Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN

”ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK


PADA TN.D DI RUANG FLAMBOYAN B”

Dosen Pengampu : Sandra Ekha Dirghantara, S.ST

Disusun oleh:

Eka Sri Wanda Wardani

Tingkat 2 Keperawatan

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat

dan karunia-Nya sehingga laporan yang membahas tentang “ASUHAN

KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK PADA TN. D DI

RUANG FLAMBOYAN B RS dr. KANUDJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN

TAHUN 2018” dapat selesai tepat pada waktunya.

Terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

proses penyusunan laporan ini, baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna karena

keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar terciptanya laporan yang

lebih baik lagi.

Balikpapan, 13 Juli 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 1


DAFTAR ISI ............................................................................................................... 2
BAB I ........................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .................................................................................................. 3
B. Tujuan ............................................................................................................... 5
C. Sistematika Penulisan ....................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORITIS ............................................................................... 7
A. Pengertian .......................................................................................................... 7
B. Anatomi Fisiologi ............................................................................................. 8
C. Etiologi ............................................................................................................ 12
D. Patofisiologi .................................................................................................... 13
E. Patoflowdiagram ............................................................................................. 15
F. Tanda dan Gejala............................................................................................. 15
G. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................. 16
H. Penatalaksanaan Medis ................................................................................... 17
I. Komplikasi ...................................................................................................... 18
J. Konsep Dasar Keperawatan ............................................................................ 19
1. Pengkajian ....................................................................................................... 19
2. Diagnosa.......................................................................................................... 22
3. Intervensi ......................................................................................................... 22
BAB III TINJAUAN KASUS .................................................................................. 32
BAB IV PEMBAHASAN KASUS .......................................................................... 60
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 64
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 64
B. Saran ................................................................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa pada tahun

2002 PPOK menempati urutan kelima

sebagai penyebab utama kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2030

akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia..

Menurut perkiraan WHO, terdapat 80 juta orang menderita PPOK derajat

sedang Lebih dari 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005, sekitar

5% dari jumlah semua kematian secara global. (WHO, 2010)

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari

gangguan, yang mencakup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisema, dan

asma.Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan kondisi ireversibel

yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan kel

uar udara

Paru paru. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan penyebab

kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari

25% populasi dewasa. (Smeltzer& Bare, 2001)

Masalah Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditandai dengan

obstruksi jalan

nafas yang ireversibel dan peningkatan usaha bernapas. Istilah lainnya adalah

COLD dan COAD (Chronic obstructive lung/airway disease; penyakit paru/jalan

napas obstruktif kronik). PPOK meliputi bronchitis kronis dan emfisema yang

3
sering terjadi bersamaan (Ward, 2006). Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh

meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya paparan factor risiko,

seperti factor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin

banyaknya jumlah perokok, khususnya pada kelompok usia muda, serta

pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja

(Mangunnegoro, 2003).

Data di dunia pada tahun 2007 menunjukkan bahwa PPOK mengenai

210 jiwa, dan penyakit ini merupakan penyebab kematian ke 5 pada tahun 2002

dan akan meningkat menjadi ke 4 pada tahun 2030 (WHO, 2007). Diperkirakan

jumlah penderita PPOK di Cina tahun 2006 mencapai 38,1 juta penderita, di

Jepang sebanyak 5 juta penderita dan Vietnam sebanyak 2 juta penderita.

Sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK.

Data yang didapat di BBKPM (Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

Kalimantan Timur pada tahun 2012 menunjukan terdapat 439 pasien 2 PPOK,

pada tahun 2013 sebanyak 434 orang, dan pada tahun 2014 sebanyak 224 orang.

Data yang di dapatkan

Penyebab PPOK Kebiasaan merokok, Polusi udara, Paparan debu, asap

dan gas-gas kimiawi akibat kerja, Riwayat infeksi saluran nafas dan Bersifat

genetic yaitu defisiensial satuan tripsin.

Dampak PPOK Hipoxemia, Asidosis Respiratory, infeksi Respiratory,

Gagal jantung mudah lelah, kegiatan sehari-hari terganggu dan sesak nafas.

4
Dalam penatalaksanaan penderita PPOK, disamping pemberian terapi

secara farmakologis dan penghentian merokok juga diperlukan terapi non

farmakologis yaitu rehabilitasi paru. Salah satu rehabilitasi paru yaitu dengan

fisioterapi dan menggunakan teknik respiratory muscle exercises. Rehabilitasi

paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk

mengontrol, mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional secara

optimal sehingga pasien dapat hidup mandiri dan berguna bagi masyarakat

(Ikalius, 2006)

Pencegahan terjadinya PPOK menjaga udara dirumah tetap bersih,

hindari tempat yang penuh asap rokok dan debu kendaraan, jangan memasang

obat nyamuk didalam kamar, jaga kebugaran, dan berhentilah merokok (prof. dr.

Hadiarto Mangunnegoro, Sp P(K) FCCP,2009).

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Umum

Memperoleh gambaran secara langsung asuhan keperawatan kepada Tn. D

dengan penyakit paru obstruktif kronik di Ruang Flamboyan B Rumah Sakit

dr. Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian secara komprehensif..

b. Mampu menganalisa masalah berdasarkan data yang diperoleh berdasarkan

pengkajian.

c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan secara komprehensif.

5
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan secara komprehensif

e. Mampu melakukan evaluasi dari hasil asuhan keperawatan.

C. Sistematika Penulisan
Penulis membagi penulisan asuhan keperawatan ini menjadi 5 bab, yang terdiri

dari :

BAB I : PENDAHULUAN

Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Terdiri dari pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi,

pathway, tanda dan gejala, pemeriksaan penujang, penatalaksanaan

medis dan komplikasi.

BAB III : TINJAUAN KASUS

Terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,

perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

BAB IV : PEMBAHASAN KASUS

Terdiri dari pembahasan yang meliputi pengkajian, analisa data,

diagnosa keperawatan, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

BAB V : PENUTUP

Terdiri dari kesimpulan dan saran.

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOK merupakan suatu kumpulan

penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis,

emfisema, bronkietaksis dan asma.

Bronkhitis kronis dan bronkietasis ditandai dengan pembentukan mucus

bronchial yang berlebihan dan batuk yang disebabkan oleh inflamasi kronis

bronkiolus dan hipertropi serta hyperplasia kelenjar mukosa, pada empisema,

obstruksi jalan napas disebabkan oleh hiperinflasi alveoli, kehilangan elastisitas

jaringan paru dan penyempitan jalan napas kecil. Asma ditandai oleh penyempitan

jalan napas bronchial.

PPOK paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan

tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh ( Carpernito,

1999. hal 110 ).

COPD atau PPOK merupakan suatu kelompok paru yang mengakibatkan

obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru. Termasuk

dalam kelompok ini yaitu : bronkiektasis , bronkhitis menahun, emfisema paru,

beberapa batuk dari asma, dan lain-lain. Walaupun masing-masing mempunyai

karakteristik tersendiri tetapi sering secara klinis, radiologik, dan fisiologik terdapat

“Overlopping“ satu sama lain sehingga penegakan diagnosis pasti dari pada salah

satu penyakit sukar di tetapkan. Secara fungsional semuanya akan mengakibatkan

7
peningkataan tahanan saluran napas. (“airways resistance”). ( Kapita selekta, 1982.

hal 218 ).

Penyakit obstruksi menahun (COPD) merupakan penyakit paru yang jelas

secara anatomi memberikan tanda kesulitan pernapasan yang mirip yaitu

keterbatasan jalan udara yang kronis, terutama beartambahnya resistensi terhadap

jalan udara saat ekspirasi. ( Robbins, 1995. hal. 137 ).

B. Anatomi Fisiologi
ANATOMI SALURAN PERNAFASAN

(Sumber : Anatomi dan Fisiologi pernafasan haswita wawan.jpg)

a. Rongga hidung

Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum

nasi), dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Hidung bekerja sebagai

saluran udara pernapasan sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan

oleh bulu-bulu hidung dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa,

8
membunuh kuman-kuman yang masuk bersama-sama udara pernapasan

leukosit yang terdapat di dalam mukosa hidung.

b. Faring.

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan

makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan

mulut sebelah depan ruas tulang leher, keatas berhubungan dengan rongga

hidung disebut nasofaring, kedepan berhubungan denga rongga mulut disebut

orofaring, kebawah mempunyai dua lubang bagian depan disebut laringofaring,

bagian belakang adalah esofagus sebagai saluran pencernaan. Pada lengkungan

faring terdapat dua buah tonsil atau amandel yang bersimpulkan kelenjar limfe

yang banyak mengandung lymfosit dan juga epiglotis yang berfungsi menutupi

laring pada saat menelan makanan.

c. Laring

Merupakan struktur epitel kartilago berbentuk rangkaian cincin yang

meghubungkan faring dengan trakea. Fungsi laring adalah memungkinkan

terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan pernapasan bawah dari

obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

d. Trakea

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk sepatu kuda dan

panjangnya kurang lebih 5 inch. Trakea diliputi oleh selaput lendir yang

memiliki silia, berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk

bersama-sama dengan udara pernapasan. Karina merupakan tempat

9
percabangan trakea menjadi bronkus utama kiri dan kanan. Bagian ini memiliki

banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika

di rangsang.

e. Bronkus

Merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian

vertebral torakalis ke IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan

dilapisi oleh jenis sel sama. Bronkus-bronkus ini berjalan kebawah dan

kesamping tumpukan paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar

dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus

kiri lebih panjang dan lebih kecil atau ramping, terdiri dari 9-12 cincin

mempunyai 2 cabang, bronkus yang bercabang-cabang yang lebih kecil disebut

bronkeolus (bronkioli). Pada bronkioli terdapat gelembung paru dan

gelembung hawa atau alveoli.

f. Paru-paru

Paru-paru merupakan salah satu alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.

Jika dibentang luas permukaan kurang lebih 90 m2, pada lapisan inilah terjadi

pertukaran udara, O2 masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari dalam

darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah

(paru-paru kiri dan kanan).

Paru-paru ini dibagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3

lobus dan paru-paru kiri mempunyai 2 lobus. Letak paru-paru adalah pada

rongga dada tepatnya pada cavum mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh dua

10
selaput halus yang disebut fleura visceral, sedangkan selaput yang berhubungan

langsung denga rongga dada sebelah dalam adalah selaput fleur parietal.

Diantara pleura ini terdapat sedikit cairan, berungsi untuk melucinkan

permukaan selaput fleura agar dapat bergerak akibat inspirsi dan ekspirasi,

paru-paru akan terlindungi dinding dada.

Kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua kapasitas yaitu kapasitas

total yang mengandung arti jumlah udara dapat mengisi paru-paru pada

inspirasi sedalam-dalamnya. Sedangkan kapasitas vital adalah jumalah udara

dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. Dalam keadaan noumal kedua

paru-paru dapat menampung udara sebanyak kurang lebih5 liter. Waktu

ekspirasi di dalam paru-paru dapat masih tertinnggal kurang lebih 3 liter udara.

Pada waktu kita bernapas biasa udarayang masuk kedalam paru-paru 2. 600

CM3 atau 2 ½ M jumlah pernapasan. Dalam keadaan normal orang dewasa 16-

18 x/ menit, anak-anak : 24 x/menit, dan bayi : 30 x/menit. Dalam keadaan

tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit,

pernapasan bisa bertambah cepat atau sebaliknya. ( Sumber : Syaifuddin, 1996.

hal 106 ).

FISIOLOGI PERNAFASAN

Bernapas atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara luar kedalam tubuh

atau menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagian sisa

dari oksidasi, udara dihirup masuk melintasi traktus respiratorius sampai alveoli.

Sebagai terjadinya proses atmosfir karbondioksida dikeluarkan melalui kapiler-

kapiler alveoli dibawa ke atrium sinistra vena purmonalis Yang kemudian

11
diteruskan di vertikel sinestra yang di pompa di aorta, kemudian dialirkan keseluruh

tubuh, didalam tubuh terjadi proses oksidasi atau pembakaran sisa pembakaran

tubuh adalah karbondioksida. Karbondioksida diangkat oleh sirkulasidarah vena

masuk ke atrium dekstra ke vertikel dekstra dan di pompa ke paru-paru melintasi

arteri pulmonalis. Didalam sel paru-paru terjadi lagi proses oksidasi, karbon

dioksida dikeluarkan melalui ekspirasi sedangkan sisa lainnya dikeluarkan melalui

traktus urogenital dalam bentuk air senidan kulit dalam bentuk keringat.

C. Etiologi
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan

polusi, selain itu pula berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur serta

predisposisi genetik, tetapi belum diketahui dengan jelas apakah faktor-faktor

tersebut berperan atau tidak.

a. Rokok.

Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,

rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara pisiologis rokok

berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkusdan

metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan

bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan

pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.

b. Infeksi

Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis

koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta

menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis kronis disangka

12
paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan

infeksi sekunder oleh bakteri.

c. Polusi

Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat

pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid

dan ozon.

Pada umumnya COPD menimbulkan kelainan yang sama. Pada dasarnya ada

tiga kelainan fisiologis yang dapat menimbulkan insufiensi atau ketidakcukupan

pernapasan, yaitu karena :

a. Ventilasi yang tidak memadai di alveoli.

Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang

menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara.

b. Pengurangan difusi gas melalui membrane pernapasan.

c. Berkurangnya transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan.

D. Patofisiologi
Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan

kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen

bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini

menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan

bronkielus berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar

mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan

terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala

sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan

13
ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan

hiperventilasi (napas lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2

tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah / cairan tubuh lainnya

meningkat).Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang

menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan bagian

bawah paru akan tertutup. Pada penderita COPD saluran saluran pernapasan

tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran

pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi

dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli

dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran

pernapasan udara maupun aliran darah ke alveoli, antara alveoli dan perfusi di

alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh

lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan

polisitemia.

14
E. Patoflowdiagram

F. Tanda dan Gejala


Pada tahap-tahap awal, PPOK jarang menunjukkan gejala atau tanda khusus.

Gejala-gejala penyakit ini akan muncul ketika sudah terjadi kerusakan yang

signifikan pada paru-paru, umumnya bertahun-tahun setelah paparan. Karena itu,

pengidapnya sering tidak menyadari mengidap penyakit ini. Terdapat sejumlah

gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya diwaspadai, yaitu:

1. Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh.

2. Makin sering tersengal-sengal, bahkan saat melakukan aktivitas fisik yang

ringan seperti memasak atau mengenakan pakaian.

3. Mengi atau napas sesak dan berbunyi.

15
4. Lemas.

5. Sering mengalami infeksi paru.

6. Penurunan berat badan.

Serangan kambuhan PPOK terkadang bisa terjadi secara tiba-tiba dengan gejala

yang lebih parah untuk beberapa hari dan bahkan bisa membahayakan. Kondisi ini

kemudian reda dan bisa terulang lagi. Makin lama seseorang mengidap PPOK,

gejala-gejala yang muncul saat serangan ulang terjadi juga akan makin parah.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis sangat membantu dalam menegakan atau

menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.

2. Pemeriksaan faal paru

Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev (volume

ekspirasi kuat) mengalami penurunan menjadi kurang dari 20 %.

3. Analisis gas darah.

Pada pemeriksaan gas darah arteri PH < 7,35;Paco2> 45 mmHg, sedangkan

yang normal PH 7,35-7,45 dan PaCO2 35-45 mmHg, serta pO2 75-100 mmHg.

4. Pemeriksaaan EKG (elektrokardiogram).

Bila ada komplikasi cor pulmonale maka dapat ditemukan gelombang P

pulmonal, right bundle branch block, dan right ventricular hypertrophy (dapat

terjadi karena hipoksemia kronis).

16
H. Penatalaksanaan Medis
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi

Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,

maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari

Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman

penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang

memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,

amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut

terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan

peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi.

Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka

dianjurkan antibiotik yang kuat.

b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena

hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2

c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di

dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat

diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan

tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 – 0,56 IV secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang di lakukan :

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-

0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

17
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap

pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif

dari fungsi faal paru.

c. Fisioterapi

4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

5. Mukolitik dan ekspektoran

6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II

dengan PaO2 (7,3 Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan

terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

I. Komplikasi
a. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO 2 kurang dari 55 mmHg,

dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami

perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul

cyanosis.

b. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul

antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

c. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,

peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya

aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

d. Gagal jantung

18
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus

diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering

kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat

juga dapat mengalami masalah ini.

e. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis

respiratory.

f. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronchial.

Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak

berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu

pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.

J. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari

proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti

sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal yang perlu dikaji

dalam kasus ini antara lain ;

a. Identitas klien

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga

Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama,

alamat, hubungan dengan klien.

b. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.

19
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan

dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang

membuat status kesehatan klien menurun.

c. Pola nutrisi metabolik.

Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan

dan minum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau

berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena,

penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan,

lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk

memperoleh gambaran status nutrisi.

d. Pola eliminasi.

1) Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan / masalah dan juga

pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output

setiap sift.

2) Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik, kesulitan /

masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam Bab.

e. Pola aktivitas dan latihan

Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang

dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain.

Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah

keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan

lemah.

20
f. Pola tidur dan istirahat

Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur

siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca,

minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise.

Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat

tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.

g. Pola persepsi kognitif

Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,

pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien

mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori se

perti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi

terhadap tempat waktu dan orang.

h. Pola persepsi dan konsep diri

Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus

asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.

i. Pola peran hubungan dengan sesama

Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien

di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan

komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga

dan orang lain.

j. Pola produksi seksual

Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan

yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.

21
k. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.

Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,

tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan

selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan,

penyangkalan / penolakan terhadap diri sendiri.

l. Pola system kepercayaan

Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji

apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan

kesehatan.

2. Diagnosa
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan

COPD adalah sebagai berikut :

a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan

peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).

c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan

pada selaput paru-paru.

d. Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan

dengan kurang informasi.

3. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah

menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengembangan strategi

desain untuk mencegah, dan mengurangi. ( Nursalam, 2001. hal 51 ).

22
Tahap dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan,

kriteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim

kesehatan lainnya), dan program perintah medis.

Pada dasarnya membuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan

dasar manusia. Menurut Abraham moslow, meletakan kebutuhan fisiologis

sebagai kebutuhan paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri

dan aktualisasi diri.

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan COPD

adalah sebagai berikut :

a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan

peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

1) Tujuan : Ventilasi / oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.

2) Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas

bersih/jelas.

3) Intervensi.

a) Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.

Respon : takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat

ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses

infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi

memanjang dibanding inspirasi.

b) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian

kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur

Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah

pernapasan dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan

23
distress berat akan mencari posisi yang lebih mudah untuk

bernapas. Sokongan tangan / kaki dengan meja, bantal dan lain-

lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat

ekspansi dada.

c) Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya :

mengi, krokels dan ronki.

Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan

obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan

adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels

basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi

(emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).

d) Catat adanya / derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”,

gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.

Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung

pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan

perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.

e) Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.

Rasional ; Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan

mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.

f) Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek,

basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.

Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya

bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif

24
pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah

perkusi dada.

g) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi

jantung.

Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,

mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat

menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat

meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

h) Memberikan Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin

(adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin

(brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).

Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local,

menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa.

Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat

meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

(Doenges, 1999. hal 156 ).

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).

1) Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk

keperluan tubuh.

2) Kriteria hasil :

a) Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dan klien tidak mengalami sesak

napas.

25
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal

c) Tidak ada tanda-tanda sianosis.

3) Intervensi.

a) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat penggunaan otot

aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.

Respon : Berguna dalam evaluasi derajat distress

pernapasan dan/atau koronisnya proses penyakit.

b) Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.

Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)atau

sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan

dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

c) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi

yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau

napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.

Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi

duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan

napas, dispnea dan kerja napas.

d) Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.

Rasional : kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama

gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan

dibuthkan bila batuk tak efektif.

e) Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau

bunyi tambahan.

26
Rasional ; bunyi napas mungkin redup karena penurrunan aliran

udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan

spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekles basah menyebar

menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.

f) Pantau tanda-tanda vital dan irama jantung.

Rasional : takikardi, disretmia dan perubahan tekanan darah dapat

menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

g) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA

dan toleransi pasien.

Rasional : dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.

Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien

ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan

peningkatan PaO2 berlebihan.( Doenges, 1999. hal 158 ).

c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan

pada selaput paru-paru.

1) Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.

2) Kriteria hasil :

a) Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.

b) Ekspresi wajah rileks.

3) Intervensi.

a) Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk,

selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi..

27
Respon : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat

pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan

endokarditis.

b) Pantau tanda-tanda vital.

Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan

bahwa pasien mengalami nyeri.

c) Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan

posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.

Rasional : Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan

lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar

efek terapi analgesic.

d) Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.

Rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi

dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan

umum.

e) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama

episode batuk.

Rasional : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada

sementara meningkatkan keefektipan upaya batuk.

f) Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.

Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non

produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan,

meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.(Doenges, 1999. hal

171 ).

28
d. Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan

dengan kurang informasi.

1) Tujuan : Klien mengerti tentang penyakit, perawatan dan program

pengobatannya..

2) Kriteria hasil :

a) Klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.

b) Melakukan perilaku/perubahan pada hidup untuk memperbaiki

kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang

COPD.

c) Mengidentifikasi gejala yang menerlukan evaluasi intervensi.

3) Intervensi.

a) Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong

pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.

Respon : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan

partisipasi pada rencana pengobatan.

b) Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif,

dan latihan kondisi umum.

Rasional : Napas bibir dan napas abdominalis/diafragmatik

menguatkan otot pernapasan, membantu meminimalkan kolaps

jalan napas kecil, dan memberikan individu arti untuk mengontrol

dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas,

kekuatan otot, dan rasa sehat.

29
c) Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak

diinginkan/

Rasional : Pasien ini sering mendapatkan obat pernapasan banyak

sekaligus yang mempunyai efek samping hampir sama dan

potensial interaksi obat. Penting bagi pasien memahami perbedaan

antara efek samping menganggu (obat dilanjutkan) dan efek

samping merugikan (obat mungkin dihentikan/diganti).

d) Diskusikan factor individu yang menigkatkan kondisi, misalnya ;

udara terlalu kering, angina, lingkungan dan suhu ekstrem, serbuk,

asap tembakau, seprai aerosol, polusi udara. Dorong pasien/orang

terdekat untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan sekitar

rumah.

Rasional : faktor lingkungan ini dapat menimbulkan atau

meningkatkan iritasi bronchial menimbulkan peningkatan

produksi sekret dan menjadi hambatan jalan napas.

e) Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan merokok

pada pasien dan/atau orang terdekat.

Rasional : Penghentian merokok dapat memperlambat atau

menghambat kemajuan COPD. Namun meskipun pasien ingin

menghentikan merokok, diperlukan kelompok pendukung dan

pengawas medis. Catatan : penelitian menunjukan bahwa rokok “

side-streams “ atau “second hand’ dapat terganggu seperti halnya

merokok nyata.

30
f) Diskusikan tentang pentingnya mengikuti perawatan medik, foto

dada periodik, dan culture sputum.

Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program

tetapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu

mencegah komplikasi.( Doenges, 1999. hal 162 ).

31
BAB III

TINJAUAN KASUS

FORMAT PENGKAJIAN

DATA KEPERAWATAN

BIODATA KLIEN

Nama : Tn. D

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Umur : 72 tahun

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : SMP

Alamat : Jl. Riko Gg. Murni RT. 24

Diagnosa Medis : PPOK Eksaserbasi Akut

No Register : xx.xx.xx

MRS/Tgl Pengkajian : 14 Mei 2018 / 15 Mei 2018 pukul 08.30 WITA

32
I. Riwayat Kesehatan Klien
1. Keluhan Utama
Sesak

2. Riwayat penyakit sekarang


Klien mengatakan sesak nafas mulai subuh disertai dengan terkadang adanya
nyeri dada sebelah kiri, batuk tapi dahak susah keluar dan sakit kepala.Klien
juga mengatakan bahwa sesaknya bertambah saat ia berjalan seperti ingin ke
toilet, padahal ia ingin sekali bisa ke toilet sendiri sehingga tidak merepotkan
oranglain. Klien dibawa oleh keluarganya ke IRD RSKD tiba pada pukul 09.00
dan sudah mendapatkan pertolongan pertama. Kemudian klien dipindahkan ke
flamboyan B pada jam 13.00 tanggal 14 mei 2018. KU : sedang, TD : 150/100
mmHg, N : 78x/menit, RR : 29x/menit, S : 36,7 C
3. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan pada tahun 2015 klien pernah dirawat di RS yang sama dan
menjalani operasi prostat

4. Riwayat kesehatan keluarga


Klien dan keluarganya mengatakan bahwa tidak ada yang mempunyai penyakit
seperti dirinya, hanya saja dulunya klien pernah merokok pada umur 30 tahun,
dan anak serta istrinya juga merokok. Dan klien juga mengatakan bahwa setelah
beliau pensiun dari pekerjaannya di RS Pertamina, klien beralih bekerja
dikebun dan sering terpapar debu saat menebang pohon.

II. Pola Aktivitas Sehari - hari


A. Pola Tidur/Istirahat
1. Waktu tidur
Dirumah : Klien mengatakan tidur pada pukul 22.00

Di rumah sakit : Klien mengatakan tidur pada pukul 22.00

2. Waktu bangun
Dirumah : Klien mengatakan bangun pada pukul 05.00

33
Di rumah sakit : Klien mengatakan bangun pada pukul 05.00

Hal - hal yang mempermudah tidur :

Jika sudah merasa mengantuk, klien akan tertidur sendiri

3. Hal - hal yang mempermudah bangun


Ada suara bising

4. Masalah tidur
Klien mengatakan selama ini tidak merasakan adanya masalah tidur

Masalah keperawatan : Tidak ada

B. Pola Eliminasi
1. B.A.B
Dirumah : 1 kali/ hari

Di rumah sakit : 1 kali/hari

Masalah BAB : Tidak ada masalah BAB

2. B.A.K
Dirumah : 1- 2 kali sehari

Di rumah sakit: 1-2 kali sehari

Masalah BAK : Tidak ada masalah BAK

3. Upaya klien untuk mengatasinya :


Tidak ada masalah

34
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

C. Pola Makan dan Minum


1. Jumlah dan jenis makanan :
Dirumah : 3 kali/ hari, 1 porsi nasi dgn lauk pauk (sayur, ayam/ikan)

Di rumah sakit : 3 kali/hari, 1 porsi bubur dgn lauk pauk (sayur, ayam/ikan)

2. Waktu pemberian makanan :


Dirumah : Pagi pukul 08.00, siang pukul 14.00, malam pukul 21.00

Di rumah sakit : Pagi pukul 06.00, siang pukul 12.00, malam pukul 19.00

3. Jumlah dan jenis cairan/minum :


Dirumah : minum teh pada pukul 07.30 dan air putih jika haus

Di rumah sakit : klien mengatakan minum kurang lebih 1,5 liter air putih

4. Waktu pemberian cairan


Dirumah : jika klien merasa ingin minum

Di rumah sakit : jika klien ingin minum

5. Pantangan/alergi : Pasien mengatakan tidak ada alergi


6. Masalah makan dan minum :
a. Kesulitan mengunyah : Tidak ada
b. Kesulitan menelan : Tidak ada
c. Mual dan Muntah : Tidak ada
d. Tak dapat makan sendiri : tidak ada
7. Upaya klien mengatasi masalah
Tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

35
D. Personal Hygiene
1. Pemeliharaan badan
Dirumah : 3 kali sehari

Di rumah sakit : Klien baru tiba di RS pukul 13.00, klien sempat menyeka-
nyeka 1 kali

2. Pemeliharaan gigi dan mulut


Dirumah : 2 kali sehari

Di rumah sakit : klien baru sempat menggosok giginya 1 kali

3. Pemeliharaan kuku
Dirumah : Jika kuku terlihat panjang

Di rumah sakit : Jika kuku terlihat panjang

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

III. Data Psikososial


A. Pola Komunikasi
Pola komunikasi dengan perawat baik, BHSP terjalin dengan baik

B. Orang Yang Paling Dekat Dengan Pasien


Istri dan anak

C. Rekreasi/Hobby dan Penggunaan Waktu Senggang

36
Klien mengatakan lebih sering istirahat dan menonton tv saat ada waktu
senggang

D. Dampak Dirawat Di Rumah Sakit


Klien mengatakan tidak ada dampak dari klien masuk rumah sakit

E. Interaksi Sosial
Klien dapat berinteraksi dengan baik

F. Keluarga yang dapat dihubungi


Keluarga yang dapat dihubungi adalah anaknya

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

IV. Pemeriksaan Fisik


A. Kesan umum/Keadaan umum : Sedang
B. Tanda - tanda vital
Suhu tubuh : 36,7°C Nadi : 78x/mt

Tekanan darah : 150/100 mmHg Pernafasan : 29x/mt

Tinggi Badan :160 cm Berat Badan : 40 kg

C. Pemeriksaan kepala dan leher


a. Kepala dan Rambut
1. Bentuk kepala : Normal
Tulang kepala : tidak ada benjolan

37
Kulit kepala : bersih

2. Rambut
Penyebaran : Penyebaran rambut merata

Warna : putih atau abu-abu(uban)

Kelainan lain : Tidak ada kelainan

3. Wajah
Struktur wajah : wajah simetris kanan dan kiri

Warna kulit : kuning langsat

Kelainan lain : Tidak ada kelainan

b. Mata
1. Kelengkapan dan Kesimetrisan : Mata lengkap dan simetris
2. Kelopak mata/palepebra : frekuensi reflek berkedip simetris
3. Kornea mata : jernih
4. Konjungtiva dan sclera : Konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak
ikterik
5. Pupil dan iris : isokor
6. Ketajaman penglihatan/visus : Fungsi penglihatan pasien menurun
7. Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Kelainan lain : Tidak ada kelainan
c. Hidung
1. Cuping hidung : Tidak ada cuping hidung
2. Lubang hidung : Bersih
3. Tulang hidung dan septum nasi : Normal
d. Telinga
1. Bentuk telinga : Bentuk telinga normal
Ukuran telinga : Sedang

38
Ketegangan telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan

2. Lubang telinga : bersih


3. Ketajaman pendengaran :
Test Weber : tidak dilakukan pemeriksaan

Test Rinne : tidak dilakukan pemeriksaan

Test Swabach : tidak dilakukan pemeriksaan

e. Mulut dan faring


1. Keadaan bibir : lembab
2. Keadaan gusi dan gigi : bersih, gigi tidak lengkap
3. Keadaan lidah : bersih
4. Palatum/langit - langit : bersih
5. Orifaring : Tidak ada pembesaran
f. Leher
1. Posisi trachea : simetris
2. Tiroid : Tidak ada pembesaran
3. Suara : kurang jelas
4. Kelenjar lympe : Tidak ada pembesaran
5. Vena jugularis : tidak terlihatmtekanan vena jugularis
6. Denyut nadi karotis : teraba kencang

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

D. Pemeriksaan payudara dan ketiak


a. Ukuran dan bentuk payudara : Tidak dilakukan pemeriksaan
b. Warna payudara dan aerola : Tidak dilakukan pemeriksaan
c. Kelainan - kelainan lain : Tidak dilakukan pemeriksaan

39
d. Axilla dan clavikula : Tidak dilakukan pemeriksaan

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

E. Pemeriksaan thorak/dada/tulang punggung


1. Pemeriksaan paru - paru
a. Inspeksi Thorak
1. Bentuk Thorak : Barrel chest
2. Penggunaan otot bantu pernafasan : terlihat meninggikan bahu saat
bernafas
b. Palpasi
Vokal premitus : Getaran di punggung teraba sama kanan dan kiri.

c. Perkusi
pekak

d. Auskultasi
1. Suara nafas : Suara nafas vesicular melemah
2. Suara ucapan : Suara ucapan jelas
3. Suara nafas tambahan : wheezing
2. Pemeriksaan jantung :
a. Inspeksi dan palpasi :
Tidak ada pembengkakan, tidak ada lesi

b. Perkusi batas jantung :


 Basic jantung : kesan tidak melebar
 Pinggang jantung : tidak melebar
 Apeks jantung : tidak tampak

40
c. Auskultasi
- Bunyi jantung I : Lup tunggal S1

- Bunyi jantung II : Dup tunggal S2

- Bunyi jantung tambahan : Tidak ada

- Bising/murmur : Tidak ada

- Frekuensi denyut jantung : 78x/menit

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

F. Pemeriksaan abdomen
1. Inspeksi
- Bentuk abdomen : Bentuk abdomen normal

- Benjolan/masa : Tidak ada benjolan/masa

- Bayangan pembuluh darah : Tidak ada bayangan pembuluh darah

2. Auskultasi
- Bising/peristaltik usus : Terdapat bising usus 5x/ menit

3. Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan

- benjolan/masa : Tidak ada benjolan atau massa

- Hepar : Tidak Terdapat pembesaran hepar

- Lien : Tidak ada pembesaran lien

Titik Mc. Berney : Tidak ada nyeri

41
4. Perkusi
- Suara abdomen : Timpani

- Pemeriksaan asites : Tidak ada asites

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

G. Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya


1. Genetalia
- Pubis : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Meatus uretra : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Kelainan lain : Tidak dilakukan pemeriksaan

2. Auskultasi
- Lubang anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Kelainan pada anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Perineum : Tidak dilakukan pemeriksaan

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

H. Pemeriksaan Muskuloskeletal (ekstermitas)


1. Kesimetrisan otot : Otot ekstremitas atas dan bawah simetris
2. Pemeriksaan oedema : Tidak ada oedema
3. Kekakuan otot : Tidak ada
4. Kelainan pada punggung dan ekstremitas dan kuku :

42
Tidak ada kelainan pada punggung, ekstremitas dan kuku

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

I. Pemeriksaan Integumen
1. Kebersihan : Kulit bersih
2. Kehangatan : Akral teraba hangat
3. Warna : Kulit berwarna kuning langsat
4. Turgor : Turgor kulit lembab
5. Tekstur : Tekstur elastis
6. Kelembaban : lembab
7. Kelainan pada kulit/lesi : Tidak ada lesi pada kulit

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

J. Pemeriksaan Neurologis
1. Tingkat kesadaran : Compos mentis
2. Tanda rangsangan otak (meningeal sign) : Tidak ada
3. Pemeriksaan saraf otak (NI - XII)
NI : Pasien tidak dapat membedakan bau yang dirasakan

NII , N III : Pasien dapat melihat dengan jarak tertentu dan memutar bola
matanya

43
N VI, N IV : Pasien dapat menggerakkan bola mata ke kanan dan ke kiri,
keatas dan kebawah

NV : Pasien dapat menunjuk dahi dan pipi

N VII : Tidak, klien dapat tersenyum

N VIII : Tidak, klien dapat mendengar suara

N IX, N X : Tidak, klien dapat menelan.

N XI : Normal, klien dapat mengangkat bahu namun tidak dapat


melawan tahanan

N XII : Normal, klien dapat menjulurkan lidah

4. Fungsi motorik
Fungsi motorik klien baik

5. Fungsi sensorik
Fungsi sensorik klien baik, klien dapat membedakan nyeri

6. Reflek
a. Reflek fisiologis : Baik
b. Reflek patofisiologis : Baik
c.
V. Pemeriksaan Status Mental
1. Kondisi emosi/perasaan
Kondisi emosi klien cukup baik

2. Orientasi
Orientasi klien terhadap waktu dan tempat masih baik, klien mengenal waktu
saat ini dan klien tau berada di RS

3. Proses pikir (ingatan, atensi, keputusan, perhitungan)

44
Klien masih mampu dan baik dalam ingatan klien di masa lalu ataupun
sekarang

4. Motivasi
Klien termotivasi untuk sembuh

5. Persepsi
Klien berharap bisa sembuh

6. Bahasa (pola komunikasi)


Klien berkomunikasi dengan bahasa Indonesia

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

VI. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosa Medis

1. Laboratorium :
Hemoglobin : 13,4 (13,0-18,0) Glukosa sewaktu : 138

Eritrosit : 4,93 (4,50-6,20)

Leukosit :16,56 (4.0-10.0)

Hematokrit : 41,5 (40,0-54,0)

Trombosit : 234 (150-450)

Calsium : 1,26 mmol/L (1.12-1,32)

Natrium : 138 mmol/L ( 136-146)

Kalium : 4,5 mmol/L

45
46
2. Rontgen (tanggal) : Tidak ada
3. EGC (tanggal) : 14 Mei 2018 pukul 10.15 WITA
4. USG (tanggal) : Tidak ada
5. Lain - lain : Tidak ada

VII. Penatalaksanaan Terapi


1. Infus D5 drip aminophilin 28 tpm
2. Terapi O2 nasal kanul 3 Lpm
3. Combivent : 3x sehari
4. Acetylcsteine oral

47
VIII. Data Fokus

1. Data subjektif
Klien mengatakan sesak nafas mulai subuh disertai dengan terkadang
adanya nyeri dada sebelah kiri, batuk tapi dahak susah keluar dan sakit
kepala.Klien juga mengatakan bahwa sesaknya bertambah saat ia berjalan
seperti ingin ke toilet, padahal ia ingin sekali bisa ke toilet sendiri sehingga
tidak merepotkan oranglain. Klien dibawa oleh keluarganya ke IRD RSKD
tiba pada pukul 09.00 dan sudah mendapatkan pertolongan pertama.
Kemudian klien dipindahkan ke flamboyan B pada jam 13.00 tanggal 14
mei 2018.
Klien mengatakan bahwa pernah merokok pada umur 30 tahun, dan anak
serta istrinya juga merokok. Dan klien juga mengatakan bahwa setelah
beliau pensiun dari pekerjaannya di RS Pertamina, klien beralih bekerja
dikebun dan sering terpapar debu saat menebang pohon.

2. Data Objektif
A. klien tampak sesak
B. Klien terlihat batuk tapi susah untuk mengeluarkan dahaknya
C. Klien terlihat ingin BAK ke toilet
D. Tidak terpasang selang kateter ataupun pampers
E. Terpasang nasal kanul 3 Lpm
F. Terdengar suara nafas tambahan wheezing
G. KU : sedang
H. pemeriksaan TTV: TD :150/100
S : 36,7 C
N : 78x/menit
R : 29x/menit

48
ANALISA DATA
No. Data (DO & DS) Masalah Penyebab
1. DS : Klien mengatakan Bersihan jalan nafas Produksi sekret
sesak nafas, batuk tetapi tidak efektif
dahak tidak bisa keluar,
klien juga mengeluh dada
sebelah kiri terasa nyeri
namun masih bisa dikontrol
DO :
 Klien tampak kesulitan
bernafas, terdengar
suara nafas tambahan
wheezing
 TTV :
TD = 150/100 mmHg
N = 78x/menit
R = 29x/menit
S = 36,70C
 Klien terpasang nasal
kanul 3 Lpm

2. DS : Klien mengatakan Pola nafas tidak Hiperventilasi paru


sesak sejak senin subuh efektif
DO : Klien tampak
kesulitan bernafas
 Terpasang nasal kanul
3 Lpm
 TTV :
TD = 150/100 mmHg
N = 78x/menit
R = 29x/menit
S = 36,70C
3. DS : Klien mengatakan Hambatan mobilitas sesak
sesaknya bertambah jika ia fisik
mencoba untuk BAK ke
toilet
DO : Klien BAK
menggunakan pispot

49
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal Teratasi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 15 Mei 2018
b.d produksi secret

2. Pola nafas tidak efektif b.d 15 Mei 2018


hiperventilasi paru

3. Hambatan mobilitas fisik b.d sesak 15 Mei 2018

50
PERENCANAAN

No Hari/Tgl/Jam Diagnose Tujuan & Rencana Rasionalisasi


Keperawatan Kriteria Hasil Tindakan
1. Selasa Bersihan jalan Setelah dilakukan 1.1 Monitor TTV
15 Mei 2018 nafas tidak efektif tindakan
b.d penumpukan keperawatan selama 1.2 Memberikan
sekret 3 x 24 jam posisi
diharapkan masalah fowler/semifowle
bersihan jalan nafas r
tidak efektif dapat
teratasi dengan 1.3 Mengajarkan
criteria hasil : teknik nafas
a. RR dalam batas dalam, dan
normal (16- fisioterapi dada
20x/menit)
b. Batuk 1.4 Pemberian
berkurang dan nebulizer
jumlah sputum
normal
c. Sesak tidak ada

2. Selasa Pola nafas tidak Setelah dilakukan 2.1 Monitor TTV


15 Mei 2018 efektif b.d tindakan 2.2 Memberikan
hiperventilasi paru keperawatan selama terapi oksigen
3 x 24 jam nasal kanul
diharapkan masalah
pola nafas tidak
efektif dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
a. Klien tidak
mengeluh sesak
b. RR dalam
rentang normal
(16-20x/menit)

51
3.1 Motivasi
3. Selasa Hambatan Setelah dilakukankepada klien agar
15 Mei 2018 mobilitas fisik b.d tindakan mampu
sesak keperawatan selama melakukan
2 x 24 jamaktivitasnya
diharapkan masalah sendiri
hambatan mobilitas
fisik dapat teratasi 3.2 Memberi
dengan criteria hasil : edukasi kepada
a. Aktivitas fisik keluarganya
meningkat
b. Memverbalisasi
kan perasaan
dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
dalam
berpindah

52
PELAKSANAAN TINDAKAN
No Hari/Tgl/Jam Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf
1. Selasa, 15 Mei 1.1 Memonitor TTV DS : Klien
2018 mengatakan masih
08.00 WITA sesak dan batuk
DO :
 Kes: compos
mentis
 TTV
TD = 150/100
mmHg
N = 75x/menit
R = 29x/menit
S = 36,70C

08.10 1.2 Memposisikan DS : Klien


fowler mengatakan ingin
ditinggikan tempat
tidurnya
DO : Klien tampak
berposisi fowler
dan nyaman

09.30 1.3 Mengajarkan DS : Klien


teknik nafas dalam dan mengatakan
fisioterapi dada bersedia
DO : Klien tampak
kooperatif dan
terlihat batuk
dengan
mengeluarkan
dahak
10.00 2.3 Memberikan terapi
oksigen nasal kanul DS : Klien
mengatakan masih
sesak
DO : Klien tampak
nyaman dan
1.4 Pemberian terpasang O2 nasal
12.05 nebulizer kanul 3 Lpm
DS : Klien
mengatakan masih
ingin mengeluarkan

53
dahaknya
DO : Klien tampak
2.1 Memonitor TTV nyaman
12.20
DS : Klien
mengatakan masih
sesak
DO : TD : 130/90,
Nadi : 75x/menit,
RR : 26x/menit, S :
36,0 C
3.1 Memotivasi klien
12.30 agar mampu
melakukan DS : Klien
aktivitasnya sendiri mengatakan ia akan
mencoba
melakukannya
tetapi harus
ditemani
3.2 Memberi edukasi
kepada keluarga DO : Pasien tampak
kooperatif
DS : Keluarga klien
mengatakan
mengerti dan
paham
DO : Keluarga
klien tampak
mengerti

Rabu, 16 Mei 1.1 Memonitor TTV DS : Klien


2018 mengatakan sesak
22.00 mulai berkurang
DO : Klien tampak
tenang
TD : 130/90, Nadi :
78x/menit, RR :
26x/menit, S : 36.0

23.30 3.1 DS : Klien


Membantu/menemani mengatakan ingin
klien BAB ke toilet BAB sendiri di
toilet
DO : Klien tampak
kuat dan bisa
berjalan

54
06.00 1.4 Pemberian DS : Klien
nebulizer mengatakan sesak
berkurang
DO : klien tampak
tenang
06.15 1.3 Membantu DS : Klien
melakukan fisioterapi mengatakan
dada bersedia
DO : Klien
kooperatif dan
terlihat batuk
dengan
mengeluarkan
dahak
07.00 2.1 Memonitor TTV DS : Klien
mengatakan sesak
dan batuk
berkurang
DO : TD : 120/80,
RR : 25x/menit, S :
36,0 C, N :
78x/menit

3. Kamis 17 Mei 1.1 Memonitor TTV DS : Klien


2018 mengatakan
22.00 sesaknya masih
sama seperti
kemarin
DO : TD : 120/80,
75, 25, 36,0 C

24.00 Memberikan terapi DS : Klien


oral pengencer dahak mengatakan
terimakasih
DO : Klien tampak
meminum obat

06.00 1.4 Pemberian DS : Klien


nebulizer mengatakan
sesaknya seperti
kemarin
DO : klien tampak
tenang

55
06.20 1.2 Membantu DS : klien
melakukan mengatakan
fisioterapi dada bersedia
DO : Klien
kooperatif

07.00 2.1 Memonitor TTV DS : Klien


mengatakan sama,
namun batuknya
sudah mulai hilang
DO : 120/80, 75,25,
36 Cterpasang nasal
kanul 3 lpm

56
EVALUASI

(CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN)


No. Hari/Tgl/Jam Dx. Kep. Evaluasi (S O A P)
1. Selasa Bersihan jalan nafas S : Pasien mengatakan sesaknya
15 Mei 2018 tidak efektif b.d mulai berkurang karena
produksi sekret dahaknya sudah mulai berkurang
O:
 Klien tampak tenang
 Kes : compos mentis
 Hasil TTV
TD = 130/90 mmHg
N = 75x/menit
R = 26x/menit
S = 36,00C

A : Masalah sebagian teratasi


P : Lanjutkan Intervensi

Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sesaknya


efektif b.d berkurang
hiperventilasi paru O:
 Klien terpasang O2 nasal
kanul 3 lpm
 Kes : compos mentis
 Hasil TTV
TD = 130/90 mmHg
N = 75x/menit
R = 26x/menit
S = 36,00C

A : Masalah sebagian teratasi


P : Lanjutkan intervensi

S : Pasien mengatakan nanti akan


Hambatan mobilitas mencobanya
fisik b.d sesak O:
 Klien dan keluarganya
tampak kooperatif
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

57
EVALUASI

(CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN)


No. Hari/Tgl/Jam Dx. Kep. Evaluasi (S O A P)
1. Rabu Bersihan jalan nafas S : Pasien mengatakan sesak dan
16 Mei 2018 tidak efektif b.d batuk berkurang seperti kemarin
produksi sekret O:
 Klien tampak mulai tenang
 Kes : compos mentis
 Terpasang O2 nasal kanul
 Hasil TTV
TD = 120/80 mmHg
N = 78x/menit
R = 25x/menit
S = 36,00C

A : Masalah sebagian teratasi


P : Lanjutkan Intervensi

Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sesak dan


efektif b.d batuk berkurang
hiperventilasi paru O:
 Klien tampak mulai tenang
 Kes : compos mentis
 Terpasang O2 nasal kanul
 Hasil TTV
TD = 120/80 mmHg
N = 78x/menit
R = 25x/menit
S = 36,00C
A : Masalah sebagian teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Hambatan mobilitas
S : Pasien mengatakan ingin
fisik b.d sesak
BAB sendiri ke toilet
O:
 Klien tampak sedang
berjalan sendiri ke toilet
 Klien tidur 6 jam
 Kes : compos mentis
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

58
EVALUASI

(CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN)


No. Hari/Tgl/Jam Dx. Kep. Evaluasi (S O A P)
1. Kamis Bersihan jalan nafas S : Pasien mengatakan sesak dan
16 Mei 2018 tidak efektif b.d batuk berkurang juga berkurang
produksi sekret O:
 Klien tampak tenang
 Kes : compos mentis
 Terpasang O2 nasal kanul
 Hasil TTV
TD = 120/80 mmHg
N = 75x/menit
R = 25x/menit
S = 36,00C

A : Masalah sebagian teratasi


P : Lanjutkan Intervensi

Pola nafas tidak S : Pasien mengatakan sesak dan


efektif b.d batuk berkurang juga berkurang
hiperventilasi paru O:
 Klien tampak tenang
 Kes : compos mentis
 Terpasang O2 nasal kanul
 Hasil TTV
TD = 120/80 mmHg
N = 75x/menit
R = 25x/menit
S = 36,00C
A : Masalah sebagian teratasi
P : Lanjutkan intervensi

59
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Dalam bab ini penulis membahas tentang keterkaitan dan kesenjangan antara

landasan teori dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.D dengan penyakit paru

obstruktif kronik di ruang Flamboyan B Rumah Sakit dr. Kanudjoso Djatiwibowo

Balikpapan.

Menurut Capernito & Mayet (2007) mendefinisikan diagnose keperawatan

adalah “Suatu pernyataan klinik yang disampaikan individu, keluarga, atau masyarakat

yang dapat menggambarkan tentang masalah kesehatan baik secara actual maupun

potensial sehingga dapat menggambarkan tentang masalah kesehatan baik secara actual

maupun potensial sehingga dapat menjadi dasar untuk penentuan intervensi yang tepat

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan seorang perawat”.

Menurut Nursalam (2001), ditemukan 4 diagnosa yaitu bersihan jalan napas tak

efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan,

kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang,

gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput

paru-paru, kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan

dengan kurang informasi. Sedangkan pada kasus kelolaan individu terdapat kesenjangan

antara teori dan aplikasi. Pada aplikasi ditemukan 3 diagnosa, yaitu bersihan jalan tidak

efektif, pola nafas tidak efekti dan hambatan mobilitas fisik.

60
Adapun diagnose yang muncul pada Tn.D adalah sebagai berikut :

1. Diagnosa I

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi secret ditemukan

dalam tinjauan teori dan ditemukan juga didalam tinjauan kasus. Hasil

pengkajian sesuai dengan tinjuan teori dimana klien mengatakan sesak dan

batuk, namun secret terkadang tidak dapat keluar. Pasien tampak sesak, pasien

tampak terpasang nasal kanul 3 liter per menit, dengan tanda-tanda vital TD :

150/100 mmHg, N : 78x/menit, RR : 29x/menit, S : 36,7 C, tingkat kesadaran :

compos mentis. Dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan tindakan

disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kondisi pasien. Selama 3 x 24 jam

telah dilakukan mengukur tanda-tanda vital, memberikan posisi fowler,

mengajarkan teknik nafas dalam dan fisioterapi dada, dan pemberian nebulizer.

Pada evaluasi hari pertama dilakukan perawatan, klien mengatakan sesaknya

mulai berkurang karena dahaknya juga berkurang. TD : 130/90 mmHg, N :

75x/menit, RR : 26x/menit, S : 36,0 C. berdasarkan criteria hasil yang ditetapkan

pada perencanaan masalah sesak nafas belum teratasi karena pasien belum

menunjukkan tanda-tanda seperti criteria hasil.

Pada evaluasi hari kedua perawatan, klien mengatakan sesak dan batuk

berkurang, klien tampak mulai tenang. TD : 120/80 mmHg, N : 78x/menit, RR :

25x/menit, S : 36,0 C, tingkat kesadaran : compos mentis. Berdasarkan criteria

hasil yang ditetapkan pada perencanaan masalah sesak sebagian teratasi karena

pasien mengatakan sesak dan batuk berkurang, pasien tampak mulai tenang.

Pada evaluasi hari ketiga perawatan klien mengatakan sesaknya masih sama

seperti kemaren tetapi batuk sudah mulai hilang dan, klien tampak tenang, TD :

61
120/80 mmHg, N :75x/menit, RR : 25x/menit, S : 36,0 C. berdasarkan criteria

hasil sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, masalah sesak sebagian

teratasi karena pasien mengatakan sesak dan batuk berkurang, pasien tampak

mulai tenang

Diagnosa 2

Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi paru terdapat pada

tinjauan kasus namun tidak terdapat pada tinjauan teori. Terdapat kesenjangan

antara teori dengan aplikasi saat dilapangan. Hasil pengkajian ditemukan klien

sesak. Klien tampak sesak, klien tampak terpasang O2 nasal kanul. Selama 3 x

24 jam telah dilakukan mengukur tanda-tanda vital, memberikan terapi oksigen

O2 nasal kanul. Pada evaluasi hari pertama perawatan, klien mengatakan

sesaknya berkurang, klien tampak tenang, terpasang O2 nasal kanul, kesadaran :

compos mentis, TD : 130/90 mmHg, N : 75x/menit, RR : 26x/menit, S : 36,0 C.

Berdasarkan criteria hasil sesuai dengan perencanaan, masalah pola nafas tidak

efektif sebagian teratasi karena klien belum sepenuhnya menunjukkan tanda-

tanda seperti yang ada pada criteria hasil.

Pada evaluasi hari kedua perawatan, klien mengatakan sesak berkurang sama

seperti kemarin, klien tampak tenang. TD : 120/80 mmHg, N : 78x/menit, RR :

25x/menit, S : 36,0 C, tingkat kesadaran : compos mentis. Berdasarkan criteria

hasil yang ditetapkan pada perencanaan masalah sesak sebagian teratasi karena

pasien mengatakan sesak dan batuk berkurang, pasien tampak tenang..

Pada evaluasi hari ketiga perawatan, klien mengatakan sesaknya masih sama

seperti kemaren dan, klien tampak tenang, TD : 120/80 mmHg, N :75x/menit,

RR : 25x/menit, S : 36,0 C. berdasarkan criteria hasil sesuai dengan perencanaan

62
yang telah ditetapkan, masalah sesak sebagian teratasi karena pasien mengatakan

sesak dan batuk berkurang, pasien tampak mulai tenang

Diagnosa 3

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan sesak tidak terdapat pada tinjauan

teori namun terdapat pada tinjauan kasus. Terjadi kesenjangan antara teori

dengan aplikasi saat dilapangan. Ditemukan hasil pengkajian bahwa klien

mengatakan sesaknya bertambah jika ia mencoba berjalan seperti ke toilet.

Selama 2 x 24 jam telah dilakukan mengkaji factor hambatan mobilitas fisik,

memotivasi klien agar mampu melakukan aktivitasnya sendiri dan member

edukasi kepada keluarganya.

Pada evaluasi hari pertama perawatan, klien mengatakan nanti ia akan

mencobanya. Berdasarkan criteria hasil sesuai dengan perencanaan masalah

hambatan mobilitas fisik belum teratasi karena pasien belum menunjukkan

tanda-tanda seperti pada criteria hasil.

Pada evaluasi hari kedua perawatan, klien mengatakan ia ingin BAB ke toilet

sendiri, dank klien tampak kuat sedang berjalan ke kamar mandi. Berdasarkan

criteria hasil sesuai dengan perencanaan, masalah hambatan mobilitas fisik

teratasi karena klien sudahmenunjukkan tanda tanda seperti yang ada di criteria

hasil.

63
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kasus kelolaan individu pada pasien Tn.D dengan penyakit paru obstruktif kronik,

individu melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian dan ditemukannya

data data yang dapat mendukung untuk menegakan 3 diagnosa yaitu bersihan jalan

nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif dan hambatan mobilitas fisik. individu

dapat membuat perencanaan sesuai kebutuhan untuk mengatasi masalah pada Tn.D

dan melaksanakan tindakan sesuai dengan perencanaan dan sesuai SOP serta

individu dapat mengevaluasi untuk mengetahui perkembangan dan respon dari

rencana asuhan keperawatan yang telah di buat dengan hasil semua diagnosa

teratasi.

B. Saran
Hindarilah merokok dan asap rokok, asap kendaraan bermotor, dan lain-lain.

Karena hal itu dapat memicu munculnya penyakit paru obstruktif kronik. Penyakit

dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, untuk itu jaga lah kesehatan,

mengkonsumsi makan makanan yang bergizi atau gizi seimbang.

64
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2, EGC, Jakarta.

Informasi Medika. 2017. Penyakit Paru Kronik (COPD).


www.informasimedika.com/jenis-penyakit/sistem-pernafasan

Ediy Ibnu Zubair. 2014. COPD


http://ediyibnuzubair.blogspot.co.id/2014/05/ispa_8563.html

65

Anda mungkin juga menyukai