwa ornga dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5-6
kali lipat lebih tinggi untuk menderita OA lutut. Hal tersebut biasanya
terjadi pada kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan
kecacatan yang lama dan pengangguran
2 Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutu anatara lain kelainan local pada sendi lutut
seperti genu varum, genu valgus, legg-calve Perthes disease dan dysplasia
asetubulum. Kelemahan otot quadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi
lutut termasuk kelainan local yang juga menjadi faktor risiko OA lutut.
3 Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat terutama yang
banyak menggunakan kekuatan bertumpu pada lutut dan pinggang.
Prevalensi lebih tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan,
petani dan penambang dibandingkan pekerja yang tidak menggunakan
kekuatan lutut seperti pekerja administrasi. Terdapat hubungan signifikan
anatara pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.
4 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama ( 2 jam atau lebih setiap hari),
berjalan jauh ( 2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10kg-
20 kg) selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setia hari
merupakan faktor risiko OA lutut.

2.5. MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis yang timbul akibat Osteoarthritis antara lain13,14 :
a) Nyeri Sendi
Rasa sakit pada OA sering berhubungan dengan aktivitas Nyeri pada OA tidak
hanya disebabkan oleh perubahan struktural pada persendian yang terkena,
tetapi hasil dari interaksi antara perubahan struktural, mekanisme pemrosesan
nyeri perifer dan sentral.
b) Hambatan Gerak Sendi
Gangguan ini biasnaya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan
dengan bertambahnya rasa nyeri.
c) Kaku Pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas,
seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan
setelah bangun tidur.
d) Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
e) Pembesaran Sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya secara pelahan-lahan
membesar.
f) Perubahan Gaya Berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien
OA pergelangan kaki, tumit, lutut, atau panggul berkembang menjadi pincang.
Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian pasien OA yang umumnya tua.
2.6. DIAGNOSIS
Gejala yang sering muncul pada osteoarthritis adalah nyeri sendi yang
diperburuk oleh aktivitas dan gejala mereda setelah istirahat. Nyeri sendi dari OA
berhubungan dengan aktivitas sendi tersebut. Nyeri dapat terjadi selama atau
setelah aktivitas dan kemudian secara bertahap hilang. Contohnya nyeri lutut atau
pinggul pada aktivitas naik atau turun tangga, nyeri sendi karena menahan beban
saat berjalan.15

Pada tahap awal penyakit, nyeri episodik sering dipicu setelah satu atau dua
hari penggunaan yang terlalu aktif dari sendi yang sakit, misalnya orang dengan
OA lutut yang melakukan olahraga lari jarak jauh dan beberapa hari kemudian
timbul rasa nyeri pada sendi. Seiring proses berjalannya penyakit, rasa nyeri
menjadi terus menerus dan bahkan mengganggu di malam hari. Gejala kaku sendi
pada pagi hari cukup umum dijumpai, durasinya berkaitan dengan keparahan
penyakit. Kekakuan sendi bisa terjadi setelah tidak melakukan aktivitas selama
beberapa jam. Pada pemeriksaan muskuloskeletal mungkin ditemukan edema,
deformitas, krepitasi, dan terbatasnya pergerakan sendi. Nyeri tekan pada
umumnya ditemukan di sekitar persendian. 15

Berdasarkan Pemeriksaan Fisik12 :

Pada pemeriksaan fisik dari osteoartritis dapat ditemukan ketegangan lokal


dan pembengkakan jaringan tulang atau jaringan lunak. Krepitus tulang (sensasi
tulang bergesekan dengan tulang, yang ditimbulkan gerakan sendi) merupakan
karakteristik osteoartritis. Pada perabaan dapat dirasakan peningkatan suhu pada
sendi. Pada tingkat lanjut osteoartritis, dapat terjadi deformitas berat ( misal pada
osteoartritis lutut, kaki menjadi berbentuk O atau X), hipertrofi (pembesaran)
tulang, subluksasi, dan kehilangan pergerakan sendi (Range of Motion,ROM).
Pada saat melakukan gerakan aktif atau digerakkan secara pasif. Adapun
predileksi osteoartritis adalah pada sendi-sendi tertentu seperti carpometacarpal I,
matatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut (tersering) dan paha.
Perubahan gaya berjalan juga dapat ditemukan.12

Tidak ada tes darah rutin diindikasikan untuk pemeriksaan pasien dengan
OA kecuali terdapar gejala dan tanda arthritis inflamasi. Pemeriksaan cairan
sinovial sering lebih membantu diagnosis daripada foto sinar-x. Jika jumlah cairan
sinovial putih adalah> 1000/L. 15

2.7. DIAGNOSIS BANDING


Terdapat beberapa diagnosa banding dalam hal mendiagnosa osteoarthritis.
Dengan gejala dan gambaran radiologis yang hampir sama. Beberapa diagnosa
banding osteoartritis yang sering dijumpai adalah :
1. Rheumatoid arthritis
2. Septic arthritis
3. Gout arthritis
4. Spondyloartropati
5. Tendinopati

2.8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoarthritis sudah
cukup memberikan gambaran diagnostik yang baik. MRI adalah modalitas pilihan
untuk mengidentifikasi kehilangan tulang rawan. Efusi dan kista lebih baik
ditunjukkan dengan MRI.8
 Penyempitan celah sendi yang sering kali asimetris
 Peningkatan densitas (sclerotic) tulang subkondral
 Kista tulang
 Pembentukan osteofit dan pertumbuhan tulang yang lambat
 Osteofit pada pinggir sendi
 Perubahan struktur anatomi sendi
Gambar 2.1 Osteoarthritis of the Hip. Ciri-ciri osteoartritis ditunjukkan di pinggul kanan pasien
ini. Ada pembentukan osteofit marginal (panah putih solid), suatu proses dimana terdapat
transformasi osseous dari ekskresi kartilaginosa, dan metaplasia sel-sel lapisan sinovial terkemuka
untuk produksi tonjolan tulang di atau dekat sendi. Ada juga sklerosis subkondral (panah hitam
pekat), yang mewakili reaksi tulang terhadap tekanan mekanis yang menjadi sasarannya ketika
tulang rawan pelindungnya dihancurkan. Ada juga pembentukan kista subchondral (panah hitam
bertitik).16

Berdasarkan perubahan-perubahan radiografis, secara radiografi OA dapat


digradasi menjadi ringan sampai berat dengan kriteria Kellgren dan Lawrence17:
1. Grade 0 : tidak ada kelainan radiografi
2. Grade 1 : Meragukan, gambaran sendi normal, terdapat osteofit minimal
3. Grade 2 : Minimal, osteofit sedikit pada tibia dan patella dan permukaan
sendi menyempit asimetris
4. Grade 3 : Moderate, adanya osteofit pada beberapa tempat, permukaan
sendi menyempit, tampak sclerosis subkondral
5. Grade 4 : Berat, adanya osteofit yang besar, permukaan sendi menyempit
secara komplit, sclerosis subkondral berat, dan kerusakan permukaan sendi
Gambar 2.2 Kallgreen-Lawrence grading scale17
2.8. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak berguna. Darah
tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas baats normal.
Pemeriksaan Imunlogi (ANA, Faktor reumatoid dan komplemen) juga
normal. Pada OA yang disertai peradangan mungkin dapat ditemukan
penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan
sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.8

2.9. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana OA berdasar atas distribusinya (sendi yang terkena) dan berat
ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal 18,19:
1. Terapi non-farmakologis
Tujuan utama dari manajemen pasien dengan OAadalah mengontrol rasa sakit
dan membawa peningkatan fungsidan kualitas hidup terkait kesehatan, dengan
menghindari racunefek farmakologis.8,18,19
a) Edukasi :Agar pasien mengetahui sedikit seluk beluk penyakitnya,
bagaimana menjaganya agar tidak bertambah parah serta persendiannya
tetap dapat dipakai. pendidikan pasien, olahraga, kontak pribadi, fisioterapi,
alat bantu, patela menekan alas kaki yang tepat dan intervensi bedah
mungkin diperlukan.
b) Terapi Fisik dan Rehabilitasi :Terapi ini untuk melatih pasien agar
persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi
sendi yang sakit.Penurunan Berat Badan :Berat badan yang berlebihan
ternyata merupakan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh
karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apaila
berat badan berlebihan, maka harus diusahan penurunan berat badan, bila
mungkin mendekati berat badan ideal
c) Penurunan Berat Badan :Berat badan yang berlebihan ternyata merupakan
faktor yang akan memberat pada penyakit OA. Oleh karenanya,berat badan
harus selalu dijaga agar tidak berlebihan, maka harus diusahakan penurunan
berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.
2. Terapi Farmakologik
Tahap kedua Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi
nonfarmakologi diatas) 18,19 :
• Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan
salah satu obat berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian
obat tersebut:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS).
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki
risiko pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit
komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat
perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau
antikoagulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
• Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan
pemberian obat pelindung gaster (gastro- protective agent). Obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis
analgesik rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya
bila dengan dosis rendah respon kurang efektif.
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi,
aspirasi dan tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya
triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk penanganan nyeri jangka
pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan, selain pemberian
obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS).
• Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan
utama dalam penanganan OA. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra
artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan
viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan
penyakit.18.19
1) Kortikosteroid (triamsinolone hexacetonide dan methyl
prednisolone)
Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi
dengan keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif
terhadap pemberian OAINS. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat
dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar
literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali
dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar
penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50
mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan
dosis 10 mg. 18,19
2) Viskosuplemen: Hyaluronan
Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular weight
dan low molecular weight atau tipe campuran. Penyuntikan intra
artikular viskosuplemen ini dapat diberikan untuk sendi lutut.18,19
Cara pemberian: diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan
interval satu minggu (2 sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis low
molecular weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali
pemberian dengan interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran).18,19

Analgesik oral dan topikal non-opoid dapat diterapkan pada analgesik kulit.
Untuk pasien yang tidak responsif terhadap pemberian ini, penggunaan obat
antiinflamasi non steroid (NSAID) dianggap tepat. Suntikan kortikosteroid
direkomendasikan untuk pasien dengan OA lutut, terutama ketika tanda-tanda
peradangan lokal dengan efusi sendi hadir. Pasien dengan gejala OA lutut yang
parah mungkin memerlukan intervensi bedah mis. osteotomy atau arthopathy
sendi local.18,19
a) Analgesik Oral Non Opiat :Pada umumnya pasien telah mencoba untuk
mengobati sendiri penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan yang dijual bebas
yang mampu mengurangi rasa sakit.18,19
b) Analgesik Topikal :Analgesik topikal dengan mudah dapat kita dapatkan
dipasaran dan banyak sekali yang dijual bebas. Pada umumnya pasien
telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum memakai obat-obat peroral
lainnya 18,19:
1. Krim rubefacients dan capsaicin : Beberapa sediaan telah tersedia di
Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat counter irritant.
2. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan
campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang
dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
c) Obat Anti Inflamasi Non Steroid : pemberian OAINS, oleh karena obat
golongan ini disamping mempunyai efek analgetik juga memiliki efek anti
inflamasi. Oleh karena pasien OA kebanyakan berusia lanjut, maka
pemberian obat ini harus hati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek
sampingnya minimal dan dengan cara pemakaian yang sederhana. Obat ini
membantu meredakannyeri dan bengkak. Jenis OAINS termasuka aspirin,
ibuprofen dan naproxen. Namun, penggunaan jangka panjang OAINS
dapat menyebabkan masalah lambung seperti ulkus dan pendarahan.18,19
d) Chondroprotective Agent :Yang dimaksud dengan Chondroprotective
Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan
tulang rawan sendi pada pasien OA. Sampai saat ini yang termasuk dalam
kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya18,19 :
 Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime
MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru
dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
 Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease,
elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi.
Pada penelitian Rejholec tahun 1987 pemakaian GAG selama 5 tahun
dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga,
kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik bermakna.
 Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler
sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas
kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme
utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan
enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.
 Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas
enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
 Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak
asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde
dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi
keluhan-keluhan pada pasien OA.
 Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan
utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan
selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek
merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik.
e) Terapi Bedah
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil mengurangi
rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi
yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Bagi penderita dengan OA yang
sudah parah, maka operasi merupakan tindakan yang efektif. Operasi yang
dapat dilakukan antara lain arthroscopic debridement, joint debridement,
dekompresi tulang, osteotomi dan artroplasti.18,19
Algoritme Terapi Osteoarthritis
DAFTAR PUSTAKA
1. S Joewono, I Haryy, K Handono, B Rawan, P Riardi. Chapter 279 :
Osteoartritis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV FKUI 2006. 1195-
1202
2. Mora JC, Przkora R, Almeida YC. Knee osteoarthritis: pathophysiology and
current treatment modalities. Journal of Pain Research 2018:11 2189–2196
3. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles
Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.
4. B Mandelbaum, W David. Etiology and Pathophysiology of Osteoarthritis.
ORTHO Supersite Februari 1 2005.
5. The WHO Manual of Diagnostic Imaging : Radiographic Anatomy and
Interpretation of the Musculoskeletal. 2002. Hal 131.
6. Pratiwi AI. 2015. Diagnosis and Treatment Osteoarthritits. J Majority
4(4):10-17
7. Ahamd IW, Rahmawati LD, Wardhana TH. Demographic Profile, Clinical
and Analysis of Osteoarthritis Patients in Surabaya. BiomolecularAnd Health
Science Jounal. 2018. Vol 01(01):4.
8. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, et.al. Osteoarthritis : Ilmu Penyaki Dalam.
Jilid III, Ed 6th. Chapter 421. Interna Publishing. 2014. Hal: 3197-3209.
9. Joem WP, Klaus U, et.al. The Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and
Treatment of Osteoarthritis of the Knee. Dtsch Arztebl Int. 2010; 107(9):
152–62.
10. Chen D, Shen J, Zhao W, et.al. Osteoarthritis: toward a comprehensive
understanding of pathological mechanism ;Bone Research.2017. Vol 5. Hal.
1-13
11. Widhiyanto L, Desnantyo AT, Djuari L. Correlation Between Knee
Osteoarthritis (Oa) Grade And Body Mass Index (Bmi) In Outpatients Of
Orthopaedic And Traumatology Department Rsud Dr. Soetomo. Journal
Orthopaedi and Traumatology Surabaya.2019. Vol 6(2).p24-32.
12. DB Kenneth. Harrison Principle of Internal Medicine 16th edition. Chapter
312 : Osteoartritis. Mc Graw Hills 2005. 2036-2045
13. Heidari B. Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and
features: Part ICaspian J Intern Med. 2011; 2(2):205-212.
14. Villafane JH. Exercise and Osteoarthritis : an update. Journal of Exercise
Rehabilitation 2018;14(4).p 538-9.
15. Lespasio MJ, Piuzzi NS, Husni ME. Knee Osteoarthritis : a primer. The
Permanente Journal/Perm J. 2017;21:16-183.
16. Herring W. Learning Radiology Recognixing the Basics. 3rd ed.Elsevier.
Philadelphia. 2016 .Hal 255-8
17. Murray JRD, Holmes EJ, Misra RR.A-Z of Musculoskeletal and Trauma
Radiology. Cambridge University Press. Hal 96-8
18. MJ Islam, MA Yusuf, MS Hossain, et.al. Updated Management of
Osteoarthritis: A Review. Journal of Science Foundation, July 2013, Vol. 11,
No. 2; pp:49-55
19. Wood AMD, Brock TM, Heil K. Review on the Management of Hip and
Knee Osteoarthritis. International Journal of Chronic Diseases. Hindawi.
2013. 1-9

Anda mungkin juga menyukai