Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

BRONKIOLITIS
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat
dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Pulmunologii RSUD Deli Serdang

Pembimbing:
dr. Edwin Anto Pakpahan, Sp.P

Disusun oleh:
Reyna Cintiya 1908320016

SMF ILMU PENYAKIT PARU


RSUD DELI SERDANG LUBUK PAKAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
LUBUK PAKAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan Refarat ini guna memenuhi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Paru RSUD Deli Serdang
Lubuk Pakam dengan Judul “Bronkiolitis”.

Refarat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam


teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF
Paru RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam dan mengaplikasikannya untuk
kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih
kepada dr. Edwin Anto Pakpahan, Sp.P yang telah membimbing
penulis dalam refarat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini masih memiliki


kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang
membangun dari semua pihak yang membaca refarat ini. Harapan
penulis semoga refarat ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membacanya.

Lubuk Pakam, 26 Juni 2020

Penulis
i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................ii


DAFTAR ISI ..................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................1


1.1 Latar Belakang ........................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................3


2.1 Definisi Bronkiolitis...................................................3
2.2 Etiologi Bronkiolitis...................................................4
2.3 Faktor Risiko Bronkiolitis ..........................................7
2.4 Epidemiologi Bronkiolitis ..........................................7
2.5 Patogenesis Bronkiolitis .............................................9
2.6 Manifestasi Bronkiolitis .............................................15
2.7 Penegakan Diagnosis .................................................17
2.8 Penatalaksanaan .........................................................21
2.9 Prognosis.....................................................................25
2.10 Pencegahan ...............................................................26
BAB 3 KESIMPULAN ...................................................27
3.1 Kesimpulan .................................................................27

DAFTAR PUSTAKA .....................................................29

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim,


akibat dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini sering
terjadi selama umur 2 tahun pertama, dengan insiden puncak sekitar
pada umur 6 bulan lebih sering terkena pada anak laki –laki dan pada
banyak tempat penyakit ini paling sering menyebabkan rawat inap bayi
di rumah sakit.1 Namun sekitar 50% kasus muncul episode berulang
berupa wheezing dan berkembangnya asma dalam waktu 2 tahun setelah
onset dari infeksi. Insidensi tertinggi selama musim dingin dan awal
musim semi. Penyakit ini terjadi secara sporadik dan endemic.

Sekitar 20% anak pernah mengalami satu episode infeksi


respiratorik akut bagian bawah (IRA-B) dengan mengi pada tahun
pertama. Angka kejadian rawat inap IRA-B tiap tahun berkisar antara
3000 sampai 80.000 bayi.2

1
Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah
terbanyak pada anak – anak. Penyebab paling banyak adalah virus
Respiratory Syncytial kira – kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan
virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus dan Enterovirus
sekitar 20%.2

Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet


infeksi. Infeksi primer oleh RSV biasanya tidak menimbulkan gejala
klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun – tahun pertama
kehidupan akan bermanifestasi berat. RSV lebih virulen daripada virus
lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama. Infeksi ini
pada orang dewas tidak menimbulkan gejala klinis. RSV adalah
golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus
parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa
glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom
yang bersegmen dan hanya mempuyai satu antigen bungkus yang berarti
komposisi antigen RSV relative stail dari tahun ke tahun.3

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bronkiolitis

Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bagian bawah


dengan karakteristik klinis berupa batuk, takipnea, wheezing dan atau
ronki.3 Bronkiolitis adalah peradangan pada bronkiolus yang tidandai
dengan sesak napas, mengi, dan hiperinflasi paru.4

Di United Kingdom, kata ini digunakan secara lebih spesifik.


Penulis penelitian dari Universitas Nottingham mengambil definisi
konsensus dari “penyakit virus musiman dengan karakteristik demam,
nasal discharge, dan batuk kering dan berbunyi menciut. Pada
pemeriksaan ada crackles inspirasi halus dan / atau wheezing ekspirasi
nyaring. Di Amerika Utara, bronkiolitis biasanya digunakan secara lebih
luas, tapi berhubungan dengan penemuan spesifik berupa wheezing.

Pedoman APP (American Academy of Pediatrics) mendefinisikan


bronkiolitis sebagai “sebuah kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda
klinis termasuk prodromal virus pernafasan atas, diikuti peningkatan
wheezing dan usaha bernafas dari anak-anak kurang dari 2 tahun”.

3
Perbedaan ini penting, karena wheezing berulang pada anak-anak
yang lebih besar sering dicetuskan oleh virus-virus yang khas untuk
saluran pernafasan bagian atas, seperti rhinovirus.8

2.2 Etiologi Bronkiolitis

Respiratory SyncytialVirus (RSV) adalah agen yang paling sering


ditemukan dalam isolasi sebanyak 75% pada anak – anak kurang dari 2
tahun yang menderita bronkiolitis dan dirawat di rumah sakit. Penyebab
lain yang menyebabkan bronkiolitis termasuk didalamnya adalah virus
parainfluenza tipe 1 dan 3, influenza B, parainfluenza tipe 2, adenovirus
tipe 1,2,5 dan mycoplasma yang paling sering pada anak usia sekolah.
Terdapat pembuktian bahwa kompleks imunologis yang memainkan
peranan penting dari pathogenesis dari bronkiolitis dengan RSV.5

Sejumlah virus dikenal sebagai penyebab bronkiolitis telah secara


nyata diperluas dengan keberadaan tes diagnosis yang sensitif dengan
menggunakan teknik molekular tambahan.

RSV tetap menjadi penyebab 50 % – 80 % kasus. Penyebab lain


termasuk virus parainfluenza, terutama parainfluenza tipe 3, influenza,
dan human metapneumovirus (HMPV). HMPV ditaksir menyebabkan 3
% – 19 % kasus bronkiolitis. Kebanyakan anakanak terinfeksi selama
epidemik luas musim dingin tahunan. Teknik diagnosis molekular juga
telah mengungkapkan bahwa anak-anak kecil dengan bronkiolitis dan
penyakit-penyakit respirasi akut lainnya sering diinfeksi oleh lebih dari

4
satu virus. Jumlah coinfeksi ini sekitar 10 % – 30 % pada sampel anak-
anak yang dirawat di rumah sakit, kebanyakan oleh RSV dan salah satu
dari HMPV atau rhinovirus.

a. Virus sinisial respiratorik


VSR adalah virus RNA terikat membrane berukuran medium yang
berkembang dalam sitoplasma sel yang terinfeksi dan matang
dengan pertunasan dari membrane plasma. Berbagai strain VSR
menunjukkan beberapa heterogenitas antigenic. Variasi ini
terutama ditemukan pada satu dari dua glikoprotein permukaan
dari virus menunjukkan reaksi pada hospes manusia seperti satu
serotip.5

b. Adenovirus
Adenovirus berdiameter 70 – 90nm dan memperlihatkan simetris
icosahedral, dengan kapsid yang terdiri dari 252 kapsomer.
Adenovirus tidak mempunyai selubung, adenovirus mengandung
13% DNA dan 80% protein. Adenovirus termasuk virus yang unik
karena memiliki struktur yang disebut serat yang keluar dari
masing masing 12 verteks atau dasar penton. Kapsid lain terdiri
dari 240 kapsomer hekson. Hekson, penton, dam serat merupakan
antigen adenovirus utama yang penting pada klasifikasi virus dan
diagnosis penyakit.5

5
c. Virus Parainfluenza
Ada empat virus dalam family parainfluenza yang menyebabkan
penyakit pada manusia yaitu tipe 1 – 4. Virus ini mempunyai
genom RNA helai tunggal, tidak bersegmen dengan pembungkus
mengandung lipid yang berasal dari pertunasan melalui membrane
sel. Bagian antigenic utama adalah tonjolan – tonjolan protein
pembungkus yang menunjukkan sifat – sifat hemaglutinasi (protein
HN) dan fusi sel (protein F).5

6
2.3 Faktor Risiko Bronkiolitis
Salah satu factor risiko yang terbesar untuk menjadi bronkiolitis
pada umur kurang dari 6bulan, sebab paru – paru dan system kekebalan
tidak secara penuh berkembang baik. Anak laki – laki cenderung untuk
terkena bronkiolitis, factor lain meliputi :

a. Tidak pernah diberi ASI sehingga tidak menerima perlindungan


kekebalan dari ibu
b. Kelahiran premature
c. Pajanan asap rokok

Bayi dengan ibu perokok pasif mempunyai peningkatan risiko infeksi


RSV. ASI telah menunjukkan mempunyai factor kebal terhadap RSV
yang mencakup immunoglobulin G.8

2.4 Epidemiologi Bronkiolitis


Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit
pada bayi dan anak – anak. Insiden penyakit ini terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan dengan puncak kejadian pada usia kira – kira 6
bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi (di
negara – negara yang memiliki 4 musim).6

7
Sebanyak 11,4% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1 –
2 tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan
90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan kematian
sebanyak 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis meruoakan 17%
dari semua kasus perawatan di RS oada bayo. Rata- rata insiden
perawatan setahun pada anak berusia dibawah 1 tahun adalah 21,7 per
1000 dan semakin menurun sehingga dengan pertambahan usia, yaitu
6.8 per 1000 pada usia 1 – 2 tahun.6

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara- Negara


berkembang daripada di Negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh
rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tujuan medis, serta
kepadatan penduduk di Negara berkembang. Angka mortalitas di Negara
berkembang pada anak – anak yang dirawat adalah 1- 3%.6

8
2.5 Patogenesis Bronkiolitis

Bronkiolitis akut ditandai dengan obstruksi bronkiolus yang


disebabkan oleh edema dan kumpulan mucus dan oleh invasi bagian –
bagian bronkus yang lebih kecil oleh virus. Tahanan pada saluran udara
kecil bertambah selama fase inspirasi dan ekspirasi, namun karena
selama ekspirasi jalan napas menjadi lebih kecil, maka hasilnya adalah
obstruksi pernafasan katup yang menimbulkan udara terperangkap dan
overinflasi. Atelectasis dapat terjadi ketika obstruksi menjadi total dan
udara yang terperangkap diabsorbsi.1

Proses patologis menggangu pertukaran gas normal di dalam paru.


Perfusi ventilasi yang tidak seimbang mengakibatkan hipoksemia, yang
terjadi pada awal perjalannya. Retensi karbondioksida (hiperkapni)
biasanya tidak terjadi kecuali pada pasien yang terkena berat. Semakin
tinggi frekuensi pernapasan melebihi 60kali/menit, selanjutnya
hiperkapni berkembang menjadi takipnea.3

Beberapa fakta memberikan kesan cidera imunologis sebagai


factor pada pathogenesis bronkiolitis yang disebabkan VSR :

1. Bayi yang sekarat karena bronchitis telah menunjukkan


imuoglobulin maupun virus dalam jaringan bronkiolus yang
terjejas
2. Anak yang mendapatka vaksin RSV yang diberikan secara
parenteral sangat antigenic, imaktif pada pemajanan RSV

9
berikutnya, pemyakitnya menjadi lebih berat dan lebih serinf
kambuhh dibandingkan anak – anak lainnya.
3. Bronkiolitis yang bergabung kedalam asma pada bayi yang lebih
tua dan RSV seringkali merupakan serangan asma akut yang
dikenali pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Antibody immunoglobulin E (IgE) yang mengarah langsung ke
RSV ditemukan pada sekresi konvalesen pada bayi dengan
bronkiolitis.

Penyakit ini juga berkembang pada bayi – bayi yang biasanya


terdapat titer antibodi maternal (IgG) menetralkan RSV tetapi tidak
terdapat antibody sekretorik (IgA) pada saluran nafas, sehingga terdapat
pada secret hidung yang memproteksi terhadap infeksi RSV. 3

Berbeda antara bayi, anak besae dan orang dewas dapat


mentoleransi udem saluran napas dengan lebih baik. Oleh karena itu,
pada anak besar dan orang dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila kerna
infeksi oleh virus.3

Ada pendapat bahwa bronkiolitis merupakan hasil dari reaksi


kompleks imun antara antibody non-neutralizing dengan virus. Pendapat
tersebut berdadarkan pengamatan di mana terjadi infeksi oleh virus
ketika umur masih muda, terutama kurang dari 6 bulan. Saat itu,
antibody yang secara pasif didapatkan dari ibu masih cukup tinggi. 3

10
Gambar 1. Penyempitan pada bronkiolus

11
 Patofisiologi Bronkiolitis
a. Infeksi

Setelah masuknya droplet melalui saluran pernapasan, akan


terjadi infeksi virus dan timbul keluhan pada 4 - 6 hari setelah
masa inkubasi. Infeksi dimulai dari saluran pernapasan atas
kemudian menyebar sampai ke saluran pernapasan bawah dalam
beberapa hari.7

b. Reaksi Inflamasi

Proses inflamasi akan menyebabkan reaksi inflamasi bronkiolus


yang ditandai dengan infiltrasi sel darah putih terutama sel
mononuclear di peribronchia. Reaksi inflamasi juga menyebabkan
terjadinya edema submukosa dan adventisia. Karakteristik lain
pada bronkiolitis adalah nekrosis sel epithelial. Nekrosis terjadi
kerena perlukaan sel karena invasi virus langsung ke epitel saluran
pernapasan atau secara tidak langsung melalui aktivitas system
imun. Ketiga proses tersebu akan menyebabkan peningkatan
produksi mucus dan bronkospasme. Pada akhirnya akan terjadi
obstruksi total atau partial, atelectasis dan ketidaksesuaian ventilasi
perfusi sehingga hipoksemia dan peningkatan kerja otot
permafasan,7

12
Mekanisme patofisiologi ini menjelaskan menfapa gejala
bronkiolitis yang berat umumnya hanya terjadi pada bayi muda.
Jalan napas yang lebih besar pada anak yang lebih tua dan dewasa
dapat mengakomodasi edema submukosa dan bronkospasme yang
terjadi sehingga gejala yang terhadi umumnya tidak seberat pada
bayi muda.7

13
Infeksi RSV

Kolonisasi & Replikasi di mukosa

Nekrosis sel bersilia bronkioli

Proliferasi limfosit, sel plasma & makrofag

Edema Submukosa kongesti Debris&mukus

Penyempitan lumen
bronkiolus

14
2.6 Manifestasi Bronkiolitis
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek
yang encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-
kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul
distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak
napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan
minum.

Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa


atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang
ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali
dan bahkan ada yang mengalami hipotermi.

• Terjadi distress nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali


per menit, kadangkadang disertai sianosis, nadi juga biasanya
meningkat.

• Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan


dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi
paru (terperangkapnya udara dalam paru).

• Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat


terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles.

• Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena


tertekan oleh paru yang hiperinflasi.

15
• Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen

• Pada beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan


konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.

• Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena


adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur
dioxide). Karakteristiknya:

o gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa


minggu atau bulan dengan episode atelektasis, pneumonia dan wheezing
yang berulang.

o Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis.

o Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke


peribronkial, destruksi dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding
mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat dan dilatasi. Alveoli
overdistensi, atelektasis dan fibrosis.

16
2.7 Diagnosis Bronkiolitis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pertama
sekali dapat dicatat bahwa bayi dengan bronkiolitis menderita suatu
infeksi ringan yang mengenai saluran pernapasan bagian atas disertai
pengeluaran sekret-sekret encer dari hidung dan bersin-bersin.
Gejalagejala ini biasanya akan berlangsung selama beberapa hari dan
disertai demam dari 38,50C hingga 390C, akan tetapi bisa juga tidak
disertai demam, bahkan pasien bisa mengalami hipotermi.

Pasien mengalami penurunan nafsu makan, kemudian ditemukan


kesukaran pernafasan yang akan berkembang perlahan-lahan dan
ditandai dengan timbulnya batukbatuk, bersin paroksimal, dispneu, dan
iritabilitas. Pada kasus ringan gejala akan menghilang dalam waktu 1-3
hari. Kadang-kadang, pada penderita yang terserang lebih berat, gejala-
gejala dapat berkembang hanya dalam beberapa jam serta perjalaan
penyakitnya akan berlangsung berkepanjangan. Keluhan muntah-muntah
dan diare biasanya tidak didapatkan pada pasien ini.9

17
Kebanyakan bayi-bayi dengan penyakit tersebut, mempunyai
riwayat keberadaan mereka diasuh oleh orang dewasa yang menderita
penyakit saluran pernafasan ringan pada minggu sebelum awitan
tersebut terjadi pada mereka. Disamping itu, kita juga harus
menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan
wheezing.9

Pemeriksaan fisik memperlihatkan seorang bayi mengalami distres


nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit (takipneu),
kadang-kadang disertai sianosis, dan nadi juga biasanya meningkat.
Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot pembantu pernafasan
yang mengakibatkan terjadinya retraksi pada daerah interkostal dan
daerah sub kostal. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya
hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi
yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa
stetoskop, serta terdapat crackles.9

Hepar dan lien akan teraba beberapa cm dibawah tepi batas bawah
tulang iga. Keadaan ini terjadi akibatt pendorongan diafragma kebawah
karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Suara riak-riak halus yang
tersebar luas juga dapat terdengar pada bagian akhir inspirasi. Fase
ekspirasi pernafasan akan memanjang dan suara-suara pernapasan juga
bisa hampir tidak terdengar jika sudah berada dalam kasus yang berat. 9.10

18
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory
Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas
berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor
lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan
dalam kategori ringan.Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif
dan berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen
< 95% merupakan tanda terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi
untuk rawat inap.10

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Jumlah dan hitung jenis


lekosit biasanya normal. Limfopenia yang biasanya berhubungan dengan
penyakit-penyakit virus, tidak ditemukan pada penyakit ini. Biakan-
biakan bahan yang berasal dari nasofaring akan menunjukkan flora
normal. Virus dapat dapat diperlihatkan di dalam sekresi nasofaring
melalui fluresensi imunologis dalam suatu peningkatan titer-titer darah
atau dalam biakan.9.10

Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis


ringan. Umumnya terlihat paru-paru mengembang ( hyperaerated ). Bisa
juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis (
patchy atelectasis ) atau pneumonia ( patchy infiltrates ). Pada rontgen -
foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma
tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan rontgen foto dada, dikatakan
hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit,
jantung terangkat,diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter
19
anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga
horizontal, pembuluh darah paru tampak tersebar. 9.10

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan


aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur
virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil
positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan
pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen
atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.9.10

20
2.8 Penatalaksanaan Bronkiolitis
Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif
yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena,
dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi
oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu
barulah digunakan bronkodilator, anti inflamasi seperti kortikosteroid,
antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV
immunoglobulin ( polyclonal ) atau Humanis RSV monoclonal antibody
( palivizumab )10,11

Terapi oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali


untuk kasus-kasus yang sangat ringan. Saturasi oksigen menggambarkan
kejenuhan afinitas haemoglobin terhadap oksigen di dalam darah.
Oksigen dapat diberikan melalui nasal prongs (2 liter/menit) , masker
(minimum 4 liter/menit) atau head box. Terapi oksigen dihentikan bila
pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SaO2) pada suhu
ruangan stabil diatas 94%. Pemberian oksigen pada saat masuk sangat
berpengaruh pada skor beratnya penyakit dan lama perawatan di rumah
sakit.11

Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan
infuse dan diet sonde/nasogastrik). Jumlah cairan disesuaikan dengan
berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Cairan intravena diberikan

21
bila pasien muntah dan tidak dapat minum, panas, distress napas untuk
mencegah terjadinya dehidrasi. Dapat dibenarkan pemberian retriksi
cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan
edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic
Hormone). Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap kelainan asam
basa dan elektrolit yang mungkin timbul.

Apabila terdapat perubahan pada kondisi umum penderita,


peningkatan leukosit atau pergeseran hitung jenis, atau tersangka sepsis
maka diperiksa kultur darah, urine, feses dan cairan serebrospinal,
secepatnya diberikan antibiotika yang memiliki spectrum luas.
Pemberian antibiotik secara rutin tidak menunjukkan pengaruh terhadap
perjalanan bronkiolitis.

Akan tetapi keterlambatan dalam mengetahui virus RSV atau virus


lain sebagai penyebab bronkiolitis dan menyadari bahwa infeksi virus
merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder dapat menjadi alasan
diberikan antibiotika.

Ribavirin adalah purin nucleoside derivate guanosine sintetik,


bekerja mempengaruhi pengeluaran messenger RNA (mRNA). Ribavirin
menghambat translasi mRNA virus kedalam protein virus dan menekan
aktivitas polymerase RNA. Titer RSV bisa meningkat dalam tiga hari
setelah gejala timbul atau sepuluh hari setelah terkena virus. Karena
mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama fase replikasi

22
aktif, maka pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi.
Penggunaan bronkodilator untuk terapi bronkiolitis telah lama
diperdebatkan selama hampir 40 tahun.

Terapi farmakologis yang paling sering diberikan untuk


pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan kortikosteroid. Dapat
diberikan nebulasi β agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari)
diencerkan dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan
mukosilier.

Kortikosteroid yang digunakan adalah prednison,


metilprrednisolon, hidrokortison, dan deksametason. Untuk penyamaan
dilakukan konversi rata-rata dosis per hari serta ratarata total paparan
obat tersebut dengan ekuivalen mg/kgBB prednison. Rata-rata dosis per
hari berkisar antara 0,6-6,3 mg/kgBB, dan rata-rata total paparan antara
3,0-18,9 mg/kgBB. Cara pemberian adalah secara oral, intramuskular,
dan intravena. Tidak ada efek merugikan yang dilaporkan.10,11

Virus adalah etiologi utama pada bronkiolitis, apabila bayi


mengarah ke arah lebih buruk dan menunjukkan kenaikan dari hitung sel
darah putih kedepannya menunjukkan tanda – tanda sepsis, selanjutnya
kultur bakteri dari darah sebaiknya diambil apabila ada indikasi terpapar
bakteri maka diberikan antibiotik

23
24
2.9 Prognosis Bronkiolitis
Fase penyakit ini yang paling kritis terjadi selama 48 – 72 jam
pertama sesudah batuk dan dyspnea mulai. Selama masa ini, bayi
tampak sangat sakit, serangan apnea terjadi pada bayi yang sangat muda
dan asidosis respiratorik mungkin ada. Penyembuhan selesai dalam
beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah 1%, kematian dapat
merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis respiratorik
berat yang tidak terkompenasasi atau dehidrasi berat akibat kehilangan
penguapan air dan takipnea serta ketidakmampuan minum cairan. Bayi
yang memiliki keadaan – keadaan misalnya penyakit jantung kongenital,
dysplasia bronkopulmonal atau kistik fibrosis mempunyai angka
morbiditas yang lebih besar dan mempunyai sedikit angka mortalitas.

25
2.10 Pencegahan
Pencegahan dari RSV kemunhkinan terjadi karena kontak
langsung dengan sekret pasien yang terinfeksi. Pencegahan penting pada
staf rumah sakit seperti perhatian khusus terhadap kebersihan. Saat ini
menggunakan RSV immunoglobulin intra vena pada dosis tinggi 500 -
750mg/kgBB tampaknya dapat mencegaah RSV pada pasien resiko
tinggi. Namun pada penelitian baru mengatakan bahwa dosis tunggal
RSV 0.1gr/kgBB tidak menunjukkan keuntungan untuk bronkiolitis
akut.12

26
BAB III

KESIMPULAN

Kesimpulan Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang


lazim, akibat dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini
terjadi selama umur 2 tahun pertama, dengan insiden puncak pada
sekitar umur 6 bulan. Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory
Syncitial Virus (RSV) dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae
tipe 1,2, dan 3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau
Mycoplasma. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Secara umum tatalaksana bronkiolitis yang
dianjurkan adalah :

1. Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker,


monitor dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan
bantuan ventilasi mekanik.

2. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan
cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan
status hidrasi.

3. Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin


timbul.

27
4. Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik,
curiga infeksi sekunder (pneumonia) atau pada penyakit yang berat.

5. Kortikosteroid : deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan dengan 0,5


mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.

6. Dapat diberikan nebulasi β agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6


x/hari) diencerkan dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan
mukosilier.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Karen J. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial. 2014. Edisi


Keenam. Saunders Elsevier, Philadelphia. h.1211-2
2. Holman RC. Risk factor for bronchiolitis-assosiated deaths
a,ong infants in the United States. Pediatric Infect Dis J.
2013:22;483-9.
3. Hartoyo E. Naning R. Mengi Berulang Setelah Bronkiolitis
Akut Akibat Infeksi Virus. 2012
4. Ida Bagus S, Darmawan B. Faktor – Faktor yang Behubungan
dengan Bronkiolitis Akut. 2016. Ilmu Anak FK UNUD-RSUP
Sanglah, Denpasar. Sari Pedia,Vol 10, No 6. h. 392-396
5. Jawetz, Melnick. Mikrobiologi Kedokteran, Edisi 27. 2017.
EGC
6. Loscalzo, J. Harrison’s: Pulmonary and Critical Care Medicine.
2010. New York:McGraw-Hill Companies, Inc
7. Bambang Supriyatno. Infeksi Respiratotik Bawah Akut pada
Anak. Sari Pedia, Vol,8. No 2, September 2016: 100 – 115
8. Carroll KN, et.all. increasing burden and risk factor for
bronchiolitis. Related medical visits in infants enrolled in a state
health care insurance plan. Pediatrics 2015; 122; 58-64.
9. S Wijaya, Pedoman Diagnosis Bronkiolitis Akut. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kedokteran. 2014
10. Halim Danusantoso. Ilmu Penyakit Paru. EGC. 2014

29
11. Zorc JJ, Hall CB, Bronchiolitis: recent evidence on diagnosis
and management. Paediatrics 2010; 125; 342-49.
12. Tabrani Rab. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info Media.2017

30

Anda mungkin juga menyukai