BRONKIOLITIS
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat
dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Pulmunologii RSUD Deli Serdang
Pembimbing:
dr. Edwin Anto Pakpahan, Sp.P
Disusun oleh:
Reyna Cintiya 1908320016
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan Refarat ini guna memenuhi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Paru RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam dengan Judul “Bronkiolitis”.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah
terbanyak pada anak – anak. Penyebab paling banyak adalah virus
Respiratory Syncytial kira – kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan
virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus dan Enterovirus
sekitar 20%.2
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Perbedaan ini penting, karena wheezing berulang pada anak-anak
yang lebih besar sering dicetuskan oleh virus-virus yang khas untuk
saluran pernafasan bagian atas, seperti rhinovirus.8
4
satu virus. Jumlah coinfeksi ini sekitar 10 % – 30 % pada sampel anak-
anak yang dirawat di rumah sakit, kebanyakan oleh RSV dan salah satu
dari HMPV atau rhinovirus.
b. Adenovirus
Adenovirus berdiameter 70 – 90nm dan memperlihatkan simetris
icosahedral, dengan kapsid yang terdiri dari 252 kapsomer.
Adenovirus tidak mempunyai selubung, adenovirus mengandung
13% DNA dan 80% protein. Adenovirus termasuk virus yang unik
karena memiliki struktur yang disebut serat yang keluar dari
masing masing 12 verteks atau dasar penton. Kapsid lain terdiri
dari 240 kapsomer hekson. Hekson, penton, dam serat merupakan
antigen adenovirus utama yang penting pada klasifikasi virus dan
diagnosis penyakit.5
5
c. Virus Parainfluenza
Ada empat virus dalam family parainfluenza yang menyebabkan
penyakit pada manusia yaitu tipe 1 – 4. Virus ini mempunyai
genom RNA helai tunggal, tidak bersegmen dengan pembungkus
mengandung lipid yang berasal dari pertunasan melalui membrane
sel. Bagian antigenic utama adalah tonjolan – tonjolan protein
pembungkus yang menunjukkan sifat – sifat hemaglutinasi (protein
HN) dan fusi sel (protein F).5
6
2.3 Faktor Risiko Bronkiolitis
Salah satu factor risiko yang terbesar untuk menjadi bronkiolitis
pada umur kurang dari 6bulan, sebab paru – paru dan system kekebalan
tidak secara penuh berkembang baik. Anak laki – laki cenderung untuk
terkena bronkiolitis, factor lain meliputi :
7
Sebanyak 11,4% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1 –
2 tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan
90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan kematian
sebanyak 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis meruoakan 17%
dari semua kasus perawatan di RS oada bayo. Rata- rata insiden
perawatan setahun pada anak berusia dibawah 1 tahun adalah 21,7 per
1000 dan semakin menurun sehingga dengan pertambahan usia, yaitu
6.8 per 1000 pada usia 1 – 2 tahun.6
8
2.5 Patogenesis Bronkiolitis
9
berikutnya, pemyakitnya menjadi lebih berat dan lebih serinf
kambuhh dibandingkan anak – anak lainnya.
3. Bronkiolitis yang bergabung kedalam asma pada bayi yang lebih
tua dan RSV seringkali merupakan serangan asma akut yang
dikenali pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Antibody immunoglobulin E (IgE) yang mengarah langsung ke
RSV ditemukan pada sekresi konvalesen pada bayi dengan
bronkiolitis.
10
Gambar 1. Penyempitan pada bronkiolus
11
Patofisiologi Bronkiolitis
a. Infeksi
b. Reaksi Inflamasi
12
Mekanisme patofisiologi ini menjelaskan menfapa gejala
bronkiolitis yang berat umumnya hanya terjadi pada bayi muda.
Jalan napas yang lebih besar pada anak yang lebih tua dan dewasa
dapat mengakomodasi edema submukosa dan bronkospasme yang
terjadi sehingga gejala yang terhadi umumnya tidak seberat pada
bayi muda.7
13
Infeksi RSV
Penyempitan lumen
bronkiolus
14
2.6 Manifestasi Bronkiolitis
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek
yang encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-
kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul
distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak
napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan
minum.
15
• Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen
16
2.7 Diagnosis Bronkiolitis
17
Kebanyakan bayi-bayi dengan penyakit tersebut, mempunyai
riwayat keberadaan mereka diasuh oleh orang dewasa yang menderita
penyakit saluran pernafasan ringan pada minggu sebelum awitan
tersebut terjadi pada mereka. Disamping itu, kita juga harus
menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan
wheezing.9
Hepar dan lien akan teraba beberapa cm dibawah tepi batas bawah
tulang iga. Keadaan ini terjadi akibatt pendorongan diafragma kebawah
karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Suara riak-riak halus yang
tersebar luas juga dapat terdengar pada bagian akhir inspirasi. Fase
ekspirasi pernafasan akan memanjang dan suara-suara pernapasan juga
bisa hampir tidak terdengar jika sudah berada dalam kasus yang berat. 9.10
18
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory
Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas
berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor
lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan
dalam kategori ringan.Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif
dan berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen
< 95% merupakan tanda terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi
untuk rawat inap.10
20
2.8 Penatalaksanaan Bronkiolitis
Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif
yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena,
dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi
oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu
barulah digunakan bronkodilator, anti inflamasi seperti kortikosteroid,
antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV
immunoglobulin ( polyclonal ) atau Humanis RSV monoclonal antibody
( palivizumab )10,11
Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan
infuse dan diet sonde/nasogastrik). Jumlah cairan disesuaikan dengan
berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Cairan intravena diberikan
21
bila pasien muntah dan tidak dapat minum, panas, distress napas untuk
mencegah terjadinya dehidrasi. Dapat dibenarkan pemberian retriksi
cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan
edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic
Hormone). Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap kelainan asam
basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
22
aktif, maka pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi.
Penggunaan bronkodilator untuk terapi bronkiolitis telah lama
diperdebatkan selama hampir 40 tahun.
23
24
2.9 Prognosis Bronkiolitis
Fase penyakit ini yang paling kritis terjadi selama 48 – 72 jam
pertama sesudah batuk dan dyspnea mulai. Selama masa ini, bayi
tampak sangat sakit, serangan apnea terjadi pada bayi yang sangat muda
dan asidosis respiratorik mungkin ada. Penyembuhan selesai dalam
beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah 1%, kematian dapat
merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis respiratorik
berat yang tidak terkompenasasi atau dehidrasi berat akibat kehilangan
penguapan air dan takipnea serta ketidakmampuan minum cairan. Bayi
yang memiliki keadaan – keadaan misalnya penyakit jantung kongenital,
dysplasia bronkopulmonal atau kistik fibrosis mempunyai angka
morbiditas yang lebih besar dan mempunyai sedikit angka mortalitas.
25
2.10 Pencegahan
Pencegahan dari RSV kemunhkinan terjadi karena kontak
langsung dengan sekret pasien yang terinfeksi. Pencegahan penting pada
staf rumah sakit seperti perhatian khusus terhadap kebersihan. Saat ini
menggunakan RSV immunoglobulin intra vena pada dosis tinggi 500 -
750mg/kgBB tampaknya dapat mencegaah RSV pada pasien resiko
tinggi. Namun pada penelitian baru mengatakan bahwa dosis tunggal
RSV 0.1gr/kgBB tidak menunjukkan keuntungan untuk bronkiolitis
akut.12
26
BAB III
KESIMPULAN
2. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan
cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan
status hidrasi.
27
4. Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik,
curiga infeksi sekunder (pneumonia) atau pada penyakit yang berat.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
11. Zorc JJ, Hall CB, Bronchiolitis: recent evidence on diagnosis
and management. Paediatrics 2010; 125; 342-49.
12. Tabrani Rab. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info Media.2017
30