Anda di halaman 1dari 72

SKRIPSI

November 2017

GAMBARAN RADIOLOGI TORAKS PASIEN TUMOR


PARU DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR PERIODE JANUARI 2016 SAMPAI JUNI 2017

OLEH :

Muhammad Ilyas

C11114356

PEMBIMBING:

Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017
GAMBARAN RADIOLOGI TORAKS PASIEN TUMOR PARU DI
RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE
JANUARI 2016 SAMPAI JUNI 2017

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapai Salah Satu Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

MUHAMMAD ILYAS

C11114356

Pembimbing :

Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui untuk dibacakan pada seminar akhir di Bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin dengan judul :

“Gambaran Radiologi Toraks Pasien Tumor Paru di RSUP Dr. Wahidin


Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2016 sampai Juni 2017”

Hari/ Tanggal : Kamis, 30 November 2017


Waktu : 08.00 WITA - selesai
Tempat : Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin

Makassar, 30 November 2017

Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K)

iii
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh


Nama : Muhammad Ilyas
NIM : C11114356
Fakultas/ Program Studi : Kedokteran / Pendidikan Dokter
Judul Skripsi : Gambaran Radiologi Toraks Pasien Tumor Paru di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode
Januari 2016 sampai Juni 2017

Telah berhasil dipertahankan dihadapan dewan penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sarjana
kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

DEWAN PENGUJI
Pembimbing

Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K)

Penguji 1 Penguji 2

Dr. dr. Mirna Muis, Sp.Rad. dr. Rafikah Rauf, Sp.Rad., M.Kes.

Ditetapkan di : Makassar
Tanggal : 30 November 2017

iv
BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK

Skripsi dengan judul:

GAMBARAN RADIOLOGI TORAKS PASIEN TUMOR PARU DI


RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR PERIODE
JANUARI 2016 SAMPAI JUNI 2017

Makassar, 30 November 2017

Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K)

v
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Skripsi, November 2017
ABSTRAK
Muhammad Ilyas (C11114356)
“Gambaran Radiologi Toraks Pasien Tumor Paru di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2016 sampai Juni 2017”

Latar belakang: tumor paru masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara sedang berkembang maupun yang sudah maju. Di negara
maju seperti Amerika dan Inggris, prevalensi tumor paru masih tinggi, terutama
tumor yang bersifat ganas dan menjadi penyebab kematian karena keganasan paling
tinggi. Di seluruh dunia, angka kematian yang disebabkan oleh tumor paru lebih dari
1,1 juta jiwa per tahun. Salah satu penyebab tingginya kematian tumor paru adalah
keterlambatan karena tidak adanya gejala khas, sehingga penegakan diagnosis sangat
bergantung pada pemeriksaan penunjang. Untuk mendiagnosis tumor paru, salah satu
pemeriksaan yang penting adalah foto toraks, akan tetapi untuk penegakan diagnosis,
foto toraks masih kurang. Oleh sebab itu, untuk menilai tumor paru dengan lebih
jelas diperlukan pemeriksaan CT-Scan toraks yang juga perlu dilakukan jika ada
kecurigaan besar adanya tumor paru berdasarkan gejala klinis dan faktor risiko yang
dimiliki oleh pasien meskipun hasil foto toraks tidak menunjukkan adanya tanda-
tanda tumor paru.

Tujuan penelitian: untuk mengetahui gambaran radiologi toraks pasien tumor paru
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari
2016 sampai Juni 2017.

Metode: penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan secara


retrospektif dengan menggunakan data sekunder.

Sampel: semua pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
periode Januari 2016 sampai Juni 2017 memenuhi syarat untuk sampel penelitian.

Hasil penelitian: Terdapat 75 pasien tumor paru berdasarkan hasil pemeriksaan CT-
Scan toraks yang memenuhi syarat penelitian. Pasien tumor paru paling banyak
ditemukan pada laki – laki sebesar 72,0%, kelompok umur ≥ 60 tahun yaitu sebesar
41,3%, hasil pemeriksaan foto toraks positif sebesar 66,7%, berukuran > 7 cm
sebesar 51,0%, bertepi irreguler sebesar 85,3%, berlokasi di lobus atas paru kanan
sebesar 32,0%, serta komplikasi paling banyak yaitu efusi pleura sebesar 32,0%.

Kata kun ci: Tumor Paru, Foto toraks, CT-Scan Toraks.

vi
Medical Faculty
Hasanuddin University
Skripsi, November 2017
ABSTRACT
Muhammad Ilyas (C11114356)
“Thoracal Imaging of the Lung Tumor Patients at RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar in Janauary 2016 to June 2017”

Background: lung tumors are still a major problem in health, both in developing and
developed countries. In developed countries like America and England, the
prevalence of lung tumors is still high, especially malignant tumors and the leading
cause of death due to the malignancy. Worldwide, the mortality rate caused by lung
tumors is more than 1.1 million people every year. One cause of high lung tumor
death is delay to diagnose, because the absence of typical symptoms, so the diagnosis
is very dependent on investigation test. To diagnose lung tumors, one of the most
important investigation test is a conventional chest X-ray, but for diagnosis, chest X-
ray are lacking. Therefore, to assess lung tumors more clearly requires a chest CT-
scan that also needs to be done if there is a large suspicion of lung tumor based on
clinical symptoms and risk factors owned by the patient even though the chest X-ray
showed no signs of lung tumor.

Objective: To describe the chest radiography of lung tumor patients at the General
Hospital Center, Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar period January 2016 to June
2017.

Methods: this research is a descriptive study, performed retrospectively using


secondary data.

Sample: all of lung tumor patients at the General Hospital Center, Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar period January 2016 to June 2017 who had qualify for the
study sample.

Results: There are 75 lung tumor patients based on chest CT-Scan diagnosis that
qualified research criteria. Lung tumor Patients most commonly found in men as
many as 72.0%,the age ≥ 60 years old as many as 41.3%, lung tumor positive on
convensional chest X-ray as many as 66.7%, > 7 cm in tumor’s size as many as
49.3%, irregular margin of the tumor as many as 85.3%, the site of tumor on superior
lobe of the right lung as many as 32.0%, and also lung tumors with pleural effusion
as many as 32.0%.

Keywords: Lung Tumor, Chest X-Ray, CT-Scan Thorax.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat

dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Gambaran Radiologi Toraks Pasien Tumor Paru di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2016 sampai Juni 2017” ini sebagai

salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran.

Selesainya skripsi ini tidak semata-mata karena hasil kerja dari penulis

sendiri melainkan juga adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah memberikan bantuannya baik dari segi materi maupun yang non materi.

Ucapan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya dari penulis

diberikan kepada Prof. Dr. dr. Muhammad Ilyas, Sp.Rad(K) selaku pembimbing

dalam penulisan skripsi ini atas waktu, tenaga, pikiran, semangat, dorongan serta

bimbingan yang tidak bosan-bosannya diberikan selama penulisan skripsi ini.

Tidak hanya itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak atas jasa-jasanya yang tidak mungkin dilupakan oleh penulis, yaitu:

1. Dokter pembimbing di bagian radiologi yang sudah memberikan waktu dan

ilmunya serta sangat membantu selesainya penelitian ini, yaitu Dr. dr. Mirna

Muis, Sp.Rad. dan dr. Rafikah Rauf, Sp.Rad., M.Kes., dan seluruh staf bagian

radiologi yang sudah banyak membantu.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS, FICS selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, yang telah memberikan kesempatan

viii
serta dukungan untuk menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

3. dr. Aminuddin, M.Nut&Diet., Ph.D selaku Kordinator Mata Kuliah Skripsi

dan seluruh stafnya.

4. Prof. Dr. dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad(K) selaku Ketua Depatemen Radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin beserta seluruh stafnya.

5. Dr. dr. Khalid Saleh, SpPD-KKV, FINASIM, MARS selaku Direktur Utama

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo beserta seluruh staf di bagian rekam medik

yang sudah banyak membantu penelitian ini.

6. Seluruh staf dosen FK Unhas, yang telah banyak memberikan ilmu

pengetahuan serta pengalamannya yang sangat berharga bagi penulis.

7. Seluruh staf pegawai FK Unhas, yang telah memberikan bantuan selama

penulis menjalani pendidikan di FK Unhas.

8. Secara khusus dan teristimewa ucapan terima kasih kepada kedua orang tua

tercinta, ayahanda Alm. Palesangi dan ibunda Malia atas semua doa dan

dukungannya. Serta Kakakku, dan seluruh keluarga yang tak henti – hentinya

memberikan semangat.

9. Teman satu pembimbing skripsi dan seluruh teman-teman yang sama-sama

menyelesaikan skripsi di departemen radiologi FK Unhas atas motivasi dan

kerjasamanya selama menjalankan proses pembuatan skripsi ini.

10. Teman – teman “ACCELEN9UN”, “BISMILLAH”, “Sahabat Kotak” dan

“IKAB SQUAD” atas bantuan dan semangat yang diberikan selama ini.

ix
11. Teman – teman KKN gel. 96 Universitas Hasanuddin Posko kel. Lompoe,

Kec. Bacukiki, Kota Parepare atas bantuan dan semangat yag diberikan

selama ini.

12. Seluruh teman - teman “Neutroflavine”, Mahasiswa FK Unhas Angkatan

2014 atas dukungan dan waktunya selama ini.

13. Terima kasih pula kepada semua pihak yang telah terlibat serta memberikan

bantuan kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung walaupun tidak

dapat dituliskan satu per satu, semoga Tuhan membalas jasa - jasa kalian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh

karena itu, permohonan maaf, kritik, dan saran yang sifatnya membangun sangat

penulis harapkan demi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagaimana

mestinya. Wallahu a’lam.

Makassar, Desember 2016

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................ i

Halaman Pengesahan ............................................................................................. iii

Abstrak ................................................................................................................... vi

Kata Pengantar ....................................................................................................... viii

Daftar Isi ................................................................................................................ xi

Daftar Tabel ........................................................................................................... xiv

Daftar Diagram....................................................................................................... xv

Daftar Gambar ........................................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

13.1 ................................................................................................... Latar Belakang 1

13.2 ................................................................................................... Rumusan


Masalah ................................................................................................ 3

13.3 ................................................................................................... Tujuan Penelitian


4

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 6

2.1 Tumor Paru ........................................................................................... 6

2.2 Foto Toraks .......................................................................................... 13

2.3. Peran Foto Toraks dalam Diagnosis Tumor Paru ............................... 17

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ............................................................. 23

3.1 Kerangka Teori ..................................................................................... 23

3. xi
2 Kerangka Konsep ................................................................................. 24

xi
i
3.3 Definisi Operasional Variabel .............................................................. 24

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 29

4.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 29

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 29

4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 29

4.4 Kriteria Seleksi ..................................................................................... 30

4.5 Alur Penelitian ...................................................................................... 31

4.6 Pengumpulan Data ............................................................................... 31

4.7. Pengolahan dan Penyajian Data .......................................................... 31

4.8. Etika Penelitian.................................................................................... 32

BAB 5 HASIL PENELITIAN ............................................................................. 33

5.1. Distribusi Pasien Tumor Paru Berdasarkan Jenis Kelamin ................. 34

5.2. Distribusi Pasien Tumor Paru Berdasarkan Umur .............................. 35

5.3. Distribusi Pasien Tumor Paru Berdasarkan Hasil Foto Toraks ........... 36

5.4. Distribusi Pasien Tumor Paru Berdasarkan Pemeriksaan CT-Scan

Toraks .................................................................................................. 37

BAB 6 PEMBAHASAN ....................................................................................... 43

6.1. Karakteristik Pasien Tumor Paru Berdasarkan Jenis Kelamin ............ 43

6.2. Karakteristik Pasien Tumor Paru Berdasarkan Umur ......................... 44

6.3. Karakteristik Pasien Tumor Paru Berdasarkan Hasil Foto Toraks ...... 45

xii
6.4. Karakteristik Pasien Tumor Paru Berdasarkan Pemeriksaan CT-Scan

Toraks .................................................................................................. 46

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 50

7.1. Kesimpulan.......................................................................................... 50

7.2. Saran .................................................................................................... 51

Daftar pustaka ...................................................................................................... 52

LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi histologi tumor paru menurut WHO .................................... 7

Tabel 2.2 Gejala Klinis Tumor Paru ...................................................................... 10

Tabel 5.1. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Jenis Kelamin ................... 34

Tabel 5.2. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Umur................................. 36

Tabel 5.3. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Hasil Foto Toraks ............. 37

Tabel 5.4. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Ukuran Tumor .................. 38

Tabel 5.5. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Keadaan Tepi Tumor ........ 39

Tabel 5.6. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Lokasi Tumor ................... 40

Tabel 5.7. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Jenis Kelamin ................... 42

xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Jenis Kelamin .............. 34

Diagram 5.2. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Umur ............................ 35

Diagram 5.3. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Hasil Foto Toraks ........ 36

Diagram 5.4. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Ukuran Tumor ............. 37

Diagram 5.5. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Keadaan Tepi Tumor ... 38

Diagram 5.6. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Lokasi Tumor .............. 39

Diagram 5.7. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Jenis Kelamin .............. 41

xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambaran foto toraks posisi PA......................................................... 15

Gambar 2.2 Gambaran lesi perifer pada paru-paru kanan ..................................... 17

Gambar 2.3 Gambaran massa pada hilum kanan disertai kolaps

lobus kanan atas .................................................................................. 18

Gambar 2.4 Gambaran massa pada hilum kiri disertai kavitasi ............................. 18

Gambar 2.5 Gambaran konsolidasi heterogen difuse pada kedua paru ................ 19

Gambar 2.6 Gambaran foto toraks posisi AP......................................................... 19

Gambar 2.7.Gambaran CT-Scan Tumor Paru dengan Tepi Irreguler .................... 20

Gambar 2.8. Hasil Pemeriksaan CT-Scan Toraks Tumor Paru.............................. 22

xvi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tumor adalah kondisi pertumbuhan sel yang tidak normal sehingga

membentuk suatu lesi atau dalam banyak kasus membentuk benjolan di bagian

tubuh (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Salah satu tumor yang

paling sering dijumpai adalah tumor paru. Seperti jenis tumor lainnya, tumor paru

berdasarkan asalnya dibedakan menjadi tumor paru primer dan tumor paru

sekunder. Lebih dari 90% tumor paru primer merupakan tumor ganas, dan sekitar

95% tumor ganas ini termasuk karsinoma bronkogenik (Wilson, 2006).

Sementara itu, tumor jinak pada paru hanya sekitar 5% atau bahkan kurang

(Myers & Arenberg, 2016).

Tumor paru yang bersifat ganas atau lebih dikenal dengan kanker paru

merupakan kanker yang sering dijumpai dan menjadi salah satu jenis kanker yang

paling mematikan, dengan angka kematian lebih dari 1,1 juta jiwa di seluruh

dunia. Tumor paru paling banyak dikaitkan dengan kebiasaan merokok, selain itu

diduga pula berkaitan dengan polusi udara dan paparan zat-zat karsinogen di

daerah industri. Prognosis kanker paru sangat buruk dengan 5-years survival rates

hanya sekitar 10% di berbagai Negara (World Health Organization, 2004).

Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh tumor ganas paru banyak

dikaitkan dengan keterlambatan dalam mendiagnosis, sehinggga sebagian besar

pasien yang yang didiagnosis sudah berada pada kanker stadium lanjut. Oleh

1
sebab itu, dibutuhkan suatu metode untuk mendeteksi dini adanya tumor paru

yang bertujuan untuk mendiagnosis tumor paru yang bersifat ganas pada stadium

awal sehingga diharapkan berespon baik terhadap terapi yang diberikan. Dengan

terapi yang adekuat diharapkan survival rate pasien bisa meningkat serta bisa

meningkatkan kualitas hidup penderita (Ciello, et al., 2017).

Salah satu penyebab keterlambatan diagnosis tumor paru adalah tidak

adanya gejala yang khas pada stadium awal, sehingga penegakan diagnosis akan

sangat bergantung pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan, salah satu

modalitas utamanya adalah pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi paling

dasar yang digunakan pada pasien dengan keluhan gangguan saluran pernapasan

terutama pada paru-paru adalah pemeriksaan foto toraks (Ciello, et al., 2017).

Sampai saat ini pemeriksaan foto torak dinilai masih memegang peranan

penting dalam mendiagnosis tumor paru. Hal tersebut dikarenakan pemeriksaan

foto toraks terbilang murah dan sederhana, sehingga menjadi pemeriksaan awal

untuk mendeteksi adanya penyakit kelainan pada paru-paru, misalnya tumor paru.

Bahkan, seringkali pada pemeriksaan foto toraks rutin secara tidak sengaja

didapatkan gambaran tanda-tanda adanya tumor paru. Meskipun demikian foto

toraks memiliki keterbatasan dalam mendeteksi tumor ganas pada paru stadium

awal, tetapi informasi seperti refleksi mediastinal yang tampak pada foto toraks

dapat memberikan petunjuk adanya tumor paru, meskipun tidak selalu

menandakan adanya tumor ganas stadium awal (Kono & Adachi, 2008).

Oleh karena keterbatasan foto toraks dalam menegakkan diagnosis tumor

paru, maka kelainan pada pemeriksaan foto toraks yang menunjukkan tanda-tanda

2
adanya tumor paru misalnya nodul, infiltrat atau konsolidasi yang tidak berespon

terhadap pengobatan dan efusi pleura perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan

yang lebih baik dalam menilai kelainan tersebut. Salah satu pemeriksaan yang

dapat dilakukan untuk menilai lebih jelas adanya kelainan paru adalah

pemeriksaan CT-Scan toraks. Pemeriksaan CT-Scan toraks juga perlu dilakukan

jika ada kecurigaan besar adanya tumor paru berdasarkan gejala klinis dan faktor

risiko yang dimiliki oleh pasien meskipun hasil foto toraks tidak menunjukkan

adanya tanda-tanda tumor paru (Giudice, et al., 2014).

Berdasarkan permasalahan di atas, Penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang gambaran radiologi toraks pasien tumor paru di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2016 sampai Juni 2017.

Dimana RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar ini merupakan rumah sakit

utama di Makassar dan sebagai rumah sakit rujukan se-Indonesia timur, sehingga

data yang diperoleh bisa mewakili wilayah yang cukup luas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “bagaimana gambaran radiologi toraks pasien tumor paru di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2016 sampai Juni

2017?”

3
1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran radiologi

toraks pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

periode Januari 2016 sampai Juni 2017.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui sebaran jenis kelamin pasien tumor paru di RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2016 sampai Juni

2017.

b. Untuk mengetahui sebaran umur pasien tumor paru di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2016 sampai Juni

2017.

c. Untuk mengetahui hasil foto toraks pasien tumor paru di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2016 sampai Juni

2017.

d. Untuk mengetahui ukuran lesi yang terdapat pada gambaran CT-Scan

toraks pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar periode Januari 2016 sampai Juni 2017.

e. Untuk mengetahui keadaan tepi lesi yang terdapat pada gambaran CT-

Scan toraks pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar periode Januari 2016 sampai Juni 2017.

4
f. Untuk mengetahui lokasi tumor paru pasien tumor paru di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2016 sampai Juni

2017.

g. Untuk mengetahui komplikasi tumor paru pada pasien tumor paru

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari 2016

sampai Juni 2017.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang gambaran

radiologi toraks pasien tumor paru.

b. Bagi peneliti dan ilmu pengetahuan, penelitian ini akan menjadi acuan dan

sumber bacaan untuk penelitian-penelitian berikutnya.

c. Untuk departemen kesehatan dan instansi terkait lainnya, dapat dijadikan

sebagai bahan informasi tentang gambaran radiologi toraks pasien tumor paru.

d. Bagi peneliti sendiri, dapat dijadikan bahan masukan dan pembelajaran yang

bermanfaat untuk perkembangan keilmuan peneliti.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumor Paru

2.1.1. Definisi

Tumor paru adalah pertumbuhan sel yang tidak normal pada jaringan paru,

dapat bersifat jinak maupun ganas (World Health Organization, 2004).

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi tumor paru terutama yang bersifat ganas di Negara maju sangat

tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (13% dari

semua kasus keganasan yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (28%

dari seluruh kematian akibat keganasan). Di Inggris angka kejadiannya

mencapai 40.000 kasus/tahun. Karena sistem pencatatan yang belum baik di

Indonesia, prevalensi pasti tumor paru belum diketahui tetapi klinik tumor dan

paru di rumah sakit merasakan benar peningkatannya (Amin, 2014). Bahkan

menurut Infodatin Kanker yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI

pada tahun 2015, di RS kanker Dharmais, kanker paru menempati peringkat

ketiga penyakit keganasan tebanyak setelah kanker payudara dan kanker

serviks selama 4 tahun berturut-turut (2010-2013).

2.1.3. Klasifikasi

Tumor paru secara umum dibedakan menjadi:

a. tumor paru primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan paru. Dibedakan

menjadi berdasarkan sifatnya jinak atau ganas.

6
b. Tumor paru sekunder, tumor yang berasal dari organ tubuh lain kemudian

bermatastasis ke paru-paru.

Secara histologis WHO membagi tumor paru menjadi:

Tabel 2.1 Klasifikasi histologi tumor paru menurut WHO (WHO,2004)


Tumor Epitelial Ganas
karsinoma sel skuamosa Karsinoma basaloid
Papiler Lymphoepithelioma-like carcinoma
Sel jernih Karsinoma sel jernih
Sel kecil Karsinoma sel besar dengan fenotipe
Basaloid rhabdoid
Karsinoma sel kecil Karsinoma adenoskuamosa
Karsinoma sel kecil kombinasi Karsinoma sarkomatoid
Adenokarsinoma Karsinoma pleomorfik
Adenokarsinoma, Subtipe campuran Spindle cell carcinoma
Adenokarsinoma asiner Giant cell carcinoma
adenokarsinoma papiler Karsinosarkoma
Karsinoma bronkioloalveolar Pulmonary Blastoma
Nonmusinosum Tumor karsinoid
Musinosum Karsinoid tipikal
Campuran musinosum dan Karsinoid atipikal
nonmusinosum Tumor kelenjar ludah
Adenokarsinoma solid dengan produksi Karsinoma mukoepidermoid
musin Karsinoma kista adenoid
Adenokarsinoma fetal Epithelial-myoepithelial carcinoma
Karsinoma musinosum (koloid) Lesi pre-invasif
Kistadenokarsinoma musinosum Karsinoma skuamosa in situ
Signet ring adenocarcinoma hiperplasia adenomatosa atipikal
Adenokarsinoma sel jernih Diffuse idiopathic pulmonary neuroendocrine
Karsinoma sel besar cell hyperplasia
Karsinoma neuroendokrin sel besar
Karsinoma neuroendokrin sel besar
kombinasi
Tumor Mesenkim
Epitheloid haemangioendothelioma Lymphangioleiomyomatosis
Angiosarkoma Sinovial sarcoma
Pleuropulmonary blastoma monophasic
Chondroma biphasic
Congenital peribronchial myofibroblastic Pulmonary artery sarcoma
tumour pulmonary vein sarcoma
Diffuse pulmonary lymphangiomatosis
Inflamatory myofibroblastic tumour

7
Tumor Epitel Jinak
Adenoma Papilloma
Adenoma alveolar Papilloma sel skuomosa
Adenoma papilar exophilic
Adenoma of salivary gland type inverted
Mucous gland adenoma Papilloma glandular
Pleomorphic adenoma Campuran papilloma sel skuomosa dan
Others glandular
Kistadenoma musinosum
Tumor Limfoproliferatif
Marginal zone B-cell lymphoma of MALT Lymphomatoid granulomatosis
type Langerhans cell histiocytosis
Diffuse large B-cell lymphoma
Tumor Lainnya
Hamartoma Germ cell tumours
Sclerosing hemangioma Teratoma matur
Tumor sel jernih Teratoma immature
Melanoma Intrapulmanary thymoma
Tumor Metastasis

2.1.4. Etiologi

Penyebab pasti tumor paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi

barkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor

penyebab utama selain adanya faktor lain seperti imunitas tubuh dan genetik.

Lombard dan Doering pada 1928 melaporkan tingginya insiden tumor paru

pada perokok dibandingkan yang tidak merokok. Bahkan dikatakan bahwa 1

dari 9 perokok berat akan menderita tumor ganas paru. Belakangan,

dilaporkan pula bahwa perokok pasif pun akan berisiko terkena tumor paru

(Amin, 2014).

8
Selain rokok, etiologi tumor paru yang pernah dilaporkan diantaranya:

paparan zat karsinogen, seperti asbestos, radiasi ion pada pekerja tambang

uranium, radon, arsen, kromium, nikel polisiklik hidrokarbon, vinil klorida.

Polusi udara, genetik, dan diet. Selain faktor tersebut, jika dikaitkan dengan

teori onkogenesis, terjadinya tumor paru dihubungkan dengan mutasi gen

suppressor tumor (Amin, 2014).

2.1.5. Patogenesis

Patogenesis terjadinya tumor paru dikaitkan dengan perubahan pada

tingkat gen. Terjadinya tumor paru didasari dari tampilnya gen supresor tumor

dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor

dengan cara menghilangkan (delesi) atau penyisipan (insersi) sebagian

susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau erbB2 berperan

dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah/programmed

cell death). Pada kasus keganasan, perubahan tampilan gen ini menyebabkan

sel sasaran, yaitu sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat

pertumbuhan otonom (Amin, 2014).

Rokok selain sebagai inisiator, juga merupakan promoter dan progresor,

dan rokok diketahui sangat berkaitan dengan terjadinya tumor paru dan

berpotensi berkembang menjadi kanker paru. Dengan demikian tumor

merupakan penyakit genetik yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran

ke mudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya bahkan mengenai organ

lain (Amin, 2014).

9
2.1.6. Tanda dan Gejala

Gejala tumor paru tidak spesifik dan sangat bervariasi dapat

menyebabkan keterlambatan diagnosis sehingga pada kasus keganasan lebih

sering terdiagnosis pada stadium akhir. Hal-hal yang harus dievaluasi dari

pasien yang dicurigai menderita tumor paru meliputi efek lokal dari tumor,

ekstensi penyakit memasuki rongga toraks, keterkaitan dengan pemeriksaan

radiologi, sindrom paraneoplatik, serta adanya tanda atau gejala metastasis

jauh. gejala umum dari tumor paru diantaranya:

Tabel 2.2 Gejala Klinis Tumor Paru


Gejala Sistemik Sindrom Endokrin
Berat badan menurun, nafsu makan PTH-like substance: hiperkalsemia
menurun, lesu, demam ADH tidak stabil: hiponatremia
Efek langsung/ lokal ACTH: sindrom Cushing,
Batuk, dispneu, wheeze, stridor, hiperpigmentasi
hemoptysis Serotonin: Sindrom karsinoid
Nyeri dada dan/atau punggung Gonadotropin: Ginekomastia
Pneumonia obstruktif MSH: Peningkatan pigmentasi
Efusi pleura Hipoglikemia, hiperglikemia
Penekanan/ penyebaran ke struktur Hiperkalsitonemia
mediastinum Peningkatan hormon pertumbuhan
Penekanan saraf: recurrent laryngeal n. Prolaktinemia
(serak), phrenic n. (paralisis Hipersekresi VIP: diare
diafragma), saraf simpatetik (sindrom Kelainan Hematologi
Horner), brachial plexopathy DIC
Obstruksi vena cava superior: sindrom Thrombosis vena berulang
vena cava superior Endocarditis trombotik nonbakteri
Pericardium: efusi dan tamponade Anemia
Miokardium : aritmia, gagal jantung Disproteinemia
Oesofagus: disfagia, fistula Granulositosis
bronchoesofagus Eosinofilia
Limfonodus mediastinum: efusi pleura Hiperalbuminemia
Penyakit metastasis Leukoeritroblastosis
Tergantung organ tempat bermetastasis Marrow plasmasitosis
Sindrom Paraneoplastik Trombositopenia
Dermatomiositis/ polimiositis Gejala Lainnya (Jarang)
Clubbing finger Purpura Henoch-Schonlein
Hypertrophic Pulmonary Glomerulonefritis, Sindrom nefrotik
Oesteoarthropathy Hiperurisemia, hyperamylasemia

10
Ensefalopati Amiloidosis
Neuropathy perifer Asidosis laktat
Myasthenic syndrome SLE
Mielitis transversus
Leukoensefalopati multifocal progresif

2.1.7. Diagnosis

Langkah pertama adalah secara radiologis dengan menentukan apakah

lesi intratorakal tersebut sebagai jinak atau ganas. Bila fasilitas tersedia

dengan teknik PET (Positron Emission Tomography), maka dapat dibedakan

antara tumor jinak dan ganas serta untuk menentukan staging penyakit.

Kemudian ditentukan apakah letak lesi sentral atau perifer, yang bertujuan

untuk menentukan bagaimana cara pengambilan jaringan tumor (Amin, 2014).

Untuk lesi yang letaknya perifer, kombinasi bronkoskopi dengan biospi,

sikatan, bilasan, transtorakal biopsi/aspirasi dan tuntunan USG atau CT scan

akan memberikan hasil lebih baik. Sedangkan untuk lesi letak sentral, langkah

pertama sebaiknya dengan pemeriksaan sitologi sputum diikuti bronkoskopi

fleksibel. Secara radiologis dapat ditentukan ukuran tumor, kelenjar getah

bening torakal, dan metastasis ke organ lain.

2.1.8. Terapi dan Prognosis

Tujuan pengobatan tumor paru adalah kuratif, paliatif dan suportif.

Untuk kasus tumor paru ganas, terdapat perbedaan mendasar dari Non Small

C ell Lung Carcinoma (NSCLC) dengan Small Cell Lung Carcinoma (SCLC),

sehingga pengobatannya harus dibedakan.

11
Pengobatan Non Small Cell Lung Carcinoma (NSCLC) meliputi terapi

bedah yang merupakan pilihan pertama pada stadium I atau II pada pasien

yang adekuat sisa cadangan parenkim parunya. Survival pasien pada stadium I

mendekati 60%, pada stadium II 26-37%. Pada stadium III A masih ada

kontroversi mengenai keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum

ipsilateral atau dinding torak terdapat metastasis. Pada stadium IIIb dan IV

tidak dioperasi, tetapi dilakukan Combined Modality Therapy yaitu gabungan

radiasi, kemoterapi dengan operasi (Amin, 2014).

Untuk jenis Small Cell Lung Carcinoma (SCLC), dibagi dua, yaitu

limitedstage disease yang diobati dengan tujuan kuratif ( yaitu kombinasi

kemoterapi dan radiasi ) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20% serta

extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon

terapi inisial sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20-

30%. Angka median-survival time untuk limited-stage adalah 18 bulan dan

untuk extensive-stage disease adalah 9 bulan (Amin, 2014).

2.1.9. Komplikasi

Komplikasi dari tumor paru dapat berupa komplikasi torakal,

komplikasi ekstra torakal, atau pada kasus keganasan bermetastasis ke organ

lain, misalnya otak. komplikasi torakal diantaranya efusi pleura, atelektasis,

dan metastasis ke struktur organ di dalam rongga toraks (Amin, 2014).

12
2.2. Pemeriksaan Radiologi Toraks

2.2.1. Foto Toraks

Foto toraks adalah pemeriksaan radiologi/pencitraan cepat dan tanpa

rasa sakit yang menggunakan gelombang elektromagnetik tertentu untuk

membuat gambar struktur di dalam dan sekitar dada. Pemeriksaan ini dapat

membantu mendiagnosis dan memantau kondisi seperti pneumonia, gagal

jantung, tumor paru, tuberkulosis, sarkoidosis, dan jaringan parut paru-paru,

yang disebut fibrosis. Dokter juga dapat menggunakan foto toraks untuk

melihat seberapa baik perawatan tertentu bekerja dan untuk memeriksa

komplikasi setelah prosedur atau operasi tertentu.(National Institute of Helath,

2016).

Berdasarkan standar ACR (American College of Radiology), untuk foto

toraks pada orang dewasa dilakukan paling tidak dari jarak 72 inch dari

tabung, dengan focal spot tabung tidak lebih dari 2 mm (disarankan 0,6 – 1,2

mm). Berbentuk segiempati dan filtrasi balok, teknik kilovoltage tinggi (120

sampai 150 kVp) sesuai dengan karakteristik kombinasi layar film, kecepatan

layar film minimal 200, teknik antiscatter (celah grid atau udara) yang setara

dengan grid 10: 1 (sebaiknya 12: 1), dan waktu pemaparan maksimal 40

msec.. selain itu, ACR menentukan maximum mean skin entrance radiation

dose (0,3 mGy/exposure) (Gotway, 2016)

13
Adapun indikasi untuk melakukan pemeriksaan foto toraks, yaitu:

a. Foto toraks rutin yang dilakukan pada seseorang yang mempunyai riwayat

kontak dengan penderita TB paru, pada general medical check up, dan pada

pemeriksaan berkala pada pekerja yang terpapar polusi.

b. Terdapat gejala yang menimbulkan kecurigaan adanya lesi di rongga dada.

c. Terdapat gejala umum yang menimbulkan kecurigaan adanya lesi di

rongga dada, seperti demam yang tidak diketahui penyebabnya (FUO),

juga untuk mengetahui apakah terdapat metastasis keganasan ke paru

(Djojodibroto, 2014)

Foto paru standar pada orang dewasa adalah foto posteroanterior (PA).

Pembuatan foto paru PA dilakukan dengan cara pasien berdiri, dan kaset film

menempel pada dada. Tabung rontgen di belakang pasien kira – kira berjarak

2 meter dari kaset. Dengan posisi ini, proyeksi jantung pada kset film

mendekati besar yang sesungguhnya karena pembesaran bayangan sangat

minimal dibandingkan dengan diagram foto yang dibuat dengan posisi

Anteroposterior. Agar skapula tidak menutupi lapangan paru, diusahakan

supaya pasien pada posisi tangan di pinggang dan siku ditarik kedepan.

Pengambilan foto biasanya dilakukan ketika pasien berada dalam inspirasi

maksimal. selain foto posisi PA, terdapat beberapa posisi foto toraks lainnya,

diantaranya posisi lateral, anteroposterior, oblik, dan lateral dekubitus

(Djojodibroto, 2014).

14
Dalam mengidentifikasi hasil suatu pemeriksaan foto toraks, hal-hal yang

perlu diperhatikan:

a. Status rangka toraks termasuk iga – iga, pleura, dan kontur diafragma

dan saluran napas atas pada waktu memasuki dada.

b. Ukuran, kontur, dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk

jantung, aorta, kelenjar limfe, dan akar percabangan bronkus.

c. Tekstur dan derajat aerasi parenkim paru.

d. Ukuran, bentuk, jumlah, dan lokasi lesi paru termasuk kavitasi, tanda

fibrosis, dan daerah konsolidasi (Wilson, 2006).

(a) (b)

(c)
Gambar 2.1 Gambaran foto toraks posisi PA. (a) anatomi organ dalam rongga toraks.
(b) Struktur pembatas mediastinum. (c) Pembagian lapangan pandang paru (Singh,
2013)

2.2.2. Pemeriksaan CT-Scan Toraks

Computed Tomography atau CT-Scan merupakan prosedur pemeriksaan

untuk menunjang diagnosis suatu penyakit atau kelainan dalam tubuh dengan

m enggunakan sinar-X. pemeriksaan CT-Scan umumnya menghasilkan

pe ncitraan berupa potongan melintang tubuh tetapi hasil pemeriksaan tersebut

da pat diformat ulang dalam berbagai bidang sehingga menghasilkan kesan

15
pencitraan tiga dimensi. Hasil pencitraan CT-Scan dinilai lebih baik daripada

pemeriksaan foto konvensional, terutama gambaran jaringan lunak dan

pembuluh darah.

Indikasi pemeriksaan CT-Scan Toraks:

a. memeriksa temuan abnormal pada pemeriksaan foto toraks konvensional.

b. membantu mendiagnosis penyebab tanda dan gejala penyakit pada rongga

dada, misalnya batuk, sesak napas, nyeri dada, dan demam.

c. mendeteksi dan mengevaluasi tumor yang ada di dalam rongga dada,

termasuk tumor dari organ lain yang menyebar ke rongga dada.

d. menilai respon tumor terhadap pengobatan

e. membantu perencanaan radioterapi

f. mengevaluasi chest injury

g. mengevaluasi temuan abnormal pada pemeriksaan USG fetal

CT-Scan toraks dapat memperlihatkan berbagai kelainan atau penyakit

pada rongga dada, misalnya: tumor jinak maupun ganas, tuberculosis,

pneumonia, bronchiectasis dan cystic fibrosis, inflamasi atau penyakit lain

pada pleura, penyakit paru kronik, dan kelainan kongenital.

CT-Scan dada juga di beberapa negara digunakan untuk screening kanker

paru di beberapa negara. (Radiologic Society of North America, 2016)

16
2.3. Peran Radiologi Toraks dalam Diagnosis Tumor Paru

2.3.1. Sensitivitas dan Spesifitas

Sebagai salah satu modalitas radiologi sederhana yang paling sering

dilakukan, pemeriksaan foto toraks pada tumor paru bertujuan untuk:

a. deteksi primer/ karakterisasi tumor parenkim

b. menilai adanya pergeseran bronkus utama dan trakea

c. mendeteksi adanya invasi ke dinding dada

d. menilai adanya invasi ke hilum dan mediastinum serta mendeteksi

adanya adenopati

e. mendeteksi adanya atelektasis

f. mendeteksi adanya efusi pleura (World Health Organization, 2004).

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Jepang, dengan

menggunakan detection method diperoleh hasil sensitivitas dan spesifisitas

foto toraks dalam mendeteksi kanker paru adalah sekitar 78,3% dan 97%,

sedangkan dengan Incidence method didapatkan sensitivitas sekitar 86,5%

(Toyoda, et al., 2008).

2.3.2. Gambaran Foto Toraks Tumor Paru

Nodul atau Massa

Nodul soliter paru biasanya akan memberikan

gambaran lesi berbentuk seperti koin yang dikenal

sebagai “coin lesion” dengan sekitar 50% bersifat

ganas (40% karena kanker paru primer, 10% oleh Gambar 2.2 Gambaran lesi
perifer pada paru-paru
kanan (Sharma, 2002).

17
metastasis soliter). Sekitar 20-30% kanker paru memberikan gambaran

radiologi berupa nodul soliter, 88% diantaranya masih dapat direseksi

dengan 5-years survival rates sekitar 50%. Sebab itu, identifikasi awal dan

penilaian yang benar terhadap nodul ini menjadi sangat penting (Hollings

& Shaw, 2002).

Tumor Sentral

Berbeda dengan nodul soliter paru, tumor paru

sentral biasanya memberikan gambaran radiografi

berupa massa pada hilum, atau paru kolaps dan

konsolidasi di distal tumor. Gambaran berikut ini

bisa menjadi penanda ada tumor sentral paru yang

menyebabkan obstruksi jalan napas:


Gambar 2.3 Gambaran
a. Golden S sign, menandakan adanya massa pada hilum kanan
disertai kolaps lobus kanan
deviasi fissura di sekitar tumor atas (Sharma, 2002).

b. Pneumonia yang terbatas pada satu lobus (atau lebih, tergantung

ada letak obstruksi pada bronkus)

c. Pneumonia lokal yang menetap lebih dari 2 minggu atau


Gambar 2.4 Gambaran
massa pada hilum kiri kambuh pada lobus yang sama
disertai kavitasi
(Sharma, 2002).
Pembesaran hilum merupakan gambaran radiografi umum adanya

massa hilum atau perihilum. Massa tumor dan pembesaran kelenjar limfe

menyebabkan gambaran hilum menjadi lebih opaque (Hollings & Shaw, 2002).

18
Gambaran radiografi lain yang biasanya menyertai adanya tumor paru

adalah kalsifikasi pada lesi, lesi berbentuk kavitasi, adanya lesi satelit,

adanya tanda metastasis ke tulang rusuk, serta

pembesaran bayangan jantung akibat adanya

efusi pericardium (Sharma, et al., 2002).

Selain gambaran khas yang telah disebutkan,

tumor paru bisa memberikan gambaran


Gambar 2.5 Gambaran
radiografi yang mirip dengan kelainan atau konsolidasi heterogen
difuse pada kedua paru
penyakit lain sehingga memberikan gambaran (Ashizawa, 2008).

berupa:

a. Cystic airspace d. Lymphoma like


presentation presentation
b. Pneumonia like e. Sarcoidosis like
presentation presentation
c. Pleural neoplasms like f. TBC like presentation
presentation

Dengan demikian, dokter harus bisa membedakan gambaran radiografi

tumor paru dengan gambaran penyakit yang mirip untuk bisa mendiagnosis

dengan cepat dan tepat (Cardinale, et al., 2016).

a) b)

Gambar 2.6 Gambaran foto toraks posisi AP. a) kolaps paru kiri dengan pergeseran
mediastinum dan nodul pada lapangan pandang paru tengah kanan. b) Massa pada hilum
kanan dengan limfangitis karsinomatosis bilateral difus disertai efusi pleura kanan.

19
2.3.3. Gambaran CT-Scan Toraks Tumor Paru

Salah satu kelebihan CT-Scan toraks dibandingkan foto toraks

konvensional adalah kemampuan dalam menilai tumor secara lebih detail

sehingga ukuran dan tepi tumor dapat dinilai lebih jelas, begitu pula dengan

penilaian terhadap ada tidaknya kalsifikasi, kavitasi, dan lemak. selain itu,

penilaian terhadap attenuation dan ground-glass opacity pada CT-Scan dapat

membantu dalam membedakan sifat tumor, jinak atau ganas (Tripathi &

Zhen, 2015).

Ukuran
Semakin besar ukuran suatu tumor pada gambaran radiologis, maka

semakin besar kemungkinan tumor tersebut bersifat ganas. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Henschke et al pada tahun 2004 menemukan bahwa

tidak ada keganasan pada nodul dengan ukuran diameter di bawah 5 mm,

dan terdapat korelasi antara peningkatan ukuran dan peningkatan kejadian

keganasan (Tripathi & Zhen, 2015).

Tepi
Tepi diklasifikasikan sebagai tepi reguler dan halus,

berlobus, atau irregular. Tepi yang berlobus menandakan

pertumbuhan yang tidak merata dan biasanya dikaitkan

dengan tanda-tanda keganasan meskipun dapat ditemukan


Gambar 2.7 Gambaran CT-
Scan tumor paru dengan tepi pada sekitar 25% kasus tumor jinak. Di sisi lain, meskipun
irregular (Hollings & Shaw,
2008) tumor dengan tepi reguler dan halus biasanya jinak, sekitar

21% tumor ganas juga memberikan gambaran tepi yang reguler. Sedangkan

20
tumor bertepi irregular dengan tampilan corona radiata sign

mengindikasikan adanya infiltrasi dan distorsi tumor ke jaringan sekitarnya

dan hampir dipastikan bersifat ganas (Tripathi & Zhen, 2015).

Kalsifikasi

Kalsifikasi lebih sering ditemukan pada tumor jinak. Penelitian yang

dilakukan Fishman AP et al (1988) memperlihatkan sifat kalsifikasi pada

tumor jinak, yaitu laminasi, dense central, dan popcorn. sedangkan

kalsifikasi eksentrik merupakan karakteristik tumor ganas (Tripathi & Zhen,

2015).

Kavitasi

Kavitasi dapat ditemukan pada tumor jinak maupun ganas. sayangnya,

ketebalan dinding tidak dapat diandalkan untuk membedakan tumor jinak

dan ganas, meskipun kavitasi pada tumor ganas berdinding lebih tebal dan

irregular (Tripathi & Zhen, 2015).

Lemak di dalam tumor

Adanya lemak di dalam tumor merupakan tanda yang hampir

memastikan sifat tumor jinak. Hamartoma, lipoid pneumonia, lipoma

merupakan contoh lesi pada paru yang memberikan gambaran lemak di

dalam lesi (Tripathi & Zhen, 2015).

21
Gambar 2.8. Hasil pemeriksaan CT-Scan Toraks Tumor Paru. Gambar bagian atas
adalah tumor ganas, gambar bagian bawah adalah tumor jinak (Li, et al; 2004)

22
BAB 3
KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Teori

Paparan zat/bahan karsinogen


Usia
Asupan nutrisi
Genetik

Mengganggu Keseimbangan

Onkogen Gen Supresor Tumor

Proliferasi Apoptosis

Tanda dan Gejala Klinis Tumor


Tumor
Sel-sel paru

Tumor Paru

Pemeriksaan Foto Toraks

Normal/ tidak ada gambaran


penanda tumor paru

DIAGNOSIS Ada Gambaran yang Mengarah


ke Tumor Paru:
Nodul/Massa
Kecurigaan
besar adanya Konfirmasi Pembesaran Hilum
Tumor Paru Tanda Obstruksi
Atelektasis
Pemeriksaan CT-Scan Toraks Konsolidasi Paru

Gambaran Tumor Paru

Biopsi
Pemeriksaan Histopatologi

23
3.2. Kerangka Konsep

hubungan antara variabel - variabel yang diteliti sebagai berikut:

*) CXR, Chest X-Ray, Pemeriksaan Foto Toraks


CT, Computed Tomography

3.3. Definisi Operasional Variabel

a. Umur pasien

Definisi : Umur pada penelitian adalah umur pasien yang tercatat di

rekam medis, didapatkan dari selisih tahun lahir pasien

dengan waktu pemeriksaan dan penangan di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar. Data dikategorikan

dalam skala numerik.

Alat ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.

Cara pengukuran : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera

pada rekam medik pasien.

Hasil pengukuran : Dikategorikan sebagai berikut:

- 20 - 29 tahun

24
- 30 - 39 tahun

- 40 - 49 tahun

- 50 - 59 tahun

- ≥ 60 tahun

b. Jenis kelamin pasien

Definisi : Pembagian manusia sesuai dengan sifat biologis atau

anatomi tubuh manusia. Jenis kelamin penelitian adalah

jenis kelamin yang tercatat di rekam medis pasien di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Data

dikategorikan dalam skala nominal.

Alat ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.

Cara pengukuran : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera

pada rekam medik pasien.

Hasil pengukuran : Dikategorikan sebagai berikut:

- Laki-laki

- Perempuan

c. Gambaran Foto Toraks

Definisi : Hasil pemeriksaan foto toraks pasien tumor paru yang

tercatat di rekam medis pasien di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar. Data dikategorikan dalam skala

nominal.

Al at ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.

25
Cara pengukuran : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera

pada rekam medik pasien.

Hasil pengukuran : Dikategorikan sebagai berikut:

- Positif

- Negatif

d. Ukuran lesi

Definisi : ukuran lesi patologi berdasarkan hasil CT-Scan toraks

yang tercatat di rekam medis pasien di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar. Data dikategorikan

dalam skala numerik.

Alat ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.

Cara pengukuran : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera

pada rekam medik pasien.

Hasil pengukuran : Dikategorikan sebagai berikut:

- < 3 cm

- 3-7 cm

- > 7 cm

e. Tepi lesi

Definisi : bagian tepi lesi patologi berdasarkan hasil CT-Scan

toraks yang tercatat di rekam medis pasien di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar. Data dikategorikan

dalam skala nominal.

Al at ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.

26
Cara pengukuran : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera

pada rekam medik pasien.

Hasil pengukuran : Dikategorikan sebagai berikut:

- Tepi reguler

- Tepi irreguler

f. Lokasi Tumor

Definisi : lokasi tumor pada penelitian ini lobus paru, tempat

ditemukannya lesi patologis pada hasil pemeriksaan CT-

Scan toraks yang tercatat di dalam rekam medis pasien di

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Data

dikategorikan dalam skala nominal.

Alat ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.

Cara pengukuran : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera

pada rekam medik pasien.

Hasil pengukuran : Dikategorikan sebagai berikut:

- Lobus superior dextra

- Lobus medius dextra

- Lobus inferior dextra

- Lobus superior sinistra

- Lobus inferior sinistra

- Multilobus, jika satu tumor mengalami perluasan

hingga melebihi satu lobus paru

27
g. Komplikasi

Definisi : pada penelitian ini, komplikasi yang dimaksud adalah

adanya efusi pleura yang terdapat pada hasil foto toraks

rekam medis pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar. Data dikategorikan dalam skala nominal.

Alat ukur : Susunan daftar tilik sesuai dengan variabel penelitian.

Cara pengukuran : Pengisian daftar tilik sesuai dengan data-data yang tertera

pada rekam medik pasien.

Hasil pengukuran : Dikategorikan sebagai berikut:

- Tanpa komplikasi

- Efusi pleura

- Atelektasis

- Limfadenopati

- Destruksi

- Metastasis

- Kombinasi, jika terjadi lebih dari satu komplikasi.

28
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui gambaran foto

toraks penderita tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Dalam penelitian ini hanya akan dilaporkan hasil yang diperoleh dengan melihat

gambaran foto toraks pasien tumor paru. Oleh karena itu penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan secara retrospektif.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di bagian rekam medik RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan pertimbangan Rumah Sakit ini

memiliki data administratif yang lengkap karena merupakan rumah sakit utama

di Makassar dan sebagai rumah sakit rujukan se- Indonesia timur serta

lokasinya mudah dijangkau. Waktu Penelitian adalah September - Oktober

2017.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien tumor paru yang

telah melakukan foto toraks di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode

Januari 2016 sampai Juni 2017 yang memiliki rekam medik.

29
4.3.2. Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah semua pasien tumor paru yang

telah melakukan foto toraks di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode

Januari 2016 sampai Juni 2017 yang memiliki rekam medik dan memenuhi

syarat untuk sampel penelitian.

4.3.3 Teknik Pangambilan Sampel

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

Total Sampling.

4.4. Kriteria Seleksi

4.4.1. Kriteria Inklusi

a. Pasien tumor paru yang didiagnosis berdasarkan pemeriksaan

histopatologi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar periode Januari 2016 – Juni 2017.

b. Pasien telah melakukan foto toraks dan CT-Scan Toraks sebagai

pemeriksaan untuk diagnosis penyakit.

4.4.2. Kriteria Eksklusi

a. Data dalam rekam medik tidak lengkap.

30
4.5. Alur Penelitian

Populasi

Memenuhi Kriteria Inklusi Tidak Memenuhi Kriteria Inklusi

Sampel Eksklusi

Data Sekunder

Pengolahan Data

4.6. Cara Pengumpulan Data

Berdasarkan cara memperoleh data, data yang dikumpulkan terdiri dari

data sekunder berupa rekam medis pasien tumor paru yang telah melakukan

pemeriksaan foto toraks di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode

Januari 2016 sampai Juni 2017.

4.7. Pengolahan dan Penyajian Data

4.7.1. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan

komputer menggunakan program Microsoft office Word, Microsoft office

Excel, dan Statistical Package for The Social Sciences (SPSS).

31
Data yang telah terkumpul akan diolah dengan beberapa tahapan

meliputi:

a. Cleaning : data dipilah terlebih dahulu dari rekam medis, mana data

yang diperlukan dan tidak diperlukan

b. Editing : memeriksa kelengkapan data

c. Coding : data yang sudah didapatkan dirubah menjadi kode agar

memudahkan untuk memasukkan data

d. Entry : data yang sudah diubah menjadi kode dimasukkan ke program

untuk dianalisa.

4.7.2. Penyajian Data

Data yang telah diolah, disajikan dalam bentuk tabel dan grafik

distribusi disertai penjelasan yang disusun dalam bentuk narasi dan

dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.

4.8. Etika Penelitian

1. Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin pada

beberapa institusi terkait.

2. Setiap subjek akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dari

rekam medik dengan tidak menuliskan nama pasien, tetapi hanya berupa

inisial.

32
BAB 5
HASIL PENELITIAN

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran radiologi toraks

pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar periode Januari

2016 sampai Juni 2017, dilaksanakan pada bulan Oktober 2017. Dari penelusuran

data rekam medik Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, diperoleh sebanyak

303 kasus. Namun dengan adanya kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, terdapat 228

kasus yang tidak memenuhi kriteria inklusi antara lain 9 data yang berulang, 22

rekam medik yang tidak ditemukan, 34 data yang bukan diagnosis tumor paru

berdasarkan pemeriksaan CT-Scan toraks, 14 data pemeriksaan radiologi tanpa

pemeriksaan foto toraks dan CT-Scan toraks, 41 data pemeriksaan foto toraks tanpa

pemeriksaan CT-Scan toraks, 60 data pemeriksaan CT-Scan toraks tanpa

pemeriksaan foto toraks, dan 48 data pemeriksaan foto toraks disertasi pemeriksaan

CT-Scan toraks tetapi data yang ada tidak lengkap berdasarkan variabel yang akan

diteliti. sehingga total kasus yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian ini adalah

75 kasus.

Pengumpulan data berlangsung selama 1 minggu mulai tanggal 19 sampai 25

Oktober 2016. Data yang diperoleh kemudian dicatat dengan Microsoft Excel 2010,

kemudian diolah dengan menggunakan program komputer Statistical Package for

The Social Sciences (SPSS) for Windows 18,00. Hasil pengolahan data disajikan

sebagai berikut:

33
5.1. Distribusi Pasien Tumor Paru Berdasarkan Jenis Kelamin

Diagram 5.1. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Jenis Kelamin

60
54

50

40
Frekuensi (N)

30
21
20

10

0
Laki-laki Perempuan
Jenis Kelamin

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

Pada diagram dan tabel 5.1. memperlihatkan distribusi jenis kelamin pasien

tumor paru lebih banyak diderita oleh laki – laki yaitu 54 orang (72,0 %), sedangkan

perempuan sebanyak 21 orang (28,0 %).

Tabel 5.1. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase (%)
Laki – laki 54 72,0
Perempuan 21 28,0
Total 75 100,0

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

34
5.2. Distribusi Pasien Tumor Paru Berdasarkan Umur Pasien

Diagram 5.2. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Umur

35
31
30

25
Frekuesnsi (N)

20 18
17

15

10
6
5 3

0
20 - 29 30 - 39 40 - 49 50 - 59 ≥ 60
Umur (Tahun)

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

Pada diagram dan tabel 5.2. memperlihatkan distribusi umur pasien tumor

paru sebanyak 3 orang (4,0 %) pada kelompok umur 20 - 29 tahun, 6 orang (8,0 %)

pada kelompok umur 30 - 39 tahun, 18 orang (24,0 %) pada kelompok umur 40 - 49

tahun, 17 orang (22,7 %) pada kelompok umur 50 - 59 tahun, dan 31 orang (41,3 %)

pada kelompok umur ≥ 60 tahun. Sedangkan rentang umur pasien adalah 26–88 tahun

dengan rata-rata 55 tahun.

35
Tabel 5.2. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan umur

Umur Jumlah (N) Persentase (%)


20 - 29 Tahun 3 4,0
30 - 39 Tahun 6 8,0
40 - 49 Tahun 18 24,0
50 - 59 Tahun 17 22,7
≥ 60 tahun 31 41,3
Total 75 100,0
Range (Tahun) 26 – 88
Mean 55,03
Std. deviasi 13,15

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

5.3. Distribusi Pasien Tumor Paru Berdasarkan Hasil Foto Toraks Pasien

Diagram 5.3. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Hasil Foto Toraks

60

50
50

40
Frekuensi (N)

30
25

20

10

0
Positif Negatif
Hasil Pemeriksaan Foto Toraks

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

36
Pada diagram dan tabel 5.1. memperlihatkan hasil pemeriksaan foto toraks

pasien tumor paru lebih banyak memberikan gambaran foto toraks positif yaitu 50

orang (66,7 %), sedangkan perempuan sebanyak 25 orang (33,3 %).

Tabel 5.3. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Hasil Foto Toraks
Hasil CXR Jumlah (N) Persentase (%)
Positif 50 66,7
Negatif 25 33,3
Total 75 100,0
CXR: Chest X-Ray, Foto toraks.
Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode
Januari 2016 sampai Juni 2017

5.4. Distribusi Pasien Tumor Paru Berdasarkan Pemeriksaan CT-Scan Toraks


5.4.1. Ukuran Tumor

Diagram 5.4. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Ukuran Tumor

40 37
35
35
30
Frekuensi (N)

25

20
15
10

5 3

0
<3 3-7 >7
Ukuran (cm)

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

37
Pada diagram dan tabel 5.4 memperlihatkan distribusi ukuran tumor pada

pasien tumor paru dengan ukuran < 3 cm sebanyak 3 orang (4,0 %), ukuran 3 – 7 cm

sebanyak 35 orang (46,7 %), dan ukuran > 7 cm sebanyak 37 orang (49,3 %). Adapun

jangkauan data adalah 1,32 – 24 cm dengan rata-rata 7,55 cm.

Tabel 5.4. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Ukuran Tumor


Ukuran Jumlah (N) Persentase (%)
< 3 cm 3 4,0
3 – 7 cm 35 46,7
> 7 cm 37 49,3
Total 157 100,0
Range (cm) 1,32 – 24
Mean 7,55
Std. Deviasi 4,01
Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode
Januari 2016 sampai Juni 2017

5.4.2. Tepi Tumor

Diagram 5.5. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Keadaan Tepi Tumor
70 64
60

50
Frekuensi (N)

40

30

20
11
10

0
Reguler Irreguler
Tepi

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

38
Pada diagram dan tabel 5.5. memperlihatkan distribusi keadaan tepi tumor

pada pasien tumor paru lebih banyak bertepi irreguler yaitu 64 orang (85,3 %),

sedangkan yang bertepi reguler sebanyak 11 orang (14,7 %).

Tabel 5.5. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Keadaan Tepi Tumor
Tepi Jumlah (N) Persentase (%)
Reguler 11 14,7
Irreguler 64 85,3
Total 75 100,0
Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode
Januari 2016 sampai Juni 2017

5.4.3. Lokasi Tumor

Diagram 5.6. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Lokasi Tumor

30

25 24

20 19
Frekuensi (N)

15
11
10 9
8

5 4

0
Lobus atas Lobus tengah Lobus bawah Lobus atas Lobus bawah Multilobus
paru kanan paru kanan paru kanan paru kiri paru kiri

Lokasi

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

39
Pada diagram dan tabel 5.6. memperlihatkan distribusi lokasi tumor pada

pasien tumor paru, sebanyak 24 orang (32,0 %) berlokasi di lobus atas paru kanan,

4 orang (5,3 %) di lobus tengah paru kanan, 9 orang (12,0 %) di lobus bawah paru

kanan, 19 orang (25,3 %) di lobus atas paru kiri, dan 8 orang (10,7 %) di lobus bawah

paru kiri, sedangkan sebanyak 11 orang (14,7 %) berlokasi multilobus.

Tabel 5.6. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Lokasi Tumor


Lokasi Tumor Jumlah (N) Persentase (%)
Paru Kanan
Lobus atas 24 32,0
Lobus tengah 4 5,3
Lobus bawah 9 12,0
Paru Kiri
Lobus atas 19 25,3
Lobus bawah 8 10,7
Multilobus*) 11 14,7
Total 157 100,0
*)multilobus; lokasi tumor lebih dari satu lobus,
dengan keterlibatan paru bilateral maupun unilateral.

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

40
5.4.4. Komplikasi

Diagram 5.6. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Komplikasi yang Menyertai
Tumor
30

25 24

20 19
Frekuensi (N)

15

10

5 4 4
3 3 3 3
2 2 2
1 1 1 1 1 1
0

Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode


Januari 2016 sampai Juni 2017

Pada diagram dan tabel 5.6. menunjukkan distribusi pasien tumor paru

berdasarkan komplikasi yang menyertai tumor. pasien tumor paru tanpa komplikasi

penyerta sebanyak 19 orang (25,3 %), pasien tumor paru yang disertai komplikasi

efusi pleura sebanyak 24 orang (32,0 %), Atelektasis sebanyak 4 orang (5,3 %),

opati sebanyak 1 orang (1,3), destruksi ke dinding dada sedanyak 3 orang metastasis
limfaden

(4,0 %), sebanyak 3 orang (4,0 %), sedangkan 21 orang (28,0 %) disertai

lebih satu komplikasi.


dari

41
Tabel 5.6. Distribusi Pasien Tumor Paru berdasarkan Komplikasi yang Menyertai
Tumor
Komplikasi Jumlah (N) Persentase (%)
Tanpa komplikasi 19 25,3
Efusi pleura 24 32,0
Atelektasis 4 5,3
Limfadenopati 1 1,3
Destruksi 3 4,0
Metastasis 3 4,0
Kombinasi
Efusi pleura + Atelektasi 3 4,0
Efusi pleura + Limfadenopati 2 2,7
Efusi pleura + Destruksi 3 4,0
Efusi pleura + Metastasis 4 5,3
Atelektasis + Metastasis 1 1,3
Limfadenopati + Destruksi 1 1,3
Limfadenipati + Metastasis 2 2,7
Destruksi + Metastasis 1 1,3
Efusi pleura + Atelektasis +
1 1,3
Metastasis
Efusi pleura + Limfadenopati
2 2,7
+ Metastasis
Efusi pleura + Atelektasis +
1 1,3
Limfadenopati + Metastasis
Total 75 100,0
Sumber: Rekam Medik RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode
Januari 2016 sampai Juni 2017

42
BAB 6
PEMBAHASAN

Berdasarkan pengolahan data pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2016 sampai Juni 2017, diperoleh hasil

penelitian dari 75 pasien yamg memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian ini

diharapkan mampu menggambarkan karakteristik radiologi toraks pasien tumor paru.

Adapun karakteristik yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah jenis

kelamin, umur, hasil pemeriksaan foto toraks, ukuran, tepi, lokasi, dan komplikasi

yang menyertai tumor. Adapun penjelasan karakteristik akan dibahas secara

terperinci sebagai berikut:

6.1. Jenis Kelamin Pasien Tumor Paru

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa distribusi pasien tumor paru

berdasarkan jenis kelamin ditemukan lebih banyak pada pasien dengan jenis kelamin

laki – laki sebanyak 54 orang (72,0 %) sedangkan pasien dengan jenis kelamin

perempuan sebanyak 21 orang (28,0 %).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meidianty Tandi di RSUP Prof. Dr. R.

D. Kandou Manado periode Oktober 2014 sampai September 2015, penderita tumor

paru berjenis kelamin laki-laki sebesar 85,4 %, sedangkan penderita perempuan

sebesar 14,6 %. Hasil yang tidak jauh berbeda juga didapatkan oleh Elisna

Syahruddin, dkk di RS Persahabatan pada tahun 2004-2007 serta Fariha

Ramadha niah, dkk di RS Kanker Dharmais pada tahun 2008-2010 bahwa pasien

tumor pa ru yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan pasien berjenis

43
kelamin perempuan. Hal ini mungkin dikarenakan laki-laki lebih sering beraktivitas

di luar rumah sehingga mudah terpapar polusi dan bahan karsinogen lainnya dan

lebih cenderung mengkonsumsi rokok yang dapat memicu terjadinya tumor paru.

6.2. Seberan Umur Pasien Tumor Paru

Dari hasil penelitian didapatkan rentang umur 26-88 tahun dengan rata-rata

55 tahun. Sedangkan distribusi pasien tumor paru berdasarkan umur paling banyak

pada kelompok umur ≥ 60 tahun sebanyak 31 orang (41,3%), kemudian kelompok

umur 40 - 49 tahun sebanyak 18 orang (24,0 %). Disusul oleh kelompok umur

kelompok umur 50 - 59 tahun sebanyak 17 orang (22,7 %), kemudian kelompok

umur 30 - 39 tahun sebanyak 6 orang (8,0 %). Kelompok umur 20 - 29 tahun paling

sedikit ditemukan yaitu sebanyak 3 orang (4,0 %).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meidianty Tandi, dkk di RSUP Prof.

Dr. R. D. Kandou Manado periode Oktober 2014 sampai September 2015, penderita

tumor paru paling banyak berumur 41-65 tahun sebesar 73,2 % , sedangkan 22,0 %

berumur > 65 tahun. Penelitian lain yang dilakukan oleh Metha Arsilita Hulma, dkk

di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2014 didapatkan sebagian besar pasien

tumor paru berumur > 40 tahun, yakni sebesar 85,2 %. Umur > 40 tahun

menunjukkan adanya peningkatan jumlah pasien tumor paru seiring dengan

pertambahan umur. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh semakin banyaknya

paparan fakor risiko, seperti asap rokok maupun polusi dan bahan zat karsinogenik

lainnya di lingkungan kerja, serta menurunnya kemampuan regenerasi sel.

44
6.3. Hasil Pemeriksaan Foto Toraks Pasien Tumor Paru

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa distribusi pasien tumor paru

berdasarkan hasil foto toraks ditemukan lebih banyak pada pasien dengan hasil foto

toraks positif sebanyak 50 orang (66,7 %) sedangkan pasien dengan hasil foto toraks

negatif sebanyak 25 orang (33,3 %).

Penelitian Ciello, et al (2012), menyatakan bahwa terdapat 17 % kasus

tumor paru yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan foto toraks. Di dalam literatur ini

juga dikatakan bahwa angka kegagalan foto toraks dalam mendeteksi adanya tumor

paru bervariasi antara 25 – 90 %, tergantung pada desain penelitian yang dilakukan.

Karakteristik utama tumor paru yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan foto toraks,

yaitu opasitas nodular pada parenkim paru bagian perifer, khususnya pada lobus atas

dengan ukuran rata-rata 2,4 cm. Sedangkan, menurut Gigin Lin, et al (2004), tingkat

kegagalan pemeriksaan foto toraks dalam mendeteksi tumor paru hanya sebesar 5,3

%, meskipun di dalam literatur ini dikatakan bahwa variasi tingkat kegagalan foto

toraks dalam mendeteksi tumor paru berkisar 12 – 90 %. Karakteristik tumor paru

yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan foto toraks, yaitu tumor paru sentral yang

berbatas tidak tegas dengan densitas intermediet, berukuran rata-rata 2,1 cm. Tetapi,

menurut del Ciello, et al (2012) dan Gigin Lin, et al (2004), selain karakteristik lesi,

faktor lain yang berperan dalam kegagalan mendeteksi tumor paru pada pemeriksaan

foto toraks adalah adanya tumpang-tindih antara tumor dengan struktur dinding dada

dan pem buluh darah. Selain itu, faktor lain yang juga mungkin berpengaruh adalah

kesalahan observer saat menilai hasil foto toraks serta kesalahan teknis dalam

pengambilan foto. (Ciello, 2017)

45
6.4. Hasil Pemeriksaan CT-Scan Toraks Pasien Tumor Paru

6.4.1. Ukuran Tumor

Berdasarkan hasil penelitian ini, distribusi ukuran tumor pada pasien tumor

paru dengan ukuran < 3 cm sebanyak 3 orang (4,0 %), ukuran 3 – 7 cm sebanyak 35

orang (46,7 %), dan ukuran > 7 cm sebanyak 37 orang (49,3 %). Sedangkan

jangkauan data ukuran tumor adalah 1,32 – 24,00 cm dengan rata-rata 7,55 cm.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tities Dewi Wahyuni, et al (2011),

ukuran tumor paling banyak yaitu 3 – 5 cm sebanyak 40 %, sedangkan tumor

berukuran > 7 cm sebesar 35 %, dan 25 % tumor berukuran 5 – 7 cm. Penelitian lain

yang dilakukan oleh Kjetil Roth, et al (2008) menemukan sebanyak 57 % pasien

tumor paru dengan ukuran tumor > 4 cm, 28,4 % berukuran < 3 cm, dan 14,6 %

berukuran 3 - 4 cm. Ukuran tumor paru mempengaruhi hasil pemeriksaan penunjang

dalam penegakan diagnosis tumor paru. Penampakan massa paling banyak ditemukan

pada ukuran tumor yang > 7 cm (22,5%), penampakan bukan massa paling banyak

ditemukan ukuran tumor 3-5 cm. Terdapat hubungan penampakan bronkoskopi

dengan ukuran tumor (p=0,008). Penelitian yang dilakukan Roth dkk tahun 2008

menunjukkan ukuran tumor menentukan kepositivan sikatan bronkus, ukuran ≤ 2 cm

didapatkan 2 (10,5%), 2 – 3 cm didapatkan 4 (11,4%), 3 – 4 cm didapatkan 8

(25,8%), > 4 cm didapatkan 29 (28,4%). Sikatan bronkus memberikan hasil yang

lebih baik pada lesi yang lebih besar, tetapi hasilnya secara statistik tidak bermakna

(Wahyun i et al, 2011). Sedangkan penelitian Henschke et al pada tahun 2004

menemuk an bahwa tidak ada keganasan pada nodul dengan ukuran diameter di

bawah 5 mm, dan terdapat korelasi antara peningkatan ukuran dan peningkatan

46
kejadian keganasan. sehingga disimpulkan bahwa semakin besar ukuran suatu tumor

pada gambaran radiologis, maka semakin besar kemungkinan tumor tersebut bersifat

ganas (Tripathi & Zhen, 2015).

6.4.2. Tepi Tumor

memperlihatkan distribusi keadaan tepi tumor pada pasien tumor paru lebih

banyak bertepi irreguler yaitu 64 orang (85,3 %), sedangkan yang bertepi reguler

sebanyak 11 orang (14,7 %).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Xu, et al (2008),

didapatkan sebanyak 56 % tumor paru dengan tepi reguler, 44 % tumor paru dengan

tepi irregular. Dalam penelitian tersebut pembacaan selain dilakukan secara visual

oleh 2 atau 3 orang ahli radiologi, dilakukan pula dengan bantuan perangkat lunak,

yaitu The Syngo Lungcare© (Leonardo© workstation, Somaris/5 VB 10A Siemens

Medical Solutions, Erlangen, Germany).

Tumor dengan tepi reguler dan halus biasanya jinak, sekitar 21% tumor

ganas juga memberikan gambaran tepi yang reguler. Sedangkan tumor bertepi

irregular dengan tampilan corona radiata sign mengindikasikan adanya infiltrasi dan

distorsi tumor ke jaringan sekitarnya dan hampir dipastikan bersifat ganas (Tripathi &

Zhen, 2015).

6.4.3. Lokasi Tumor

memperlihatkan distribusi lokasi tumor pada pasien tumor paru, sebanyak 24

orang (32,0 %) berlokasi di lobus atas paru kanan, 4 orang (5,3 %) di lobus tengah

paru kana

47
n, 9 orang (12,0 %) di lobus bawah paru kanan, 19 orang (25,3 %) di lobus

mempe

orang (32

paru kana

47
atas paru kiri, dan 8 orang (10,7 %) di lobus bawah paru kiri, sedangkan sebanyak 11

orang (14,7 %) berlokasi multilobus.

Berdasarkan penelitian Meidianty Tandi, et al (2016), lokasi tumor lebih

banyak pada paru kanan, yaitu sebesar 53,7 %. Hasil penelitian oleh Fariha

Ramadhaniah, dkk (2016), juga menyatakan bahwa tumor lebih banyak pada paru

kanan dengan presentasi 64,5 %. Secara anatomis, paru kanan memiliki ukuran yang

lebih besar dan memiliki 3 lobus jika dibandingkan dengan paru kiri yang hanya

memiliki 2 lobus, sehingga peluang munculnya tumor pada paru kanan lebih besar

dibandingkan paru kiri, meskipun keduanya memiliki kecenderungan menjadi lokasi

tumbuhnya tumor. Sedangkan penelitian Gigin Lin, dkk (2004), lokasi tumor paling

banyak pada lobus superior, yakni sebesar 46 %, sedangkan lobus inferior sebesar 38

% dan lobus medius sebesar 16 %.

Hasil penelitian Tities Dewi Wahyuni, et al (2011), menemukan bahwa

lokasi tumor paru paling banyak pada lobus atas paru kanan dengan presentasi

sebesar 35 %. Hasil yang sama juga didapatkan dalam penelitian Farihah

Ramadhaniah, et al (2016), dengan presentasi tumor yang berlokasi di lobus atas

paru kanan sebesar 30,2 %. Hasil yang sama ditunjukkan pula pada penelitian ini

dengan presentasi tumor yang berlokasi di lobus atas paru kanan sebesar 32 %.

6.4.4. Komplikasi

Hasil penelitian ini menunjukkan distribusi pasien tumor paru berdasarkan

komplikasi yang menyertai tumor. pasien tumor paru tanpa komplikasi penyerta

sebanyak 19 orang (25,3 %), pasien tumor paru yang disertai komplikasi efusi pleura

48
sebanyak 24 orang (32,0 %), Atelektasis sebanyak 4 orang (5,3 %), limfadenopati

sebanyak 1 orang (1,3), destruksi ke dinding dada sedanyak 3 orang (4,0 %),

metastasis sebanyak 3 orang (4,0 %), sedangkan 21 orang (28,0 %) disertai lebih dari

satu komplikasi.

Sesuai dengan penelitian Meidianty Tandi, et al (2016), komplikasi yang

paling sering menyertai pasien tumor paru adalah efusi pleura, yaitu sebesar 31,7 %.

Adanya gambaran cairan dalam rongga pleura yang cepat bertambah atau bersamaan

ditemukan bayangan massa dalam paru, dapat dipertimbangkan sebagai suatu

keganasan paru yang sudah bermetastasis ke pleura. Penelitian yang dilakukan oleh

Agus Suprijono, et al, pada bulan Januari-Desember 2007 di Rumah Sakit Dr.

Moewardi Surakarta mendapatkan hasil dimana tumor paru merupakan faktor risiko

terjadinya efusi pleura, yaitu 11,25 kali lebih besar. Terjadinya efusi pleura pada

tumor paru kerena menumpuknya sel tumor yakan meningkatkan permeabilitas pleura

terhadap air dan protein. Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran

pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal dalam

memindahkan cairan dan protein. Terjadi ketidakseimbangan, dalam hal ini terjadi

penurunan protein plasma dalam arteri bronkiolus, vena bronkiolus, vena pulmonalis

dan pembuluh getah bening akan menyebabkan transudasi cairan ke rongga pleura,

sehingga cairan akan terkumpul di dalam rongga pleura.

49
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Gambaran Radiologi Toraks Pasien

Tumor Paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2016

sampai Juni 2017”, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode

Januari 2016 sampai Juni 2017 lebih banyak ditemukan pada kelamin laki-laki.

2. Distribusi pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Januari 2016 sampai Juni 2017 berdasarkan umur paling banyak

diderita pada pasien dengan umur ≥ 60 tahun.

3. Distribusi pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Januari 2016 sampai Juni 2017 berdasarkan hasil pemeriksaan foto

toraks lebih banyak ditemukan pasien dengan hasil pemeriksaan foto toraks

positif.

4. Distribusi pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Januari 2016 sampai Juni 2017 berdasarkan ukuran tumor paling

banyak ditemukan dengan ukuran > 7 cm.

5. Distribusi pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Januari 2016 sampai Juni 2017 berdasarkan keadaan tepi tumor lebih

banyak bertepi irregular.

50
6. Distribusi pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Januari 2016 sampai Juni 2017 berdasarkan lokasi tumor paling banyak

mengenai lobus atas paru kanan.

7. Distribusi pasien tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

Periode Januari 2016 sampai Juni 2017 berdasarkan adanya komplikasi lebih

banyak ditemukan komplikasi berupa efusi pleura.

Berdasarkan gambaran radiologi yang ada, sebagian besar menunjukkan tanda-tanda

tumor ganas pada paru.

7.2. Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai gambaran radioloi toraks pasien

tumor paru di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode Januari 2016

sampai Juni 2017, maka dapat diberikan saran berupa:

1. Disarankan pada penelitian selanjutnya dapat memperhatikan dan menemukan

variabel lain selain variabel yang digunakan pada penelitian ini agar dapat

memberikan hasil yang lebih bervariasi dan spesifik.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara

karakteristik tumor paru dengan sifat tumor paru.

51
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z., 2014. Kanker Paru. In: S. Setiati, et al. eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: InternaPublishing, pp. 2998-3007.

Cardinale, L., Angelino, V., Piacibello, E. & Veltri, A., 2016. The Many Faces of
Lung Cancer. International Journal of Lung Cancer and Clinical Research.

Ciello, A. d. et al., 2017. Missed Lung Cancer: When, Where, and Why?. Diagnostic
and Interventional Radiology, pp. 118-126.

Djojodibroto, R. D., 2014. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.

Feng Li, et al. 2004. Malignant versus Benign Nodules at CT Screening for Lung
Cancer: Comparison of Thin-Section CT Findings. Radiology. pp. 793-798.

Guidice, M. E. D., et al., 2014. Guideline for Referral of Patient with Suspected Lung
Cancer by Family Physician and Other Primary Care Providers. Toronto:
Canadian Family Physician, pp. 711-716

Gotway, M. B., Prasad M.P., James F. G. & Bret M. E., 2016. Clinical Aspect of
Lung Cancer. In: Murray & Nadel's Textbook of Respiratory Medicine.
Philadelphia: Elsevier inc, pp. 299-331.

Hollings, N. & Shaw, P., 2002. Diagnostic Imaging of Lung Cancer. European
Respiratory Journal, pp. 722-742.

Hulma, M. A., Basyar, M., Mulyani, H., 2014. Hubungan Karakteristik Penderita
dengan Gambaran Sitopatologi pada Kasus Karsinoma Paru yang Dirawat di
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. pp. 196-201.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015. Infodatin kanker, Jakarta:


Kementrian Kesehatan RI.

Kono, M. & Adachi, S., 2008. The Role of Plain Chest Radiograph in Lung Cancer
Diagnosis. Japanese Journal of Lung Cancer, pp. 11-19.

Lin, G., et al. 2004. Chest Radiographic Findings of Missed Lung Cancers. Chin J
Radiol; 29. pp. 315-321.

Myers, J. L. & Arenberg, D. A., 2016. Benign Lung Tumors. In: Murray & Nadel's
Tex tbook of Respiratory Medicine. Philadelphia: Elsevier inc, p. 991.

52
National Institute of Helath, 2016. [Online]
Available at: https://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/cxray
[Accessed 10 Juni 2017].

Radiological Society of North America, 2016. [Online]


Available at: https://www.radiologyinfo.org/en/info.cfm?pg=chestct.
[Accessed 10 September 2017].

Ramadhaniah, F., Mulawarman, A., Suzanna, E., Andalucia, L.R., 2016. Gambaran
Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil dengan Efusi Pleura. J Respir Indo;
36. pp. 60-66.

Ramadhaniah, F., Suzanna, E., Istiawati, S. E., Sariningsih. 2016. Gambaran Klinis
Neurologi Pasien Kanker Paru dengan Metastasis Otak di Rumah Sakit Kanker
Dharmais, Jakarta. J Respir Indo; 36. pp. 11-19.

Sharma, C. et al., 2002. Radiographic Pattern in Lung Cancer. Indian Journal of


Chest Diseases & Allied Sciences, pp. 25-30.

Silvestri, G. A., Pastis, N. J., Tanner, N. T. & Jett, J. R., 2016. Clinical Aspect of
Lung Cancer. In: Murray & Nadel's Textbook of Respiratory Medicine.
Philadelphia: Elsevier inc, pp. 940-964.

Suprijono, A., Chodidjah., Cahyono, A. T., 2011. Kanker Paru Merupakan Faktor
Risiko Terjadinya Efusi Pleura Di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal
Unisulla. pp. 1-13.

Syahruddin, E., Pratama, A. D., Arie, N. 2010. A Retrospective Study : Clinical and
Diagnostic Characteristics in Advanced Stage of Lung Cancer Patients with
Pleural Effussion in Persahabatan Hospital 2004 – 2007. J Respir Indo; 30. pp.
146-151.

Tandi, M., Tubagus V.N., Simanjuntak, M.L., 2016. Gambaran CT-Scan Tumor Paru
di Bagian/ SMF Radiologi RSUP Prof. Dr. R. Kandou Manado Periode Oktober
2014 - September 2015. Journal e-Clinic (eCl). pp. 140-145.

Toyoda, Y., T Nakayama, Y. K., Iso, H. & Suzuki, T., 2008. Sensitivity and
Specificity of Lung Cancer Screening Using Chest Low-dose Computed
Tomography. British Journal of Cancer, pp. 1602-1607.

Tripathi, S., Zhen, X.Q., 2015. Differentiation of Benign and Malignant Solitary
Pulmanary Nodule. Scientific Research Publishing. pp. 18-24.

53
Wahyuni, T. D., Swidaramoko, B., Rogayah, R., Hidayat, H., 2011. The Positive
Result Of Cytology Brushing At Flexible Fiberoptic Bronchoscopy Compared
with Transthoracic Needle Aspiration in Central Lung Tumor. J Respir Indo;
31. pp. 22-31

Wilson, L. M., 2006. Prosedur Diagnostik pada Penyakit Pernapasan. In:


Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC, pp. 756-
772.

Wilson, L. M., 2006. Tumor Ganas Paru. In: S. A. Price & L. M. Wilson, eds.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC, pp. 843-
849.

World Health Organization, 2004. World Health Organization Classification of


Tumours. Lyon: IARC Press.

Xu, D. M., et al. 2008. Limited value of shape, margin and CT density in the
discrimination between benign and malignant screen detected solid pulmonary
nodules of the NELSON trial. European Journal of Radiology; 68. pp. 347-352.

54

Anda mungkin juga menyukai