Anda di halaman 1dari 12

- Diferensial diagnosis Tuberkulosis Paru

Pengertian

Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di
berbagai organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial
oksigen yang tinggi. Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang
tinggi pada membrane selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi
tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari kumannya berlangsung
dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan asam terhadap ultraviolet, karena
itu penularannya terutama terjadi pada malam hari.

Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat


dilacak sampai ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit
ini dikenal sebagai penyebab kematian yang menakutkan. Sampai pada
saat Robert Koch menemukan penyebabnya, penyakit ini masih termasuk
penyakit yang mematikan. Istilah saat itu untuk penyakit yang mematikan
ini adalah “consumption”. gambar 8.6 adalah gambar poster kampanye
pemberantasan tuberculosis di Amerika Serikat pada tahun 1915. Saat itu,
masih dianut paham bahwa penularan TB adalah melalui kebiasaan
meludah di sembarang tempat dan ditularkan melalui debu dan lalat.
Hingga tahun 1960, paham ini masih dianut Indonesia.

Di Negara maju seperti eropa barat dan Amerika Utara, angka kesakitan
maupun angka kematian TB paru pernah menurun secara tajam. Di
Amerika Utara, saat awal orang Eropa berbondong-bondong bermigrasi ke
sana, kematian akibat TB pada tahun 1800 sebesar 650 per 100.000
penduduk, tahun 1860 turun menjadi 400 per 100.000 penduduk, di tahun
1900 menjadi 210 per 100.000 penduduk, pada tahun 1920 turun lagi
menjadi 100 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 1969 turun secara
drastis menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun. Angka kematian
karena Tuberkulosis di Amerika Serikat pada tahun 1976 telah turun
menjadi 1,4 per 100.000 penduduk. Penurunan angka kesakitan maupun
angka kematian ini diyakini disebabkan oleh :
 Membaiknya keadaan sosioekonomik
 Infeksi pertama yang terjadinya pada usia muda
 Penderita yang sangat rentan segera meninggal (tidak menjadi
sumber penularan)
 Serta ditemukannya obat anti TB yang ampuh

Akan tetapi, pada pertengahan 1980-an angka kesakitan TB paru di


Amerika Utara maupun Eropa Barat meningkat kembali dan bahkan
dengan penyulit, yaitu terapi standar tidak lagi mempan untuk
melawannya. Pada tahun 1992, angka kematian akibat TB menjadi 6,8 per
100.000 penduduk (naik hamper 5 kali dibandingkan angka kematian
tahun 1976 yang hanya 1,4 per 100.000 penduduk).

Di Indonesia, TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan,


sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5;
menyerang sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok
sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah dilakukan,
tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah
turun. Dengan bertambahnya penduduk, bertambah pula jumlah
penderita TB paru, dan kini Indonesia adalah Negara peringkat ketiga
terbanyak di dunia dalam jumlah penderita tuberculosis paru. Dengan
menigkatnya infeksi HIV/AIDS di Indonesia, penderita TB akan meningkat
pula.

Karena diperkirakan seperempat penduduk dunia telah terinfeksi kuman


tuberculosis, pada tahun 1993 WHO mencanangkan tuberculosis sebagai
kedaruratan global.

Patogenesis

Penularan kuman terjadi melalui udara dan diperlukan hubungan yang


intim untuk penularannya. Selain itu jumlah kuman yang terdapat pada
saat batuk adalah lebih banyak pada tuberculosis laring disbanding dengan
tuberculosis pada organ lainnya. Tuberculosis yang mempunyai kaverna
dan tuberculosis yang belum mendapat pengobatan mempunyai angka
penularan yang tinggi.
Berdasarkan penularannya maka tuberculosis dapat dibagi menjadi 3
bentuk, yakni :

1. Tuberculosis primer
Terdapat pada anak-anak. Setelah tertular 6-8 minggu kemudian
mulai dibentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga tes
tuberculin menjadi positif. Di dalam alveoli yang kemasukan kuman
terjadi penghancuran (lisis) bakteri yang dilakukan oleh makrofag
dan dengan terdapatnya sel langhans, yakni makrofag yang
mempunyai inti di perifer, maka mulailah terjadi pembentukan
granulasi. Keadaan ini disertai pula dengan fibrosis dan kalsifikasi
yang terjadi di lobus bawah paru. Proses infeksi yang terjadi di lobus
bawah paru yang disertai dengan pembesaran dari kelenjar limfe
yang terdapat di hilus disebut dengan kompleks Ghon yang
sebenarnya merupakan permulaan infeksi yang terjadi di alveoli
atau di kelenjar limfe hilus. Kuman tuberculosis akan mengalami
penyebaran secara hematogen ke apeks paru yang kaya dengan
oksigen dan kemudian berdiam diri (dorman) untuk menunggu
reaksi yang lebih lanjut.

2. Reaktifasi dari tuberculosis primer


10% dari infeksi tuberculosis primer akan mengalami reaktifasi,
terutama setelah 2 tahun dari infeksi primer. Reaktifasi ini disebut
disebut juga dengan tuberculosis postprimer. Kuman akan
disebarkan melalui hematogenke bagian segmen apical posterior.
Reaktifasi dapat juga terjadi melalui metastasis hematogen ke
berbagai jaringan tubuh.

3. Tipe reinfeksi
Infeksi yang baru terjadi setelah infeksi primer adalah jarang terjadi.
Mungkin dapat terjadi apabila terdapat penurunan dari imunitas
tubuh atau terjadi penularan secara terus menerus oleh kuman
tersebut dalam satu keluarga.
Gejala Klinis

Tanda-tanda klinis dari Tuberkulosis adalah terdapatnya keluhan-keluhan


berupa :

 Batuk
 Sputum mukoid atau purulen
 Nyeri dada
 Hemoptisis
 Dispne
 Demam dan berkeringat, terutama pada malam hari
 Berat badan berkurang
 Anoreksia
 Malaise
 Ronki basah di apeks paru
 Wheezing (mengil) yang terlokalisir

Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya. Pada tipe infeksi
yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa
gejala neumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala tuberculosis, primer
dapat juga terdapat dalam bentuk pleuritis dengan efusi pleura atau dalam
bentuk yang lebih berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas.
Tanpa pengobatan tipe infeksi primer dapat menyembuh dengan
sendirinya, hanya saja tingkat kesembuhannya berkisar sekitar 50%.

Pada tuberculosis postprimer terdapat gejala penurunan berat badan,


keringat dingin pada malam hari, temperature subfebris, batuk berdahak
lebih dari dua minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari terlukanya
pembuluh darah disekitar bronkus, sehingga menyebablan bercak bercak
darah pada sputum, sampai ke batuk darah yang masif. Tuberculosis
postprimer dapat menyebar ke berbagai organ sehingga menimbulkan
gejala-gejala seperti meningitis, tuberlosis miliar, peritonitis dengan
fenomena papan catur, tuberculosis ginjal, sendi dan tuberculosis pada
kelenjar limfe di leher, yakni berupa skrofuloderma.
Diagnosis

Batuk yang lebih dari 2 minggu setelah dicurigai berkontak dengan pasien
tuberculosis dapat diduga sebagai tuberculosis. Pemeriksaan dilanjutkan
dengan pemeriksaan foto toraks, tes kulit, dan pemeriksaan basil tahan
asam (BTA) yang terdapat di sputum atau bilasan lambung pada anak-
anak.

 Radiologi
- Infiltrate atau nodular, terutama pada lapangan atas paru
- Kavitas
- Kalsifikasi
- Efek ghon
- Atelektasis
- Miliar
- Tuberkuloma (bayangan seperti coin lesion)

Dalam mendiagnosis tuberculosis bukan hanya berdasarkan pada


pemeriksaan radiologi saja akan tetapi juga berdasarkan pada
pemeriksaan bakteriologi. Pada tuberculosis primer tampak gambaran
radiiologi berupa infiltrate pada paru-paru unilateral yang disertai dengan
pembesaran kelenjar limfe dibagian infiltrate berada. Di amerika
gambaran radiologi ini terdapat 95% dari gambaran radiologi tuberculosis.
Di Negara berkembang didapatkan gambaran radiologi yang beraneka
ragam, yakni infiltrate di bagian apeks paru sampai ke saluran paru,
kaverna, infiltrate pada hamper kedua lapang paru dan efusi pleura
dimana merupakan suatu gambaran yang umum dari radiologi paru.
Gambaran radiologi pada paru yang telah menyembuh adalah berupa
fibrosis dan atelektasis.

 Mikrobiologi

Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi adalah sputum pada pagi hari,


bilasan lambung fan cairan pleura, serta biakan dari cairan bronkoskopi.
Kultur digunakan untuk diagnosis dan tes resistensi. Diagnosis pasti
ditegakkan berdasarkan atas adanya BTA (basil tahan asam) pada
pengecatan. Pengecatan secara langsung maupun kultur dari kuman
merupakan diagnosis pasti. Tes resistensi dikerjakan sebagai bahan
pertimbangan dalam penanganan tuberculosis. Pada anak-anak dapat
dilakukan pemeriksaan dari cairan lambung. Cairan pleura, cairan bilasan
bronkoskopi, serebrospinal, urin, dan cairan sendi dapat digunakan
sebagai bahan untuk pemeriksaan. Bila pasien tidak dapat mengeluarkan
sputum maka dapat diberikan aerosol, terutama larutan garam, yakni
dengan cara aerasi. Pada prinsipnya diperlukan waktu selama 3-8 minggi
untuk menumbuhkan kuman tuberculosis pada pembiakan dan waktu
yang lebih lama untuk menilai tes resistensi. Apabila klinis dan radiologi
menunjukkan kecurigaan terhadap tuberculosis dan ditambah dengan
hasil pemeriksaan dari hasil tahan asam yang positif maka pengobatan
harus segera diberikan tanpa menunggu hasil dari biakan kuman dan tes
resistensi.

 Tes tuberculosis

Tes mantoux diberikan dengan menyuntikkan 0,1 cc PPD secara


intradermal. Kemudian diameter indurasi yang timbul dibaca 48-72 jam
setelah tes. Dikatakan (+) bila diameter indurasi lebih besar dari 10 mm.

Tes Heaf dipakai secara luas untuk survey. Satu tetes dari 100.000 IU
tuberculin/cc melalui 6 jarum, difungsikan ke kulit. Hasilnya dibaca setelah
3-7 hari maka didapat gradasi tes sebagai berikut:

Gradasi I : 1-6 indurasi papula yang halus

Gradasi II :adanya cincin indurasi yang dibentuk oleh sekelompok


papula

Gradasi III : indurasi dengan diameter 5-10 mm

Gradasi IV : indurasi dengan lebar lebih dari 10 mm

Hasilnya adalah :

 Gradasi II-IV tanpa BCG menunjukkan adanya infeksi atau gradasi III
 IV dengan vaksinasi BCG menunjukkan adanya infeksi tuberculosis
 Vaksinasi BCG sebelumnya hanya akan menghasilkan gradasi I-II
 Anergi terjadi pada sarkoidosis , infeksi HIV, imunosupresi, atau
beberapa minggu setelah kena campak
 Tuberculosis miliar atau tuberculosis usia tua menunjukkan reaksi
yang lemah atau mungkin sama sekali tidak terjadi reaksi

Pada prinsipnya saat kuman tuberculosis dihancurkan oleh makrofag maka


pada saat itu reaksi imunologi dari tubuh telah dapat dinilai. Cara lain
untuk menentukan reaksi tuberculin ini adalah dengan tes mantouxyang
positif setelah 2-6 minggu sejak masuknya kuman ke dalam tubuh . tes
dilakukan dengan 5 TU, reaksi ini dinilai positif setelah 48-72 jam .

Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi :

 Tes positif bila ditemukan indurasi dan bukan eritema dengan


ukuran lebih dari 10 mm
 Tes dengan hasil indurasi yang kurang dari 10 mm masih dapat
mempunyai kemungkinan terkena tuberculosis, yakni pada
keadaan:
a. Dalam keadaan umum yang buruk
b. Tuberculosis miliar (50% tes negative)
c. Tuberculosis pleura (lebih dari 33% tes negative)
d. Tuberculosis dengan HIV positif (diameter indurasi berukuran
antara 5-10 mm)
e. Kasus tuberculosis yang baru (lebih dari 20% negative)

Selain dari tes dengan 5 TU masih terdapat tes dengan 250 TU dan 1 TU,
akan tetapi bukan merupakan suatu standar klinis.

 Biopsy jaringan
Biopsy dilakukan terutama pada tuberculosis kelenjar leher dan di
bagian lainnya, akan tetapi dapat juga dilakukan biopsy paru.
Terdapatnya gambaran perkejuan dengan sel langhans bukanlah
merupakan suatu diagnosis dari tuberculosis oleh karena dasar dari
diagnosis yang positif adalah ditemukannya kuman Mycobacterium
tuberculosa.
 Bronkoskopi
Bilasan transbronkial dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberculosis, baik melalui pemeriksaan
langsung maupun melalui biakan. Hasil dari biopsy pleura dapat
digunakan untuk bahan pemeriksaan BTA (basil tahan asam).

Penatalaksanaan

Pertimbangan untuk dilakukannya perawatan adalah hanya terbatas pada


suatu keadaan yang darurat saja, seperti misalnya batuk darah atau sejak
napas yang berat. Pertimbagan yang lainnya adalah pertimbangan
epidemiologi dimana pasien harus dirawat selama BTA (basil tahan asam)
masih ditemukan di dalam biakan atau sputum. Berdasarkan pengalaman
klinis terapi yang tepat dapat menyebabkan konversi sputum dari positif
ke negative dalam waktu 2 minggu setelah pengobatan. Tuberculosis
ekstrapulmonal tidak memerlukan perawatan, kecuali atas dasa
pertimbangan kegawatan, seperti misalnya pada meningitis tuberculosis.

Specimen yang diberikan harus berdasarkan atas pertimbangan-


pertimbangan sebagai berikut:

 Untuk menghindari resistensi terhadap obat maka lebih baik


digunakan beberapa obat sekaligus daripada obat tunggal.
 Dosis tunggal lebih baik daripada dosis dua atau tiga kali sehari.
 Pengobatan diberikan selama 6 bulan dan 9 bulan dan dapat
diperpanjang berdasarkan atas dasar klinis dan tes resistensi.
 Antara perawatan di rumah sakit dan yang bukan di rumah sakit
regimen pengobatannya adalahm sama, hanya saja pada perawatan
di rumah sakit pengobatannya tetap perlu diberikan selama sputum
BTA tetap positif, baik dengan biakan maupun secara langsung.
 Masing-masing obat mempunyai toksisitas yang berbeda, oleh
karena itu dalam melakukan pengawasan (monitoring) diharapkan
ditujukan pada 2 hal pokok, yakni resistensi dan intoksikasi.

Beberapa regimen pengobatan yang dianjurkan antara lain:

 Alternative yang pertama adalah setiap hari diberikan :


- INH 300 mg
- Rifampisin 600 mg
- Pirazinamid 25-30 mg/kg BB, diberikan berturut turut selama
2 bulan dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian INH
300 mg dan Rifampisin 600 mg selama 4 bulan.
 Alternative yang kedua adalah :
- INH 300 mg
- Rifampisin 600 mg
- Diberikan selama 9 bulan
 Alternative yang ketiga adalah :
- INH 900 mg
- Rifampisin 600 mg
Diberikan selama sebulan dan kemudian dilanjutkan dengan
2 kali seminggu selama 8 bulan.
 Alternative yang keempat adalah :
Bila terdapat resistensi terhadap INH (inosiazid), maka dapat
diberikan etambutol dengan dosis 15-25 mg/kg BB.

Pengobatan Tuberkulosis dan Efek Sampingnya:

Nama Obat Dosis Efek Samping

Isoniazid Dewasa 300 mg/hari Reaksi sensitive


Anak-anak 10-20 mg/kg Neuropati
BB/hari Hepatitis
Rifampisin Dewasa Hepatitis
<55 kg: 450 mg/hari Antagonis dengan obat
>55 kg: 600 mg/hari KB
Anak-anak Optik
10-20 mg/kg BB/hari
Para amino Dewasa 12 gr/hari dibagi Intoleransi traktus
salsilik (PAS), dalam 2 dosis digestivus
seperti misalnya Anak-anak 200 mg/kg Reaksi hipersensitif
sodium amino- BB/hari
salisilaat
Isoniazid dengan Dewasa (tua/lemah)
Rifampisin 3xsehari
Total dosis perharinya:
Isoniazid 300 mg dan
Rifampisin 450 mg
Dewasa biasa 2x sehari
Total dosis perharinya:
Isoniazid 300 mg dan
Rifampisin 600 mg
Isoniazid dengan Hanya untuk dewasa Reaksi sensitive
Etambutol Dosis Etambutol yang kerusakan vestibular
bervariasi diperlukan untuk dan koklear
pengobatan Isoaniazid 300
mg/hari dan PAS 12 gr/hari
Streptomisin 0,75 - 1,0 gr/hari Hepatitis
intramuskular
Pirazinamid Hanya untuk dewasa 20-35
mg/kg/hari dibagi 3 dosis,
maksimum 3 gr/hari

BK Emfsma PPOK Asma KP TB


sesak     
- Factor yang memperburuk penyakit

1.

Anda mungkin juga menyukai