Oleh :
dr. Muhammad Yamin
Dokter Pendamping:
dr. Armon Bey
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini dengan judul “STEMI”.
Penulisan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Dokter Internship Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia di Rumah Sakit Pertamina Pangkalan Brandan Kabupaten Langkat
Suamatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pendamping yakni dr. Armon Bey dan dokter penanggung jawab pelayanan pasien
dr. Rahmat SW Siregar, M.Ked (PD), SP.PD yang telah meluangkan waktunya
dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan penulis mengucapkan terima
kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................4
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ................................................................................27
BAB 4 FOLLOWUP......................................................................................................31
BAB 5 DISKUSI KASUS..............................................................................................33
BAB 6 KESIMPULAN..................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang
menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 239.548
jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit jantung iskemik, yaitu sekitar 110,183
kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark miokard akut
(13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung
lainnya (13,37%).9
Menurut data RISKESDAS tahun 2013, di Indonesia prevalensi penyakit
jantung koroner (PJK) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.
Angka kejadiannya juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi
pada kelompok umur 65-74 tahun yaitu 3,6%.10
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan
marka jantung. 11
STEMI merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri
koroner. Terapi yang rutin diberikan pada STEMI adalah be ta blocker, ACE
inhibitor, ARB, statin, nitrogliserin, oksigen, dan morfin. 11 Pada STEMI dengan
onset <12 jam, perlu dilakukan tindakan revaskularisasi sesegera mungkin untuk
mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya, secara
medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi
koroner perkutan primer.1,12 Pada pasien STEMI yang datang terlambat (>12 jam)
dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang khas
infark (ongoing chest pain).1
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit infark miokard
elevasi segmen ST (STEMI).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
infark miokard elevasi segmen ST (STEMI) serta melakukan penatalaksanaan
yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
kematian yang tinggi. 2 Spektrum SKA meliputi Unstable angina pectoris, hingga
infark miokardium akut, kondisi nekrosis yang ireversibel dari miokard. Lebih
dari 90% SKA disebabkan oleh rupturnya plak aterosklerosis yang diikuti agregasi
platelet dan pembentukan thrombus intrakoroner. Keberadaan thrombus
intrakoroner ini mengganggu aliran darah dan menyebabkan ketidakseimbangan
antara pasokan dan kebutuhan oksigen miokardium.
Oklusi parsial oleh thrombus menimbulkan spectrum sindrom berupa
Unstable angina dan non-ST elevation myocardial infarction (NSTEMI), yang
dapat dibedakan melalui ada tidaknya jaringan yang nekrosis. Sedangkan oklusi
total oleh thrombus bermanifestasi sebagai ST- elevation myocardial infarction
(STEMI).9
2.1 Etiologi
Tipe I : Ruptur aterosklerosis, ulserasi, fissure,erosi, diseksi intraluminal
thrombus
Tipe II : selain plaque coronary artery spasm, coronary endothelial
dysfunction, tachyarrythmia, bradyarrythmia, anemia, respiratory failure,
hypotension, severe hypertension.12
Penyebab SKA
Ruptur plak aterosklerosis yang diikuti thrombus
Sindroma vaskulitis
Emboli Koroner ( seperti dari endokarditis, katup buatan)
Kelainan congenital arteri koroner
Trauma atau aneurisma koroner
Spasme arteri koroner parah ( primer atau akibat penggunaan kokain)
5
dan factor VIIIa). Protein C disintesis di liver dan bersirkulasi dalam bentuk
inaktif. Thrombomodulin adalah reseptor pengikat thrombin yang normalnya
terdapat pada sel endotel. Trombin yang berikatan dengan trombomodulin tidak
dapat mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin (reaksi akhir pembentukan clot).
Selain itu, kompleks thrombin-trombomodulin mengaktivasi protein C. Protein C
yang teraktivasi dapat mendegradasi factor Va dan VIIa,sehingga menginaktivasi
proses koagulasi. Adanya protein S di sirkulasi memicu inhibisi protein C.TFPI
adalah plasma serine protease inhibitor yang teraktivasi jika berkoagulasi dengan
factor Xa. Kombinasi factor Xa-TFPI berikatan dan menginaktivasi kompleks
tissue factor dengan factor VIIa yang normalnya memicu extrinsic coagulation
pathway.9
2.2.3.Lisis fibrin clot
Tissue plasminogen activator (tPA) adalah protein yang disekresi oleh
sel endotel sebagai respon dari pembentukan clot. tPA memecah protein
plasminogen untuk membentuk plasmin aktif, yang selanjutnya mendegradasi
fibrin clot. Saat tPa berikatan dengan fibrin yang membentuk clot, kemampuannya
untuk mengubah plasminogen menjadi plasmin meningkat.9
2.2.4. Inhibisi Platelet endogen dan vasodilatasi
Prostacyclin disintesis dan disekresikan oleh sel endotel. Prostacyclin
meningkatkan jumlah cAMP dan menghambat agregasi dan aktivasi platelet.
Prostacyclin juga menghambat koagulasi secara tidak langsung melalui
kemampuan vasodilatasinya. Vasodilatasi mampu mencegah thrombosis dengan
cara menambah aliran darah ( yang meminimalisasi kontak faktor-faktor
prokoagulan) dan dengan mengurangi shear stress ( pemicu agregasi platelet).
Nitric Oxide (NO) bekerja local untuk menghambat aktivasi platelet
dan juga berperan sebagai vasodilator kuat.9
2.2.5 Patogenesis Trombosis Koroner
Dalam kondisi normal, pembentukan thrombus intravascular secara
spontan dapat dicegah. Namun, abnormalitas dapat terjadi akibat adanya lesi
aterosklerotik, dan menghasilkan thrombosis koroner dan oklusi vena.
Aterosklerosis menyebabkan pembentukan thrombus melalui (1) Ruptur plak,
yang menyebabkan terpaparnya aliran darah di sirkulasi ke thrombogenic
7
substances, dan (2) disfungsi endotel dengan hilangnya fungsi protektif dari
antitrombotik dan vasodilatasi.
Ruptur plak aterosklerosis merupakan pemicu utama terbentuknya
thrombus intrakoroner. Penyebab rupturnya plak yaitu (1) Faktor kimia yang
mengganggu stabilitas aterosklerosis (2) stress fisik yang mengenai lesi. Plak
aterosklerosis terdiri atas komponen lemak (lipid-laden core) yang diselubungi
oleh fibrous external cap. Zat –zat yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi pada
plak dapat mengganggu integritas plak. Sebagai contoh, T lymphocyte memicu
interferon, yang berperan menghambat sintesi kolagen dari sel otot polos sehingga
melemahkan plak. Selain itu, sel-sel aterosklerosis membentuk enzim yang dapat
mendegradasi matrix interstisial, yang mengganggu stabilitas plak. Plak yang
lemah atau tipis rentan untuk rupture, terutama pada “shoulder”nya (batas antara
plak dengan dinding arteri normal yang rawan terpapar stress) baik karena tekanan
fisik, seperti tekanan darah intraluminar dan torsi dari miokardium yang
berdenyut.
SKA terkadang terjadi akibat stimulasi tertentu, misalnya aktivitas fisik
berat atau faktor emosional. Aktivasi sistem saraf simpatis pada situasi ini
menyebabkan peningkatan tekanan darah, heart rate, dan memicu kontraksi
ventrikel kuat, sehingga plak dapat ruptur. SKA sering terjadi pada dini hari,
karena stress psikologis (seperti tekanan darah sistolik. Viskositas darah, dan level
epinefrin) berada pada puncaknya pada saat itu, dan memicu rupturnya plak.
Stelah plak rupture, pembentukan thrombus terjadu. Pemaparan tissue
factor dari atheromatous core memicu aktifnya kaskade koagulasi, sedangkan
terpaparnya kolagen subendotel mengaktivasi platelet. Platelet yang teraktivasi
melepaskan granul-granul, berupa fasilitator agregasi platelet ( seperti adenosine
diphospate [ADP] dan fibrinogen), activator kaskade koagulasi (seperti faktor Va),
dan vasokonstriktor (sperti tromboksan dan serotonin). Pembentukan thrombus
intrakoroner, perdarahan intraplak, dan vasokonstriksi menyebabkan
penyempitnya lumen pembuluh darah, dan mengakibatkan terbentuknya aliran
turbulensi yang berperan menghasilkan shear stress dan aktivasi platelet
selanjutnya.
8
SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap
terjadi angina berulang.9
2.4 Diagnosis
Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada,
diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan sebagai
berikut: non kardiak, Angina Stabil, Kemungkinan SKA, dan Definitif SKA.2
2.4.1 Anamnesis.
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit).Keluhan angina tipikal
sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri
abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di
daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak
napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit
diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-
40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat
istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan
dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner
(PJK). Hilangnya keluhan angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif
terhadap diagnosis SKA.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Pria
2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit
arteri perifer / karotis)
3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard,bedah pintas koroner, atau IKP
11
usia dan jenis kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada
pria usia ≥40 tahun adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV.
Sedangkan pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-
3,tanpa memandang usia, adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang
elevasi segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia
<30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan
V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang
berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada
pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6).
Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB
(komplet) baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi
reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI
dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung
tersedia.2
Tabel 2.2 Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG9
Sadapan dengan Deviasi Segmen ST Lokasi Iskemia atau Infark
V1-V4 Anterior
V5-V6, I, aVL Lateral
II, III, aVF Inferior
V7-V9 Posterior
V3R, V4R Ventrikel kanan
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG
pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen
ST ≥1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST ≥1
mm di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan
konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk
diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan
dengan kompleks QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat
rendah. Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan
elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan
non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/
UAP).
Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05
mV di sadapan V1-V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan
13
depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten
(<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T
yang simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia
akut.Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang
diagnostic ikategorikan sebagai perubahan EKG yang nondiagnostik.9
2.4.4 Pemeriksaan marka jantung.
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas,
penyakit neurologik akut, emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi,
dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan
informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada
keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas
yang lebih tinggi dari troponin T.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan
hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah
pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB yang meningkat dapat dijumpai pada
seseorang dengan kerusakan otot skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah)
dengan waktu paruh yang singkat(48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,
CK-MB lebih terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang)
maupun infark periprosedural.
Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral.
Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat intensif jantung (point of care
testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-
14
20 menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing sebagai alat diagnostik rutin
SKA hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral
memerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung secara point of care testing
menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan harus diulang di laboratorium
sentral.9
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
81 thn Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat: Pangkalan Brandan Agama : Islam
Telepon : - HP :
ANAMNESA
Autoanamnesa Alloanamnesa
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
Anamnesa :
- Nyeri ulu hati dialami oleh pasien sejak 1 hari SMRS saat pasien sedang
istirahat, keluhan tersebut disertai dengan rasa menyesak pada perut bagian
atas, os juga mengeluhkan kepala hoyong dan badan tiba-tiba terasa lemas,
mual (+), muntah (-), keringat dingin (+), keluhan tersebut tidak dipengaruhi
perubahan posisi dan tidak hilang dengan istirahat.
- Os juga mengeluhkan dada terasa berdebar, nyeri dada tidak dijumpai, keluhan
dada seperti tertimpa beban berat tidak dijumpai, sesak napas (-).
- Riwayat keluhan yang sama (-), sesak nafas (-),PND (-), OP (-), DOE (-).
- Riwayat hipertensi disangkal, riwayat hiperkolesterolemia tidak jelas.
- RPO : -
PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens :
KU : Sedang Kesadaran : CM TD : 100/60 mmHg
HR : 63 x/m RR : 22 x/m Suhu : 36,5 ºC
Sianosis : (-) Ortopnu : (-) Dispnu : (-)
Ikterus : (-) Edema : (-) Pucat : (-)
Skala nyeri : 5
Pemeriksaan Fisik :
25
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Interpretasi Rekaman EKG :
Irama : Sinus rhytm Kompleks QRS: Normal
Rate : 63 x/menit Durasi QRS : 0,1s
Gelombang P : Normal Q patologis : -
Durasi P : 0,08s Segmen ST : Elevasi pada lead
Interval PR : 0,16 V1 – V6
Axis QRS : Normoaxis Gelombang T : Normal
Pengobatan:
Bed rest
O2 2 - 4 L/i via n.c
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam iv
Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam iv
ISDN 5 mg
Aspirin 1x 320 mg
27
Clopidogrel 1 x 300 mg
Sucralfat syr 3xCI
Rencana lanjutan :
- EKG serial
- Rujuk ke Sp.JP
BAB 4
FOLLOW UP
R/ Rujuk ke ICCU
(kardiologi)
Pasang Urin kateter
BAB 5
DISKUSI
TEORI KASUS
Faktor Resiko SKA16
Yang tidak dapat dimodifikasi : Pada kasus, didapatkan pasien
Usia memiliki faktor resiko PJK
Resiko meningkat dengan bertambahnya yaitu :
usia, >45 tahun pada pria dan >55 tahun Usia >45 tahun
pada wanita
Jenis kelamin
Laki-laki > perempuan walaupun setelah
menopause, tingkat kematian perempuan
akibat penyakit jantung meningkat namun
tidak sebanyak tingkat kematian pada laki-
laki
Riwat Keluarga
Anak dengan orangtua dan saudara
kandung memiliki riwayat penyakit jantung
lebih beresiko untuk terkena penyakit
jantung
BAB 6
KESIMPULAN
6.1. Kesimpulan
Os, perempuan berusia 81 th, mengalami STEMI Anteroseptal onset 1 hari Killip I TIMI
Risk 5/14 dan diberi pengobatan
Bed rest
O2 2 - 4 L/i via n.c
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam iv
Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam iv
ISDN 2 x 5 mg
Aptor 1 x 100 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
Xarelto 1 x 1 tab
Sucralfat syr 3xCI
DAFTAR PUSTAKA
1. Delima, Mihardja, L, dan Siswoyo, H. 2009. Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit
Jantung di Indonesia. Penelitian kesehatan 37(3): 142-159.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman Tatalaksana
Sindrom Koroner Akut. Edisi ke-3
3. Grundy SM, Pasternak R, Greenland P, Smith S, Fuster V. Assessment of cardiovascular
risk by use of multiple-risk-factor assessment equations. 1999. Circulation; 100: 1481-92.
Dalam: Torry, S.R.V., Panda, A.L., dan Ongkowijaya, J. 2013. Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Unsrat.
4. The Top Ten Causes of Death. Available
from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs310_2008.pdf. [Accessed 8 April 2016]
5. Rilantono, L.L, 2013. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
7. Liwang F and Wijaya I.P., 2014. Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta : Media Aesculapius.
8. Dharma, S. 2015. Cara Mudah Membaca EKG. Jakarta : EGC
9. Young J.L and Libby P., 2007. Aterosklerosis. Dalam : Lilly L.S. Pathophysiology of Heart
Disease. USA : Lippicott Williams & Wilkins.
10. Nielsen K., Faergeman O., Larsen M.L., and Foldspang A., 2006. "Danish singles have a
two fold risk of acute coronary syndrome. Dalam: Nurulita A, Bahrun U., Arif M., 2011.
Perbandingan Kadar Apolipoprotein B dan Fraksi Lipid Sebagai Faktor Resiko Sindroma
Koroner Akut. JST Kesehatan 2011.
11. Fuster,at al. Hurst, The Heart. 13th, 2011, McGraw Hill Publisher.
12. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting
with ST-segment elevation. Eur Heart J 2012; 33 :2501–2502.
13. Provan, Drew dan Krentz, Andrew, 2002. Cardiac enzyme Dalam : Oxford Handbook of
Clinical and Laboratory Investigation 2. NewYork : Oxford University Press Inc.
14. Morrow DA, Antman EM, Charlesworth A, et al. TIMI risk score for ST Elevation
myocardial infarction :A. Convenient, Bedside, clinical score for risk assessment at
presentation : An intravenous nPA for treatment of infracting myocardium early II trial
substudy. Circulation. 2000 Oct 24 ; 102 (17) : 2031-7.
LAMPIRAN