Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

Aspirasi Pneumonia + Anemia Sedang ec suspect Def Besi

Oleh :

Muhammad Ari Rahman

1610070100102

Preseptor :

dr. Irwandi, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD M.NATSIR 2021


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, dan segala
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Case yang berjudul
“Aspirasi Pneumonia” ini dengan sebagaimana mestinya.

Case ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu
Anak RS M. Natsir Solok. Case ini menyajikan beserta kasusnya. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada pembimbing dr. Gustin Sukmarini Indang,
Sp.A (K) yang telah memberikan pengarahan dalam menyelesaikan case ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan case ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terimakasih.

Solok, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan...................................................................................................2
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................3
2.1 Definisi.....................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi.............................................................................................................3
2.3 Etiologi.....................................................................................................................3
2.4 Faktor Resiko............................................................................................................4
2.5 Daya tahan traktus respiratorius..............................................................................4
2.6 Patogenesis..............................................................................................................6
2.7 Diagnosis..................................................................................................................8
BAB 3 : LAPORAN KASUS..................................................................................................14
3.1 Identitas pasien......................................................................................................14
3.2 Anamesis................................................................................................................14
Keluhan utama.........................................................................................................14
3.3 Pemeriksaan Fisik...................................................................................................15
BAB 4 : BAB V KESIMPULAN.............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aspirasi pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,

distal dari bronkus terminalis menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan

gangguan pertukaran gas setempat disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang

berasal dari dalam tubuh maupun di luar tubuh penderita. Peradangan akut

parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi disebut sebagai

pneumonia Insiden pneumonia pada negara berkembang hampir 30% pada anak-

anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi.1 Di Indonesia,

pneumonia merupakan penyebab kematian urutan ke-3setelah kardiovaskuler dan

tuberkulosis. Angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun 2016

sebesar 0,22% pada tahun 2017 menjadi 0,34%. Pada tahun 2017, Angka

kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,56%

dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun sebesar 0,23%. Cakupan

penemuan pneumonia dan kematiannya menurut provinsi dan kelompok umur

pada tahun 2017. Pneumonia apirasi biasanya disebabkan oleh aspirasi isi

lambung, Pneumonia yang terjadi sebagian bersifat kimia akibat reaksi terhadap

asam lambung, sebagian lagi bersifat bakterial akibat organisme yang mendiami

mulut dan lambung.2

Aspirasi sendiri menggambarkan terinhalasinya bahan yang berasal dari

oropharyngeal maupun yang berasal dari dalam lambung ke dalam jalan

napas.Dalam kepustakaan yang lain dikatakan bahwa aspirasi merupakan kondisi

1
dimana terinhalasinya baik benda solid maupun cair. Aspirasi ini dapat

menyebabkan dua hal yakni pneumonia aspirasi dan peumonitis aspirasi. Jadi

pneumonia aspirasi sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya merupakan radang

pada paru-paru yang terjadi akibat terinhalasinya benda padat maupun cair. Bahan

aspirasi yang paling sering menyebabkan hal tersebut di atas adalah isi lambung

dan bakteri (flora normal yang ada di mulut dan lambung).1 Beberapa studi

menyatakan bahwa 5-15% dari 4.5 juta kasus community-acquired pneumonia

diakibatkan oleh pneumonia aspirasi.Secara internasional pneumonia aspirasi

dipertimbangkan sebagai penyakit yangpaling sering, namun tak ada statistik yang

menunjukkannya.Angka kematian/kesakitan dihubungkan dengan pneumonia

aspirasi yang miri dengan community-acquired Pneumonia pada kira-kira 1%

pasien yang rawat jalan dan meningkat hingga 25% pada pasien yang diopname.

Pneumonia aspirasi tanpa perawatan, dihubungkan dengan tingginya insidens

timbul nya kavitas dan abses bila dibandingkan dengan community-acquired.

Pneumonia.Walaupun demikian, ternyata keduanya bisa menyebabkan komplikasi

berupa empyema, sindrom distress pernapasan akut, dan kegagalan pernapasan.3

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui dan menambah wawasan mengenai Aspirasi Pneumonia.

2. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian ilmu

kesehatan anak RSUD M.Natsir Solok tahun 2021.

1.3 Manfaat Penulisan


1. Sebagai informasi dan menambah wawasan mengenai Aspirasi Pneumonia

2
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda untuk menjalankan

kepaniteraan klinik senior terutama di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD

M. Natsir Solok.

3
BAB 2 :

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Aspirasi pneumonia merupakan proses terbawanya bahan yang ada di

orofaring maupun isi lambung pada saat respirasi ke saluran napas bawah

sehingga menyebabkan peradangan pada Prenkim paru. Kelainan pada parenkim

paru tersebut akan mengakibatkan akumulasi cairan di alveolus sebagai hasil dari

reaksi inflamasi yang terjadi, hal ini akan menyebabkan gangguan pertukaran

oksigen dan carbondioksida di dalam alveoli, pada akhirnya akan terjadi gangguan

perfusi oksigen ke berbagai sel tubuh sebagai sumber utama untuk proses

metabolisme.3

2.2 Epidemiologi
Insiden penyakit aspirasi pneumonia pada negara berkembang termasuk

Indonesia hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko

kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika bronkopneumonia menunjukkan

angka 13% dari seluruh penyakit pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden

aspirasi pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus per 100

anak per tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus per 100 anak per

tahun. aspirasi pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada

anak balita dinegara berkembang.4

2.3 Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam lambung

yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan

oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti

mineral oil atau vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia.5

4
2.4 Faktor Resiko
Beberapa faktor risiko yang menyebakan meningkatnya kejadian dan derajat

aspirasi pneumonia antara lain pada antenatal aspirasi meconium, pada perinatal

kelainan anatomi kongenital, berat badan lahir rendah, anemia, hipoglikemi,

sedangkan pada postnatal faktor resikonya imunisasi tidak lengkap, adanya

malnutrisi, gizi buruk (Z skor kurang dari -2 SD), anemia, hipoglikemi, kurangnya

ASI ekslusif, polusi lingkungan, kepadatan penduduk dan kurangnya pendidikan

orang tua

adapun penyebab Faktor infeksi

a. Pada neonatus : Streptococcus grup B. Respiratory Sincytial Virus

(RSV)

b. Pada bayi :

1) Virus : Virus parainfluerza, virus Influenza, Ademovirus, RSV,

Cytomegalovirus

2) Organisme atipikal : Chłamidia trachomatis, Pneumocytis

3) Bakteri : Sireptococcus pneumonia, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuherculosa, Bordetella pertusis, "

c. Pada anak-anak

1) Virus : Parainfluenza, Virus Influensa, Adenovirus, RSV

2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumoniae

3) Bakteri : Pneumococcus, Mycobacterium tuberculosis

2.5 Daya tahan traktus respiratorius


mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk

mencegah infeksi dan terdiri dari: 6

a. Susunan anatomis rongga hidung

5
b. Jaringan limfoid di nasoorofaring

c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius

dan sekret yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut

d. Refleks batuk

e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya uspirasi sekret yang

terinfeksi.

f. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe

regional.

g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respon imuno-humoral terutama

dari imunoglobulin A (IgA).

2.6 Patogenesis
Pneumonia adalah invasi pada saluran pernapasan bagian bawah, di bawah

laring oleh patogen baik melalui inhalasi, aspirasi, invasi epitel pernapasan, atau

penyebaran hematogen. Ada penyaringan terhadap infeksi yang mencakup

6
struktur anatomi (rambut hidung, turbinat, epiglotis, silia), dan imunitas humoral

dan seluler. Jika penyaringan ini gagal, maka infeksi, baik oleh penyebaran

(kebanyakan virus) atau kolonisasi nasofaring (kebanyakan bakteri),

menyebabkan peradangan dan cedera atau kematian epitel pada alveoli dan

sekitarnya. Hal ini pada akhirnya disertai dengan migrasi sel inflamasi ke tempat

infeksi, menyebabkan proses eksudatif, yang akhirnya dapat mengganggu

oksigenasi.7

Ada empat tahap pneumonia:7

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Yaitu hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator

peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera

jaringan.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi olehsel

darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi

padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,

sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti

hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal

sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat

singkat, yaitu selama 48 jam.

7
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat iniendapan

fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,

warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan

diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya

semula.

8
2.7 Diagnosis
Diagnosis aspirasi pneumonia dapat ditegakkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

a. anamnesis gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat

didahului dengan infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya

antara lain batuk, demam tinggi terus-menerus, sesak, kebiruan

sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi), dan nyeri

dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.

Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti

hipotermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar

kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.8

b. Pemeriksaan fisik pada neonatus sering dijumpai takipneu,

pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada, grunting, dan

sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan

grunting. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya

kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah

gelembung halus sampai sedang.8

Usia kurang dari 2


bulan

Pneumonia berat - Nafas cepat


- Retraksi yang berat

Pneumonia sangat - Tidak bisa minum


berat - Kejang
- Kesadarn menurun
- Hipertermi/hipotermi
- Napas lambat/tidak teratur

9
Usia 2 bulan- 5 bulan

Pneumonia ringan Napas cepat

Pneumonia berat Retraksi

Pneumonia Sangat - Tidak bisa minum


berat - Kejang
- Kesadaran menurun
- malnutrisi

c. Pemeriksaan penunjang yang dapat yaitu, darah perifer lengkap, C-

reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis

dan pemeriksaan rontgen thoraks. Pemeriksaan darah lengkap

perfier pada pneumonia yang disebabkan oleh virus biasanya

leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang

disebabkan oleh bakteri didapatkan leukositosis

(15.000–40.000/mm3). Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan

prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadang–kadang

ditemukan eosinofilia. Kadang–kadang terdapat anemia ringan dan

LED yang meningkat. Individu tanpa inflamasi biasanya memiliki

kadar CRP <1 mg/L, dan kadar CRP bisa meningkat sampai 100

kali lipat kadar normal pada kasus inflamasi akut seperti infeksi,

trauma, dan pembedahan.9 Pemeriksaan rontgen thorak ditemukan

bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus.

Gambar 1 foto thorak PA pada aspirasi pneumonia .8

10
2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak

terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus:10

a. Penatalaksaan Umum

1. Penghisapan jalan napas

2. Pemberian oksigen

3. Pemberian cairan dan nutrisi.

b. Penatalaksanaan Khusus

1. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak

diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi

reaksi antibioti awal.

2. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu

tinggi, takikardi.

3. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis.

Antibiotik untuk community acquired pneumonia:

11
a. Neonates – 2 bulan : ampisilin + gentamisin

b. > 2 bulan :

- Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan

dapat ditambahkan kloramfenikol.

- Lini kedua seftriakson.

Tabel 2. Pilihan antibiotik intravena untuk bronkopneumonia10

2.9 Prognosis

Prognosis aspirasi pneumonia pada anak biasanya baik. Pneumonia virus

cenderung sembuh tanpa pengobatan. Gejala sisa jangka panjang jarang terjadi,

pada pneumonia stafilokokus memiliki hasil yang baik pada anak-anak. Setiap

tahun, sekitar 3 juta anak meninggal karena pneumonia dengan faktor resiko

memiliki penyakit penyerta lain seperti penyakit bawaan, imunosupresi, atau

penyakit paru-paru kronis prematuritas.11

12
2. 10 Indikasi Rawat Inap

Kriteria rawat Inap:10

Bayi:

1) Saturasi oksigen ≤92%, sianosis

2) Frekuensi nafas >60x/menit

3) Distress pernafasan, apnea intermiten atau grunting

4) Tidak mau minum/menetek

5) Keluarga tidak bisa merawat dirumah

Anak :

1) Saturasi oksigen <92%, sianosis

2) Frekuensi nafas >50x/menit

3) Distress pernafasan

4) Grunting

5) Terdapat tanda dehidrasi

6) Keluarga tidak bisa merawat dirumah

13
BAB 3 :

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

 Nama : By. Q

 Usia saat masuk : 31 hari

 Tanggal lahir : 20 09 2021

 Alamat : Gantung Ciri

 No MR :-

 Tanggal masuk : 24 Oktober 2021

3.2 Anamesis

Keluhan utama : Pasien datang ke IGD RSUD M.Natsir rujukan dari RSPB

sesak nafas yang meningkat sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit sekarang

• Bayi batuk sejak 8 hari SMRS, batuk dirasakan semakin memberat, terus

menerus, tidak berdahak.

• Bayi sesak sejak 5 hari SMRS, disertai batuk, menangis kuat tidak mau

minum asi dan badan membiru perlahan lahan mereda. Jam 10 pasien

Kembali sesak dan di bawa ke puskesmas tumbang

• diare (+) selama 2 hari dengan freq 3x sehari

• Demam 1 hari SMRS, tidak tinggi, berkeringat, tidak mengigil, hilang

timbul, tidak disertai dengan kejang.

14
• mual (-) muntah (-)

• BAK tidak ada keluhan

Riwayat penyakit dahulu

Tidak ada penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien

Riwayat batuk pada ayah pasien

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

 Lama hamil : Cukup bulan

 Cara lahir : SC a/i Hipertensi, Letak lintang

 Berat lahir : 2.630 gr

 Saat lahir : Langsung menangis kuat

 Riwayat biru saat lahir dan dirawat selama 5 hari di RSPB

 Tidak ada riwayat kuning setelah lahir

 Ditolong oleh : Sp.OG

15
 Kesan : Sesuai masa kehamilan

Riwayat minuman dan makanan

Selama 5 hari sebelum masuk rumah sakit pasien minum ASI kurang

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata

 Keadaan Umum : Sakit Sedang

 Frekuensi Nadi : 154x/i, kuat angkat

 Frekuensi Nafas : 62x/i

 Suhu : 37,5 C

 SpO2 : 97% dengan 02 nasal Canul

Kepala

 Ukuran : Normochepal

 Lingkar kepala : 32.5cm

 Batas : Dahi dan ujung rambut kepala jelas

 Ubun-ubun besar : teraba datar ukuran 1 x 1 cm

 Jejas persalinan : Tidak ada

Mata

16
 Posisi : Simetris kanan dan kiri

 Konjunctiva : Anemis (+/+)

 Sclera : Ikterik (-/-)

Hidung

 Lubang : Terpasang Cpap

 Cuping hidung  : Pernafasan cuping hidung (+)

Mulut

 Bibir : Tidak labioskizis, sianosis (+)

Telinga

 Simetris : Simetris, kanan dan kiri

 Daun telinga : Auriculla belum melipat sempurna

 Lubang telinga : Ada, kanan-kiri

Leher

 Kelainan : Tidak ada kelainan

 KGB : Tidak ada pembesaran KGB

 Pergerakan : aktif

17
Thorak

• Inspeksi : Simetris dinding kanan dan kiri, retraksi ringan (+)

di suprasternal

• Jantung : regular, murmur (-), gallop (-)

• Paru : vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-)

Abdomen

 Inspeksi : distensi (-)

 Bising usus : (+) normal

 Hati : tidak teraba

 Limpa : tidak teraba

 Kelainan : tidak ada kelainan

Mamae

 Aerola : rata tanpa bantalan

Kulit

 Warna : tidak ikterik

 Lanugo : tipis

18
 Vernik caseosa : tidak ada

Ekstermitas

 Atas : akral hangat, simetris, sianosis (+), CRT <2

 Bawah : akral hangat, simetris, sianosis (+), CRT <2

 Kelainan  : tidak ada kelainan, tidak ada sindaktil ataupun

polidaktil

Tulang-tulang:

 Deformitas : tidak ada

 Fraktur : tidak ada

Genitalia (Perempuan): Tidak ada kelainan

Refleks

 Moro : melemah

 Rooting : melemah

 Isap : melemah

 Pegang : melemah

Asuhan Nutrisi Pediatrik


1. Assessment : menentukan status gizi dan masalah nutrisi

19
20
• BBL : 3020 gram

• PB : 50 cm

• LK : 32,5 cm

• BB/U: 2 sd -2

• TB/U: 2 sd -2

• BB/TB: 2 sd -2

Kesan :Gizi baik perawakan normal

2. Penentuan kebutuhan nutrisi


Kebutuhan kalori
BB-ideal x RDA menurut usia tinggi
3.3x 120 = 384 kkal  384 kkal

21
3. Cara pemberian :
Fungsi oromotor normal Oral
4. Penentuan jenis makanan:
Usia :
5. Pemantauan dan evaluasi :
- Reaksi simpang tidak ada: tidak ada mual, muntah, BAB normal
- Pertambahan BB: Selama di rawat tidak ada penambahan BB

Down score

Pemeriksaan laboratorium

● Hemoglobin : 9.5 g/dl (L)

● Eritrosit : 2.79⁶/mm³ (L)

● Hematokrit : 26.6% (L)

● MCV : 95, 3 fl (H)

● MCH : 35,9 pg/cell

● MCHC : 34.8g/dL

● RDW-CV :15.3 %

● Leukosit : 12.100 mm3

● Trombosit : 113.000 mm3 (L)

22
● Basofil : 0%

● Eosinofil : 0% (L)

● Neutrofil : 11% (L)

● Limfosit : 57% (L)

● Monosit : 32% (H)

● NLR (Neutrophil Lymphocyte Ratio):0,19

● ALC (Absolute Lymphocyte Count) : 6897/ul

Pemeriksaan foto rontgen

23
Diagnosis

• Respiratory distress ec Aspirasi pneumonia

• Anemia sedang ec suspect def Besi

Tatalaksana

- IVFD D10 + Ca glukona 10tpm

- CPAP 6/30

- Ampisilin sub 25/KgBB/x diberikan 4x/H

- Gentamisin 5/KgBB/x diberikan 1x/H

- ASI 8x 50 cc

24
BAB 4 :

Analisa Kasus

Seorang anak perempuan berumur 31 hari dengan diagnosis respiratory


Distress ec Aspirasi pneumonia. Aspirasi pneumonia merupakan keadaan darurat
yang sering terjadi akibat adanya infeksi dan peradangan pada paru-paru akibat
masuknya benda asing ke dalam paru-paru. Aspirasi pneumonia ditegakkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang: dengan gejala klinis
sebagai berikut

 Tersedak, Batuk keras tiba-tiba, Sesak, Hipertermi, Kejang ,


Kebiruan
 Takipnie, pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding
dada, sianosi, tidak bisa minum

Aspirasi bisa asimtomatik atau muncul dengan gejala dan tanda yang
hebat, seperti wheezing, sesak napas, sianosis, dan hipoksia.12 Klinisi harus
mempertimbangkan diagnosis pneumonia aspirasi jika seorang pasien memiliki
gambaran klinis disertai faktor risiko dan gambaran infiltrat pada foto toraks yang
mengarah pada pneumonia aspirasi. Lokasi infiltrat tergantung pada posisi pasien
ketika terjadi aspirasi.13

Anamnesis
Pasien mengalami sesak sejak 5 hari SMRS disertai batuk keras, menangis
kuat, tidak mau minum asi dan ektremitas membiru. Berdasarkan anamnesis ini
sejalan dengan terori aspirasi pneumonia di temukan pasien dengan keluhan batuk
keras disertai sesak dan ditemukan adanya sianosis pada pasien. Pasien juga
ditemukan demam 1 hari SMRS, berkeringat, tidak mengigil, hilang timbul, tidak
disertai kejang

25
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran CMC, frequensi nafas
62x/i, SpO2 97%, suhu 37,5C, nafas cuping hidung, retraksi dinding dada,
sianosis pada bibir dan ekstremitas. Hal ini sesuai dengan teori aspirasi
pneumonia dengan gejala respiratori seperti batuk, napas cepat (tachypnoe/ fast
breathing), napas sesak retraksi dada/chest indrawing), napas cuping hidung, air
hunger dan sianosis.14
Kejadian aspirasi yang diketahui merupakan bukti dari pneumonia aspirasi
dengan dokumenasi partikel makanan atau isi saluran cerna dalam tracho-
bronchial tree. Sering kali pneumonia aspirasi merupakan suatu penyakit eksklusi,
dimana etiologi lain dari hipoksia, seperti edema paru, emboli paru, community
acquired pneumonia (CAP) atau hospital acquired pneumonia (HAP) sudah
disingkirkan.12 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan sebaiknya mengarah
pada gambaran klinis pasien.
Pada pemerikasan foto toraks pasien ditemukan adanya persulbungan
homogen pada apex paru kanan. Hal ini sesuai dengan teori diagnosis aspirasi
pneumonia ditegakkan dengan adanya gambaran foto toraks biasanya
menunjukkan infiltrat atau perselubungan homogen dengan atau tanpa kavitasi
pada salah satu segmen paru (misalnya segmen posterior lobus paru bagian atas,
segmen superior lobus paru bagian bawah). Hilangnya volume paru pada lobus
tertentu mengindikasikan ada obstruksi (misalnya pada aspirasi partikel makanan
atau benda asing) di bronkus.12

Pada pemeriksaan laboratorium Hb 9.5 g/dl, leukosit 12.100 mm 3,


trombosit 113.000 mm3.dapat ditegakan anemia sedang ec susp def besi. Hal ini
sesuai dengan ketentuan IDAI pada usia sia 6-8 minggu akan terjadi penurunan
kadar Hb sampai 11 g/dl, karena eritropoeisis berkurang dan umur sel darah
merah janin memang pendek. Salah satu penyebab pemberian ASI yang tidak
adekuat, ASI mengandung zat gizi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti
alergi, serta anti inflamasi bagi tubuh bayi usia 0-6 bulan. Bayi yang mendapatkan
susu formula mungkin lebih gemuk dari pada bayi yang mendapatkan ASI, tetapi
belum tentu sehat.

26
Pada rawatan hari ke 3 pasien sudah menunjukan perubahan yang sudah
signifikan dimana pasien sudah tidak Sesak dan retraksi dinding dada dengan
frequensi nafas 45x/i sudah teratasi dengan pemasangan CPAP PEP 7 dan FiO2
30%. Pada penggunaan CPAP, pernapasan spontan dengan tekanan positif
dipertahankanselama siklus respirasi, hal ini yang disebut disebut dengan
continuous positive airwaypressure. Pada mode ventilasi ini, pasien tidak perlu
menghasilkan tekanan negatif untukmenerima gas yang diinhalasi. Hal ini
dimungkinkan oleh katup inhalasi khusus yangmembuka bila tekanan udara di
atas tekanan atmosfer.15 hari rawatan ke 4 pasien sudah tidak membutuhkan Cpap
dengan indikasi frequensi nafas 35x/i , retraksi dinding dada tidak ada.

Pemberian kombinasi antibiotik ampisilin sulbactam 25/KgBB/ x dan


gentamicin 5/KGBB/ x sebagai elmininasi bakteri dengan prinsip antibiotik
empiris, dan berspektrum luas. Hal ini sesuai dengan teori pemilihan antibiotik
empiris ditentukan oleh lokasi terjadinya aspirasi, komunitas atau nosokomial,
serta ada tidaknya risiko resistensi. Resistensi antibiotik dicurigai bila didapatkan
riwayat penggunaan antibiotik spektrum luas dalam 90 hari terakhir atau riwayat
rawat inap selama 5 hari.16

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Varinder S. Respiratory Disease. Dalam: piyush gupta, penyunting. PG

Textbook of Pediatrics 1861-1869. 1st ed. India: the health sciences, 2015.

1861-1869.

2. Kemenkes 2018 ;Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017 hal 170

3. Soiza RL, Donaldson AIC, Myint PK. High immunoglobulin E level is

associated with increased readmission in children with bronchopneumonia.

Ther Adv Vaccines 2019; 13: 259–261.

4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2020. Protokol Tatalaksana COVID-19

Edisi 1. Jakarta

5. Suartawan IP. Bronkopneumonia pada Anak Usia 20 Bulan. J Kedokt 2019;

05: 198–206.

6. Ramachandran P, Nedunchelian K, Vengatesan A, et al. Risk factors for

mortality in community-acquired pneumonia among children aged 1-59

months admitted in a referral hospital. Indian Pediatr 2012; 49: 889–895

7. Zhang Z, Fang S, Zhang Q, et al. Analysis of complications in primary cleft

lips and palates surgery. J Craniofac Surg 2014; 25: 968–971.

8. Subanada IB, Purniti NPS. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Pneumonia Bakteri pada Anak. Sari Pediatr 2016; 12: 184.

28
9. Marzony I, Yani FF, Ilmu D, et al. Uji Diagnostik C-Reactive Protein pada

Pneumonia Bakteri Komunitas Anak. Sari Pediatr 2016; 17: 391–395.

10. IDAI. Pedoman pelayanan medis. 1st ed. Jakarta, 2009.

11. Rudan I, O’Brien KL, Nair H, et al. Epidemiology and etiology of childhood

pneumonia in 2010: Estimates of incidence, severe morbidity, mortality,

underlying risk factors and causative pathogens for 192 countries. J Glob

Health; 3. Epub ahead of print 2013. DOI: 10.7189/jogh.03.010401.

12. Swaminathan. Aspiration pneumonitis and pneumonia. Updated on April 02,

2015. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/296198.

Downloaded on April 10, 2016.\

13. Ragahavendran, Nemzek J, Napolitano LM, et al. Aspiration-induced lung

injury. Crit Care Med.2011;39(4):818-826

14.Kemenkes RI 2010 “Pneumonia balita”

15.Americans Academy of , American Heart Assosiation. The use of cpap in a

gruntingnewborn. In: Mc Gowan J, editor. NRP instructor update: AAP,

AHA; 2012.

16. Son YG, Shin J, Ryu HG. Pneumonitis and pneumonia after aspiration. J Dent

Anesth Pain Med. 2017;17 (1):1-12(7).

https://doi.org/10.17245/jdapm.2017.17.1.14. Nicod LP. Lung defences: an

overview. European Respiratory Review. 2005. 14(96):45-50. Available

from: https://err.ersjournals.com/content/errev/14/95/45.full.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai