Anda di halaman 1dari 23

I.

STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS
Nama
Jenis kelamin
Umur
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal pemeriksaan

II.

: Ny. S
: Perempuan
: 71 tahun
: Islam
: Ibu rumah tangga
: Kemayoran
: 22 September 2014

ANAMNESA
Anamnesis
: Autoanamnesis.
Keluhan utama
: Kedua mata merah sejak satu minggu SMRS.
Keluhan tambahan : Mata berair pada kedua mata.
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang ke Poli Mata RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan kedua
mata merah sejak satu minggu SMRS. Pasien juga mengeluhkan keluarnya air mata
yang terus menerus di kedua matanya. Keluhan tersebut juga dibarengi oleh adanya
rasa tidak nyaman pada kedua mata seperti kelilipan yang terkadang disertai gatal.
Pasien menyangkal adanya keluhan silau ketika melihat cahaya. Riwayat
adanya kotoran lengket yang keluar dari kedua mata pasien disangkal. Tidak ada
keluhan gangguan dalam melihat.
Pasien tidak memiliki riwayat trauma pada kedua mata maupun alergi. Pasien
baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini dan sudah mencoba mengobatinya
dengan membeli obat di warung namun tidak ada perbaikan. Di keluarga pasien tidak
ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat penyakit dahulu
:
- Hipertensi
:
(+)
- DM
:
(+)
- Trauma mata :
(-)
- Alergi
:
(-)
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
serupa dengan pasien.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis:
Keadaan umum : Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 80x per menit
Suhu
: Afebris
Laju pernafasan
: 20x per menit
Kepala : Normocephal
1

THT
Leher
Jantung
Paru
Abdomen
b.

: Dalam batas normal


: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal

Status oftalmologis

KETERANGAN

OD

OS

20/70

20/50

Koreksi

C - 1.00 x 80o -> 0.6

C 2.00 x 160o -> 0.8

Addisi

S+2.75

S+2.75

1. VISUS
Tajam penglihatan

Distansia Pupil

60/58 mm

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmus

Tidak ada

Tidak ada

Endoftalmus

Tidak ada

Tidak ada

Deviasi

Tidak ada

Tidak ada

Baik ke segala arah

Baik ke segala arah

Warna

Hitam

Hitam

Letak

Simetris

Simetris

Gerakan mata
3. SUPRA SILIA

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema

Ada

Ada

Nyeri tekan

Tidak Ada

Tidak Ada

Ektropion

Tidak Ada

Tidak Ada

Entropion

Tidak Ada

Tidak Ada

Blefarospasme

Tidak Ada

Tidak Ada

Trikiasis

Tidak Ada

Tidak Ada

Sikatriks

Tidak Ada

Tidak Ada

9 mm

9 mm

Hordeolum

Tidak Ada

Tidak Ada

Kalazion

Tidak Ada

Tidak Ada

Ptosis

Tidak Ada

Tidak Ada

Fisura palpebra

5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis

Ada

Ada

Folikel

Ada

Tidak Ada

Papil

Tidak Ada

Tidak Ada

Sikatriks

Tidak Ada

Tidak Ada

Anemia

Tidak Ada

Tidak Ada

Kemosis

Tidak Ada

Tidak Ada

Ada

Ada

Injeksi siliar

Tidak Ada

Tidak Ada

Perdarahan subkonjungtiva

Tidak Ada

Tidak Ada

Pterigium

Tidak Ada

Tidak Ada

Pinguekula

Tidak Ada

Tidak Ada

Nervus pigmentosus

Tidak Ada

Tidak Ada

Terbuka

Terbuka

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Warna

Putih

Putih

Ikterik

Tidak Ada

Tidak Ada

Kejernihan

Jernih

Jernih

Permukaan

Licin

Licin

12 mm

12 mm

Baik

Baik

Infiltrat

Tidak ada

Tidak ada

Ulkus

Tidak ada

Tidak ada

Perforasi

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva

7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimal
Tes Anel
8. SKLERA

9. KORNEA

Ukuran
Sensibilitas

Arkus senilis
Edema

Tes Plasido

Reguler

Reguler

Kedalaman

Dalam

Dalam

Kejernihan

Jernih

Jernih

Hifema

Tidak ada

Tidak ada

Hipopion

Tidak ada

Tidak ada

Warna

Coklat

Coklat

Kriptae

Jelas

Jelas

Bentuk

Bulat

Bulat

Sinekia

Tidak ada

Tidak ada

Koloboma

Tidak ada

Tidak ada

Sentral

Sentral

Bentuk

Bulat

Bulat

Ukuran

3 mm

3 mm

Refleks cahaya langung

Refleks cahaya tidak langsung

Jernih

Jernih

Di tengah

Di tengah

Jernih

Jernih

Positif

Positif

o Bentuk

Bulat

Bulat

o Warna

Kuning kemerahan

Kuning kemerahan

o Batas

Tegas

Tegas

0.3

0,3

10. BILIK MATA DEPAN

11. IRIS

12. PUPIL
Letak

13. LENSA
Kejernihan
Letak
Tes Shadow
14. BADAN KACA
Kejernihan
15. FUNDUS OKULI
a. Reflex fundus
b. Papil

o C/D Ratio

c. A/V Ratio

2:3

2:3

o Edema

Tidak ada

Tidak ada

o Perdarahan

Tidak ada

Tidak ada

o Exudat

Tidak ada

Tidak ada

o Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Positif

Positif

o Edema

Tidak ada

Tidak ada

o Pigmentosa

Tidak ada

Tidak ada

Nyeri tekan

Tidak Ada

Tidak Ada

Massa tumor

Tidak Ada

Tidak Ada

Normal

Normal

15.5 mmHg

17.5 mmHg

Sama dengan pemeriksa

Sama dengan pemeriksa

d. Retina

e. Makula lutea
o Refleks fovea

16. PALPASI

Tensi okuli (digital)


Non Contact Tonometeri
17. KAMPUS VISI
Tes konfrontasi

Keadaan mata pasien saat diperiksa :

IV.

RESUME:
Pasien peremepuan 71 tahun datang ke Poli Mata RSPAD Gatot Soebroto
dengan keluhan kedua mata merah sejak satu minggu SMRS. Pasien juga
mengeluhkan keluarnnya air mata yang terus menerus di kedua matanya, adanya rasa
tidak nyaman pada kedua mata seperti kelilipan yang terkadang disertai gatal.
KETERANGAN

OD

OS

PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema

Ada

Ada

KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis

Ada

Ada

Folikel

Ada

Tidak Ada

KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva

V.

Ada

Ada

DIAGNOSIS KERJA:
Konjungtivitis ODS ec susp. viral

VI.
VII.

VIII.

DIAGNOSIS BANDING:
Konjungtivitis ODS ec susp. bakteri
ANJURAN PEMERIKSAAN:
1. Pemeriksaan dengan slit lamp biomicroscopy
2. Pemeriksaan laboratorium
PENATALAKSANAAN:
2. Non Medikamentosa:
- Edukasi tentang penyakit konjungtivitis
- Kompres dingin
- Tidak menggosok-gosok kedua mata
- Menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan setelah memegang mata
3. Medikamentosa :
-

IX.

PROGNOSIS
a.
b.
c.

X.

Fresh eye drops (Cendo lyteers 15 mL, 4 gtt ODS)

Ad vitam
: ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

ANALISA KASUS
Diagnosis pada pasien ini adalah:
Konjungtivitis ODS ec susp. viral
Identifikasi masalah pasien :
A. Anamnesis:
Keluhan utama pasien adalah keluhan kedua mata merah sejak satu minggu
SMRS. Pasien juga mengeluhkan keluarnnya air mata yang terus menerus di
kedua matanya yang dibarengi oleh adanya rasa tidak nyaman pada kedua mata
seperti kelilipan dan rasa gatal.
Temuan Klinis dan sitologi
Gatal
Hiperemia
Mata berair
Eksudasi
Adenopati preaurikular
Pada kerokan dan eksudat yg di pulas
Disertai sakit tenggorokan dan demam

Viral
Minimal
Generalisata
Banyak
Minimal
Sering
Monosit
Sesekali

B. Pemeriksaan fisik
KETERANGAN

OD

OS

PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema

Ada

Ada

KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR


Hiperemis

Ada

Ada

Folikel

Ada

Tidak Ada

KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva

Ada

Ada

C. Anjuran pemeriksaan:
1. Pemeriksaan dengan slit lamp biomicroscopy
2. Pemeriksaan laboratorium
Hal ini dilakukan untuk lebih memastikan penyebab dari
konjungtivitis tersebut sehingga pemilihan terapi dapat adekuat.
D. Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa:
- Edukasi tentang penyakit konjungtivitis
- Kompres dingin pada kedua mata
- Tidak menggosok-gosok kedua mata
- Menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan setelah memegang
mata
2. Medikamentosa :
Fresh eye drops (Cendo lyteers 15 mL, 4 gtt ODS)
Konjungtivitis virus adalah self limiting disease dan tidak memerlukan
pengobatan antibiotik kecuali infeksi bakteri sekunder terjadi. Pengobatan
terbaik untuk konjungtivitis virus adalah dengan menggunakan air mata
buatan, dan kompres dingin untuk membantu mengurangi ketidaknyamanan
pada mata.
Antihistamin yang digunakan untuk mengurangi rasa gatal tidak terlalu
diindikasikan karena dapat menyebabkan gejala berulang, toksisitas lokal, dan
hipersensitivitas.
E. Prognosis
-

Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

Prognosis pada penderita ini baik, didukung oleh kepustakaan yang


mengatakan bahwa kebanyakan kasus konjungtivitis viral dapat sembuh sendiri
tanpa diberikan terapi, namun perlu diperhatikan pencegahan agar tidak menular
kepada orang lain mengingat angka penularannya cukup tinggi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan atau jernih dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan
sclera (konjungtiva bulbaris).
Konjungtiva dibagi menjadi :
1. Konjungtiva Palpebra
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat
ke tarsus.
2. Konjungtiva Forniks
Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris..
3. Konjungtiva Bulbi
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan berlipat-lipat.
Adanya lipatan - lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik.

HISTOLOGI
A. Epithelium

10

Epitel konjungtiva adalah epitel yang non keratin atau tidak berkeratin dan terdiri atas
dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel-sel
epitel superfisial mengandung sel - sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus
yang diperlukan untuk disperse air mata. Sel - sel epitel basal berwarna lebih pekat
dibandingkan sel - sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.
B. Stroma
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun
dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar
pada mata.
C. Perdarahan dan Persarafan
Arteri - arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena
konjungtiva membentuk jaringan vascular konjungtiva yang sangat banyak.
Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan
serabut nyeri yang relatif sedikit.
2.2. KONJUNGTIVITIS
2.2.1. Definisi Konjungtivitis
Konjungtivitis juga disebut dengan Pink eye atau Red eye adalah inflamasi atau
radang pada konjungtiva atau selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata
dengan durasi kurang dari 4 minggu dikarenakan oleh infeksi, valergi, toksin atau kontak
kimia.
2.2.2. Klasifikasi Konjungtivitis
A. Konjungtivitis karena agen infeksi (bakteri, klamidia, virus, rickettsia, dan jamur)
B. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)
C. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
D. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
E. Konjungtivitis yang Penyebabnya tidak Diketahui
F. Konjungtivitis yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik.
Perbedaan Jenis-Jenis Konjungtivitis Umum1
Temuan Klinis
dan sitologi
Gatal
Hiperemia
Mata berair
Eksudasi
Adenopati

Viral
Minimal
Generalisata
Banyak
Minimal
Sering

Bakteri
Minimal
Generalisata
Sedang
Banyak
Jarang

Klamidia
Minimal
Generalisata
Sedang
Banyak
Hanya
sering

Alergika
Hebat
Generalisata
Minimal
Minimal
Tak ada
11

preaurikular

pada
konjungtivitis

Pada kerokan

Monosit

Bakteri, PMN

dan eksudat yg
di pulas
Disertai sakit

inklusi
PMN,
plasma,

Sesekali

Sesekali

Sel Eosinofil
badan

inklusi
Tak pernah

Tak pernah

tenggorokan dan
demam
2.2.3. Tanda-Tanda Konjungtivitis
Tanda-tanda penting konjungtivitis adalah hyperemia, mata berair, eksudasi,
pseudoptosis, hipertrofi papilar, kemosis, folikel, pseudomembran dan membrane,
granuloma, dan adenopati pre-aurikular.1
1. Hiperemia
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis akut. Injeksi
konjungtiva diakibatkan karena dilatasi pembuluh darah konjungtiva posterior
(dilatasi perlimbus atau hiperemia siliaris mengesankan adanya radang kornea atau
struktur yang lebih dalam) yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang
dalam perjalanannya menuju ke limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk
konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia,
lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial diagnosa.
Warna merah terang menandakan konjungtivitis bakterial, dan penampakan
putih susu menandakan konjungtivitis alergika. Hiperemia tanpa infiltrasi sel
menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti angin, matahari, asap, dan sebagainya,
tetapi mungkin juda didapatkan pada penyakit terkait dengan instabilitas vaskuler
(contoh: acne rosacea).

12

Bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva


2. Epifora
Lakrimasi yang tidak normal (illacrimation) harus dapat dibedakan dari
eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari benda asing
pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat berasal dari
sensasi terbakar atau tergores atau juga dari gatal. Transudasi ringan juga ditemui dari
pembuluh darah yang hiperemia dan menambah aktifitas pengeluaran air mata.
Jumlah pengeluaran air mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus
menandakan keratokonjungtivitis sika.
3. Eksudasi
Merupakan ciri dari semua jenis konjungtivitis akut. Pada hampir semua jenis
konjungtivitis, didapatkan banyak kotoran mata di palpebra saat bangun tidur, jika
eksudat sangat banyak dan palpebranya melengket, agaknya konjungtivitis
disebabkan oleh bakteri atau klamidia.
4. Pseudoptosis
Terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller. Keadaan ini
dijumpai pada konjungtivitis berat seperti trakoma dan keratokonjungtivitis
epidemika.
5. Hipertrofi papiler
Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. Ketika
pembuluh darah yang membentuk substansi dari papilla (bersama unsur sel dan
eksudat) mencapai membran basal epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang di
atas papila seperti kerangka jeruji dari sebuah payung.

13

Eksudat inflamasi akan terakumulasi diantara serabut-serabut dan membentuk


tonjolan-tonjolan

konjungtiva.

Pada

kelainan

yang

menyebabkan

nekrosis

(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat.
Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva biasanya mempunyai penampilan
yang licin seperti beludru. Konjungtiva dengan papila berwarna merah menandakan
kelainan disebabkan bakteri atau klamidia (contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna
merah merupakan karakteristik dari trakoma akut).
Gambaran klinis hipertrofi papiler

6. Kemosis
Adanya kemosis mengarahkan kita pada konjungtivitis alergika dan juga dapat
muncul pada konjungtivitis gonokok atau meningokok akut, dan terutama pada
konjungtivitis adenoviral.

Gambaran kemosis pada mata


7. Folikel
Folikel merupakan suatu hiperplasia limfoid lokal di dalam lapisan limfoid
konjungtiva dan biasanya mempunyai sebuah pusat germinal. Secara klinis, folikel
dapat dikenali sebagai struktur bulat kelabu atau putih yang avaskular. Pada

14

pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp, tampak pembuluh darah kecil yang
muncul pada batas folikel dan mengitarinya.
Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua kasus
konjungtivitis klamidia kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus
konjungtivitis parasitik, dan beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh
medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks
inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika
diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya
konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal).

Gambaran klinis dari folikel


8. Pseudomembran dan membran
Merupakan hasil dari proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya.
Pseudomembran adalah suatu pengentalan (koagulum) di atas permukaan epitel, yang
bila diangkat epitelnya tetep utuh.
Membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel yang jika diangkat
meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah. Pseudomembran atau membran
dapat menyertai keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis virus herpes simpleks
primer, dan konjungtivitis streptokok.
9. Konjungtivitis ligneosa
Bentuk istimewa konjungtivitis membranosa rekuren. Keadaan ini bilateral,
terutama pada anak-anak, lebih banyak pada perempuan.
10. Granuloma
Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah
dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik seperti
tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma jahitan
postoperasi atau granuloma benda asing lainnya.
11. Fliktenula
Menggambarkan reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroba
misalnya antigen stafilokok atau mikobakterial. Fliktenula konjungtiva awalnya
berupa perivaskulitis dengan penumpukan limfosit di pembuluh darah. Bila keadaan

15

ini sampai menimbulkan ulkus konjungtiva, dasar ulkus akan dipenuhi oleh leukosit
morfonuklear.
12. Limfadenopati preaurikular
KGB preaurikular tampak jelas pada sindrom okuloglandular parinaud dan
jarang pada keratokonjungtivitis epidemika. Sebuah KGB preaurikular besar atau
kecil, kadang-kadang sedikit nyeri tekan, ada pada konjungtivitis herpes simpleks
primer, keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis inklusi, dan trakoma.

Limfonodi preaurikular dan submandibular


2.2.4. Diagnosis Banding Konjungtivitis Gambaran Klinis3
Tanda
Injeksi
Konjungtivitis
Hemoragi
Kemosis
Eksudat

Bakterial
Mencolok
+
++
Purulen

mukopurulen
Pseudomembran +/Papil
+/Folikel
-

Viral
Sedang
+
+// Jarang, Serous
+/+

Alergik
Ringan sedang

Toksik
Ringan sedang

++
Berserabut

+/-

(lengket)
+
-

+ (medikasi)

2.2.5. Konjungtivitis Karena Agen Infeksi Virus


A.

Demam Faringokonjungtival

16

Etiologi
Adenovirus serotype 3, 4, dan 7
Patofisiologi
Virus ini menular melalui droplet dari keluarga yang memiliki infeksi saluran
pernafasan atas. Masa inkubasi 5 12 hari, yang menularkan selama 12 hari dan bersifat
epidemic.
Tanda dan gejala

Demam 38,3-40 C
Sakit tenggorokan
Sekret berair dan sedikit
Fotofobia
Kelopak bengkak
Pseudomembran
Konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat

mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring.


Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan

daerah subepitel.
Limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan)

KHAS

17

Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang
kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh
tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara
serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal
mudah dan jelas lebih praktis. Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel
mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada
anak-anak daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor.
Terapi
Edukasi :
Seminimal mungkin menyentuh mata
Tidak menggunakan handuk atau sapu tangan bersamaan dengan orang lain
Menjaga kebersihan personal
Pengobatan suportif :
Kompres air dingin
Obat tetes air mata buatan
Antibiotic topical ( mencegah infeksi bakteri sekunder)

B.

Keratokonjungtivitis Epidemika
Keratokonjungtivitis epidemic disebabkan adenovirus tipe 8, 19, 29 dan 37. Mudah
menular dengan transmisi melalui tangan ke tangan lalu menyentuh mata dengan masa
inkubasi 8 9 hari dan masa infeksius 14 hari.
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata
saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi
dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia,
keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensasi kornea normal. Nodus preaurikuler
yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva
menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam.
Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau pembentukan
symblepharon. Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu.Kekeruhan subepitel

18

terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun
menyembuh tanpa meninggalkan parut. Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa
terbatas pada bagian luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik
infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37
(subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel
dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi
radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak
neutrofil.
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari
tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang
terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat
ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat
bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes
steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara
teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh
mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan
dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan
hati-hati.
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang
keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi
superinfeksi bacterial.
C.

Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

19

Tanda dan gejala


Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak anak, adalah
keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi,
bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial
tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial
yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadangkadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas
terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan.
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya
folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya
terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear
tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan
Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel sel
epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea
mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus
dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu
bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam
sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula

20

diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir
oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi
herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.
D.

Konjungtivitis Hemoragika Akut


Epidemiologi
Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini
pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).
Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata,
merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis.
Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada
awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka
pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial.
Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus.
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti
sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.

E.

Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum


Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan infiltrasi
mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna putih-mutiara, dengan
daerah pusat yang non radang.
Nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan
konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan
mungkin menyerupai trachoma.1
Terapi
Biopsi menunjukkan inklusi sitoplasma eosinofilik yang memnuhi seluruh sitoplasma
sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi. Eksisi, insisi sederhana pada nodul dapat
menyembuhkan konjungtivitisnya. 1

21

F.

Blefarokonjungtivitis varicella-zoster
Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan konjungtivitis
infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran dermatom nervus
trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi umumnya bersifat papiler,
namun dapat pula membentuk folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer yang
kemudian berulserasi. Pada awal perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran
kelenjar preaurikula yang nyeri tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra,
entropion, dan bulu mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian
tepi ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut. Sering timbul
konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas (kecuali pada limbus)
sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai phlyctenula dan dapat melalui tahaptahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah
pembuluh darahnya.1
Laboratorium
Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya mengandung sel
raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan dari konjungtiva pada varicella
dan dari vesikel konjungtiva pada zooster dapat mengandung sel raksasa dan monosit
Terapi
Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral 5x selama 10 hari)1

22

DAFTAR PUSTAKA
1.

Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P, Whitcher
JP (editors). Vaughan & Asburrys General Opthalmology. 16th edition. McGraw-Hill

2.

Companies. USA: 2004. p108-112


Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

3.

2005. p128-131
Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.14.

4.

Scott,

IU.

Viral

Conjunctivitis.

2011.

Available:

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall

23

Anda mungkin juga menyukai