PENDAHULUAN
Kanker paru masih menjadi masalah kesehatan utama baik di dunia maupun di
Indonesia. Data WHO menyebutkan kanker paru sebagai penyebab kematian
nomor empat dari kematian yang disebabkan keganasan. Kematian akibat kanker
paru baik laki laki maupun perempuan meningkat di China dan beberapa negara
Asia. 1,2 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan kanker merupakan
penyebab kematian nomor tujuh di Indonesia dengan presentasi 5,7% dari seluruh
penyebab kematian.3 Berdasarkan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) pada
tahun 2010, kanker paru merupakan jenis kanker peringkat ke lima tertinggi pada
pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh RS di Indonesia dengan jumlah
pasien sebanyak 3.244 orang (7,8%). 4
Penelitian di beberapa Rumah Sakit di Indonesia menunjukkan Angka ketahanan
hidup 1 tahun penderita kanker paru kurang dari 20%.
4,5
ini salah satunya dipengaruhi oleh stadium kanker saat dilakukan tindakan.
Penelitian di beberapa Rumah Sakit di Indonesia menyebutkan hampir 75%
pasien datang saat kanker paru sudah berada pada stadium lanjut. 4 Penderita
kanker paru stadium lanjut memiliki rerata angka ketahanan hidup 5 tahun lebih
kecil dibanding mereka yang dilakukan pembedahan pada stadium awal. 6
Untuk mengatasi masalah kanker paru diperlukan pendekatan multidispilin dari
berbagai bidang ilmu kedokteran. Radiologi memegang peranan penting dalam
deteksi dini, diagnosis dan staging, evaluasi dan follow up pasca terapi. Berbagai
modalitas radiologi mengalami perkembangan teknologi yang sangat signifikan
dengan karakteristik dan keunggulannya masing masing. Pada makalah ini akan
dibahas mengenai pilihan modalitas radiologi yang tersedia untuk kasus kanker
paru. Pilihan modalitas yang tepat akan membantu penanganan kasus kanker paru
dengan lebih efektif dan adekuat.
7,8
Gejala lain dapat timbul sebagai manifestasi metastasis di luar paru seperti
kompresi di daerah otak, pembesaran hepar ataupun fraktur patologis. Hilangnya
nafsu makan, penurunan berat badan, demam yang hilang timbul dan sindrom
paraneoplastik dapat muncul sebagai keluhan yang tidak khas pada penderita
kanker paru.7
Hasil pemeriksaan fisik pada penderita kanker paru sangat dipengaruhi kelainan
yang ada pada saat pemeriksaan. Tumor yang berukuran kecil dan terletak di
perifer seringkali tidak menunjukkan hasil apapun pada pemeriksaan fisik. Hasil
yang lebih informatif bisa didapatkan jika tumor berukuran besar terlebih bila
disertai atelektasis, efusi pleura ataupun penekanan vena kava. Pemeriksaaan
kelenjar getah bening juga penting dilakukan sebagai data untuk penentuan
stadium penyakit. Pemeriksaan organ lain secara sistematis, teliti dan menyeluruh
diperlukan untuk mendeteksi adanya metastasis.7,8
II. 4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dikerjakan untuk menentukan jenis histopatologi sel
tumor, lokasi tumor primer, metastasi dan penentuan stadium penyakit.
Pemeriksaan radiologi mutlak dilakukan untuk menentukan karakteristik tumor
primer dan metastasisnya. Modalitas yang umumnya digunakan adalah foto toraks
PA/lateral, computerized tomography (CT)-scan toraks, bone scan, bone survey,
ultrasonografi (USG) abdomen, CT otak, positron emission tomography (PET)
dan magnetic resonnance imaging (MRI).6,8
Pemeriksaan khusus seperti bronkoskopi, biopsi aspirasi jarum, transbronchial
needle aspiration (TBNA), transbronchial lung biopsy (TBLB) dengan bantuan
fluoroskopi, transthorasic needle aspiration (TTNA) dan biopsi transtorakal
dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik histologi kanker
paru. Aspirasi jarum halus (AJH), sitologi sputum, biopsi KGB dapat dilakukan
bila diagnosis sitologi/histology tuumor primer di paru belum diketahui. Jika
massa tumor terletak di bagian perifer paru, pleura ataupun mediastinum biopsy
yang berbeda.
13
Gambar 1. Chart illustrates the descriptors from the 7th edition of the TNM staging
system for lung cancer
13
II. V. Tatalaksana
Tatalaksana kanker paru menggunakan multi modalitas terapi yang pemilihannya
dipengaruhi jenis histologis, derajat dan tampilan pasien.6,14 Pilihan modalitas
terapi kanker paru antara lain pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.
Pembedahan dapat dilakukan pada Kanker paru bukan sel kecil stadium I dan II
atau sebagai bagian dari combined modality therapy pada kasus inoperabel
misalnya kanker paru bukan sel kecil stadium IIIA. Kanker paru dengan sindrom
vena kava superior berat merupakan kegawatan yang memerlukan intervensi
bedah.6,8 Radioterapi pada kanker paru dapat bersifat kuratif, paliatif atau untuk
penanganan kegawatdaruratan seperti sindrom vena kava superior, nyeri tulang
akibat invasi tumor ke dinding dada ataupun metastasis ke otak dan tulang.
Kemoterapi
dapat
diberikan
pada
semua
kasus
kanker
paru
dengan
memperhatikan status tampilan baik menurut skala Karnofsky atau skala WHO. 6,7
Secara definisi skrining berarti evaluasi pada individual yang asimtomatik namun
berisiko untuk terkena suatu penyakit. Tujuan dari skrining adalah mencegah atau
memperlambat perjalanan penyakit. Penemuan positif pada skrining dapat diikuti
evaluasi lanjutan untuk memperoleh kepastian diagnosis. Skrining yang efektif
setidaknya harus memenuhi 3 kondisi. Pertama, harus dapat membantu
mendiagnosa sebelum muncul gejala penyakit. Kedua, tatalaksana dini penyakit
harus lebih efektif dari tatalaksana pada stadium lanjut. Ketiga, keuntungan dari
proses skrining harus lebih besar dari potensi bahayanya. 1517
Pada skrining kanker paru, syarat pertama relatif mudah dipenuhi. Namun syarat
kedua dan ketiga masih banyak bias yang mempengaruhi. Hal yang menjadi
tantangan dalam skrining kanker paru ini adalah karakter biologis dari sel kanker.
Sel kanker paru berkembang 3-6 juta sel per gram per jaringan tiap 24 jam yang
menunjukkan potensi metastasis yang sangat besar.
18
Beberapa penelitian
Sejak akhir tahun 1980 diperkenalkan Low Dose Helical CT (LDCT) Scan untuk
skrining Ca paru. LDCT ini menjadi pilihan karena sifatnya yang non invasif dan
tidak menggunakan kontras. Pemeriksaan ini juga memiliki waktu scanning yang
lebih cepat (kurang dari 1 menit), resolusi gambar yang lebih baik dan potongan
yang lebih tipis (<1mm) sehingga nodul atau lesi yang berukuran minimal dapat
dideteksi lebih dini. Pada LDCT, dosis radiasi dapat dikurangi hingga seperlima
sampai seperdelapan dosis CT standar menggunakan protokol dosis rendah
(120kV,50mAs) dengan paparan radiasi sebesar 1-4 millisieverts tergantung dari
ukuran tubuh pasien. CT scan konvensional biasanya memberikan paparan radiasi
antara 5-20 millisieverts20,21 LDCT lebih sensitif dibandingkan foto toraks dalam
menemukan nodul berukuran kurang dari 2 cm. 8
Studi yang dilakukan The National Lung Screening pada
tahun 2002-2010
Foto Toraks
Tersedia luas
LDCT
Resolusi lebih baik
Ekonomis
Lebih sensitif
Sensitifitas rendah
Tidak
Mahal
terbukti Tingkat
menurunkan morbiditas
radiasi
lebih
tinggi
Beberapa kebijakan hasil penilaian skrining adalah; jika ditemukan nodul solid
berukuran sangat kecil (<4mm) pada pasien risiko rendah tidak dilakukan tindak
lanjut dan pada pasien risiko tinggi dilakukan pencitraan lanjutan. Jika ditemukan
nodul kecil (4-6mm) pada pasien risiko rendah dilakukan reevaluasi pada bulan ke
12 dan tidak memerlukan follow up tambahan jika tidak ada perubahan. Nodul
solid yang berukuran 6-8mm perlu dievaluasi antara bulan ke 6-12 dan 18-24 jika
tidak didapatkan perubahan. Untuk pasien dengan risiko tinggi, nodul berukuran
kurang dari 4 mm harus di reevaluasi pada bulan ke 12. Nodul berukuran 4-6 mm
harus di follow up antara bulan ke 6-12 dan 18-24 jika tidak didapatkan
perubahan. Nodul berukuran 6-8 mm difollow up antara 3-6 bulan kemudian 9-12
bulan dan pada bulan ke 24. Jika ditemukan nodul dan massa yang lebih besar
dilakukan pancitraan lanjutan dan pengambilan sampel jaringan pada semua
pasien tanpa kelas risiko. 23
III.2 DIAGNOSIS
Diagnosa kanker paru memerlukan informasi mengenai jenis histologi, staging
dan status tampilan pasien. Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan
penunjang yang penting untuk menilai lokasi tumor primer, metastasis dan
penentuan stadium penyakit. Modalitas radiologi yang digunakan dalam diagnosis
kanker paru diantaranya adalah Foto toraks PA/Lat, CT-scan toraks s/d suprarenal,
PET, MRI, dan USG.
Anamnesa,
pemeriksaan jasmani
Laboratorium,
pemeriksaan
histologi
10
bayangan padat dengan batas suram. Tepi irregular dan identasi pleura dan nodul
satelit mendukung diagnosa ke arah keganasan. 24
Umumnya kanker paru tidak memberikan gambaran yang spesifik pada foto
toraks. Dapat ditemukan tanda pembesaran kelenjar getah bening di hilus, tanda
destruksi iga, pendorongan atau penarikan trakea dan mediastinum, serta
kelumpuhan diafragma. Dapat juga ditemukan invasi tumor ke dinding dada, efusi
pleura, efusi perikardium dan metastasis intrapulmonal.7 Pada setiap gambaran
radiologis yang ditemukan pada pasien golongan risiko tinggi kanker paru harus
dilakukan follow up yang teliti. Gambaran efusi pleura luas yang ditemukan pada
foto toraks harus diikuti dengan foto toraks ulang pasca pungsi pleura atau
pemasangan WSD agar tumor primer yang tertutup efusi dapat terlihat. Keganasan
harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
Contoh gambaran kanker paru pada foto toraks dapat dilihat pada gambar 3.
11
II
III.2.2 CT-Scan toraks
Perkembangan CT Scan sangat cepat, dimulai dari generasi pertama yang hanya
memiliki satu detektor dan menggunakan berkas Pencil Beam, sampai yang
sekarang ini sudah menggunakan Multi Slice Detector (MSCT) dan Dual Source
CT (DSCT). Tehnik pencitraan dengan CT scan dapat mendeteksi tumor dengan
ukuran kurang dari 1cm secara lebih tepat dibandingan dengan foto toraks. ACCP
merekomendasikan pemeriksaan CT scan thoraks sebagai pemeriksaan lanjutan
dengan irisan tipis untuk setiap nodul soliter paru yang ditemukan pada
pemeriksaan foto toraks. Pada individu dengan nodul solid paru indeterminate
yang berukuran lebih dari 8 mm, ACCP merekomendasikan pemeriksaan
surveillance dengan serial CT scan pada bulan ke 3-6, 9-12, dan 18-24 bulan
menggunakan LDCT non kontras.
Lesi tumor dapat muncul sebagai massa soliter dengan lobulasi, spikulasi, kavitasi
dan air bronkogram seperti gambaran ground glass opacity. Pada CT scan tanda
tanda proses keganasan tergambar lebih baik. Pada tahun 2009, Arman dkk
mengajukan sistem scoring yang dapat digunakan sebagai panduan untuk prediksi
keganasan dengan mengevaluasi karakteristik lesi yang ditemukan pada HRCT
scan. Studi tersebut menunjukkan sistem skoring tersebut memiliki sensitifitas
sebesar 97,7% dan spesifisitas 83,3%. Hal yang dinilai dalam scoring tersebut
adalah volume tumor, HU, spikula, ground glass opacity, kalsifikasi, pleural tail,
rigler notch sign, angiogram sign, kavitas, atelektasis, infiltrat, destruksi tulang,
cairan pleura, metastasis ddan pembesaran KGB. Nilai skor >35 curiga
12
25
27
13
Gambar 4. PET
PET bekerja dengan mendeteksi radioaktif yang dipancarkan oleh sejumlah kecil
zat radioaktif pelacak beberapa saat setelah disuntikkan ke vena perifer. Pelacak
yang biasa digunakan untuk deteksi kanker paru adalah analog glukosa radioaktif
18F-2-deoxy-2-fluoro-D-glucose (FDG). Tumor ganas mempunyai metabolisme
lebih cepat dibanding tumor jinak. FDG akan mengalami uptake selular yang
sama dengan glukosa namun tidak dimetabolisme sehingga terakumulasi pada sel
kanker.28 Akumulasi isotop inilah yang dibaca oleh PET-Camera. Analisis
dilakukan secara kuantitatif menurut standart uptake volume (SUV). Jumlah
uptake lebih besar dari 2,5 atau lebih besar dari uptake aktifitas mediastinum yang
menjadi latarnya merupakan kriteria spesifik yang menunjukkan hasil abnormal.
Total zat radioaktif yang diperlukan sama dengan dosis yang digunakan pada
CT.27
Pemeriksaan PET memerlukan persiapan puasa 4-6 jam sebelum pemeriksaaan.
Setelah persiapan dan pemeriksaan awalan dilakukan, zat radiofarmaka yang telah
dilabel disuntikkan secara intravena. Pemeriksaan dilakukan kurang lebih 30-50
menit hingga zat tersebut diserap tubuh, bergantung pada organ yang diperiksa.
Waktu pemeriksaan berkisar antara 30 sampai 90 menit.
29
14
keganasan
Negatif Palsu
Luka karena bedah Hiperglikemia
yang
kecil
atau Infeksi
mikroskopik
Hipermetabolisme otot
Fokus metabolic yang sangat berdekatan
Selain sensitifitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, PET memiliki akurasi yang
lebih baik dibandingan CT dalam deteksi atau eksklusi keterlibatan nodul
mediastinum. Hasil metaanalisis menunjukkan sensitifitas 83%, spesifitas 91%
dan NPV 94,8%.8,13 Meskipun demikian, PET tetap hanya merupakan
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti kanker paru hanya dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan invasif seperti biopsi transtorakal dan mediastinoskopi. 30
15
III.2.5 MRI
16
MRI atau Magnetic Resonance Imaging adalah modalitas tambahan yang dapat
digunakan untuk melengkapi CT Scan. Secara umum MRI memiliki kelemahan
waktu pemeriksaan yang lama, lebih rumit, lebih mahal dan resolusi spasial yang
lebih rendah dibanding CT scan. Kekurangan ini juga disebabkan rendahnya
densitas proton, T2* yang pendek dan inhomogenitas lapangan magnetik
parenkim paru.32 Seleksi pasien yang ketat seperti pengguna implan, katup jantung
dan klaustrofobia juga menjadi keterbatasan. Untuk menilai parenkim paru, MRI
memiliki kelemahan akan banyaknya artefak yang disebabkan pergerakan dan
paucity proton pada udara parenkim.26
Meskipun demikian MRI memiliki keunggulan untuk mengevaluasi tumor di
daerah sulkus superior (Tumor Pancoast) ataupun tumor yang menginvasi
diafragma. MRI juga lebih superior dibanding CT scan untuk mengevaluasi
jaringan lunak, pleksus brakialis, pembuluh darah subklavia dan kanalis
spinalis.8,26
respiratory MRI dapat mengevaluasi invasi dinding dada dengan sensitifitas dan
spesifisitas 100% dan 82,9%.33
Perkembangan teknik MRI dan penggunaan kontras gadolinium meningkatkan
kemampuan diagnostik MRI dalam kanker paru. MRI merupakan modalitas
pilihan untuk diagnosis dan staging kanker paru pada pasien dengan alergi kontras
iodine pada CT Scan ataupun dengan gangguan ginjal yang serius.
III.2.6 USG
Dalam diagnosa kanker paru, USG tidak banyak digunakan untuk mengevaluasi
tumor primer. USG Toraks dapat digunakan untuk mengevaluasi kelainan pleura.
Efusi pleura akan tampak seperti lapisan hipoechoic diantara pleura parietal dan
viscera. Bagian paru yang mengalami atelektasi dapat dilihat pergerakannya
melalui cairan pleura. Efusi ganas, lesi metastasis atau mesotelioma umumnya
terlihat sebagai gambaran hypoechoic. Gambaran tumor pancoast dengan USG
toraks lebih baik dibanding CT scan, tapi masih lebih baik digambarkan oleh
MRI.24
17
Pada penelitian Bandi dkk tahun 2008,34 ultrasound lebih sensitif dibanding CT
dalam mengevaluasi invasi dinding dada dengan sensitifitas 89% berbanding
42%.34 USG toraks juga dapat digunakan sebagai penuntun biopsi jarum. Namun
hal ini masih belum terlalu banyak dilakukan meskipun penggunaan USG toraks
lebih murah dan mudah jika dibanding CT scan. Keterampilan operator pengguna
USG toraks belum banyak sehingga masih jarang yang melakukan. Massa
subpleura, dinding dada dan dalam pleura dapat dibiopsi jarum dengan penuntun
USG toraks.24
III.3. STAGING
Setelah didapatkan informasi mengenai diagnosa kanker paru, tahap selanjutnya
adalah melakukan clinical staging. Umumnya diperlukan kombinasi beberapa
modalitas untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai staging kanker
paru. CT scan toraks dan abdomen, CT atau MRI otak dan bone scan
direkomendasikan sebagai pemeriksaan radiologi rutin untuk staging kanker paru
sel kecil.23 Pada kanker paru bukan sel kecil pilihan modalitas disesuaikan dengan
kondisi klinis yang ditemukan. Modalitas radiologi yang umumnya digunakan
adalah CT Scan, MRI, Brain CT, PET, PET/CT Scan, USG abdomen, Bone Scan
dan Bone Scintigrafi. Masing masing modalitas digunakan sesuai dengan tujuan
staging untuk mengevaluasi ukuran (T), keterlibatan KGB (N) dan metastasis (M).
III.1. Ukuran Tumor
Modalitas utama yang digunakan untuk mengevaluasi ukuran tumor adalah CT
scan thorax. Tumor T1 disubklasifisikasikan menjadi T1a (< atau = 2 cm) dan
T1b (>2 - < atau = 3 cm). Nodul berukuran kurang dari 3 cm secara teknik lebih
mudah direseksi. Informasi penting yang perlu dideskripsikan adalah posisi tumor
terhadap arteri pulmonalis utama. Tumor yang terletak dekat arteri pulmonalis
utama merupakan indikasi untuk pneumonektomi atau arterioplasti pulmonal. Hal
lain yang perlu dideskripsikan adalah apakah tumor melibatkan keseluruhan fisura
interlobaris atau hanya menyilang secara inkomplit. Keterangan mengenai hal ini
akan mempengaruhi pendekatan operasi yang akan dilakukan. 28
18
Tumor T2 disubklasifikasikan menjadi T2a (>3 - < atau = 5 cm) dan T2b (>5 - <
atau = 7 cm). Tumor juga dapat diklasifikasikan sebagai T2 jika tumbuh hingga
saluran napas besar (bronkus utama) tidak kurang dari 2 cm di bawah karina,
menuju pleura visceral atau membuat sebagian paru kolaps. Keterangan ini
penting disampaikan agar ahli bedah dapat mempertimbangkan kebutuhan
pneumonektomi atau reseksi. 13,28
Tumor berukuran >7cm atau tumbuh menginvasi dinding dada, pleura
mediastinum, diafragma, pericardium parietal, diklasifikasikan sebagai T3.
Adanya nodul tambahan di lobus yang sama dengan tumor primer, atelektasis,
pneumonitis seluruh lobus juga diklasifikasikan sebagai T3. Tumor yang terletak
kurang dari 2cm di dekat karina mungkin memerlukan pneumonectomy carinal.
Tingkat invasi dinding dada penting untuk disampaikan kepada ahli bedah karena
mempengaruhi luasnya reseksi yang direncanakan. Perluasan tumor ke dalam
jaringan lunak, struktur mediastinum ataupun tulang rusuk dapat dideskripsikan
melalui CT atau MRI dengan tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang tidak jauh
berbeda.13 MRI merupakan modalitas pilihan staging kanker paru pada pasien
dengan alergi kontras iodine CT atau dengan gangguan ginjal yang serius.26
Tumor dengan nodul tambahan yang terletak di lobus lain ipsilateral atau tumbuh
ke area mediastinum, jantung, pembuluh darah besar, trakea, oesophagus, tulang
belakang, karina, dengan efusi pleura ganan atau efusi perikardial diklasifikasikan
sebagai T4.10,11 Pada stadium ini kontrol lokal dari penyakit adalah salah satu
aspek penting dari tatalaksana untuk meningkatkan kelangsungan hidup. Reseksi
bedah beberapa tumor T4 dapat dilakukan selama pasien memiliki status tampilan
baik dan tidak memiliki bukti penyakit sistemik. Oleh karena itu deskripsi stuktur
yang terlibat harus dilakukan secara teliti dan detil. Beberapa penelitian
menyarankan 18F FDG PET untuk membantu penilaian pleura. Nilai sensitifitas,
spesifisitas, positif predictif value meningkat jika dikombinasikan dengan CT. 27,28
Salah satu tumor T4 yang memerlukan reseksi adalah tumor sulkus superior
(tumor Pancoast). Hal yang harus dideskripsikan secara radiologis adalah
keterlibatan pleksus brakialis, perluasan ke tulang belakang hingga kanalis
19
dari
perpsektif
pembedahan,
pencitraan
radiologi
juga
harus
20
27,13
21
FDG-PETCT, 18FDG-PET, MRI dan Bone Scan adalah 92%, 87%, 77% dan
86% dengan spesifisitas 98%, 94%, 92% dan 88%. Studi tersebut menyimpulkan
bahwa baik
18
FDG-PETCT dan
18
22
adenoma yang dapat terjadi dalam 2% -10% dari populasi umum. Massa adrenal
dapat dianggap jinak jika memiliki nilai penyangatan kurang dari 10 HU pada CT
scan atau ada pengurangan 50% atau lebih Hounsfield unit pada 10 menit delayed
CT scan. 26,13
Jika gambaran CT kurang memuaskan, MRI atau PET berguna untuk karakterisasi
lebih lanjut. Analisis pergeseran kimia dengan MRI dapat membantu menentukan
apakah lesi adrenal jinak atau ganas. FDG PET juga merupakan metode yang
efektif untuk mengevaluasi massa adrenal karena dapat menunjukkan aktivitas
metabolik. Jika ketiga metode ini tidak menunjukkan apakah massa jinak atau
ganas, dianjurkan untuk biopsi dari lesi adrenal. 28
Evaluasi adanya metastasi hepar secara awal masih menjadi kontroversi. Setiap
lesi mencurigakan di hepar yang terdeteksi pada CT scan dada dianjurkan untuk
evaluasi lebih lanjut baik dengan CT abdomen, MRI ataupun biopsi. CT scan
memiliki nilai sensitivitas sekitar 85% dalam mendeteksi metastasis di hati. Nilai
yang sama mungkin juga dimiliki oleh MRI dan USG apabila dilakukan oleh
dokter yang berpengalaman. USG lebih baik dibandingkan dengan CT scan dalam
membedakan metastasis dari kista hati yang sering terlihat seperti jinak pada CT
scan.
III.3.2 Metastasis Otak
Metastasis otak dilaporkan pada 18% pasien dengan karsinoma paru bukan sel
kecil. Meskipun demikian, CT scan otak hanya dianjurkan pasien yang
menunjukkan tanda dan gejala kelainan neurologis. Angka kelangsungan hidup
yang lebih baik ditunjukkan pada reseksi metastasis otak soliter pada pasien
dengan kanker paru bukan sel kecil.
Kanker paru jenis karsinoma sel kecil dan adenokarsinoma merupakan kanker
paru yang sering bermetastasis ke otak. Dalam memberikan gambaran anatomi
otak, MRI lebih baik dibandingkan CT scan terutama anatomi di fossa posterior
yang berdekatan dengan dasar tengkorak. Pada pasien kanker paru dengan jenis
23
karsinoma bukan sel kecil, pencitraan otak tidak rutin dilakukan pada pasien tanpa
gejala karena angka kejadian untuk metastasis otak pada pasien tersebut hanya 24%.
III.3.3. Metastasis Tulang
Pada pasien kanker paru bukan sel kecil pemeriksaan untuk deteksi metastasis
tulang dengan radiografi tulang konvensional, bone survey, bone scan ataupun
MRI dianjurkan pada pasien dengan riwayat nyeri tulang fokal atau menunjukkan
peningkatan nilai alkalin phosphatase. Rekomendasi ini menarik untuk ditinjau
ulang karena hasil penelitian sebelumnya (90) dari FDG PET pada kanker paru
bukan sel kecil menunjukkan bahwa 13% dari pasien kanker paru tanpa gejala
tersebut sudah memiliki metastasis tulang.37,38
Bone survey adalah serangkaian pemeriksaan radiografik tulang konvensional
dengan sinar X. Pemeriksaan bone survey mencakup pemeriksaan bone survey I
pada kepala (AP-Lateral), vertebrae (AP-Lateral) , C1-S Pelvis (AP) dan bone
survey II pada extremitas (foto AP humerus dan femur) dan thorax (foto costae
AP/PA). Metastasis kanker paru pada tulang umumnya menunjukkan gambaran
lesi osteolitik.
Kelebihan bone survey adalah tidak memerlukan persiapan khusus dan tidak
memerlukan
zat
kontras.
Bone
survey
memiliki
kelemahan
dalam
24
25
26
tumor), respon parsial (penurunan sedikitnya 30% ukuran tumor, penyakit yang
stabil (tidak ada perubahan ukuran tumor), dan progresif (peningkatan setidaknya
20% ukuran tumor). 28
III.4.3 DETEKSI KOMPLIKASI PASCA TERAPI
Kemoterapi dapat menyebabkan beberapa komplikasi, yang paling umum
diantaranya adalah infeksi dan toksisitas obat. Paru-paru adalah lokasi umum
sebagian besar infeksi serius pada pasien dengan kanker yang umumnya dapat
dideteksi dengan pencitraan.28 Toksisitas obat juga harus dipikirkan sebagai
diagnosis banding karena dapat menampilkn gambaran radiologis yang mirip
dengan infeksi, pneumonitis radiasi atau tumor berulang.24 Toksisitas obat
bermanifestasi sebagai gambaran ground glass opacity, kekeruhan interstitial
ataupun fibrosis. Beberapa agen kemoterapi seperti gemcitabine, etoposid, dan
paclitaxela telah dilaporkan menyebabkan cedera paru.28 Pada pasien dengan
terapi kuratif yang intensif, follow up penilaian komplikasi sebaiknya dilakukan
dalam 3-6 bulan. Dilanjutkan setiap 6 bulan dalam 2 tahun kemudian setahun
sekali.23 Follow up direkomendasikan menggunakan CT scan atau PET, PET/CT
Scan.
IV. KESIMPULAN
Masalah kanker paru memerlukan kerjasama multidisiplin. Modalitas radiologi
memegang peranan penting dalam deteksi dini, diagnosa, staging dan evaluasi
kanker paru. Setiap modalitas memiliki nilai kelebihan dan kekurangan masing
27
masing. Foto toraks merupakan modalitas awal dalam diagnosa kanker paru. CT
scan memiliki keunggulan untuk deteksi dini dan deskripsi tumor primer. PET
Scan dan PET/CT Scan berperan unggul untuk menentukan keganasan, staging,
keterlibatan KGB mediastinum dan deteksi metastasis jauh. MRI baik untuk
menilai invasi dinding dada, tumor di area sulkus superior dan metastasis ke otak.
USG digunakan untuk mengevaluasi metastasis hati. Bone scan dan Bone Survey
baik untuk mengevaluasi metastasis tulang. Penilaian radiologis yang akurat dapat
memperbaiki diagnosa dan tatalaksana pasien yang berpengaruh pada angka
harapan hidup penderita kanker paru.
V. DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
28
from:
http://www.ons.gov.uk/ons/rel/vsob1/mortality-statistics--deathsregistered-in-england-and-wales--series-dr-/2009/index.html
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jett JR, Schild SE, Kesler KA, Kalemkerian GP. Treatment of small cell lung
cancer: Diagnosis and management of lung cancer, 3rd ed: american college
of chest physicians evidence-based clinical practice guidelines. Chest. 2013
Mei;143(5_suppl):e400S e419S.
10. Rami-Porta R, Crowley JJ, Goldstraw P. The revised TNM staging system
for lung cancer. Ann Thorac Cardiovasc Surg Off J Assoc Thorac Cardiovasc
Surg Asia. 2009 Feb;15(1):49.
11. Mirsadraee S, Oswal D, Alizadeh Y, Caulo A, van Beek EJ. The 7th lung
cancer TNM classification and staging system: Review of the changes and
implications. World J Radiol. 2012 Apr 28;4(4):12834.
12. UK CR. More about staging for lung cancer [Internet]. 2014 [cited 2015 Feb
25].
Available
from:
http://www.cancerresearchuk.org/aboutcancer/type/lung-cancer/treatment/more-about-lung-cancer-staging
29
13. UyBico SJ, Wu CC, Suh RD, Le NH, Brown K, Krishnam MS. Lung Cancer
Staging Essentials: The New TNM Staging System and Potential Imaging
Pitfalls. RadioGraphics. 2010 Agustus;30(5):116381.
14. Bakhtiar A. Kanker Paru dan Penatalaksanaannya. J Kedokt Unsyiah.
2013;6(1).
15. Gill RR, Jaklitsch MT, Jacobson FL. Controversies in Lung Cancer
Screening. J Am Coll Radiol. 2013 Dec 1;10(12):9316.
16. Aberle DR, Brown K. Lung Cancer Screening with CT. Clin Chest Med.
2008 Mar;29(1):114.
17. Patz EF, Black WC, Goodman PC. CT Screening for Lung Cancer: Not
Ready for Routine Practice. Radiology. 2001 Desember;221(3):58791.
18. Halperin EC, Perez CA, Brady LW. Perez and Bradys Principles and
Practice of Radiation Oncology. Lippincott Williams & Wilkins; 2008. 2152
p.
19. Kanne JP. Screening for Lung Cancer: What Have We Learned? Am J
Roentgenol. 2014 Mar 1;202(3):5305.
20. Lung Cancer: Screening Guidelines [Internet]. Memorial Sloan Kettering
Cancer
Center.
[cited
2015
Mar
6].
Available
from:
http://www.mskcc.org/cancer-care/adult/lung/screening-guidelines-lung
21. Computed Tomography (CT) Scans and Cancer Fact Sheet - National Cancer
Institute
[Internet].
[cited
2015
Mar
6]. Available
from:
http://www.cancer.gov/cancertopics/diagnosis-staging/ct-scans-fact-sheet
22. Black WC, Gareen IF, Soneji SS, Sicks JD, Keeler EB, Aberle DR, et al.
Cost-effectiveness of CT screening in the National Lung Screening Trial. N
Engl J Med. 2014;371(19):1793802.
23. Detterbeck FC, Lewis SZ, Diekemper R, Addrizzo-Harris D, Alberts WM.
Executive summary: Diagnosis and management of lung cancer, 3rd ed:
american college of chest physicians evidence-based clinical practice
guidelines. Chest. 2013 Mei;143(5_suppl):7S 37S.
24. Rakesh R. Misra AP. AZ of Chest Radiology. 1st ed. United Kingdom:
Cambridge University Press; 2007. 56-63 p.
25. Abdullah AA, Bujang N, Badril C, Hamdani C, Junadi P, Jusuf A, et al. The
Sensitivity and Specificity of a new Scoring System Using High Resolution
Computed Tomography to Diagnose Lung Cancer. Med J Indones. 2009
Sep;18(3):1818.
26. Laurent F, Montaudon M, Corneloup O. CT and MRI of Lung Cancer. Respir
Int Rev Thorac Dis. 2006;73(2):13342.
30
31
32