PENDAMPING :
dr. Azizah
dr. Lovita Tri Marni
PENYAJI:
dr. Dwi Ariska
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya yang telah memberi kami kesempatan untuk sama-sama belajar
mencapai hidup yang lebih baik lagi dan juga dengan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Penyakit Paru Obstruktif
Kronik”.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
2.1.2. Epidemiologi
Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat
mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan
119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK
menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan peyakit
serebrovaskular. Diperkirakan 16,2 juta orang Amerika menderita bronkitis kronik
dan emfisema atau keduanya, yang bertanggung jawab dalam menyebabkan
112.584 kematian pada tahun 1998.5
2.1.3. Etiologi
Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penyakit paru obstruktif kronis,
diantaranya yaitu:
1. Merokok
Penelitian menyebutkan bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab
terbanyak terjadinya PPOK. Kejadian PPOK karena merokok mencapai 90%
kasus. Merokok sigaret mempengaruhi makrofag untuk melepaskan faktor
kemotaktik dan elastase, yang akan menyebabkan kerusakan jaringan. Secara
signifikan, PPOK berkembang pada 15% perokok sigaret, walaupun jumlah ini
pasti bukan nilai sebenarnya. Usia memulai merokok, jumlah bungkus
pertahun, dan status merokok saat ini memprediksi mortalitas.6
Orang yang merokok mengalami penurunan FEV1: secara fisiologis
normal, penurunan FEV1diperkirakan sekitar 20-30 ml/tahun, tetapi pada
pasien PPOK biasanya menurun 60 ml/tahun atau lebih besar. Sebuah studi
menyimpulkan bahwa gangguan fungsi paru dan perubahan struktural paru
sudah muncul pada perokok sebelum tanda klinis obstruksi muncul.6
2. Faktor Lingkungan
PPOK juga dapat terjadi pada individu yang tidak pernah merokok.
Walaupun peran polusi udara sebagai etiologi PPOK tidak jelas, efeknya lebih
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Pada negara berkembang,
penggunaan bahan bakar biomass serta memasak dan memanaskan dalam
ruangan kemungkinan juga menjadi penyumbang terbesar dalam prevalensi
PPOK.6
5. Sindroma Imunodefisiensi
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan faktor resiko
untuk PPOK, bahkan setelah mengontrol variabel pengganggu seperti merokok,
obat IV, ras dan usia. Pada pasien defisiensi autoimun dan infeksi
Pneumocystis carinii terjadi kerusakan paru yang kortikal dan apikal.6
2.1.4. Patogenesis
PPOK dapat terjadi karena berbagai mekanisme patogenesis. Patogenesis
terjadinya PPOK diantaranya adalah:
1. Hipotesis Proteinase-antiproteinase
Hipotesis proteinase-antiproteinase didasarkan pada asumsi bahwa
kerusakan jaringan dan emfisema terjadi karena ketidakseimbangan proteinase
dan inhibitornya. Telah dinyatakan bahwa ada peningkatan kuantitas enzim
pendegradasi elastik dibandingkan inhibitornya pada emfisema. Konsep ini
diusulkan untuk emfisema yang digambarkan dengan defisienasi AAT.8 Pasien
dengan defisiensi AAT mengalami mutasi pada gen AAT. Mutasi Z adalah
mutasi paling umum dan mutasi ini menggangu sekresi protein dari hepatosit.
Hasilnya ditandai dengan penuruan level penghambat serin protease di
sirkulasi. Dilaporkan bahwa PiZ-α1 AT cenderung mengalami polimerisasi
yang dapat menghambat sekresi hepatik, menggangu inhibisi elastase netrofil
dan menyebabkan inflamasi. 9Matrix metalloproteinases (MMP) memiliki
kemampuan untuk membelah protein struktural seperti kolagen dan elastin,
sehingga berperan dalam patogenesis PPOK. Peningkatan banyak Matrix
Metalloprotein dilaporkan pada emfisema karena rokok dan 3 MMP (MMP-2, -
9, dan 12) mendegradasi elastin Protease lain yang berperan penting dalam
patogenesis PPOK adalah cathapsins S, L (dalam makrofag), dan G, serta
proteinase-3 (dalamnetrofil) 9
2. Mekanisme Imunologis
PPOK berhubungan dengan respon inflamasi paru yang abnormal
terhadap partikel atau gas berbahaya, terutama rokok. 1.Pasien dengan PPOK
dilaporkan mengalami peningkatan netrofil di sputum, jaringan paru dan
bronchoalveolar lavage (BAL) dan neutrofil berperan penting dalam
patogensis PPOK. Level serum immunoglobulin free light chains (IgLC)
meningkat pada PPOK karena rokok. IgLC mengikat netrofil dan cross-linking
IgLC pada netrofil menghasilkan peningkatan produksi IL8yang merupakan
atraktan selektif untuk netrofil. Sel B juga meningkat pada pasien PPOK dan
7
sel ini memproduksi IgCL, selain memproduksi IgG dan IgA. Level serum IgE
juga meningkat dan berhubungan dengan merokok. 9
3. Keseimbangan Oksidan-antioksidan
Stress oksidatif dapat menggangu vasodilatasi dan pertumbuhan sel
endotel.9 Ketika oksidan melebihi antioksidan paru; modifikasi protein, lemak,
karbohidrat, dan DNA terjadi dan menghasilkan kerusakan jaringan. Oksidan
tersebut dapat memodifikasi elastin, sehingga lebih rentan terhadap
pembelahan proteolitik. Merokok dapat menginaktivasi histone deacetylase
(HDAC2) dan menyebabkan transkripsi kemokin/sitokin netrofil (TNF-α dan
IL-8) dan MMP sehingga terjadi degradasi matriks yang mendukung
terbentuknya emfisema. 9
4. Inflamasi Sistemik
PPOK juga memiliki manifestasi ekstrapulmomal. Dinyatakan bahwa
inflamasi pulmonal persisten dapat menyebabkan pelepasan kemokin dan
sitokin proinflamasi ke sirkulasi. Mediator ini dapat menstimulasi liver,
jaringan adiposa dan sumsum tulang untuk melepaskan sejumlah leukosit,
CRP, interleukin (IL)-6, IL-8, fibrinogen dan TNF-α ke sirkulasi dan
menyebabkan inflamasi sistemik .10 Inflamasi sistemik dapat memulai atau
memperburuk penyakit komorbid, seperti penyakit jantung iskemik,
osteoporosis, anemia normositik, kanker paru, depresi, dan lain-lain.9
5. Apoptosis
Studi terbaru menyatakan bahwa apoptosis terlibat dalam perkembangan
PPOK dan telah ditunjukkan adanya peningkatan apoptosis epitel alveolar dan
sel endotel di paru pasien PPOK.Karena tidak diimbangi dengan peningkatan
proliferasi protein struktural, maka hal ini akan berakhir dengan kerusakan
jaringan paru dan emfisema.9
8
2.1.5. Patofisiologi
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh PPOK merupakan konsekuensi dari
mekanisme patofisiologi PPOK, diantaranya adalah:
1. Pembatasan Aliran udara dan Udara yang Terjebak
Inflamasi luas, fibrosis dan eksudat lumen pada saluran pernapasan kecil
berhubungan dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC, dan mungkin
dengan percepatan penurunan FEV1 (karakteristik PPOK), obstruksi saluran
napas ini akan menjebak udara saat ekspirasi dan menyebabkan hiperinflasi.
Emfisema juga berperan dalam menjebak udara selama ekspirasi. Hiperinflasi
mengurangi kapasitas inspirasi demikian juga kapasitas residual fungsional
meningkat, khususnya selama aktivitas, menghasilkan peningkatan dispnea dan
keterbatasan kapasitas saat aktivitas. Hiperinflasi berkembang pada tahap awal
penyakit dan menjadi mekanisme utama dispnea saat aktivitas. 1
3. Hipersekresi Mukus
Hipersekresi mukus adalah abnormalitas fisiologis pertama pada PPOK.
awalnya adalah stimulasi sekresi dari kelenjar mukus yang membesar.
9
4. Hipertensi Pulmonal
Terjadi pada kasus PPOK yang sudah lama, biasanya setelah terjadi
abnormalitas pertukaran gas. Faktor yang berkontribusi menyebabkan
hipertensi pulmonal pada PPOK termasuk vasokonstriksi, disfungsi endotel,
dan remodelling arteri pulmonal. Kombinasi ini mungkin suatu saat
11
menyebabkan pembesaran ventrikel jantung kanan. Ada respon inflamasi
pada pembuluh darah yang sama dengan yang terjadi pada saluran napas.
Emfisema dan hilangnya capillary bed juga berkontribusi terjadinya
peningkatan tekanan di sirkulasi pulmonal. 1
5. Gambaran Sistemik
Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi mempengaruhi
fungsi jantung dan pertukaran gas (Barr et al., 2010). Mediator inflamasi ke
sirkulasi mungkin berkontribusi pada penurunan massa otot skeletal dan
kaheksia, dan mungkin memulai atau memperburuk penyakit komorbid seperti
penyakit jantung iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik,
diabetes, sindroma metabolik, dan depresi (GOLD, 2013). Efek sistemik ini
berkontribusi pada pembatasan kapasitas aktivitas pada pasien dan
memperburuk prognosis, tidak bergantung pada fungsi paru mereka.2
Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada saat
melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang terbesar. Selama
bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah secara bertahap
sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas sehari-hari
seperti pekerjaan rumah tangga. Pada tahap lanjutan dari PPOK, dyspnea dapat
menjadi begitu burukyang terjadi selama istirahat dan selalu muncul.10
Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan. Ketika
ini terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan oleh
kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi. Kelebihan karbon dioksida dalam
darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah
satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale, kejang pada jantung
karena pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung untuk memompa darah
melalui paru-paru yang terkena dampak.4 Gejala cor pulmonale adalah edema
perifer, dilihat sebagai pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea.10
B. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Pursed- lips breathing (mulut setengah terkatup / mencucu)
2) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
3) Penggunaan otot bantu napas
4) Hipertropi otot bantu napas
5) Pelebaran sela iga
6) Penampilan pink puffer (gambaran yang khas pada emfisema, pasien
kurus, kulit kemerahan dan pernafasan pursed-lips breathing) atau
Blue bloater (gambaran khas pada bronkitis kronik, pasien gemuk
sianosis)
b. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
d. Auskultasi
1) Suara napas vesikuler normal, atau melemah
2) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
3) Ekspirasi memanjang
4)
Bunyi jantung terdengar jauh.1
C. Pemeriksaan penunjang
a. Spirometri (VEP1 ,VEP1 prediksi , KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi : % VEP1 (VEP1/ VEP1 prediksi) <80%,VEP1 % (VEP1
/KVP)<75%
Gambar 2.4
Spirometri
PPOK7
12
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan
atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan
pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80%
prediksi
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau
empat dengan gagal napas kronik. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai
komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri
13
Derajat Karakteristik
Mild COPD atau PPOK ringan, pada tahap ini pasien mungkin belum menyadari
bahwa fungsi parunya tidak normal.
Moderate COPD atau PPOK sedang, gejala biasanya berkembang pada tahap ini,
dengan napas yang memendek saat melakukan aktivitas.
Severe COPD atau PPOK berat, pemendekan nafas semakin buruk pada tahap
ini dan sering membatasi aktivitas harian pasien. Eksaserbasi biasanya mulai
dapat terlihat pada tahap ini.
Very severe COPD atau PPOK sangat berat, pada tahap ini kualitas hidup
sudah sangat terganggu dan eksaserbasi pada pasien bisa mengancam jiwa.1
a. Asma
b. Gagal jantung kongestif
c. Bronkiektasis
d. Tuberkulosis
15
2.1.10. Penatalaksanaan
1.Penatalaksanaan PPOK secara umum adalah :
a. Edukasi
b. Obat-obatan
Adapun obat-obat yang dipakai adalah:
1) Bronkodilator
Macam-macam bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping
sebagai bronkodilator juga mengurangi mukus. Jenis obat nya
meliputi (Ipratropium bromida 20µg, Tiotropium bromida 80µg)
b) Golongan agonis β-2
Bentuk inhaler digunakan mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat. Jenis obatnya (Fenoterol 100 µgr/semprot,
16
2) Golongan xantin
3) Antiinflamasi
4) Antibiotika
5) Antioksidan
6) Mukolitik
7) Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.
8) Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan
memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik. Phosphodiesterase
-4 inhibitor, roflumilast dapat mengurangi eksaserbasi, diberikan
secara oral dengan glukokortikosteroid. Roflumilast juga dapat
mengurangi eksaserbasi jika dikombinasikan dengan LABA.
c. Rehabilitasi PPOK
d. Terapi oksigen
18
e. Ventilasi mekanis
2.1.11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah: 2
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal inimemudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandaidengan menurunnya kadar limposit
darah.
21
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan
22
BAB 3
LAPORAN KASUS
No. RM : 06.60.20
Nama Lengkap : Johan Syah
Tanggal Lahir : 1 Februari 1962 Umur : 56 Thn Jenis Kelamin : Laki - laki
ANAMNESIS
√ Autoanamnese Alloanamnese
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Sesak Napas
Deskripsi : Hal ini sudah dialami os sejak 3 bulan ini dan memberat sejak
3 hari ini, sesak muncul secara tiba – tiba, tidak berhubungan
dengan cuaca, suhu, waktu, dan perubahan posisi. Terbangun
tengah malam karena sesak (-), sesak ketika beraktifitas (+)
namun hal ini hanya sesekali dialami os, bengkak pada
ekstremitas (-), nyeri dada (-). Os juga mengeluhkan batuk
yang sudah dialami 1 bulan ini dan tidak berkurang jika
diberikan obat batuk yang dibeli di warung. Batuk bersifat
hilang timbul disertai dengan dahak yang bening (+).
Penurunan berat badan (-), keringat malam (-). Riwayat
merokok (+) sejak usia 25 tahun dan baru berhenti 3 bulan
yang lalu, os menghabiskan rokok sebanyak 1 bungkus dalam
sehari. Demam (-). Hipertensi (-). BAB 1-2 kali sehari dan
dalam batas normal, BAK dalam batas normal
RPT : -
RPO : Obat batuk dari warung
23
DISKRIPSI UMUM
√
Kesan Sakit Ringan √ Sedang Berat
TANDA VITAL
Deskripsi:
Kesadaran Compos mentis
Sadar, respon baik
Nadi Frekuensi 92 x/i Reguler, t/v: cukup
Tekanan darah 120/70 mmHg
Temperatur Aksila: 37,4°C Rektal : tdp
Pernafasan Frekuensi: 28 x/menit, kesan sesak
THORAX
Depan Belakang
Inspeksi Bentuk barrel chest Bentuk barrel chest
Palpasi SF Ki = Ka, kesan normal SF Ki = Ka
Perkusi Hipersonor pada kedua paru Hipersonor pada kedua paru
25
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III
Kanan : LSD
Kiri : 1 cm lateral LMCS, ICR IV - V
Jantung : HR : 92x/i,reguler, desah (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) N
PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: Tidak ada kelainan
Inferior : Tidak ada kelainan
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
26
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
Dapat berkomunikasi baik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thoraks
Keterangan Foto:
- Bayangan luscent,
- Dinding toraks membesar (ICS melebar, barrel chest, costa
mendatar, diafragma mendatar),
- Jantung kelihatan kecil (tear drop appearance),
27
Hal ini sudah dialami os 3 bulan ini dan muncul secara tiba – tiba, sesak tidak berhubungan dengan
cuaca, suhu, waktu, dan perubahan posisi. PND (-), DOE (-), pitting oedem (-). Batuk 1 bulan.
Mukus (+). Penurunan BB (-), keringat malam (-), Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun.
dah dialami
28
RENCANA AWAL
No. RM 06 60 20
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan edukasi)
Rencana Rencana Rencana Rencana
No Masalah
Diagnosa Terapi Monitoring Edukasi
1. PPOK - Foto thorax Tirah baring -Perbaiki Menjelaskan
- Darah rutin Diet MB TKTP kondisi kepada pasien dan
O2 1-2 L umum keluarga pasien
Combivent penatalaksanaan
Tanggal S O A P
Terapi Rencana
20/04/18 - Sesak Sens : Compos PPOK Tirah baring
Mentis
napas
TD : 120/70 Diet MB
- Batuk mmHg TKTP
Pols : 92 x/i
RR : 28 x/i O2 1-2 L
T : 37,40C IVFD RL
20gtt/i
Inj.
Dexamethas
one 1 amp / 8
jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
30
Tanggal S O A P
Terapi Rencana
21/04/18 - Sesak Sens: Compos PPOK Tirah baring
mentis
napas
TD:120/80 Diet MB
- Batuk mmHg TKTP
HR : 90 x/i
RR : 28 x/i O2 1-2 L
Temp : 37,2oC IVFD RL
20gtt/i
Inj.
Dexamethas
one 1 amp / 8
jam
Combivent
Nebule / 8
jam
Salbutamole
3x2 mg
Ambroxol
3x1
31
Tanggal S O A P
Terapi Rencana
22/08/14 - Sesak Sens:Compos PPOK Tirah baring
napas mentis Diet MB TKTP
- Batuk TD:110/70 O2 1-2 L
mmHg IVFD RL 20gtt/i
HR : 96 x/i Inj.
RR : 28 x/i Dexamethasone 1
Temp : 37,1oC amp / 8 jam
Combivent
Nebule / 8 jam
Salbutamole 3x2
mg
Ambroxol 3x1
32
BAB 4
KESIMPULAN
Pasien atas nama Johan Syah, 56 dengan keluhan sesak sejak 3 bulan dan
memberat sejak 3 hari ini didiagnosa penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
melalui hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan foto thoraks.
33
DAFTAR PUSTAKA