Anda di halaman 1dari 52

REFERAT

BRONKIOLITIS

disusun oleh :
Ramadan Premiarto C (406162048)

Pembimbing
dr. Hesti Kartika Sari, Sp.A

Kepanitraan Ilmu Kesehatan Anak


RSUD RAA Soewondo Pati
Periode 17 Juli- 23 September 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Jakarta
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
berkat–Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “BRONKIOLITIS”. Referat
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
di RSUD RAA Soewondo Pati. Tujuan pembuatan referat ini juga untuk meningkatkan
pengetahuan penulis serta pembaca agar dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam penyusunan referat ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun, penulis
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan referat ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan semua pihak sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat
teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada dr. Hesti Kartika Sari, Sp.A sebagai dokter pembimbing dalam pembuatan
referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan membantu teman sejawat serta para
pembaca pada umumnya dalam memahami penyakit meningitis tuberkulosa.

Pati, 21 September 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................4
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
1.2 Tujuan............................................................................................................5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................6
2.1 Definisi Bronkiolitis.......................................................................................6
2.2 Etiologi Bronkiolitis.......................................................................................6
2.3 Epidemiologi Bronkiolitis..............................................................................7
2.4 Patogenesis Bronkiolitis.................................................................................7
2.5 Patofisiologi Bronkiolitis...............................................................................9
2.6 Manifestasi Klinis Bronkiolitis......................................................................12
2.7 Pemeriksaan penunjang Bronkiolitis.............................................................13
2.8 Diagnosis Bronkiolitis...................................................................................14
2.9 Diagnosis Banding.........................................................................................16
2.10 Penatalaksanaan...........................................................................................17
2.11 Pencegahan...................................................................................................23
2.12 Komplikasi...................................................................................................25
2.13 Prognosis......................................................................................................25
REKAM MEDIS..................................................................................................26
KUNJUNGAN RUMAH......................................................................................37
ANALISIS KASUS.............................................................................................42
BAB III. PENUTUP...........................................................................................47
KESIMPULAN....................................................................................................47
SARAN................................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................49

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Respon inflamasi selular pada infeksi virus saluran nafas..........8


Gambar 2. Pembengkakan bronkioli pada bronkiolitis...............................10
Gambar 3. Patofisiologi Bronkiolitis...........................................................12
Gambar 4. Tatalaksana Bronkiolitis............................................................13

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut, menggambarkan
suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan suara
pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit saluran pernafasan bagian
bawah yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada bronkiolus. 1,2,3
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90% dari
kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B,
Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan
merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk (2004)
mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan
menyebabkan pneumonia sebanyak 40%. 3,4
Bronkiolitis sering mengenai anak-anak usia dibawah 2 tahun dengan puncak kejadian pada
usia kurang lebih 6 bulan. Anak-anak yang berusia lebih tua dan dewasa bisa dikatakan
tidak pernah ditemukan penyakit ini, karena mereka lebih tahan terhadap terjadinya edema
pada bronkiolus, sehingga gambaran klinis suatu bronkiolitis tidak dijumpai, walaupun
sebenarnya saluran nafas kecil pada paru bagian bawah terkena infeksi. 1,3,4
Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi
yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal
neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung
bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan
immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang
lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis berat
lebih sering terjadi pada laki – laki.3,4

1.2 Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai penyakit bronkiolitis, cara
menegakkan diagnosisnya, penatalaksanaan, pencegahannya dan mengetahui tindak lanjut
gejala sisa pada penyakit meningitis tuberkulosis serta untuk memberi pengetahuan kepada
penulis.

BAB II

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernafasan bagian bawah dengan karakteristik klinis
berupa batuk, takipnea, wheezing, dan / atau rhonki. Bronkiolitis adalah sebuah kelainan
saluran penafasan bagian bawah yang biasanya menyerang anak-anak kecil dan disebabkan
oleh infeksi virus-virus musiman seperti RSV. Walaupun kata bronkiolitis berarti inflamasi
bronkioles, hal ini jarang ditemukan secara langsung, tapi diduga pada anak kecil dengan
distres pernafasan yang memiliki tanda-tanda infeksi virus.4,5
Di United Kingdom, kata ini digunakan secara lebih spesifik. Penulis penelitian dari
Universitas Nottingham mengambil definisi konsensus dari “penyakit virus musiman
dengan karakteristik demam, nasal discharge, dan batuk kering dan berbunyi menciut. Pada
pemeriksaan ada crackles inspirasi halus dan / atau wheezing ekspirasi nyaring.
Di Amerika Utara, bronkiolitis biasanya digunakan secara lebih luas, tapi berhubungan
dengan penemuan spesifik berupa wheezing.4,5
Pedoman APP (American Academy of Pediatrics) mendefinisikan bronkiolitis sebagai
“sebuah kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda klinis termasuk prodromal virus
pernafasan atas, diikuti peningkatan wheezing dan usaha bernafas dari anak-anak kurang
dari 2 tahun”. Perbedaan ini penting, karena wheezing berulang pada anak-anak yang lebih
besar sering dicetuskan oleh virus-virus yang khas untuk saluran pernafasan bagian atas,
seperti rhinovirus.6

2.2 Etiologi
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90% dari
kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B,
Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma.1,7
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm), termasuk
paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari
RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein ) yang mengikat sel dan
protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel
tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host.
Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala

6
yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5
hari.1,7
Sejumlah virus dikenal sebagai penyebab bronkiolitis telah secara nyata diperluas dengan
keberadaan tes diagnosis yang sensitif dengan menggunakan teknik molekular
tambahan.RSV tetap menjadi penyebab 50 % – 80 % kasus. Penyebab lain termasuk virus
parainfluenza, terutama parainfluenza tipe 3, influenza, dan human metapneumovirus
(HMPV). HMPV ditaksir menyebabkan 3 % – 19 % kasus bronkiolitis. Kebanyakan anak-
anak terinfeksi selama epidemik luas musim dingin tahunan.6,7
Teknik diagnosis molekular juga telah mengungkapkan bahwa anak-anak kecil dengan
bronkiolitis dan penyakit-penyakit respirasi akut lainnya sering diinfeksi oleh lebih dari satu
virus. Jumlah coinfeksi ini sekitar 10 % – 30 % pada sampel anak-anak yang dirawat di
rumah sakit, kebanyakan oleh RSV dan salah satu dari HMPV atau rhinovirus.6,7

2.3. Epidemiologi
Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan anak-anak.
Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak kejadian pada
usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi (di negara-
negara dengan 4 musim). Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak
sekitar 95%.1,3,8
Sebanyak 11,4% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2 tahun di AS pernah
mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit
dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17% dari semua
kasus perawatan di RS pada bayi. Rata-rata insidens perawatan setahun pada anak berusia
dibawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000, dan semakin menurun seiring dengan pertambahan
usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1-2 tahun.7,8
Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di
negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi,
kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka
mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3%.7,8

2.4. Patogenesis
Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran
nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi

7
sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan
replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal
berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi
edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus .9

Gambar 1. Respon inflamasi selular pada infeksi virus saluran nafas 9

(Sumber : The Internet Journal of Pediatricsnand Neonatology 2)

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun
di dalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen
lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida
(neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada
akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekspresi Intercellular Adhesion

8
Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel
inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema
saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.8,9

2.5. Patofisiologi
Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan
compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt.
Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk,
wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis
metabolik sampai gagal napas.6,7,9
Karena tahanan/resistensi terhadap aliran udara di dalam saluran besarnya berbanding
terbalik dengan radius/jari-jari pangkat empat, maka penebalan yang sedikit sekalipun pada
dinding bronkhiolus bayi dapat sangat mempengaruhi aliran udara. Tahanan pada saluran
udara kecil bertambah selama fase inspirasi dan fase ekspirasi, namun karena selama
ekspirasi radius jalan nafas menjadi lebih kecil, maka hasilnya adalah obstruksi pernafasan
katup bola yang menimbulkan perangkap udara awal dan overinflasi. Volume dada pada
akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi ketika
obstruksi menjadi total dan udara yang terperangkap di absorbsi.7,9
Proses patologis mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Perfusi ventilasi yang
tidak sepadan menimbulkan hipoksemia, yang terjadi pada awal perjalanannya. Retensi
karbondioksida (hiperkapnea) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita yang terkena
berat. Makin tinggi frekuensi pernafasan makin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnea
biasanya tidak terjadi sampai pernafasan melebihi 60 kali/menit; selanjutnya proporsi
hiperkapnea ini bertambah menjadi takipnea.7,9,10

9
Gambar 2. Pembengkakan bronkioli pada bronkiolitis

Anak yang lebih besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang
infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar
mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV
bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan
meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi
cumulatif immunity sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih
tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.6,7,9
Penurunan ventilasi dari bagian paru-paru menyebabkan ventilasi / perfusi mismatching,
mengakibatkan hipoksia. Selama fase ekspirasi respirasi, dinamis lebih lanjut penyempitan
saluran udara menghasilkan penurunan aliran udara yang tidak proporsional dan menyaring
udara yang dihasilkan. Kerja pernapasan meningkat karena volume paru-paru meningkat
akhir-ekspirasi dan penurunan kepatuhan paru-paru. Penyembuhan bronkiolitis akut diawali

10
dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia
berlangsung setelah 2 minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.7
Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik
terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang
lebih buruk. Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi hubungan
terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh puluh sampai
delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari perjalanan
penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV ditemukan dalam sekret nasofaring
45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak tanpa mengi.
Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang menjadi asma bila
ditemukan IgE spesifik RSV .6,7,10

Gambar 3. Patofisiologi Bronkiolitis

Infeksi virus dari saluran pernafasan bagian bawah


Udem Kerusakan epitel Hipersekresi

Obstruksi saluran nafas kecil

Atelektasisdan hiperinflasi

Penurunan kompliansi paru

Peningkatan kerja pernafasan

Kelelahan otot pernafasan Hipoksemi

Hiperkarbi

Apneu Asidosis Syok


Henti nafas dan jantung

11
2.6. Manifestasi Klinis
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin.
Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan
berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing,
sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum.
Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang
menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak
demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. 1,6,7
 Terjadi distress nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-
kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat.
 Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi.
Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara
dalam paru).
 Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun
tanpa stetoskop, serta terdapat crackles.
 Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang
hiperinflasi.
 Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar.
 Pada beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis
media serta faringitis.
 Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena adenovirus atau
inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide). Karakteristiknya:
o gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa minggu atau bulan
dengan episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang berulang.
o Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis.
o Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial,
destruksi dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal
bronkiolus tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan
fibrosis.

12
2.6.1. KLASIFIKASI7
Klasifikasi bronkiolitis berdasarkan gejala klinis
Keparahan Tanda
Ringan  Anak sadar, warna kulit merah muda
 Dapat makan dengan baik
 Saturasi oksigen > 90%. Saturasi oksigen diketahui dengan
alat sederhana di kantor dokter atau RS
Sedang Salah satu di antara:
 Kesulitan makan
 Lemah
 Kesulitan bernapas, digunakannya otot-otot bantu
pernapasan
 Adanya kelainan jantung atau saluran napas
 Saturasi oksigen < 90%
 Usia kurang dari enam bulan
Berat Seperti kriteria untuk kategori sedang, namun:
 mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen
 menunjukkan episode terhentinya napas
 menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau
terkumpulnya terlalu banyak karbon dioksida dalam tubuh.

2.7.PEMERIKSAAN PENUNJANG7,11,12
 Pemeriksaan darah tepi tidak khas, jumlah leukosit berkisar antara 5000-24000
sel/μl. Pada keadaan leukositosis, batamg dan PMN banyak ditemukan.
 Analisis Gas Darah : hiperkapnia sebagai tanda dari air tapping, asidosis metabolik
atau respiratorik.
 Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan
berat, khususnya yang membutuhkanventilator mekanik, gejala kelelahan dan
hipoksia.
 Foto Thorak diindikasikan pada :
o Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih
o Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga
o Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.

13
 Rontgen thoraks AP dan lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru dengan
diameter anteroposterior membesar pada foto lateral disertai dengan diafragma
datar, penonjolan ruang retrosternal dan penonjolan ruang interkostal. Dapat terlihat
bercak konsolidasi yang tersebar pada sekitar 30 % penderita dan disebabkan oleh
ateletaksis akibat obstruksi atau karena radang alveolus.
 Identifikasi virus dengan memeriksa sekresi nasal dengan menggunakan tekhnik
imunofluoresens atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
 Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan
deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus
tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis. Sensifitas
pemeriksaan ini adalah 80-90%.

2.8. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pertama sekali dapat dicatat bahwa bayi
dengan bronkiolitis menderita suatu infeksi ringan yang mengenai saluran pernapasan
bagian atas disertai pengeluaran sekret-sekret encer dari hidung dan bersin-bersin. Gejala-
gejala ini biasanya akan berlangsung selama beberapa hari dan disertai demam dari 38,5 0C
hingga 390C, akan tetapi bisa juga tidak disertai demam, bahkan pasien bisa mengalami
hipotermi. Pasien mengalami penurunan nafsu makan, kemudian ditemukan kesukaran
pernafasan yang akan berkembang perlahan-lahan dan ditandai dengan timbulnya batuk-
batuk, bersin paroksimal, dispneu, dan iritabilitas. Pada kasus ringan gejala akan
menghilang dalam waktu 1-3 hari. Kadang-kadang, pada penderita yang terserang lebih
berat, gejala-gejala dapat berkembang hanya dalam beberapa jam serta perjalaan
penyakitnya akan berlangsung berkepanjangan. Keluhan muntah-muntah dan diare biasanya
tidak didapatkan pada pasien ini.1,7,12
Kebanyakan bayi-bayi dengan penyakit tersebut, mempunyai riwayat keberadaan mereka
diasuh oleh orang dewasa yang menderita penyakit saluran pernafasan ringan pada minggu
sebelum awitan tersebut terjadi pada mereka. Disamping itu, kita juga harus menyingkirkan
pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.7,12
Pemeriksaan fisik memperlihatkan seorang bayi mengalami distres nafas dengan frekuensi
nafas lebih dari 60 kali per menit (takipneu), kadang-kadang disertai sianosis, dan nadi juga
biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot pembantu pernafasan

14
yang mengakibatkan terjadinya retraksi pada daerah interkostal dan daerah sub kostal.
Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara
dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan
ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles.7,12,13
Hepar dan lien akan teraba beberapa cm dibawah tepi batas bawah tulang iga. Keadaan ini
terjadi akibatt pendorongan diafragma kebawah karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi.
Suara riak-riak halus yang tersebar luas juga dapat terdengar pada bagian akhir inspirasi.
Fase ekspirasi pernafasan akan memanjang dan suara-suara pernapasan juga bisa hampir
tidak terdengar jika sudah berada dalam kasus yang berat.7,12
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress Assessment
Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu
wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3
dimasukkan dalam kategori ringan.Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan
berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan
tanda terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk rawat inap.7
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Jumlah dan hitung jenis lekosit biasanya normal.
Limfopenia yang biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit virus, tidak ditemukan
pada penyakit ini. Biakan-biakan bahan yang berasal dari nasofaring akan menunjukkan
flora normal. Virus dapat dapat diperlihatkan di dalam sekresi nasofaring melalui fluresensi
imunologis dalam suatu peningkatan titer-titer darah atau dalam biakan.7,8,12
Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat
paru-paru mengembang ( hyperaerated ). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar,
mungkin atelektasis ( patchy atelectasis ) atau pneumonia ( patchy infiltrates ). Pada rontgen
-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah.
Pada pemeriksaan rontgen foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan:
siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat,diafragma lebih rendah dan mendatar,
diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horizontal,
pembuluh darah paru tampak tersebar.7
Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan
nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang
lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu dengan
melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen atau
ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.7,12

15
Tabel 1. Skor Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)
Skor 0 1 2 3 4 Skor
Wheezing
Ekspirasi - Akhir Semua 4
Inspirasi - Sebagian Semua 2
Lokasi - 2 dari 4 3 dari 4 2
lapang paru lapang
paru
Retraksi
Supraklavikular - Ringan Sedang Berat 3
Interkostal - Ringan Sedang Berat 3
Subkostal - Ringan Sedang Berat 3
Total 17

2.9.Diagnosis Banding7,11,12
Beberapa penyakit dapat merupakan diagnosis banding bronkiolitis. Penyakit lain yang
sering dikacaukan dengan bronkiolitis yaitu asma bronkhial.
Beberapa diagnosis yang perlu dipertimbangkan antara lain :

1. Asma Bronkial
a. Jarang ditemukan pada tahun pertama kehidupan, tetapi sering terjadi setelah
periode tersebut.
b. Riwayat keluarga penderita asma bronkial.
c. Serangan awal yang mendadak tanpa tanda infeksi sebelumnya.
d. Serangan berulang.
e. Ekspirasi diperpanjang secara mencolok.
f. Eosinofilia pada darah dan usapan hidung.
g. Respon terhadap obat anti asma.
Pada bronkiolitis akut hanya 5% yang mempunyai klinis yang berulang.

2. Bronkopneumonia
a. Jarang dijumpai pada bayi sampai usia 6 bulan.

16
b. Riwayat anamnesis, perjalanan penyakit tidak terlalu mendadak, demam,
batuk tidak ngikil, nafsu makan/minum berkurang.
c. Didapatkan sumber penularan ISPA disekitarnya.
d. Setelah 5-7 hari timbul sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis
e. Pemeriksaan fisik ditemukan :
Perkusi : Suatu gambaran normal sampai redup relatif
Auskultasi : Ada krepitasi atau ronki basah halus.
f. Retraksi dinding dada (interkostal dan suprasternal).
g. Pemeriksaan laboratorium : lekositosis dan HJL (Hitung Jenis Lekosit)
pergeseran ke kiri.
h. Pemeriksaan radiologi paru ditemukan sebaran infiltrat diseluruh bagian paru
kanan dan kiri.

2.10.PENATALAKSANAAN1,7,12,15
Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian
besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian
oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan,
penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila
perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, antiinflamasi seperti
kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV
immunoglobuline(polyclnal) atau humanized RSV monoclonal antibody (palvizumad).
Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang
adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap.
Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3
bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,
defisiensi imun dan distres napas.1,7
Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara klinis stabil,
oksigenasi baik dan hidrasi baik.
Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut bronkiolitis adalah :
- Dapat melakukan pengawasan terhadap status klinis
- Dapat melakukan pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi, pengisapan
dan pembersihan cairan).
- Dapat melakukan pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat
- Dapat memberikan edukasi kepada orang tua.
17
- Mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul
- Mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai
- Melakukan pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika terdapat
indikasi. Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :
- Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan
- Apnoe
- Ketidakmampuan untuk makan
- Hypoksemia
- Pasien dengan kondisi dasar medis.

Pengobatan Suportif
A. Pengawasan
Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan jika
ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri.
B. Oksigenasi
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga
memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru.
Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap dibawah
91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%.
Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 – 40 % sering digunakan untuk mengoreksi
hipoksia, gunakan nasal kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m);
masker muka atau kotak kepala. Jika mungkin gunakan oksigen yang
dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau tanpa distress berat, meskipun
sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan permintaan
untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator.
C. Pengaturan Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan lewat
evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi
diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika
didapatkan demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,5 0C). Cara pemberian cairan
ini bisa secara intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati
pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas,
akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru.

18
Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak
normal lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.

Pengobatan Medikamentosa
A. Antivirus (Ribavirin)
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi
beratnya penyakit dapat diberikan antivirus.
Ribavirin adalah obat antivirusyang bersifat virus statik. The American of Pediatric
merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya
menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan
jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-
bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan ribavirin
pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat awal.
Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis
60mg/ml selama 2 jam 3 x/hari.

B. Bronkodilator
Secara umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6 bulan.
Bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi karena dapat
memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen
akan meningkat.
Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory adalah
inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya
saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis terapi
adalah kombinasi α-adrenergik dan agonis β-adrenergik.
Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator β-adrenergik selektif adalah :
- Kerja konstriktor α-adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa, membatasi
absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation
perfusing matching.
- Relaksasi otot bronkus karena efek β-adrenergik
- Kerja β-adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi
- Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema
- Mengurangi sekresi kataral.

19
Beta–agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 – 25 % pasien bronkiolitis nantinya
akan menjadi asma. Inhalasi β2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose. Karena efek
akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien menunjukkan
perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap.
C. Kortikosteroid
Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik mungkin
dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari. Dapat diberikan
deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan. Sedangkan
untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis berat pemberian
steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid inhalasi (budesonide
& Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang merekomendasikan.
D. Antibiotik
Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena sebagian
besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotik spektrum luas.
Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten
terhadap antibiotik tersebut.
Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri dapat digunakan ampisilin 100-200
mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada konjungtivitis dan bayi berusia 1 – 4
bulan kemungkinan sekunder oleh Chlamidia trachomatis.

Pengobatan Intensive Care Unit


Dilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :
- Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok yang
beresiko.
- Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau adanya frekuensi
pernafasan pendek lebih dari 15 detik.
- Saturasi oksigen rendah yang menetap
- Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan
pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2 > 50 mmHg; pH 5,12

20
Tabel 2.Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala
Bronkiolitis
Ringan Sedang Berat
- Tidak memerlukan - Perawatan di rumah - Perawatan di rumah sakit
penilaian lebih lanjut sakit - Pemberian oksigen sampai
- Perawatan dirumah, - Berikan oksigen saturasi oksigen > 95 %
jika orang tua pasien sehingga saturasi oksigen > - Pengamatan seksama
mampu dan sudah 93 % untuk antisipasi kemungkinan
dijelaskan keadaannya - Pertimbangkan memerlukan intubasi dan
- Berobat ulang ke pemberian cairan pemakaian ventilator
dokter setelah 2 – 3 hari intravena - Berikan cairan intravena
kemudian - Pengamatan seksama - Monitor system
terhadap perburukan cardiorespiratori
kondisi - Foto thorak
- Foto thorak - Aspirasi nasopharyngeal
- Aspirasi nasopharyngeal untuk virus
untuk virus imunoflurorecency
imunoflurorecency dan kultur
dan kultur - Pertimbangkan pengawasan
gas pembuluh darah arteri
- Pertimbangkan untuk
konsultasi perawatan ICU
anak.

Kriteria Pulang
Pasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :
- Status pernafasan
o Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan tanda klinis
usaha pernafasan lebih
o Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan menggunakan alat sedot
gelembung.
o Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi yang stabil.

21
o Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan kecuali anak
dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai faktor resiko lain harus
dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.
- Status nutrisi
o Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi
- Sosial
o Peralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan dirumah
o Orang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan dirumah
 Dilakukan edukasi keluarga yang lengkap
 Peninjauan lebih lanjut
 Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus melakukan visit
terakhir.
o Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk pemulangan
o Kontrol untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.

Edukasi Keluarga
 Peranan edukasi sangat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat
penyakit yang diderita serta mencegah kekambuhan di masa mendatang. Edukasi
yang diberikan meliputi upaya preventif, promotif dan rehabilitatif.
o Preventif. 14,15
 Menjaga higiene dan sanitasi lingkungan rumah, serta kebersihan bahan/alat-alat
makan.
 Menghindari kontak dengan penderita batuk, pilek dan perokok.
 Mencegah terjadinya penyebaran nosokomial dengan memperhatikan teknik asepsis
dalam merawat penderita.
o Promotif.14
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara menjaga kualitas dan kuantitas
makanan agar tetap sesuai dengan angka kecukupan gizi, baik bagi ibu maupun
penderita, serta melakukan imunisasi sesuai jadwal.
 Segera membawa ke tempat pelayanan kesehatan jika anak sakit.
 Menciptakan rumah yang sehat dengan memperbaiki ventilasi dan merubah perilaku
hidup sehat yang masih kurang.
o Rehabilitatif.14

22
 Melakukan latihan pengeluaran lendir saluran pernafasan dengan postural drainase
(penderita dalam posisi tengkurap dan dilakukan masase/tepuk-tepuk pada
punggung).
 Melakukan mobilisasi terhadap penderita secara bertahap.

Gambar 4. Tatalaksana Bronkioloitis

2.11.PENCEGAHAN7,12
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi
udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci
tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan

23
bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak
kecil dari kontak dengan penderita ISPA.7,12
Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif
(Vaksinasi) dan pasif (Immunoglobulin).
Immunoglobulin
Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung titer
antibodi protektif tinggi (respigram). Respigram adalah human polyclonal hyperimmune
globilin. Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan, diberikan secara intravena pada
anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan
kurang dari 35 minggu.
Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan (augmentation)
antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian dari luar dan imunisasi
dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin yang mengandung neutralizing antibody titer
tinggi atau monoklonal terhadap protein F akan mengurangi beratnya penyakit. Bila pada
bayi premature atau bayi dengan penyakit paru kronis diberikan RSV hyperimmune
globulin atau antibodi monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan Palivizumab
setiap bulan, diberikan secara intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan
berkurang secara bermakna. Palivizumab adalah humanized murine monoclonal anti-F
glycuprotein antibody, yang mencegah masuknya RSV kedalam sel host. Akan tetapi resiko
efek samping kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit jantung sianotik. AAP
merekomendasikan profilaksis boleh diberikan hanya pada bayi dengan resiko tinggi yang
tidak menderita penyakit jantung sianotik.7,12
Vaksinasi
Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live attenuated.
Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold – passaged mutan, efektif untuk
orang dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah
menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan glikoprotein murni,
dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live – attenuated mempunyai
kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan
sistemik.
Dianjurkan pemberian live attentuated RSV dan PIV3 (Parainfluenza virus serotipe 3)
sebagai vaksin kombinasi sebanyak dua atau tiga kali dengan dosis pertama sebelum atau
pada usia 1 bulan diikuti dengan vaksin bivalen PIV1 dan PIV2 pada usia 4-6 bulan.

24
2.12.KOMPLIKASI
Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan penyakit
sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru yang menetap,
dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial. Beberapa
studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi akan berkembang
menjadi asma. Suau studi kohort prospektif menemukan bahwa 23 % bayi dengan
riwayat bronkhiolitis berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun, dibandingkan
dengan 1 % pada kelompok kontrol.7,15

2.13. PROGNOSIS
Perjalanan klinis umumnya dapat teratasi setelah 48-72 jam. Angka kematian pada
penderita ini ditemukan < 1%. Kegagalan perawatan disebabkan apnea yang terjadi
berlangsung lama, asidosis respiratorius yang tidak terkoreksi, atau karena dehidrasi yang
disebabkan oleh takipnea dan kurang makan minum. 1,,7,12
Prognosis sangat tergantung oleh ketepatan diagnosis, fasilitas yang tersedia, ketepatan
tatalaksana, dan kecermatan pemantauan, sehingga sangat mungkin prognosis semakin jelek
pada penyakit ini dan akan meningkat di daerah perifer.
Pada penderita ini, prognosis untuk kehidupannya (quo ad vitam) adalah ad bonam, karena
walaupun datang dengan distres respirasi, dapat ditangani dengan segera dan tepat, sehingga
masa-masa kritisnya terlewati. Sedangkan prognosis untuk kesembuhan (quo ad sanam)
adalah ad bonam, dikarenakan pengelolaan terhadap penderita rasional dan menyeluruh
meliputi aspek keperawatan, medikamentosa, dietetik dan edukatif.7,15
Infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi bisa berkembang menjadi asma. Ehlenfield dkk
mengatakan jumlah eosinofil pada saat bronkiolitis lebih banyak pada bayi yang nantinya
akan menderita mengi pada usia 7 tahun, yaitu median 98 sel/mm3. Adanya eosinofilia
dimungkinkan bahwa mengi akan berlanjut pada masa kanak-kanak. Kriteria yang menjadi
faktor risiko asma adalah didapatkannya 2 faktor risiko mayor atau 1 faktor resiko mayor +
2 faktor risiko minor. 7,15
- Faktor risiko major yaitu asma pada orang tua dan eksema pada anak.
- Faktor risiko minor adalah Rinitis alergi, mengi diluar selesma dan eosinofilia.

25
REKAM MEDIS KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Rasya Aditya Putra

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 11 bulan/ 1 Mei 2010

Alamat : Sapta Marga III Gabeng RT 07/01, Kecamatan Tembalang,

Semarang Masuk RSDK : 19 April 2011, pukul 01.20 WIB

Keluar RSDK : 22 April 2011, pukul 13.00 WIB

No CM 6596561

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn S

Umur : 26 tahun

Pendidikan : STM

Pekerjaan : Pegawai swasta

Nama Ibu : Ny A

Umur : 21 tahun

Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Tidak bekerja

2. ANAMNESA

Alloanamnesis dengan orang tua penderita tanggal 19 April 2011 pukul 14.00 WIB

Keluhan utama :

sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang

26
± 3 hari anak batuk (+), dahak (+) tidak dapat dikeluarkan, pilek (+), sesak (-), ngik-ngik (-
), demam (+) anget-anget, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi berdarah (-),
mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan belakang telinga (-), nyeri telan (-),
muntah 1x/hari setelah batuk ±2 sendok makan, berisi dahak (+) warna putih encer (+)
bercampur susu, BAB dan BAK tidak ada kelainan, anak masih bermain seperti biasa,
makan dan minum tidak terganggu.

± 1 hari anak masih batuk dan makin bertambah parah, dahak tidak dapat dikeluarkan, sesak
(+), ngik-ngik (+), sesak tidak berkurang dengan perubahan posisi dan cuaca (+), dan tidak
bertambah saat bermain, biru-biru disekitar mulut (-), demam (+) tidak tinggi terus menerus,
bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan
dari telinga (-), nyeri tekan belakang telinga (-), nyeri telan (-), anak rewel (+), muntah
1x/hari 2-3 sendok makan berisi dahak kental warna putih dan susu, nafsu makan dan
minum susu anak terganggu, buang air besar dan buang air kecil tidak ada kelainan,
kemudian dibawa ke puskesmas Ngesrep diberi obat kotrimoksazol dan surat pengantar ke
RSDK, karena batuk yang terus bertambah dan disertai sesak, anak kemudian dibawa ke
RSDK.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat alergi telur (+)


 Riwayat tersedak sebelumnya disangkal
 Riwayat sesak sebelumnya dan nafas berbunyi (mengi) disangkal.
 Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-)
 Tidak pernah sakit batuk lama, tidak ada riwayat sering berkeringat malam hari,
tidak ada keluhan berat badan turun atau sulit naik.
 Riwayat ruam /alergi susu saat bayi disangkal.
 Riwayat batuk/bersin saat pagi hari/subuh (-)
Riwayat Penyakit keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini atau batuk-batuk lama.
 Ayah pasien alergi telur (+), ayah perokok aktif (+).
 Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
 Riwayat asma pada anggota keluarga disangkal.
 Lingkungan : memelihara binatang (+), karpet (-).

27
Riwayat Perinatal

 Periksa kehamilan di bidan sebanyak 6 kali, penyakit kehamilan disangkal, obat-


obatan yang diminum berupa vitamin, tablet tambah darah, dan mendapat imunisasi TT 2
kali.

 Laki-laki lahir dari seorang ibu G 1P0A0 20 tahun, umur kehamilan 9 bulan, lahir
spontan, langsung menangis, biru-biru (-), ditolong bidan,
 Berat lahir 3500 gram. Panjang badan lahir 49 cm.

Riwayat Imunisasi

BCG : 1 kali, umur 1 bulan, skar positif.

Polio : 4 kali, umur 0,2,4,6 bulan.

Hepatitis : 3 kali, umur 2,4,6 bulan.

Dipteri : 3 kali, umur 2,4,6 bulan

Pertusis : 3 kali, umur 2,4,6 bulan

Tetanus : 3 kali, umur 2,4,6 bulan

Campak : 1 kali, umur 9 bulan

Kesan : imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Pertumbuhan

 Pertumbuhan :
 Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan lahir 49 cm, lingkar kepala waktu
lahir tidak tahu.
 Berat badan bulan lalu 8 kg. Berat badan sekarang 8,3 kg, panjang badan sekarang 71
cm, lingkar kepala 52 cm (mesosefal).
Kurva CDC
BB/U: 8/10x100%= 80% (gizi baik)
TB/U: 71/74x100%= 95.9% (perawakan normal)
BB/TB: 8/8.6x100%= 93% (gizi baik)
LK/U: 52/46x100%= 113%
Status gizi baik, perawakan normal

28
Riwayat Perkembangan

NO KPSP Pada Anak Umur 12 Bulan Ya Tidak


1 Jika anda bersembunyi di belakang √
sesuatu/dipojok, kemudian muncul dan
menghilang secara berulang-ulang dihadapan
anak,apakah ia mencari anda atau
mengharapakan anda mucul kembal?
2 Letakan pensil di telapak tangan bayi. Coba √
ambil pensil tersebut dengan perlahan-lahan.
Sulitkah anda mendapatkan pensil itu kembali?
3 Apakah anak dapat berdiri selama 30 detik atau √
lebih dengan berpegangan pada kursi/meja?
4 Apakah anak dapat mengatakan 2 suku kata √
yang sama, misalnya:”ma-ma”. “da-da”, “pa-
pa’. jawab YA bila ia mengeluarkan salah satu
suara tadi.
5 Apakah anak dapat mengangkat badanya ke √
posisi berdiri tanpa bantuan anda?
6 Apakah anak dapat membedakan anda dengan √
orang yang belum ia kenal? Ia akan
menunjukan sikap malu-malu atau ragu-ragu
pada saat permulaan bertemu dengan orang
yang belum dikenalnya?
7 Apakah anak daoat mengambil benda kecil √
seperti kacang atau kismis, dengan meremas di
antara ibu jari dan jarinya?
8 Apakah anak dapat duduk sendiri tanpa √
bantuan?
9 Sebutkan 2-3 kata yang dapat ditiru oleh anak √
(tidak perlu kata-kata yang lengakap).Apakah
ia mencoba meniru menyebutkan kata-kata
tadi?
10 Tanpa bantuan, apakah anak dapat √

29
mempertemukan dua kubus yang ia pegang?

Kesan : perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembanganya

Riwayat Asupan Nutrisi

Umur 0 – 1 bulan: Anak mendapat Asi sesuai kemauan bayi (dihentikan karena asi tidak
keluar dan puting susu yang datar)

Umur 0 – 6 bulan : Anak diberi SGM 1 10-12x/hari @ 90 cc (3 sendok takar habis) sesuai
keinginan anak

Umur 6 bulan- sekarang: Anak diberi susu SGM II 8-10x sehari @ 120 cc - habis dan
bubur susu 3 x sehari @ ½ mangkuk kecil - habis.

Umur 6 - 8 bulan: Anak diberi bubur susu ½ bungkus 3x/hari habis.

Umur 8- sekarang: Anak diberikan nasi tim 3x/hari ½ mangkuk kecil + ati/ayam/tahu/tempe
+ sayur

Buah : pisang, jeruk, pepaya (mulai diberikan umur 4 bulan 2x @2-3 sedok teh habis)

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup, ASI tidak eksklusif, dan penyapihan dini.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada tanggal 19 April 2011 , pukul 14.30 WIB di ruang HND C1L1

Seorang anak laki-laki, umur 11 bulan, berat badan 8,3 kg, panjang badan 71 cm.

Kesan umum : sadar, tampak sesak , tidak sianosis , ada napas spontan , adekuat.

Tanda vital : Nadi : 124 x/menit, isi dan tegangan cukup.

RR : 55 x/menit

Suhu : 37C

Kepala : mesosefal, lingkar kepala 45 cm.

ubun-ubun besar datar dan belum menutup.

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.

30
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter
2 mm/2 mm, reflek cahaya (+) N / (+) N. reflek kornea +N/+N.

Hidung : nafas cuping hidung (-), tidak ada sekret.

Telinga : tidak ada sekret .

Mulut : bibir tidak sianosis, selaput lendir tidak kering, lidah tidak kotor, gusi tidak
berdarah,

Tenggorok : T1-1, faring tidak hiperemis.

Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Kulit : tidak ikterus

Dada : simetris, ada retraksi epigastrial.

Paru depan : I : simetris, statis, dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah (-)/(-)

wheezing (+)/(+)

hantaran (+)/(+)

eksperium memanjang

(+)/(+) Paru belakang: I : simetris, statis,

dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah (-)/(-)

wheezing (+)/(+)

hantaran (+)/(+)

Eksperium memanjang (+)/(+)

31
paru depan paru belakang

Vesikuler Vesikuler,
Vesikuler, ST (+) ST (+)
ST (+)
Jantung :I : sulit dinilai

Pa : sulit dinilai

Pe : sulit dinilai
A : suara jantung I-II normal, tidak ada bising, tidak ada gallop, irama
reguler, frekuensi jantung 120 x / menit, M1>M2, A1<A2, P1<P2.

Abdomen :I : datar, tidak ada venektasi.

A : bising usus (+) normal.

Pa : datar, lemas, tidak nyeri tekan.

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, tidak ada pekak alih.

Alat kelamin : laki-laki, testis (+) 2 buah, epispadi (-), hipospadia (-), fimosis (-), hiperemis
(-)

Ekstremitas : superior inferior

Sianosis (-)/(-) (-)/(-)

Oedem (-)/(-) (-)/(-)

Akral dingin (-)/(-) (-)/(-)

Cap. refill <2’’ <2’’

Reflek fisiologis (+)N/(+)N (+)N/(+)N

Reflek patologis (-) (-)

Clonus (-) (-)

32
Kekuatan 555 555

Tonus (+)N/(+)N (+)N/(+)N

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Darah lengkap
HEMATOLOGI Nilai 19 april 2011
ANALYSER Rujukan
Leukosit 4,5-14,5 14,0
Eritrosit 4,7 – 6,1 4.87
Hemoglobin 11 – 15 12.4
Hematokrit 40 – 52 36.6
MCV 82 – 92 75,2
MCH 27 – 31 25,4
MCHC 32 – 36 33,8
Trombosit 150 – 400 549
RDW-CV 11,5 – 14,5
RDW-SD 35 – 47
PDW 9.0 – 13.0
MPV 6.8 – 10.0
P-LCR
HITUNG JENIS
Netrofil 50.0 – 70.0
Limfosit 25.0 – 40.0 65
Monosit 2.0 – 8.0 3
Eosinophil 2–4 3
Basophil 0–1 0

d. X-foto thorak : (tanggal 19 April 2011)

Cor: CTR 47%, retrocard dan retrosternal space tidak menyempit.

Pulmo: Corakan vaskular meningkat

33
Tampak bercak pada perihiler dan parakardial kanan
Hilus kanan kiri tampak menebal
Hemidiafragma kanan setinggi kosta 9 posterior
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip

Kesan : Cor dalam batas normal, Gambaran bronkopneumonia dengan penebalan


hilus kanan kiri, proses spesifik belum dapat disingkirkan

4. RESUME
Seorang anak laki-laki usia 11, datang ke RSDK dengan keluhan sesak nafas yang
dirasakan sejak 1 hari yang lalu. ± 1 hari anak masih batuk dan makin bertambah parah,
dahak tidak dapat dikeluarkan, sesak (+), ngik-ngik (+), sesak tidak berkurang dengan
perubahan posisi dan cuaca (+), dan tidak bertambah saat bermain, biru-biru disekitar mulut
(-), demam (+) tidak tinggi terus menerus, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-),
gusi berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan belakang telinga (-),
nyeri telan (-), anak rewel (+), muntah 1x/hari 2-3 sendok makan berisi dahak kental warna
putih dan susu, nafsu makan dan minum susu anak terganggu, buang air besar dan buang air
kecil tidak ada kelainan, kemudian dibawa ke puskesmas Ngesrep diberi obat kotrimoksazol
dan surat pengantar ke RSDK, karena batuk yang terus bertambah dan disertai sesak, anak
kemudian dibawa ke RSDK.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vitaln nadi 124 x/menit, isi dan tegangan
cukup. Frekuensi nafas 55 x/menit, Suhu 37C. Pada pemeriksaan torak : suara dasar
vesikuler normal, suara tambahan : ronkhi basah (-)/(-), wheezing (+)/(+),hantaran
(+)/(+),eksperium memanjang (+)/(+). Pada pemeriksaan abdomen datar, lemas, tidak nyeri
tekan, Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba.
Pada pemeriksaan penunjaang telah dilakukan analisa darah lengkap tidak didapatkan
kelainan, sedangkan pada hitung jenis lekosit ditemukan limfositosis. Pada foto rontgent
thorak didapatkan kesan bronkopneumonia dengan penebalan hilus dan bercak infiltrat.

5. DAFTAR MASALAH/DIAGNOSA
- bronkiolitis
- Status gizi baik, perawakan normal

34
6. PENGKAJIAN
Clinical reasoning:

 Batuk 3 hari

 Pilek 3 hari

 Demam tidak tinggi 3 hari

 Sesak nafas 1 hari

 Wheezing 1 hari

 Retraksi dada 1 hari

Diagnosa banding:
Bronkopneumonia,
Asma bronkial

Rencana Terapi Farmakologis

 O2 masker 5 liter/menit

 Infus 2A1/2 mikro/menit N 480cc, 20tetes/menit



Peroral : - Parasetamol 100 mg bila t ≥38 °C

Ambroxsol 3 x 4 mg

Nebulizer : pulmicort ½ respul, Nacl 0,9% 4 cc

Terapi non farmakologis


-
Rencana Evaluasi
Pengawasan keadaan umum, tanda vital, distress respirasi, dan pengawasan jalan napas (
isap lendir jika perlu)

Edukasi
a. Penjelasan kepada keluaraga tentang penyakit, prosedur pengobatan serta prognosis
penderita

35
b. Edukasi mengenai perlunya menjaga kebersihan lingkungan rumah dan badan penderita
c. Edukasi tentang penghindaran dari asap rokok serta kurang nya ventilasi udara dirumah

7. PROGNOSIS

 Quo ad vitam: Ad bonam


 Quo ad sanationam: Ad bonam
 Quo ad functionam : Ad bonam

36
LAPORAN KUNJUNGAN RUMAH

Anamnesa keadaan rumah dilakukan pada tanggal 1 Mei 2011 pukul 14.00 WIB.
1. Keadaan rumah

Status : rumah milik kakek penderita

Ukuran : 45 m2

Halaman : 4,5 m2

Teras : 4,5 m2, bersih

Dinding : kayu

Lantai : tanah

Ruangan : 1 ruang tamu ukuran 3 x 5 m, 3 buah ruang tidur masing-masing


ukuran 2 x 2,5 m, 1 ruang makan 2 x 2,5 m,1 dapur ukuran 2 x 2,5 m, 1 kamar mandi
sekaligus
WC ukuran 2 x 2,5 m.

Ventilasi : cukup memadai, sirkulasi udara berasal dari pintu depan, pintu
belakang dan jendela yang hanya ada di bagian depan rumah, kamar mempunyai jendela

Pencahayaan : cukup kecuali untuk ruang tidur pencahayaan kurang.

Kebersihan : lantai disapu satu kali sehari

Kesan : bersih.

Sumber listrik : PLN, 700 Watt

Sumber air : sumur gali milik tetangga, kualitas air baik, warna jernih

Tempat sampah : ada di belakang rumah dan dibakar tiap hari

2. Kebiasan Sehari-hari
Anak diasuh oleh ibu, dan nenek penderita. Makanan dan minuman dimasak dahulu
sebelum dimakan. Alat makan dicuci bersih dengan sabun. Makanan di meja ditutup dengan
tudung saji. Ganti pakaian 1x sehari dan pakaian kotor dicuci tiap hari sekali. Rumah disapu
1 kali sehari.

37
3. Lingkungan
Rumah penderita terletak di Tembalang Semarang. Jarak antar rumah berjauhan. Sekitar
rumah kotor dan sangat berdebu. Selokan dapat mengalir dengan lancar Jalanan di depan
rumah adalah jalan aspal kecil dan sering dilalui motor, dengan lebar 3 m.

4. Keadaan Anak

Seorang anak laki-laki, umur 12 bulan, berat badan 8,5 g, panjang badan 71 cm.

Keluhan :-

Kesan umum : sadar, tidak tampak sesak , tidak sianosis , ada napas spontan , adekuat.

Tanda vital : Nadi : 126 x/menit, isi dan tegangan cukup.

RR : 30 x/menit

Suhu : 36,8 C

Kepala : mesosefal, lingkar kepala 45 cm,

ubun-ubun besar datar dan belum menutup

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.

Mata : konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
diameter 2 mm/2 mm, reflek cahaya (+) N / (+) N, reflek kornea +N/+N, reflek bulu mata
+N/+N.

Hidung : nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada sekret.

Telinga : tidak ada sekret .

Mulut : bibir tidak sianosis, selaput lendir tidak kering, lidah tidak kotor,
gusi tidak berdarah, gigi belum tumbuh.

Tenggorok : T1-1, faring tidak hiperemis.

Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.

Kulit : tidak ikterus

Dada : simetris, tidak ada retraksi

Paru depan : I : simetris, statis, dinamis.

38
Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah halus (-)/(-)

wheezing (-)/(-)

hantaran (-)/(-)

ekspirium memanjang

(-)

Paru belakang: I : simetris, statis, dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah halus (-)/(-)

wheezing (-)/(-)

hantaran (-)/(-)

ekspirium memanjang

(-)

Jantung : I : ictus cordis tak tampak

Pa :ictus cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra

Pe :sulit dinilai

A :suara jantung I-II normal, tidak ada bising, tidak ada gallop,
irama reguler, frekuensi jantung 120 x / menit

Abdomen :I : datar.

Pa : datar,lemas, tidak nyeri tekan.

Hepar: tidak teraba

Lien : tidak teraba

Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, tidak ada pekak alih.


39
A : bising usus (+) normal.

40
Alat kelamin : laki-laki, testis (+) 2 buah, epispadi (-), hipospadia (-), fimosis (-),
hiperemis (-)

Ekstremitas : superior inferior

Sianosis (-)/(-) (-)/(-)

Oedem (-)/(-) (-)/(-)

Akral dingin (-)/(-) (-)/(-)

Cap. refill <2’’ <2’’

Reflek fisiologis (+)N/(+)N (+)N/(+)N

Reflek patologis (-)/(-) (-)/(-)

Clonus (-)/(-)

Kekuatan 555 555

Tonus (+)N/(+)N (+)N/(+)N

41
FOTO-FOTO HASIL KUNJUNGAN RUMAH

42
43
ANALISIS KASUS

TEORI KASUS
Definisi
Bronkiolitis diartikan sebagai penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada
saluran nafas kecil (bronkioli) yang sering terjadi pada anak di bawah 2 tahun

Epidemiologi
Insidensi penyakit ini terjadi Pasien berusia 11 bulan
pada 2 tahun pertama kehidupan
dengan puncak kejadian pada usia
kira-kira 6 bulan
Faktor risiko & Etiologi
Respiratory Syncitial Virus Ayah pasien seorang perokok aktif.
(RSV), 60–90% dari kasus, dan
sisanya disebabkan oleh virus
Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3,
Influenzae B, Adenovirus tipe
1,2, dan 5.
Orang dewasa disekitar dengan
keluhan ISPA.
Alloanamnesis dengan orang tua penderita tanggal 19 April 2011 pukul 14.00
WIB
ANAMNESIS ANAMNESIS
 gejala ISPA atas ringan  batuk berdahak sejak 3 hari yang lalu
berupa pilek yang encer dan dahak berwarna putih.
dan bersin  Demam sejak 3 hari yang lalu
 distres nafas yang  Muntah (+) 2x/hari sebanyak 2 sendok
ditandai oleh batuk makan
paroksismal, wheezing,  Sesak dan terdengar suara “ngik-ngik”
sesak napas saat bernafas sejak 1 hari lalu, sesak
tidak dipengaruhi perbahan posisi atau

44
cuaca.

PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN FISIK


 frekuensi nafas lebih dari  Keadaan umum: sadar, tampak sesak,
60 kali per menit tidak sisanosis.
 Kesadaran: compos mentis
 nafas cuping hidung,  HR: 124x/m
penggunaan otot bantu  RR: 55x/m
pernafasan dan retraksi  Suhu : 37,0 OC
 Kepala : Mesosefal, wajah simetris, ubun-
 ekspirasi yang
ubun besar datar dan belum menutup
memanjang , wheezing
 Leher : letak trakea ditengah, deviasi (-),
(+)
pembesaran KGB (-)

 Hepar dan lien teraba  Mata : Konjungtiva anemis - / - , Sklera


akibat pendorongan ikterik - / - , reflek cahaya langsung +/+,
diafragma karena tertekan reflek cahaya tidak langsung + / +
oleh paru yang  Thorax : SDV +/+, Ronchi -/-, wheezing
hiperinflasi. +/+, hantaram +/+, retraksi epigastrium.
 Jantung : BJ I, II
 saturasi oksigen <92% reguler, murmur (-), gallop
pada udara kamar (-)
 Abdomen : datar, tidak terdapat benjolan,
BU (+), timpani di ke 4 kuadran, supel,
nyeri tekan (-)
 Anus dan genitalisa: tidak di periksa
 Ekstremitas : akral hangat, edema (-),
sianosis (-), CRT < 2 dekit

Sekuele dan komplikasi


Asma

Pemeriksaan penunjang

45
 Pemeriksaan darah tepi Darah lengkap
tidak khas, jumlah Hemoglobin : 12,4 gram /dl
leukosit berkisar antara Hematokrit : 36,6 %
5000-24000 sel/μl.
Eritrosit : 4,87 juta/mm3
 Analisis Gas Darah :
hiperkapnia sebagai tanda Lekosit : 14 ribu/mm3
dari air tapping, asidosis Trombosit : 549 ribu/mm3
metabolik atau Hitung jenis
respiratorik. Eosinofil :3%
 Rontgen thoraks AP dan
Basofil :0%
lateral dapat terlihat
gambaran hiperinflasi Batang :0%

paru dengan diameter Segmen : 28 %


anteroposterior membesar
Limfosit : 65 %
pada foto lateral disertai
Monosit :3%
dengan diafragma datar.
bercak konsolidasi yang X-foto thorax
tersebar pada sekitar 30 Kesan :
% penderita
 Cor dalam batas normal
 Identifikasi virus dengan
 Gambaran bronkopneumonia
memeriksa sekresi nasal,
dengan penebalan hilus kanan
menggunakan enzyme
kiri, proses spesifik belum
linked immunosorbent
dapat disingkirkan
assay (ELISA)

Tata Laksana
 Oksigenansi dengan 
O2 masker 5 liter/menit
nasal kanul 
Infus 2A1/2 N 480/20/5 tetes
(kecepatan maksimal mikro/menit
2L/menit) 
- Peroral : - Parasetamol 100 mg
 Pemberian cairan bila t ≥38 °C
 Bronkodilator - Ambroxsol 3 x 4 mg

46
 ribavirin biasanya - Nebulizer : pulmicort ½
dengan cara nebulizer respul+Nacl 0,9% 4 cc
aerosol  (pkl 04.00, 08.00, 16.00 22.00)
 kortikosteroid
Prognosis
Quo ad vitam: Ad bonam
Quo ad sanationam: Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam

47
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Bronkhiolitis adalah penyakit IRA – bawah yang ditandai dengan adanya
inflamasi pada bronkiolus. yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur
kurang dari 2 tahun.
Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus(RSV),
penyebab lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae),
adenovirus dan beberapa virus lainnya. Tetapi belum ada bukti kuat bahwa
bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling
sering
terjadi pada usia 2 – 24 bulan, puncaknya pada usia 2 – 8 bulan. Sebanyak 11,4
% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 – 2 tahun di AS pernah
mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di
rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya.
Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial
ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada
tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi
maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu.
Bronkiolitis secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada
dan whezing.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, berdasarkan gambaran klinis, umur
penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat
Diagnosis banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma bronkiale serangan
pertama, pneumonia, aspirasi benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis,
miokarditis.
Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar
tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal
handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu
lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan
nutrisi. Setelah itu baru pemberian medikamentosa

48
Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan
penyaki sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru
yang menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial.
Pencegahan dengan imunisasi aktif dan pasif serta menghindari penyebaran virus
RSV.
Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan
penyakit latar belakang (penyakit jantung,defisiensi imun, prematuritas).

3.2. SARAN
1. Perlunya diagnosis yang tepat agar dapat dilakukan penatalaksanaan penyakit secara
optimal.
2. Perlunya peningkatan status gizi dan usaha peningkatan imunitas anak untuk
mengurangi angka kejadian bronkiolitis pada anak

49
Daftar pustaka

1. Ismangoen, H, Naning. R, 2004, Bronkiolitis, Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, FK


UGM, Yogyakarta, hal. 1-9.
2. Behrman, R.E, 2010, Bronchiolitis, in the book, Nelson : Essentials of Pediatrics, W.B
Sounders Company, Philadelphia, pg. 431-3.
3. Behrman, R.E, 2002, Bronkiolitis, dalam Ilmu Kesehatan Anak, ed. 12 bag. 2, alih bahasa
Radja M.M, EGC, Jakarta, hal. 614-7.
4. Setiawati Landia, MS Makmuri. Tatalaksana Bronkiolitis. Dalam Continuing Education,
Ilmu Kesehatan Anak XXXV, Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV, Hot Topics in
Pediatrics; FK UNAIR, Surabaya : 2005.
5. Zorc JJ, Hall CB, Bronchiolitis: recent evidence on diagnosis and management.
Paediatrics 2010; 125; 342-49.
6. Carroll KN, et.all. increasing burden and risk factor for bronchiolitis. Related medical
visits in infants enrolled in a state health care insurance plan. Pediatrics 2008; 122; 58-64.
7. Rahajoe, Nastiti N., dkk, 2010, Bronkiolitis, Buku Ajar Respirologi, Badan Penerbit
IDAI, Jakarta, hal. 333-347.
8. Anonim, 2005. Bonkiolitis Akut, dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito,
Medika, FK UGM, Yogyakarta, hal. 138-9.
9. A. P. Uyan, H. Ozyurek, M. Keskin, Y. Afsar & E. Yilmaz : Comparison Of Two
Different Bronchodilators In The Treatment Of Acute Bronchiolitis . The Internet Journal
of Pediatrics and Neonatology. 2003 Volume 3 Number 1.
10. Anonim, 2005, Bronkiolitis akut, dalam Buku Kuliah Jilid 3 Ilmu Kesehatan Anak,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UI, Jakarta, 1233-4.
11. Garna H Herry. Pedoman Diagnosis Ilmu Kesehatan Anak. Bandung : Penerbit FK
Unpad. 2005. Hal : 400-402.
12. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-16.
Philadelphia : WB Saunders, 2000.Hal : 1112-1114; 1484-1486.
13. Mansjoer, A., dkk, 2007. Bronkiolitis Akut, dalam buku Kapita Selekta Kedokteran. ed.
Ketiga jilid pertama Media Aesculapius, FK UI, Jakarta, hal. 468-9.
14. Schwartz, M.W., 2006, Respiratory Distress in the book Clinical Handbook of Pediatrics,
Williams & Wilkins, A Waverly Company, Philadelphia, pg. 576.

50
15. Pusponegoro Hardiono D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi
Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.2005. Hal : 348-350.

51
52

Anda mungkin juga menyukai