Anda di halaman 1dari 24

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

REFERAT

INTERSTITIAL LUNG DISEASE

DIAJUKAN OLEH:
Fachrie Eko Saputra, S.Ked J510185025
Ummu Faiza Rahma, S.Ked J510185062

PEMBIMBING:
dr. Musdalifah, Sp.P, M.Kes

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2019
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS


REFERAT

Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran


Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : Interstitial Lung Disease


Penyusun : Fachrie Eko Saputra S, Ked J510185025
Ummu Faiza Rahma S, Ked J510185062

Pembimbing : dr. Musdalifah, Sp. P, M.Kes

Surakarta,November 2019

Penyusun

Fachrie Eko Saputra S, Ked Ummu Faiza Rahma S, Ked

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Musdalifah, Sp. P, M.Kes

Mengetahui
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

Dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD


INTERSTITIAL LUNG DISEASE
Fachrie Eko Saputra, Ummu Faiza Rahma
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Paru RSUD Karanganyar

ABSTRACT
Interstitial lung disease is a term that broadly describes a diverse collection of more than 200 lung
disorders. These diseases are classified together because they all affect the tissue and space around the
alveoli, called the interstitium. Depending on the specific disease, other compartments of the lung,
including the alveoli themselves, the airways (trachea, bronchi, and bronchioles), the blood vessels, and
the pleura, may also be affected. In general, most interstitial lung disease is characterized by four
manifestations: 1) respiratory symptoms such as shortness of breath and cough, 2) specific chest
radiographic abnormalities, 3) typical changes on pulmonary function tests in which the lung volume is
decreased, and 4) characteristic microscopic patterns of inflammation and fibrosis.
Keywords: interstitial lung disease, definition, manifestations

PENDAHULUAN batuk, 2) abnormalitas radiografi dada yang


spesifik, 3) perubahan tipikal pada
Interstitial lung disease (ILD) adalah
pemeriksaan fungsi paru yang mana volume
istilah yang secara luas menjelaskan suatu
paru menurun, 4) karakteristik pola
kumpulan yang beragam lebih dari 200
mikroskopik dari inflamasi dan fibrosis
kelainan paru. Penyakit-penyakit ini
(Dewi, 2018).
diklasifikasikan bersama karena mereka
semua mengenai jaringan dan ruang di PEMBAHASAN
sekitar alveoli, yang disebut interstitium
1. Definisi
(Hutchinson, et al., 2015). Tergantung pada Interstitial Lung Disease (ILD)
penyakit yang spesifik, kompartemen lainnya merupakan kelompok penyakit paru yang
dari paru, termasuk alveoli itu sendiri, ditandai dengan alveolitis parenkim dan
saluran pernapasan (trakea, bronkus, dan fibrosis. ILD melibatkan dinding
bronkiolus), pembuluh darah, dan pleura, alveolus, jaringan sekitar alveolus, dan
dapat terkena juga. Pada umumnya, jaringan penunjang lain di paru-paru
kebanyakan interstitial lung disease (Ley, et al., 2012). ILD merupakan
dikarakteristikkan oleh empat manifestasi: 1) gangguan akut dan kronik yan ditandai
gejala respiratorius seperti napas pendek dan dengan inflamasi atau fibrosis pada unit
alveolar-arteri dan saluran napas distal. menemukan insidens ILD adalah 31.5 per
Karena penyakit-penyakit tersebut tidak 100.000 untuk laki-laki dan 26.1 per
hanya terbatas pada interstitium tetapi 100.000 untuk wanita, sementara IPF
dapat mengenai berbagai komponen mencapai 45% penderita ILD (Rasmin,
matriks di seluruh paru, maka deskripsi 2010).
yang lebih akurat adalah “penyakit paru 3. Etiologi
parenkimal difus” (Dewi, 2018). Penyebab PPI meliputi penyakit
Penyakit interstitial sebenarnya dapat respirasi (misalnya pneumonia,
berupa penyakit infeksi dan penyakit non sarkoidosis), penyakit autoimun, obat-
infeksi, tetapi sebagian besar yang obat dan terapi (misalnya bleomisin,
dimaksud adalah penyakit berupa oksigen, radiasi) dan faktor-faktor
penyakit non-infeksi (Djojodibroto, lingkungan pekerjaan (Ley, et al., 2012).
2014). Karena di antara interstitial dan 4. Klasifikasi
alveolar hanya dibatasi oleh satu lapis sel, Secara umum ILD dapat dibagi
penyakit alveolar ataupun interstitial dalam 5 klasifikasi klinis yaitu (a)
dapat saling mempengaruhi area masing- berhubungan dengan penyakit vaskular
masing, misalnya pneumonia oleh karena kolagen (collagen vascular disease
pneumokokus yang sebetulnya adalah associated), (b) akibat pengaruh obat atau
penyakit alveolar yang akan radiasi (drug or radiation induced),
menimbulkan peradangan interstitial (c) primary or unclassified diasease
pula. Penyakit yang menyangkut kedua related, (d) akibat pengaruh pekerjaan
area ini disebut “fibrosing alveolitis” atau lingkungan (occupational or
(Rasmin, 2010). environmental exposure related), dan (e)
2. Epidemiologi penyakit fibrosis idiopatik (idiopathic
Di Amerika Serikat, 15%
fibrotic disorders) (Rasmin, 2010).
penderita yang memerlukan perawatan a. Collagen vascular disease
rumah sakit adalah penderita ILD, dan 30 associated
– 40% ILD adalah fibrosis paru idiopatik i. Scleroderma
(Idiopathic Pulmonary Fibrosis / IPF / ii. Polymyositis-dermatomyositis
Cryptogenic Fibrosing Alveolitis / CFA). iii. Systemic lupus erythematosus
Suatu studi epidemiologi di New Mexico iv. Rheumatoid arthritis
v. Ankylosing spondylitis d) Melphalan
vi. Mixed connective tissue disease 3) Antimetabolite
vii. Primary Sjogren syndrome a) Methrotrexate
b. Drug or radiation induced b) Azathioprine
i. Antibiotik c) Cystosine
1) Nitrofurantoin arabinoside
2) Sulfasalazine 4) Nitrosoureas
3) Sefalosporin a) Carmustine (BCNU)
4) Minosiklin b) Lomustine (CCNU)
5) Ethambutol 5) Lainnya
ii. Antiaritmia a) Procarbazine
1) Amiodaron b) Nilutemide
2) ACE-inhibitor c) Alpha interferon
3) Tocainide d) Paclitaxel
4) Beta-blocker agents e) Interleukin-2
iii. Antiinflamasi 6) L-tryptophan
1) Penicillamine 7) Radiasi
2) NSAID 8) Cocaine
iv. Neutropik dan psikotropik c. Primary or unclassified disease
1) Dilantin related
2) Fluoxetine i. Sarcoidosis
3) Carbamazepine ii. Eosinophilic granuloma
4) Antidepresan iii. Amyloidosis
v. Agen kemoterapetik iv. Lymphangioleiomyomatosis
1) Antibiotic v. Tuberous sclerosis
a) Mitomycin C vi. Neurofibromatosis
b) Bleomycin vii. Lymphangitic carcinomatosis
2) Alkalating Agents viii. Gaucher’s disease
a) Busulfan ix. Hermansky-Pudlak syndrome
b) Cyclophosphamide x. Adult respiratory distress
c) Chlorambucil syndrome
xi. Bone marrow transplantation (Hamman-Rich syndrome)
xii. Acquired immune deficiency ii. Idiopathic pulmonary fibrosis
syndrome (AIDS) iii. Familial idiopathic pulmonary
xiii. Post infection fibrosis
xiv. Pulmonary vasculitis iv. Lymphocitic interstitial
xv. Respiratory bronchiolitis pneumonitis
xvi. Interstitial cardiogenic v. Bronchiolitis obliterans
pulmonary edema organizing pneumonia
xvii. Pulmonary veno-occlusive vi. Nonspesific interstitial
disease pneumonia
xviii. Agnogenic myloid metaplasia vii. Desquamative interstitial
xix. Familiarhemophagocytic pneumonitis
lymphohistocytosis viii. Autoimmune hemolytic anemia
xx. Diaberes mellitus ix. Idiopathic thrombocytopenic
xxi. Lysinuric protein deficiency purpura
xxii. Alveolar filling disease x. Cryglobulinemia
d. Occupational or environmental xi. Inflammatory bowel diseases
exposure related xii. Celiac disease
i. Inorganic xiii. Whipple’s disease
1) Silicosis xiv. Primary biliary cirrhosis
2) Asbestosis xv. Cryptogenic cirrhosis
3) Talc pneumoconiosis Sumber lain mengatakan bahwa ILD
4) Diatomaceous earth secara mudah diklasifikasikan menjadi:
pneumoconiosis a. Interstisial pneumonia (sering
5) Aluminum oxide fibrosis idiopatik)
6) Berylliosis i. Chronic fibrosing: idiopathic
7) Hard metal fibrosis pulmonary fibrosis, idiopathic
8) Coal worker’s non-specific interstitial pneumonia
pneumoconiosis ii. Akut atau subakut: organizing
e. Idiopathic fibrotic disorders pneumonia, acute interstitial
pneumonia
i. Acute interstitial pneumonia
iii. Terkait merokok: respiratory associated interstitial lung disease (ILD)
bronchiolitis associated interstitial acute interstitial pneumonia, cryptogenic
lung disease, desquamative organizing pneumonia, dan lymphocytic
interstitial pneumonia interstitial pneumonia (Dewi, 2018).
b. Berhubungan dengan penyakit 5. Patogenesis dan Patofisiologis
jaringan ikat Pada interstisium, dalam keadaan
i. Rheumatoid arthritis normal ditemukan banyak sel efektor
ii. Scleroderma (effector cell). Lebih dari 90% sel efektor
iii. Dermatomyositis ini adalah makrofag alveolar yang
iv. Polymyositis biasanya adalah monosit. Kegunaan
c. Berhubungan dengan obat-obatan makrofag ini adalah mefagositosis
i. Methotrexate organisme maupun partikel kecil yang
ii. Bleomycin masuk ke dalam alveolus. ILD adalah
d. Paparan inhalasi perubahan komponen interstisial dinding
i. Asbestosis alveolus. Penyakit interstisial paru
ii. Hypersensitivity pneumonitis menyebabkan penyakit paru restriktif.
iii. Pneumoconiosis Penentunya adalah pengurangan volume
e. Granulomatous paru (Djojodibroto, 2014).
i. Sarcoidosis Proses patofisiologi ILD dimulai
ii. Hypersensitivity pneumonitis dengan jejas pada lapisan epitel alveolar
f. Sindrom turunan dan bawaan lainnya yang mengakibatkan proses inflamasi
g. Kondisi lain dan jarang dengan melibatkan berbagai sel-sel
i. Lymphangioleiomyomatosis inflamasi dan sel efektor imun di dalam
ii. Langerhans cell histiocytosis parenkim paru. Inisiasi jejas dapat
(Wallis, A., 2015) melalui inhalasi (seperti inhalasi serat
Berdasarkan gambaran histologis, mineral atau debu mineral dari pajanan
idiopathic interstitial pneumonias (IIP) pekerjaan atau lingkungan), sensitisasi
dikelompokkan menjadi beberapa tipe, antigen (seperti pada hypersensitivity
yaitu: nonspecific interstitial pneumonia pneumonitis akibat pajanan lingkungan
(NSIP), desquamative interstitial atau pekerjaan), melalui sirkulasi darah
pneumonia, respiratory bronchiolitis- (seperti pada penyakit vaskular kolagen,
drug-induced ILD, IPF dan lain-lain). misalnya limfangioleiomiomatosis,
Pada interstitium dalam keadaan normal amiloidosis, lymphangitic carcinoma,
ditemukan banyak sel efektor. Lebih dari jaringan interstitial paru diinfiltrasi oleh
90 % sel ini adalah makrofag alveolus otot polos, amyloid fibrils, dan sel ganas.
yang biasanya adalah monosit. Kegunaan Pada beberapa alveolar filling disorders,
makrofag alveolar adalah menfagositosis sebelum terjadi fibrosis interstitial dan
organisme maupun partikel kecil yang intra-alveolar, terjadi pengisian ruang
masuk ke dalam alveolus. alveolar dengan sel darah merah (diffuse
Alveolitis menyebabkan alveolar haemorrhage syndrome),
perubahan struktur alveolar berupa eosinofil (eosinophilic pneumonia),
penebalan dan fibrosis jaringan eksudat lipoprotein (alveolar proteinosis)
interstitial paru sehingga pada akhirnya atau sel ganas (bronchioloalveolar
terjadi penurunan fungsi paru karena carcinoma).
alveoli tidak dapat melakukan pertukaran
6. Diagnosis
gas. Apabila jejas yang terjadi dapat Pasien yang ditemukan dengan
dihindari atau dibatasi, maka proses kecurigaan PPI harus dievaluasi lengkap
inflamasi tidak akan berlanjut kemudian untuk kemungkinan penyakit lain, karena
terjadi proses repair dan proses deposisi infeksi (terutama pada imunodefisiensi dan
kolagen serta fibrosis tidak akan terjadi. transplantasi) bisa mempunyai gambaran
Namun apabila jejas terus berlanjut maka yang mirip PPI. Demikian pula metastasis
proses inflamasi akan berjalan terus keganasan yang difus serta gagal jantung
sehingga terjadi proliferasi fibroblas, kongestif harus dipikirkan bila latar belakang
deposisi kolagen dan penyumbatan kliniknya mendukung.
kapiler interstitial. Akibat dari parut dan PPI terdiri atas berbagai penyakit
distorsi jaringan paru yang
yang memiliki kemiripan dalam gejala,
ditimbulkannya, dapat terjadi gangguan perubahan fisiologi, gambaran radiologi dan
pertukaran gas dan fungsi ventilasi yang gambaran histopatologinya. Gejala
serius. Patogenesis ini berlaku untuk umumnya berupa sesak napas saat
hampir seluruh penyakit dalam beraktivitas. Fungsi respirasi menunjukkan
klasifikasi ILD dengan pengecualian gambaran restriktif. Terdapat pula gradien
untuk beberapa penyakit tertentu alveolar-arteri yang abnormal dan penurunan
kapasitas difusi paru. Gambaran gejala umumnya terjadi pada dewasa muda atau
histopatologi umum yang dimiliki oleh paruh baya. Granulomatosis sel Lagerhans
semua penyakit dalam kelompok ini adalah (disebut juga histiositosis X paru atau
campuran antara infiltrat peradangan granuloma eosinofilik) secara khas muncul
alveolus (aktif/akut) dengan daerah berparut pada perokok muda. RBILD muncul hanya
/ fibrotik (kronik). Pada stadium lanjut akan pada perokok. Limfangiomiomatosis yaitu
tampak kistik, gambaran sarang lebah. suatu kelainan yang jarang ditemukan dan
Gambaran ini disebut sebagai usual terjadi hanya pada perempuan usia subur.
interstitial pneumonia. Riwayat pekerjaan bisa mengarahkan
pada kecurigaan inhalasi. Kecurigaan
a. Anamnesis pneumonitis hipersensitivitas umumnya
Proses diagnostik pada PPI dimulai timbul setelah ada riwayat pekerjaan yang
dari riwayat faktor lingkungan, paparan beresiko terhadap paparan zat inhalasi.
pekerjaan, penggunaan obat dan riwayat Riwayat obat-obatan yang diminum,
keluarga. Riwayat penyakit sekarang harus penggunaan obat-obat alternatif dan obat-
dieksplorasi progresivitasnya, serta obat yang dijual bebas perlu dicari karena
hubungannya dengan batuk darah, demam banyak PPI merupakan akibat penggunaan
dan gejala-gejala di luar paru lainnya. Gejala obat. Riwayat disfagia atau aspirasi
yang kurang dari 4 minggu dengan demam mengarahkan pada pneumonia aspirasi,
mengarah pada BOOP, pneumonitis scleroderma atau mixed connectice tissue
hipersensitif atau akibat obat. Sebaliknya disease. Sinusitis berulang mengarah pada
gambaran akut seperti ini tidak ditemukan granulomatosis Wagener.
pada FPI, histiositosis paru dan PPI akibat Batuk darah menunjukkan ke arah
penyakit jaringan ikat. Pasien dengan sindrom perdarahan alveolar seperti pada
sarkoidosis dan sindrom Lofgren juga bisa sindrom Goodpasture, lupus erimatosus
terdapat demam sebentar, eritema nodosum sistemik, granulomatisis Wagener, kapilaritis
dan artritis. paru. Artritis mencurigakan ke arah berbagai
Evaluasi umur, status merokok dan penyakit vaskular kolagen atau sarkoidosis.
jenis kelamin juga bisa membantu. PPI Gejala pada kulit dan otot mengarahkan pada
umumnya terjadi pada orang dewasa, dermatomiositis atau polimiositis. Sicca
terutama diatas 50 tahun. Sarkoidosis paru syndrome (mata dan mulut kering)
mencurigakan akan sarkoidosis, sindrom retardasi mental menunjukkan adanya
Sjogren atau penyakit vaskular kolagen kemungkinan tuberous sclerosis.
lainnya.
c. Pemeriksaan Penunjang
b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan laboratorium pada
Pemeriksaan fisik pada sistem dugaan PPI harus meliputi pemeriksaan
pernapasan seringkali tidak menolong darah perifer lengkap, hiting jenis leukosit,
penegakkan diagnosis. Sebaliknya temuan laju endap darah, fungsi ginjal dan fungsi
fisik di luar toraks sering membantu hati, elektrolit (Na, K, Cl, Ca), urinalisis dan
memperjelas penyakit yang terjadi. Misalnya tes penapisan untuk penyakit vaskular
kelainan kulit disertai dengan limfadenopati kolagen. Apabila diperlukan dapat juga
dan hepatosplenomegali mengarahkan pada diperiksa kadar Angiotensin Converting
sarkoidosis. Nyeri otot dan kelemahan otot Enzyme (ACE) dan Creatinin Kinase (CK).
paroksimal mencurigakan adanya Seluruh foto yang pernah dibuat harus
pilomiositis. Adanya artritis mengarahkan dibandingkan. Dengan membandingkan kita
pada sarkoidosis dan penyakit vaskular bisa mendapatkan keterangan tentang awitan
kolagen. Atralgia juga bisa terjadi pada FPI kronisitas, progresivitas, maupun stabilitas
tetapi jarang sampai menyebabkan sinovitis penyakit. Walaupun jarang, bisa saja
atau artritis akut. Sklerodaktili, fenomena ditemukan foto toraks yang normal pada PPI.
Raynaud dan lesi telangiektasia adalah Bila terdapat kelainan, distribusi dan
gambaran khas skleroderma dan sinrom gambaran kelainan dapat membantu
CREST. Iridosiklitis, uveitis tau mempersempit diferensial diagnosa.
konjungtivitis mungkin berhubungan dengan Gambaran kelainan yang didominasi
skleroderma dan sindrom vaskular kolagen. daerah apeks/atas, mengarahkan pada
Kelainan saraf pusat disertai diabetes sarkoidosis, beriliosis, granulomatosis sel
insipidus atau disfungsi kelenjar pituitary Lagerhans, fibrosis kistik, silikosis dan
anterior mengarahkan pada sarkoidosis. ankylosing spondilitis. Gambaran kelainan
Diabetes insipidus tanpa gangguan saraf yang didominasi daerah tengah dan bawah
pusat mencurigakan ke arah granulomatosis menunjukkan FPI, karsinomatosis
sel Lagerhans, sementara epilepsi dan limfangitik, pneumonia eosinifilik subakut,
asbestosis, skleroderma dan artritis
dermatoid. Adanya adenopati hilus bilateral mencurigakan ke arah adanya obstruksi
sekaligus paratrakeal mencurigakan ke arah saluran napas dan ini dapat terjadi pada
sarkoidosis. Adanya kalsifikasi “kulit telur” limfangioleiomiomatosis, granuloma
memungkinkan adanya sarkoidosis atau eosinofilik, pneumonia hipersensitivitas,
silikosis. Karsinomatosis limfangitik tuberous sclerosis dan sarkoidosis. Dalam
ditandai antara lain dengan garis Kerley B menafsirkan temuan ini, harus disadari
tanpa kardiomegali sementara gambaran paru bahwa foto toraks hanya memberikan
adalah gambaran PPI. penilaian semikuantitatif dari volume paru
Gambaran infiltrat di lobus atas dan dan seringkali tidak mencerminkan keadaan
lobus tengah yang cenderung ke tepi fungsional dan histologis yang terjadi. Walau
sehingga bagian tengah atau hilis cenderung bagaimanapun juga kombinasi foto toraks
lebuh bersih, atau sering disebut bayangan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
film negatif dari edema paru mengarah ke laboratorium, diagnosis bisa sangat
pneumonia eosinofilik kronik. Infiltrat mengarah.
bilateral pada saat dan lobus yang sama Apapun sebabnya, gangguan
mencurigakan ke arah BOOP, pneumonia restriktif paru dan penurunan kapasitas difusi
eosinofilik kronik, PPI imbas obat, paru adalah gambaran yang dominan pada
pneumonitis radiasi kambuhan/recall. PPI. Akibatnya umumnya tes fungsi paru
Adanya plak atau penebalan lokal menunjukkan adanya PPI dan menunjukkan
pleura pada gambaran umum PPI mengarah beratnya penyakit, tetapi tidak bisa
ke dugaan asbestosis. Penebalan pleura yang membedakan berbagai penyebab PPI. FEV 1
difus bisa juga pada pleurisy asbestos dan % umumnya normal karena baik FEV
bisa juga akibat artritis reumatoid, maupun FVC sama-sama turun. Dlco adalah
skleroderma atau keganasan. Adanya efusi pemeriksaan selisih tekanan oksigen di
pleuri mencurigakan ke arah artrits alveolus dengan di arteri (PAO2-PaO2) bisa
reumatoid, lupus eritematosus sistemik, normal atau meninggi tergantung beratnya
reaksi obat, penyakit paru akibat asbestos, penyakit. Walaupun sangat tidak spesifik,
amiloidosis, limfangioleiomiomatosis atau pemeriksaan ini diyakini sebagai parameter
karsinomatosis limfangitik. Dalam konteks yang sensitif untuk menilai adanya disfungsi
PPI, gambaran volume paru yang relatif paru terutama pada stadium dini. Dlco juga
normal atau bahkan membesar, berguna untuk pengawasan perkembangan
penyakit dan hasil pengobatan. Perubahan diagnostik lain dari ILD. Prosedur
PAO2-PaO2 saat istirahat, FVC, dan Dlco transbronkial dan BAL dilakukan dengan
dalam 1 tahun, akan menggambarkan menggunakan bronkoskop serat lentur
prognosis PPI. (fiberoptic bronchoscopy) yang morbiditi
Penyakit seperti polimiositis, dan mortalitinya lebih rendah. Pemeriksaan
scleroderma dan lupus eritematosus sistemik BAL bertujuan untuk mendapatkan sampel
harus dipikirkan bila uji pada pasien yang sel-sel dan komponen nonselular dari unit
kooperatif menunjukkan penurunan maximal bronkoalveolar yang dapat digunakan untuk
voluntary ventilation (MVV) yang lebih menentukan diagnosis, menentukan stadium
besar dari penurunan maximal voluntary penyakit, dan menilai kemajuan terapi
pressure = MIP) sehubungan dengan (follow up) pada beberapa penyakit ILD.
kelemahan otot. Bila terdapat kelainan
obstruktif saluran napas, harus dipikirkan 2.6 Penyakit Paru Interstitial
adanya PPOK, asma atau bronkiektasis yang 2.6.1 Fibrosis paru idiopatik
menyertai PPI. Fibrosis paru idiopatik atau
Evaluasi fungsi paru saat latihan, baik cryptogenic fibrosing alveolitis (CFA/IPF)
tunggal maupun serial dapat membantu adalah salah suatu penyakit ILD yang
penatalaksanaan PPI. Beratnya hipoksemia etiologinya tidak diketahui, walaupun ada
imbas latih dan perbedaan tekanan O2 bentuk IPF yang diturunkan (bentuk
alveolus-arteri (gradient A-alfa O2) familial), karena itu sebelum menegakkan
berhubungan dengan beratnya fibrosis paru. diagnosis IPF perlu disingkirkan penyebab
Diagnosis pasti ILD adalah dengan fibrosis paru seperti sarkoidosis,
biopsi paru. Untuk mendapatkan hasil eosinophilic granuloma, penyakit vaskular
jaringan yang terbaik, biopsi dilakukan kolagen, fibrosis paru akibat infeksi, aspirasi
dengan open lung biopsy yang mortaliti dan kronik, dan obat-obatan. Pada IPF terdapat
morbiditinya tinggi. Selain itu bisa juga kompleks imun dalam serum dan paru pada
dengan prosedur video-assisted fase aktif penyakit. Walaupun kompleks
thoracoscopy (VATS) yang relatif lebih imun dapat mengaktifkan sistem komplemen
mahal dari biopsi transbronkial maupun namun belum ada bukti bahwa proses ini
dengan pemeriksaan bronchoalveolar lavage terjadi dalam paru. Kompleks imun
(BAL) yang merupakan pendekatan menstimulasi makrofag untuk melepaskan
berbagai faktor antara lain leukotrien B4 kasar, dinding bronkus dan pembuluh darah
(LTB4) yang menarik netrofil dan eosinofil. tampak menebal.
Makrofag alveolar juga melepaskan oksidan Gambaran HRCT akan berhubungan
yang menyebabkan jejas pada epitel paru dengan manifestasi histopatologi dari
sehingga terjadi proliferasi fibroblas dan penyakit ini. Gambaran ground glass pada
deposisi kolagen. umumnya (65%) adalah akibat alveolitis aktif
Fibrosis paru idiopatik (FPI) sering walaupun bisa juga (35%) disebabkan oleh
juga disebut Cryptogenic Fibrosing fibrosis. Gambaran retikular berupa
Alveolitis (CFA). Gambaran umum FPI persilangan garis-garis halus dan kasar
adalah batuk tak produktif, sesak yang merupakan akibat adanya fibrosis, kista-kista
progresif, ronki kering di akhir inspirasi, kecil (<5 mm) atau peradangan septa
terutama di basal paru (walaupun pada (dinding) alveolus dan duktus.
stadium lanjut bisa sampai ke apeks). Bila Gambaran histopatologi bisa
terjadi konsolidasi alveolus, bisa terdengar dijadikan pegangan untuk menentukan
suara napas bronkial. Jari tabuh terdapat pada prognosis FPI. Gambaran peradangan aktif
sepertiga dari seluruh pasien, gambaran masih bisa diharapkan berhasil bila diterapi
klinik lain pada stadium lanjut dapat ditemui dengan steroid, sedangkan gambaran kronik
sianosis, kor pulmonale, P2 (bunyi jantung seperti fibrosis dan kista umumnya
kedua dari katup pulmonalis jantung) merupakan petanda kurang baik.
mengeras. Gambaran foto toraks Strategi pengobatan pada FPI
menunjukkan bayangan retikular atau didasarkan pada penghentian atau penekanan
retikulonodular di bagian bawah kedua paru. komponen peradangan dari penyakit.
Ukuran paru biasanya mengecil. Kortikosteroid, imunosupresan/ zat
Pada High Resolution CT scan sitotoksik, dan zat antifibrotik (kolkhisin atau
(HRCT) akan tampak gambaran infiltrat penisilamin), baik secara sendiri maupun
alveolar fokal (ground glass) dengan ukuran kombinasi dapat diberikan. Respon
heterogen, cenderung melibatkan daerah tepi pengobatan hanya terjadi pada tak lebih dari
(subpleural) dan basal. Terdapat ruang udara 30% pasien. Respon pengobatan yang terjadi
kistik menyerupai sarang lebah, bronkogram pada umumnya juga hanya parsial (tidak
udara lebih jelas, permukaan pleura tampak sembuh sempurna) dan sementara waktu
(kambuhan). Harus pula diingat saat
memberikan terapi, bahwa obat-obat yang keganasan hematologi, sistitis hemoragika
digunakan memiliki berbagai efek samping. dan infertilitas adalah berbagai keadaan yang
Kortikosteroid dimulai dari 1-1,5 perlu diwaspadai sebagai efek samping
mg/kgBB/hari (40-80mg) prednison selama pengobatan dengan siklofosfamid.
2-4 bulan, selanjutnya diturunkan secara Azatioprin telah dicoba pada FPI
bertahap (tapering off). Lamanya waktu dengan hasil yang tidak konsisten.
tapering hingga kini tidak ada penelitian Penggunaan Azatioprin baik sendiri maupun
bakunya, namun umumnya hingga mencapai kombinasi dengan prednison hendaknya
6 bulan. Prednisolon dapat pula diberikan hanya menjadi alternatif bila gagal dengan
dengan dosis 0,8 dari prednison dengan steroid. Dosis yang diberikan mulai dari 100
jangka waktu yang sama. Bila ada responnya, mg/hari dan dapat dinaikkan hingga 200 mg
maka hasil baru tampak setelah 2-3 bulan. selama tak ada efek samping. Lekopenia,
Terapi pemeliharaan selanjutnya, dengan anemia, trombositopenia adalah efek
dosis rendah, hanya diberikan bila jelas samping Azatioprin yang harus dipantau 2
terdapat respon pada pengobatan dosis tinggi. minggu sekali dalam 6 minggu pertama dan
Terapi pemeliharaan ini diberikan lebih dari selanjutnya sebulan sekali. Evaluasi terapi
1-2 tahun. Pengawasan terhadap efek dilakukan setelah 4-6 bulan.
samping steroid jangka lama harus terus Secara teoritis pemberian kolhisin
dilakukan selama pemberian terapi. bertujuan untuk menghambat pembentukan
Pada pasien yang gagal dengan kolagen atau fibrosis. Efektivitas pemberian
steroid atau memiliki kontraindikasi kolhisin pada FPI, hingga kini belum dapat
pemberian steroid, obat imunosupresan dibuktikan, namun efek samping berat
seperti azatioprin atau siklofosfamid harus kolhisin juga relatif jarang. Oleh karena itu,
dipertimbangkan. Siklofosfamid diberikan 1- kolhisin tetap dicoba diberikan pada kasus-
2 mg/kgBB/hari. Respon pengobatan dengan kasus kegagalan pemberian kortikosteroid
siklofosfamid umumnya lebih lambat dari dengan dosis oral 1-2x0,6 mg. pemberian
steroid. Karena itu kegagalan atau kolhisin bisa dikombinasi atau tidak dengan
keberhasilan terapi baru bisa dibuat setelah 4- imunosupresan.
6 bulan. Anemia, trombositopenia,
lekopenia, infeksi oportunistik (seperti
herpes zoster dan pneumositis karinii),
2.6.2 Sarkoidosis paru kembar heterozigot. Faktor gangguan
Sarkoidosis adalah penyakit pengaturan sistem imun nampaknya berperan
inflamasi multiorgan yang etiologi/antigen karena antinuclear antibody (ANA),
penyebabnya belum diketahui. Antigen yang rheumatoid factor (RF),
telah diproses oleh makrofag dipresentasikan hipergamaglobulinemia, dan berbagai
kepada sel limfosit T sehingga teraktivasi dan kompleks imun bisa ditemukan pada
mengeluarkan interleukin-1 yang akan sarkodiosis. Faktor lingkungan termasuk
mengaktifkan limfosit CD4 untuk infeksi diduga sebagai pencetus sarkoidosis
mengeluarkan interleukin-2, sehingga terjadi karena ditemukan kecenderungan
: (1) kemotaksis, yang menarik sel limfosit pengelompokkan kejadian pada waktu atau
dari sirkulasi ke tempat pembentukan musim yang sama, juga pekerjaan yang sama.
granuloma, (2) mitogenesis, stimulasi sel Walaupun hingga kini belum ada yang
limfosit T sehingga berproliferasi di tempat terbukti, di antara infeksi yang dicurigai
pembentukan granuloma. adalah mikobakteria dan berbagai virus.
Kompartementalisasi sel-sel inflamasi pada Sebagaimana pada infeksi
paru mengakibatkan gambaran tuberkulosis ada uji kulit dengan tunerkulin,
limfositopenia pada darah tepi dan CD4 pada sarkoidosis ada uji kulit Kveim-
lymphocyte-rich alveolitis (alveolitis Stilzbach. Pada uji ini disuntikkan suspensi
limfositik). jaringan sarkoid secara intradermal. Setelah
Dari semua organ, sarkodiosis paru 1-14 minggu, bila positif akan terbentuk
dan kelenjar limfe intratoraks adalah yang papul keras yang bila dibiopsi akan
tersering. Berbeda dengan granuloma karena menunjukkan adanya granuloma. Sayangnya
tuberkulosis, granuloma pada sarkoidosis reagen untuk uji ini tida luas
tidak ditemukan perkijuan. Penyebab diperjualbelikan.
sarkoidosis sampai saat ini belum diketahui Dua pertiga pasien sarkoidosis tidak
dengan jelas. Diduga sarkodiosis disebabkan bergejala dan ditemukan secara tidak sengaja
oleh beberapa faktor sekaligus. Faktor ketika foto rontgen toraks. Gejala tersering
genetik nampaknya berperan kareba adalah batuk dan sesak napas. Batuk
sarkoidosis sering ditemukan pada kelompok umumnya tidak produktif dan bisa berat.
(kluster) keluarga. Kembar monozigot sering Sesak napas biasanya progresif perlahan-
terkena secara bersama-sama, daripada lahan. Bila batuk produktif biasanya suda
terjadi fibrokistik yang merupakan suatu hemoptisis. Aspergilus fumigatus adalah
keadaan yang berhubungan dengan koloni yang tersering ada, akan tetapi
bronkiektasis dan infeksi berulang. umumnya akan sembuh sendiri dan tak
Pada sarkoidosis bisa terjadi keadaan memerlukan terapi anti jamur. Ada yang
akut dimana terjadi eritema nodosum, dan menganjurkan pemberian steroid dosis
adenopati hilus yang disebut dengan sindrom rendah dan antibiotik kronik dengan
Sjorgen yang biasanya disertai dengan menggilirkan jenisnya untuk mengurangi
demam, poliartritis, uveitis. Eritema gejala bronkiektasis dan hemptisis.
nodosum yang terjadi biasanya dalam bentuk Sarkoidosis paru dapat menyebabkan
nodul merah, nyeri, berdiameter beberapa korpumonale. Terapi yang diberikan pada
sentimeter. Poliartritis seringkali menyerang keadaan ini mencakup suplementasi oksigen,
kaki, mata kaki, lutut dan terkadang diuretik dan bronkodilator. Antibiotik harus
mengenai pergelangan tangan dan siku. segera diberikan bila terdapat infeksi
Pada sarkoidosis dapat ditemukan bronkitis atau bronkiektasis yang
alergi kulit yang menyebabkan negatif palsu mencetuskan kekambuhan.
pada uji yang didasarkan pada Pada kasus refrakter terhadap steoid,
hipersensitivitas tipe lambat, termasuk uji metotreksat menjadi alternatif dengan cara
tuberkulin. pemberian dosis rendah sekali seminggu.
Terapi sarkoidosis masih mengandalkan Azatioprin, klorambusil, dan siklofofamid
kortikosteroid hingga sekarang. Pada telah dicoba untuk sarkoidosis dengan hasil
sarkoidosis paru, prednison dapat diberikan yang tak menentu. Penelitian dengan
40 mg/hari selama 2 minggu lalu diturunkan siklosporin telah terbukti mengecewakan
5 mg/hari setiap 2 minggu hingga mencapai dalam terapi sarkoidosis.
15 mg/hari. Dosis 15 mg/hari dipertahankan Transplantasi paru atau transplantasi
hingga 6-8 bulan, lalu diturunkan lagi 2,5 jantung-paru menjadi alternatif terbaru yang
mg/hari tiap 2-4 minggu sampai obat dapat masih harus dikembangkan protokolnya bagi
dihentikan. Selama dosis obat diturunkan sarkoidosis paru lanjut. Pada sedikit kasus,
bertahap, evaluasi terhadap kemungkinan granuloma masih bisa timbul kembali pada
kekambuhan harus selalu dilakukan. paru yang telah ditransplantasi.
Sarkoidosis fibrokistik dapat
berkomplikasi bronkiektasis, misetoma dan
2.6.3 Pneumonitis hipersensitivitas penggemar burung ( bird’s fancier’s disease=
HP atau extrinsic allergic BFD) di Eropa dan Amerika, penyakit
alveolitis (EAA) suatu sindrom akibat peternak merpati (pigeon breader
inhalasi antigen berulang terutama partikel disease=PBD) di Meksiko dan Amerika
organik seperti bakteri termofilik, protein Serikat, paru ventilator, Pneumonitis
avian, jamur dan bahan kimia. Apabila hipersensitivitas musim panas Jepang
terjadi interaksi dengan antigen maka akan (Japanese Summer – type hypersensitivity
terdapat kompleks imun yang terdeposisi di Pneumonia)
paru (reaksi Arthus) dan terdapat produksi Gambaran klinik PH bisa akut atu
antibodi IgG dan IgM di paru. Pembentukan kronik. Pada kondisi akut, sesak napas, batuk
granuloma terjadi akibat infiltrasi makrofag kering, mialgia, menggigil, diaforesis, sakit
dan limfosit ke dalam dinding bronkiolus dan kepala dan malaise. Dapat timbul 2-9 jam
dinding alveoli. pasca paparan. Puncak gejala akan tampak
Pneumonitis hipersensitivitas antara 6-24 jam dan akan berkurang sendiri
ditandai dengan kelainan yang terjadi pada tanpa terapi umumnya dalam 1-3 hari. Pada
suatu kelompok (kluster), orang yang pemeriksaan fisik dapat dijumpai demam,
memiliki lingkungan atau pekerjaan yang takipneu, ronki di kedua basal dan bisa
sama. Oleh karena itu Pneumonitis sianosis.
hipersensitivitas bukanlah reaksi idiosinkrasi Sebagaimana umumnya pada PPI,
orang tertentu akibat paparan zat tertentu. pada PH akut gambaran radiologi didominasi
Peradangan paru akibat masuknya zat ke oleh gambaran radiodensitas nodular tidak
saluran napas secara individual, seperti berbatas tegas, dengan daerah ground glass
misalnya hipersensitivitas pada suatu orang atau bahkan konsolidasi. Sedangkan pada PH
tertentu akibat cairan bilas bronkus saat kronik, garis-garis radiodensitas yang
bronkoskopi, tidak digolongkan pada menggambarkan fibrosis lebih menonjol dan
Pneumonitis hipersensitivitas. Beberapa bercampur dengan bayangan nodular.
contoh Pneumonitis hipersensitivitas antara Gambaran ini terutama ada di lobus atas.
lain adalah bagasosis di Lousiana Amerika Pada CT scan terutama HRCT, pasien
Serikat, penyakit paru operator mesin (mesin dengan PH kronik akan menunjukkan nodul
operator’s lung), penyakit paru petani sentrilobular multiple dengan diameter 2-4
(farmers lung disease= FLD), penyakit mm dengan daerah-daerah ground glass.
Daerah ground glass ini lebih mendominasi sesuai, baik 2. Kapasitas
di lobus bawah. Berbeda dari sarkoidosis, dari difusi paru
nodul pada PH tidak menempel pada pleura anamnesis menurun
atau berkas bronkovaskular. maupun 3. Hipoksemia
Bisa ditemukan lekositosis dengan pemeriksaan arteri, baik
netrofilia dan limfopenia di darah tepi. Pada antibodi karena
bilasan brunkus terdapat netrofilia. serum latihan atau
Walaupun disebut hipersensitivitas atau reksi 2. Gejala yang saat istirahat
alergi tetapi pada PH terdapat eosinofilia atau sesuai 4. Kelaianan
peningkatan IgE. Tanda peradangan non dengan PH histologi
spesifik seperti LED atau CRP bisa 3. Kelainan paru yang
meningkat. Terdapat peningkatan IgG, IgM radiologi sesuai
dan IgA terhadap zat yang menimbulkan atau dengan PH
perangsangan di dalam serum dan cairan histologi 5. Adanya
bronkus. yang sesuai peningkatan
Untuk menegakkan diagnosis PH PH suhu,
digunakan kriteria mayor dan minor (tabel 1). lekosit,
Diagnosis PH tegak bila semua kriteria perubahan
mayor harus terpenuhi dan minimal terdapat radiologi
4 kriteria minor serta penyakit lain yang atau
serupa telah disingkirkan. peningkatan
Jenis PH dan lokasi geografis PH gradient
membedakan prognosis dari PH. Misalnya alveolar-
penyakit peternak merpati di Eropa memiliki arteri
prognosis yang baik, tetapi di Meksiko (ditandai
penyakit yang sama memiliki kematian dengan
dalam 5 tahun mencapai 30 %. penurunan
Kriteria mayor Kriteria minor PaO2)
1. Ada bukti 1. Ronki kedua setelah
paparan basal paru adanya
antigen yang paparan
alamiah 2.6.4 Pneumonitis radiasi
dengan Pneumonitis radiasi sering terjadi
antigen pada radioterapi keganasan. Pada keganasan,
yang diduga kemoterapi seringkali juga menimbulkan
6. Limfositosis efek toksik pada paru-paru sehiongga
dari cairan kombinasi radio-kemoterapi akan
lavase meningkatkan resiko perlukaan paru. Bahkan
bronkus fenomena yang disebut sebagai “radiation
recall” bisa terjadi. Fenomena ini adalah
Penatalaksanaan penyakit ini dimulai kejadian peradangan paru yang terjadi pada
dari menjauhkan pasien dari paparan. Bila pemberian adriamisin atau aktinomisin
belum terjadi fibrosis yang luas, kelainan bahkan beberapa bulan setelah radioterapi.
umumnya akan membaik dalam beberapa Manifestasi toksisitas paru akibat
hari hingga sebulan. Balum ada penelitia radiasi dapat dibedakan atas akut dan kronik.
formal akan penggunaan steroid, tetapi Reaksi atai manifestasi akut umumnya baru
prednion atau prednisolon sering digunakan terjadi pada dosis terapi yang tinggi (50-60
pada PH dengan dosis 40-60 mg/ hari sampai Gy). Kelainan yang timbul umumnya hanya
2 minggu lalu diturunkan bertahap dalam pada saluran napas berupa mukosa yang
waktu 1-2 bulan. Penggunaan steroid meradang. Gejala yang timbul berupa batuk
tampaknya mempercepat pengurangan kering. Terapi antitusif seperti codein dan
peradangan aktif sehingga perbaikan klinis banyak minum umumnya dapat mengatasi
lebih cepat. Tetapi steroid tidak berguna pada masalah ini.
proses kronis (fibrosis) yang sudah terjadi, PPI akibat radiasi adalah manifestasi
sehingga setelah 6 bulan, saat tanpa steroid kronik dari kelainan paru akibat radiasi.
pun peradangan aktif sudah berkurang, Pneumonitis akibat radiasi biasanya baru
keadaan paru tidak akan berbeda antara yang tampak pada 2-6 bulan setelah radioterapi.
mendapat steroid dan yang tidak mendapat Pada umumnya Pneumonitis radiasi tak
steroid bergejala walaupun tampak kelainan pada
foto toraks. Bila bergejala maka akan
terdapat demam (bisa mendadak tinggi),
abtuk dan sesak napas. Gejala umumnya
berhubungan dengan besarnya dosis radiasi. penyakit paru interstitial lipus (PPI lupus).
Dosis radiasi yang diberikan terbagi kecil- Gambaran histologi dari PLA adalah duffuse
kecil akan memperkecil resiko dan gejala alveolar damage, BOOP, cellular interstitial
pneumonitis radiasi. pneumonitis atau kombinasi antara
Penyakit paru interstitial akibat ketiganya. Gambaran PPI lupus adalah UIP
penyakit vaskular kolagen atau serupa dengan FPI.
Berbagai kelainan paru bisa muncul pada PLA seringkali sulit dibedakan dari
berbagai penyakit vaskular kolagen. pneumonia infeksi. Pada lupus memang
Disfungsi otot pernapasan, pneumonia sering pula terjadi infeksi baik karena lupus
aspirasi, vaskulitis paru, hipertensi pulmonar, sendiri menyebabkan gangguan sistem imun,
bronkiolitis, bronkiolitis obliterans, efusi juga pada lupus sering diberikan terapi
pleura, penyakit paru interstitial (PPI), imunosupresan. Kadangkala hanya kultur
hingga nodul di parenkim paru bisa terjadi dari cairan lavase bronkoalveolar yang dapat
pada penyakit vaskular kolagen. membedakan PLA dari pneumonia infeksi.
PPI terjadi pada dua perempat pasien Pada PLA terdapat sesak napas, ronki,
skleroderma, sedangkan sekitar seperempat leukositosis, peningkatan laju endap darah
pasien spondilitis ankilosa akan mengalami dan infiltrat alveolar bilateral pada foto torax.
PPI. Pada artritis reumatoid, sindrom PLA bisa kambuh berulang serta bisa terjadi
Sjorgen, polimiositis-dermatomiositis, serta gagal napas hingga membutuhkan ventilator
lupus eritematosus sistemik, PPI bisa terjadi mekanik. Pada kehamilan kejadian PLA
lebih dari 30% pasien. cenderung meningkat. Selain suportif
Sebagai contoh kasus PPI pada dengan menjaga suplai oksigen ke arteri,
penyakit vaskular kolagen di bawah ini akan terapi PLA adalah mengikuti terapi lupus
disinggung PPI pada lupus eritematosus sistemiknya.
sistemik, artritis reumatoid dan skleroderma. PLI lupus timbul setelah pasien
menderita lupus beberapa tahun. Pasien PPI
2.6.5 Lupus eritamatosus sistemik lupus akan mengalami sesak napas yang
Ada dua bentuk PPI pada lupus, yaitu perlahan-lahan memberat, batuk dan
bentuk akut dan bentuk kronik. Bentuk akut gambaran infiltrat pada foto kedua paru.
disebut dengan pneumonitis lupus akut Respon terhadap obat seperti kortikosteroid
(PLA), sedangkan bentuk kronik disebut atau siklofosfamid atau azatioprin tergantung
apakah masih ada gambaran aktif (cellular diberikan adalah steriod dan bila tidak
interstitial pneumonitis) pada pemeriksaan berespons dapat dikombinasikan dengan
histologinya. sitotoksik.
Garam emas sering diberikan sebagai
2.6.6 Artritis reumatoid terapi pada artritis reumatoid dan sering pula
Komplikasi pleuropneumonia pada menyebabkan pneumonitis. Gambaran
artritis reumatoid umumnya terjadi pada histopatologi pada PPI akibat reumatoid
kasus yang lanjut atau berat. PPI muncul sering kali serupa dengan yang diakibatkan
pada 5-40% pasien artritis reumatoid. Gejala oleh emas , sehingga membedakannya haris
klinisnya adalah sesak dan batuk. Pada dilakukan secara klinis. Sesak dan batuk
pemeriksaan fisik didapatkan ronki pada timbul 4 sampai 6 minggu setelah pemberian
kedua basal basal paru dan jari tabuh. Bila terapi emas. Pada beberapa kasus bisa
terdapat hipertensi pulmonal akibat terdapat eosinofilia di hitung jenis lekosit
vasokontriksi hipoksik bisa terjadi darah tepi. Walaupun bisa bermanifestasi di
korpulmonal. Foto thorax dan CT scan turaks basal, namun pneumonitis karena emas
menunjukkan infiltrat interstitialis terutama cenderung lebih ke atas daripada infiltrat
di basal dan tepi paru-paru. Pada kasus lanjut paru akibat artritis reumatoid. Seperti akibat
didapatkan gambaran sarang tawon. langsung artritis reumatoid, pneumonitis
BOOP dapat muncul dengan gejala karena emas kadang kala juga membaik
klinis yang mirip dengan UIP dan dapat dengan steroid, namun yang khas adalah
muncul bahkan segala artritis muncul. perbaikan langsung terjadi dengan
Apabila artritis reumatoid berkomplikasi dihentikannya terapi emas.
dengan sindroma Sjogren dapat pula Selain emas, terapi metotreksat (yang
ditemukan gambaran LIP. Pasien dengan bisa diberikan karena artritis reumatoidnya
BOOP atau LIP umumnya lebih responsif atau karena PPI reumatoidnya) juga bisa
terhadap terapi daripada yang bergambaran menyebabkan pneumonitis. Kejadian
UIP. Demikian pula pasien dengan BOOP pneumonitis karena metotreksat adalah
dengan penyebab yang idiopatik sering kali jarang (1-11%) namun bila terdapat
memiliki respon terapi yang lebih baik lagi pneumonitis/PPI saat metitreksat diberikan,
dibanding dengan yang diakibatkan oleh maka obat ini harus dihentikan.
penyakit vaskular kolagen. Terapi yang
2.6.7 Skleroderma (adenokarsinoma atau karsinoma sel
Skleroderma adalah penyakit fibrotik alveolar). Terapi empirik kelainan ini adalah
kronik-inflamatif pada matriks ekstraselular dengan kortikosteroid yang bila gagal dapat
kulit dan berbagai organ dalam. Dilaporkan dipertimbangkan siklofosfamid atau
70-100% pasien skleroderma mengalami penisilamin.
keterlibatan paru walau gejalanya belum 7. Komplikasi
tampak. ILD dapat menyebabkan komplikasi
Gambaran histopatologi utama pada fatal jika tidak didiagnosis atau dikendalikan
skleroderma paru adalah UIP dan sarang dengan baik, misalnya: 1.Kerusakan paru
tawon, seperti yang ditemukan pada FPI. irreversibel dan fungsi paru berkurang secara
Gambaran sarang tawon adalah gambaran permanen karena fibrosis berat serta
dari keadaan kronik atau lanjut. UIP paling kemampuan yang terganggu untuk
sering muncul pada skleroderma kulit yang mengoksidasi darah selama pernapasan
menyeluruh, walaupun bisa juga ditemukan normal. 2.Hipertensi pulmonal akibat
pada skleroderma kulit yang terlokalisir, kerusakan pembuluh darah di paru-paru.
yang dulu disebut sebagai sindrom CREST. 3.Gagal jantung akibat inflamasi sehingga
Pada kasus yang disertai dengan sindrom membuat jantung lebih sulit memompa darah
Sjogren dapat ditemukan LIP. ke dan melalui paru-paru.
Gejala klinis yang menonjol adalah
8. Prognosis
batuk dan sesak napas yang memberat Prognosis bervariasi tergantung pada
dengan aktivitas. Ronki ditemukan di kedua bentuk penyakit (akut atau kronis) dan lokasi
basal. Jari tabuh jarang ditemukan. Tes kejadian pajanan antigen. Contoh, farmer’s
fungsi paru menunjukkan restriksi, lung disease prognosisnya baik di Quebec
hipoksemia, serta gradient O2 alveolar arteri (Kanada). Tetapi kasus yang sama di
melebar. Gambaran radiologi menunjukkan
Finlandia prognosisnya kurang baik. Sering
infiltrat interstitial kedua basal yang makin timbul gangguan fungsi paru dan kematian.
lama makin menyeluruh, volume paru Penyebab dari keadaaan tersebut belum jelas,
mengecil, kista-kista sarang tawon dan mungkin adanya perbedaan struktur antigen
berbagai tanda hipertensi pulmonar. Parut dan cara pajanannya.Meskipun angka
skleroderma di paru-paru dilaporkan mortalitas dalam literatur tidak dijelaskan
berhubungan dengan kanker paru secara rinci namun di Inggris dan Wales dari
tahun 1968 hingga 2008 terdapat 878 93%.8Berdasarkan antigen penyebab,
kematian karena HP dengan angka mortalitas beberapa studi menyatakan bird-fancier’s
lebih tinggi pada laki-laki dibanding hypersensitivity pneumonitis memiliki
perempuan dan meningkat seiring prognosis buruk dibandingkan
peningkatan usia.1,8Berdasar studi kohort
Danish dimana diagnosa berdasarkan kriteria
saat ini, 5 years survival HP yaitu sebesar
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Juliani, 2018, “KL-6/MUC-1 sebagai Penanda Penyakit Paru Interstisial”. Laboratorium
Rampal Diagnostika. Vol. 45 No. 1 : 67 – 70.
Djojodibroto, RD., 2014, Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC.
Hutchinson, J., et al., 2015, “Global incidence and mortality of idiopathic pulmonary fibrosis: A
systematic review”. Eur Respir J; 46:12.
Ley, B., Ryerson CJ, et al., 2012, “A Multidimensional Index and Staging System for Idiopathic
Pulmonary Fibrosis”. Annals of Internal Medicine Ann Intern Med; Vol. 156 : 684-91.
Rasmin, Menaldi, 2010, “Bronchoalveolar Lavage pada Interstitial Lung Disease”. Jakarta:
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI – SMF Paru RSUP
Persahabatan.
Wallis, A., dan Katherine Spinks, 2015, “The Diagnosis and Management of Interstitial Lung
Diseases”, Educational Clinical Review, Vol. 10 No. 11 : 27 – 30.

Anda mungkin juga menyukai