Oleh
Kelompok 5
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
dalam menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya,
kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa shalawat serta
salam tercurah kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nanti
kelak.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
Wassalamua’alaikum wr.wb
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan
oleh bronkitis kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada
umumnya progresif kadang diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan
kadangkala parsial reversibel, sekalipun empisema dan bronkitis kronis
harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit khusus, sebagian besar
pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit tersebut.
( Amin, Hardhi, 2013).
Sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang
menjadi penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari
90.000 kematian dilaporkan setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat
PPOK meningkat cepat, terutama pada penderita laki-laki lanjut usia.
Angka penderita PPOK di Indonesia sangat tinggi.
Banyak penderita PPOK datang ke dokter saat penyakit itu sudah
lanjut. Padahal, sampai saat ini belum ditemukan cara yang efisien dan
efektif untuk mendeteksi PPOK. Menurut Dr Suradi, penyakit PPOK
di Indonesia menempati urutan ke-5 sebagai penyakit yang
menyebabkan kematian. Sementara data dari Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit
ini akan menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian. "Pada
dekade mendatang akan meningkat ke peringkat ketiga. Dan kondisi
ini tanpa disadari, angka kematian akibat PPOK ini makin meningkat.
penyakit PPOK selayaknya mendapatkan pengobatan yang baik
dan terutama perawatan yang komprehensif, semenjak serangan
sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting
dalah perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan
kepada pasien dan keluarga tentang perawatan dan pencegahan
serangan berulang pada pasien PPOK di rumah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit PPOK?
2. Apa etiologi penyakit PPOK?
3. Apa patofisiologi penyakit PPOK?
4. Apa manisfestasi klinis penyakit PPOK?
5. Apa saja komplikasi penyakit PPOK?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit PPOK?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan penyakit PPOK?
iv
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu penyakit PPOK
2. Mengetahui etiologi penyakit PPOK
3. Mengetahui Patofisiologi penyakit PPOK
4. Mengetahui manisfestasi klinik penyakit PPOK
5. Mengetahui komplikasi penyakit PPOK
6. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang penyakit PPOK
7. Memberikan Asuhan Keperawatan secara optimal pada klien
dengan Penyakit PPOK
v
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah suatu
penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang
disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis. Menurut
American College of Chest Physicians/American Society,
(2015). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah
sekolompok penyakit paru menahun yang berlangsung lama
dan disertai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran
udara (Padila, 2012). Selompok penyakit paru tersebut adalah
bronkitis kronis, emfisema paru-paru dan asma bronchial
(Smeltzer, 2011).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit
paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan
aliran udara, bersifat progresif, dan berhubungan dengan
respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun /
berbahaya (Antariksa B, Djajalaksana S, Pradjanaparamita,
Riyadi J, Yunus F, Suradi, dkk 2011). Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum, dapat dicegah
dan dapat ditangani yang memiliki karakteristik gejala
pernafasan yang menetap dan keterbatasan aliran udara. Hal ini
dikarenakan abnormalitas saluran napas dan/atau alveolus yang
biasanya disebabkan oleh pajanan gas atau partikel berbahaya
(GOLD, 2017)
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merujuk pada
beberapa hal yang menyebabkan terganggunya pergerakan
udara masuk dan keluar paru. Meskipun beberapa jenis seperti,
bronkitis obstruktif, emfisema, dan asma dapat muncul sebagai
penyakit tunggal, sebagian besar bertumpangan dalam
manifestasi klinisnya. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
dapat terjadi sebagai hasil dari peningkatan resistensi sekunder
terhadap edema mukosa bronkus atau kontraksi otot polos. Hal
tersebut juga dapat diakibatkan oleh penurunan kelenturan,
seperti pada emfisema
B. Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru
Obstruksi Kronis menurut Brashers (2007) adalah
vi
1. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan
sekitar 15% perokok menderita PPOK. Beberapa perokok
dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru
secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah
dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan
resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
2. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat
pertama perokok. Pada kurang dari 1% penderita PPOK,
terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan
yang menyebabkan awitan awal emfisema.
3. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak
berhubungan dengan rendahnya tingkat fungsi paru
maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena
PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti
adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam
terjadinya PPOK.
4. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan
peningkatan resiko morbiditas PPOK
vii
C. Patofisiologi
Faktor Penyebab Faktor Penyebab FaktorPenyebab
(Paparan polutan (Paparan polutan (Paparan polutan
Asap rokok alegi ) Asap rokok alegi) Asap rokok alegi)
asidosis Oksigenasi
respiratorik
(ph ) sianosis
bersifat
kronis
viii
D. Manisfestasi Klinis
Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) adalah :
Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
adalah seperti susah bernapas, kelemahan badan, batuk kronik,
nafas berbunyi, mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum
dalam saluran nafas dalam waktu yang lama. Salah satu gejala
yang paling umum dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) adalah sesak nafas atau dyosnea. Pada tahap lanjutan
dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dypsnea dapat
memburuk bahkan dapat dirasakan ketika penderita sedang
istirahat atau tidur.
Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari
penyakit ini adalah sesak nafas yang berlangsung terus
menerus. Menurut Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) Internasional (2012), pasien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami perubahan bentuk dada.
Perubahan bentuk yang terjadi yaitu diameter bentuk dada
antero-posterior dan transversal sebanding atau sering disebut
barrel chest. Kesulitan bernafas juga terjadi pada pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu bernafas dengan
menggunakan otot bantu pernafasan dalam jangka waktu yang
lama, maka akan terjadi hipertropi otot dan pelebaran di sela-
sela iga atau daerah intercostalis. Bila telah mengalami gagal
jantung kanan, tekanan vena jugularis meninggi dan akan
terjadi edema pada ekstremitas bagian bawah. Hal ini
menandakan bahwa terlah terjadi penumpukan cairan pada
tubuh akibat dari gagalnya jantung memompa darah dan
sirkulasi cairan ke seluruh tubuh. Palpasi tektil fremitus tada
emfisema akan teraba lemah, perkusi terdengar suara
hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
dan hepar terdorong ke bawah. Bunyi nafas vesikuler normal
atau melemah, ronkhi pada waktu nafas biasa atau ekspirasi
paksa. Ekspirasi akan terdengar lebih panjang dari pada
inspirasi dan bunyi jangtung juga terdengar menjauh
E. Komplikasi
1. Infeksi Saluran Nafas
Biasanya muncul pada pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK). Hal tersebut sebagai akibat terganggunya
mekanisme pertahanan normal paru dan penurunan
imunitas. Oleh karena status pernafasan sudah terganggu,
infeksi biasanya akan mengakibatkan gagal nafas akut dan
ix
harus segera mendapatkan perawatan di rumah sakit (Black,
2014).
2. Pneumothoraks Spontan
Pneumothoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya belb
(kantong udara dalam alveoli) pada penderita emfisema.
Pecahnya belb itu dapat menyebabkan pneumothoraks
tertutup dan membutuhkan pemasangan selang dada (chest
tube) untuk membantu paru mengembang kembali (Black,
20014)
3. Dypsnea
Seperti asma, bronchitis obstruktif kronis, dan emfisema
dapat memburuk pada malam hari. Pasien sering mengeluh
sesak nafas yang bahkan muncul saat tidur (one set
dyspnea) dan mengakibatkan pasien sering terbangun dan
susah tidur kembali di waktu dini hari. Selama tidur terjadi
penurunan tonus otot pernafasan sehingga menyebabkan
hipoventilasi dan resistensi jalan nafas meningkat, dan
akhirnya pasien menjadi hipoksemia (Black, 2014).
4. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tingkat PO2<
55 mmHg dengan nilai saturasi O2< 85% Pada awalnya
pasien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan
timbul gejala seperti sianosis (Permatasari, 2016).
5. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat peningkatan nilai PCO2
(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain, nyeri kepala,
fatigue, letargi, dizziness, dan takipnea. Asidosis respiratori
yang tidak ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan
dypsnea, psikosis, halusinasi, serta ketidaknormalan
tingkah laku bahkan koma. Hiperkapnia yang berlangsung
lama atau kronik pada pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) akan menyebabkan gangguan tidur,
amnesia, perubahan tingkah laku, gangguan koordinasi dan
bahkan tremor (Hartono, 2013)
6. Kor Pulmonale
Kor pulmonale (yang disebut pula gagal jantung kanan)
merupakan keadaan tarhadap hipertrofi dan dilatasi
ventrikel kanan, yang dapat terjadi akibat komplikasi
sekunder karena penyakit pada struktur atau fungsi paru-
paru atau system pembuluh darah. Keadaan ini bisa terjadi
pada stadium akhir berbagai gangguan kronik yang
x
mengenai paru-paru, pembuluh darah pulmoner, dinding
dada dan pusat kendali 20 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
pernafasan. Kor pulmonale tidak terjadi pada gangguan
yang berasal dari penyakit jantung kongenital atau pada
gangguan yang mengenai jantung sebelah kiri (Hartono,
2013).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Chest X-ray
Dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma
mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan
tanda vaskuler/bullae (emfisema), peningkatan bentuk
bronkovaskuler (bronchitis), dan normal ditemukan saat
periode remisi (asma) (Soemantri, 2008)
2. Uji Faal Paru Dengan Spirometri dan Bronkodilator
Berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat
perkembangan penyakit, dan menentukan prognosis pasien.
Pemerikasaan ini penting untuk memperlihatkan secara
objektif adanya obstruktif saluran pernafasan dalam
berbagai tingkat. Spirometri digunakan untuk mengukur
volume maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi
maksimal atau dapat disebut forced vital capacity (FVC).
Spirometri juga berfungsi untuk mengukur volume udara
yang dikeluarkan pada satu detik pertama atau disebut juga
forced expiratory volueme in 1 second (FEV1). Rasio dari
kedua pengukuran inilah (FEV1/FVC) yang sering
digunakan untuk menilai fungsi paruparu. Penderita
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) secara khas akan
menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC serta nilai
dari rasio pengukuran FEV1/FVC <70% maka ini
menunjukkan adanya pembatasan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel. Pengujian ini dilakukan pada saat
penderita atau pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) pada masa stabil atau tidak dalam masa ekserbasi
akut.
xi
Menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2
menurun dan PCO2 normal meningkat (pada bronchitis
kronis dan emfisema). Sering kali menurun pada asma
dengan pH normal atau asidosis, alkaiosis respiratori ringan
sekunder akibat terjadinya hiperventilasi (emfisema sedang
dan asma) (Soemantri, 2008)
6. Bronkogram
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi,
kolaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan
pembesaran kelenjar mukus (bronchitis) (Muttaqin, 2014).
7. Pemeriksaan Darah Lengkap
Dapat menggambarkan adanya peningkatan hemoglobin
(emfisema berat) dan peningkatan eosinofil (asma)
(Muttaqin, 2014).
8. Kimia Darah
Menganalisis keadaan alpha 1-antitypsin yang
kemungkinannya berkurang pada emfisema primer
(Muttaqin, 2014).
9. Sputum Kultur
Pemeriksaan pada bakteriologi gram pada sputum pasien
yang diperlukan untuk mengetahui adanya pola kuman dan
untuk menentukan jenis antibiotik yang paling tepat. Infeksi
saluran pernafasan yang berulang merupakan penyebab dari
ekserbasi akut pada penderita Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) (Muttaqin, 2014).
10. Pemeriksaan ECG (Elektro Kardio Graph)
Untuk mengetahui adanya komplikasi yang terjadi pada
organ jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau
hipertensi pulmonal.
xii
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Kasus
Seorang perempuan berusia 38 tahun, dirawat diruang penyakit dalam,
dengan diagnose medis : COPD. Hasil pengkajian pasien mengeluh sesak
kelelahan, batur berdahak, terdapat ronkhi dibagian medial dan basal paru
kanan, pasien sulit mengeluarkan dahak. Hasil pemeriksaan menunjukan
wheezing (+) pada saat pasien terbagun pada pagi hari. TD 110/70 mmHg,
Frekuensi napas 30x/menit, frekuensi nadi 100x/menit, tampak retraksi
dada dan tampak penggunaan otot pernapasan. Hasil AGD didapatkan
nilai pH 7,30, PaCo2 49 mmHg, PaO2 85 mmHg, HCO3- 22 mEq/L,
saturasi oksigen 97%. Thoraks foto : Hiperinflasi Paru.
B. Pembahasan
1. Identitas
Nama Pasien: Nn.X
Jenis Kelamin: Perempuan
Umur: 38 Tahun
Agama: Islam
Status Perkawinan: Kawin
Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga
Alamat: Tasikmalaya
Diagnosis Medis: COPD/PPOK
a. Anamnesa
1) Riwayat Kesehatan
Klien mengeluh sesak nafas
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 26 Oktober 2021 pukul
11.00 WIB kondisi pasien tampak lemah dengan keluhan sesak,
batuk yang disertai dahak yang sulit dikeluarkan. Nn.X tampak
menggunakan otot bantu pernapasan dan sesak bertambah
dengan adanya aktivitas berat, sesak dirasakan seperti tertimpa
beban berat. Skalanya 5, sesak dirasakan sepanjang hari dan
terdengar wheezing pada saat bangun tidur.
3) Riwayat Kesehatan Masalalu
Keluarga klien mengatakan bahwa klien merokok 1 hari 2
batang
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan klien
5) Riwayat Psikososial dan Spiritual
xiii
a) Riwayat Psikososial
- Konsep Diri
Klien mengatakan pada saat sakit klien memandang dirinya
seorang yang tidak dapat melakukan aktivitas dengan baik
seperti waktu sehat
b) Mekanisme Koping
Klien mengatakan tidak nyaman karena sesak napas yang
dialami dan berakibat pada aktivitasnya
c) Pola Peran Berhubungan
Klien mengatakan tidak merasa takut dan berhubungan baik
dengan masyarakat
- Riwayat Spiritual
Pasien beragama Islam dan melakukan shalat ditempat tidur
saja
b. Klinis
Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran: Compo Mentis ( E: 4, M:6, V:5 )
2) Kondisi klien: Tampak lemas
3) Tanda-tanda vital
T: 36,5 C
P: 100x/menit
R: 30x/menit
S: 110/70 mmHg
4) Pertumbuhan Fisik
TB: 160 cm
BB: 50 kg
Postur Tubuh: Tegak
5) Keadaan Kulit
a) Warna: sawo matang
b) Tekstur: sedikit kasar
c) Kelainan: tidak ada
6) Pemeriksaan Head To Toe
a) Rambut
Berwarna hitam
b) Mata
Mata simetris, konjungtiva ananemis, pupil isokar, sclera
anikterik
c) Telinga
Simetris, tidak ada nyeri tekan
d) Hidung
Dapat membedakan bau
e) Mulut
Mukosa bibir kering
xiv
f) Leher
Bentuk leher normal, dapat digerakkan, tidak ada pembesaran
thyroid
g) Dada
Tampak penggunaan otot pernapasan terdengar ronchi dibagian
medial dan basal paru kanan terdengar suara tambahan
whezzing, tampak retraksi dada
h) Abdomen
simetris, peristaltic usus 12x/menit , tidak ada massa atau
tumor, tidak ada pembengkakan organ
i) Genetalia
Tidak terpasang alat bantu, tidak ada kelaianan, tidak teraba
penumpukan urin
j) Ekstremitas
- Ekstremitas atas lengkap, tidak ada kelainan jari,
kekuatan otot kiri dan kanan 5
- Ekstremitas bawah lengkap, tidak ada kelainan jari,
tidak ada edema kekuatan otot kiri dan kanan 5, bentuk
kaki normal
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboraturium
AGD
Ph: 7,30
PaCo2: 49 mmHg
PaO2: 85 mmHg
HCO3- 22 mEq/L
Saturasi Oksigen 97%
2) Radiologi
Thorax Foto: Hiperinflasi Paru
2. Analisis Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS: Pasien Faktor Penyebab Ketidakefektifan
mengeluh batuk bersihan jalan
berdahak yang sulit nafas
dikeluarkan Inflamasi
DO:
- Terdapat ronkhi
- T: 36,5 C Hipersekresi mukus
- P: 100x/menit
- R: 30x/menit
- S: 110/70 mmHg Ketidakefektifan
xv
bersihan jalan nafas
Gangguan
pertukaran gas
3. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d adanya sekret
ditandai dengan:
DS: Pasien mengeluh batuk berdahak yang sulit dikeluarkan
DO: - Terdapat ronkhi
- T: 36,5 C
- P: 100 x/menit
- R: 30 x/menit
- S: 110/70 mmHg
xvi
- R: 30 x/menit
- S: 110/70 mmHg
4. Intervensi Keperawatan
N DX TUJUAN & INTERVENSI RASIONAL IMPLEME
O KEPERAWAT KH NTASI
AN
1 Ketidakefektifan Setelah 1. Posisikan 1. Agar 1.
bersihan jalan dilakukan pasien untuk ventilasi Memposisik
nafas b.d adanya tindakan memaksimalka pasien lebih an pasien
sekret ditandai keperawatan n ventilasi maksimal untuk
dengan: selama 3x24 memaksima
DS: Pasien jam diharapkan 2. Keluarkan 2. Agar jalan lkan
mengeluh batuk ketidakefektifa sekret dengan nafas pasien ventilasi
berdahak yang n bersihan batuk efektif tidak H: Pasien
sulit dikeluarkan jalan nafas atau suction terhambat sedikit lebih
DO: pada klien nyaman
- Terdapat dapat teratasi ketika
ronkhi dengan KH: 3. Lakukan 3. Untuk bernafas
- T: 36,5 C 1. fisioterapi membantu
- P: 100x/menit Mendemonstra dada dalam
- R: 30x/menit sikan batuk mengurangi 2.
- S: 110/70 efektif dan hambatan Keluarkan
mmHg suara nafas jalan nafas. sekret
yang bersih. dengan
2. batuk
Menunjukkan efektif atau
jalan nafas suction
yang paten. H: Pasien
sedikit
kesulitan
mengeluark
an
dahaknya
pada saat
batuk
efektif
3.
Melakukan
fisioterapi
dada
H:
Hambatan
jalan nafas
xvii
pasien yang
berupa
dahak dapat
dikeluarkan
2 Gangguan Setelah 1. Monitor 1.Untuk 1.
pertukaran gas dilakukan suara nafas memantau Memonitor
b.d obstruksi tindakan adanya suara nafas
jalan nafas keperawatan peningkatan H: Hanya
ditandai dengan: selama 3x24 suara ditemukan
DS: Pasien jam diharapkan tambahan suara nafas
mengeluh sesak ketidakefektifa wheezing
DO: n bersihan
- Wheezing (+) jalan nafas 2. Identifikasi 2. Untuk 2.
- Ph: 7,30 pada klien pasien mengetahui Mengidentif
- PaCO2: 49 dapat teratasi perlunya apakah klien ikasi pasien
mmHg dengan KH: pemasangan membutuhka perlunya
- PaO2: 85 1. alat bantu n alat bantu pemasangan
mmHg Mendemonstra pernafasan dalam alat bantu
- HC03-22 sikan memaksimal pernafasan
mEq/L peningkatan kan ventilasi H: Pasien
- Saturasi ventilasi dan membutuhk
Oksigen: 97% oksigenasi 3. Untuk an alat
- T: 36,5 C yang adekuat 3. Berikan membantu bantu
- P: 100 x/menit 2. TTV dalam oksigen pernafasan pernafasan
- R: 30 x/menit rentang normal pasien
- S: 110/70 3.
mmHg Memberika
n oksigen
H: Klien
mulai
nyaman
bernafas
5. Analisis PICOT
xviii
PENERAPAN FISIOTERAPI DADA TERHADAP
KETIDAFEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS PADA
PASIEN BRONKITIS USIA PRA SEKOLAH
Pengkajian pada pasien 2 pada tanggal 15 Februari 2019 sekitar pukul 09:00
WIB didapatkan biodata pasien 2 dengan nama An. W, umur 5 tahun, agama
islam, jenis kelamin laki-laki, alamat candi rejo. An. W masuk RS pada hari
Kamis tanggal 14 Februari 2019 pukul 21:00 WIB dengan keluhan utama
pada An. W meliputi batuk sulit mengeluarkan dahak nya, sedikit sesak nafas
selama 4 hari yang lalu tidak kunjung sembuh disertai demam dengan hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi: suhu 37 0C, RR: 38x/menit,
nadi: 112x/menit, SpO2: 96%, keadaan umum lemas, dan hasil pemeriksaan
fisik paru-paru bentuk dada simetris, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan,
pengembangan dada sama, perkusi sonor, terdengar suara ronkhi, letak sekret
dibagian lobus paru sebelah kiri. Hasil data penunjang: Leukosit168000/ul,
Hb 10,7g/dl.
xix
yang meliputi (1) Auskultasi suara nafas,, catat area yang ventilasinya
menurun atau tidak adanya suara nafas tambahan, ( 2) Posisi pasien semi
fowler untuk memksimalkan ventilasi, (3) Lakukan fioterapi dada, (4)
Ajarkan klien untuk batuk dan memotivasi untuk membuang sputum (sekret),
(5) Ajarkan pasien bagaimana pasien menggunakan inhaler yang sesuai, (6)
Berikan obat bronkordial bila perlu, (7) Monitor status pernafasan dan
oksigenasi, (8) Gunakan teknik yang menyenangkan untuk memotivasi
bernafas dalam pada anak-anak.
xx
buruh, pendidikan SMA, alamat Pengging, Boyolali. Dengan diagnosa medis
ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas. Tanda
tanda vital : TD: 120/80 mmHg, N: 90x/menit, S: 37,5 C, RR: 28x/menit,
Dada: I: dada simetris kanan kiri, Pa: vocal vremitus teraba sama, Pe: sonor,
A: ronchi, klien tampak napasnya cepat & dangkal, terdapat suara ronchi,
batuk berdahak susah keluar, terpasang kanul 3 lpm.
Pengkajian pada klien kedua dilakukan pada tanggal 5 Maret 2019 melalui
wawancara langsung kepada klien dan keluarga klien dan rekam medis klien,
observasi langsung didapatkan hasil identitas umum nama Tn. R, usia 45
tahun, jenis kelamin laki - laki, suku Jawa, pekerjaan karyawan, pendidikan
SMK, alamat Boyolali, Penanggung jawab, nama Tn. S, umur 42 tahun, jenis
kelamin laki-laki, pekerjaan Pedagang, status hubungan dengan klien: adik
kandung, tanda-tanda vital: TD: 140/80 mmHg, N: 103x/menit, S: 37,5 C,
RR: 28x/menit, . Dada: I: dada simetris kanan kiri, Pa: vocal vremitus teraba
sama, Pe: sonor, A: ronchi, tampak napasnya dalam dan cepat, terdapat suara
ronchi, batuk berdahak susah keluar, terpasang kanul 3 lpm.
Time : penelitian ini dilakukan pada tahun 2019 di Rumah Sakit PKU
Asyiyah Boyolali.
xxi
Terapi yang diberikan adalah pemberian oksigen, dengan efek
samping yang perlu dimonitor oleh perawat seperti:
a. Kegelisahan.
b. Merasa cemas.
c. Peningkatan tekanan darah.
d. Gula darah rendah.
e. Cairan berlebih dalam paru-paru.
f. Perubahan pada penglihatan.
g. Paru-paru kolaps.
6. Evaluasi
DX. KEP EVALUASI
1. Ketidakefektifan bersihan S: Klien mengatakan sudah tidak
jalan nafas kesulitan untuk mengeluarkan
dahaknya
O: - Klien tampak nyaman
- Masih sedikit terdengar ronkhi
- T: 36,5 C
- P: 90x/menit
- R: 26x/menit
- S: 110/70 mmHg
A: Masalah teratasi Sebagian
P: Pertahankan intervensi
2. Gangguan pertukaran gas S: Klien mengatakan nafasnya mulai
membaik
O: Klien tampak lebih rileks
- Ph: 7,30
- PaCO2: 44 mmHg
- PaO2: 85 mmHg
- HC03-22 mEq/L
- Saturasi Oksigen: 97%
- T: 36,5 C
- P: 90 x/menit
- R: 26 x/menit
- S: 110/70 mmHg
A: Masalah teratasi Sebagian
P: Pertahankan intervensi
xxii
7. Prinsip Etik Keperawatan
a. Autonomy (Kemandirian)
Prinsip otonomi dalam keperawatan adalah prinsip yang didasarkan
pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir secara logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu
dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri, dan
perawat haruslah bisa menghormati dan menghargai kemandirian ini.
b. Beneficence (Berbuat Baik)
Prinsip beneficene dalam keperawatan adalah prinsip yang
menuntut perawat untuk melakukan hal yang baik sesuai dengan ilmu dan
kiat keperawatan dalam melakukan pelayanan keperawatan.
c. Justice (Keadilan)
Prinsip justice dalam keperawatan adalah prinsip yang
direfleksikan ketika perawat bekerja sesuai ilmu dan kiat keperawatan
dengan memperhatikan keadilan sesuai standar praktik dan hukum yang
berlaku.
d. Non-Maleficence (Tidak Merugikan)
Prinsip non-maleficence adalah prinsip yang berarti seorang
perawat dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan ilmu dan kiat
keperawatan dengan tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
e. Veracity (Kejujuran)
Prinsip veracity dalam keperawatan adalah prinsip untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap klien untuk meyakinkan agar klien
mengerti.
f. Fidelity (Menepati Janji)
Prinsip fidelity dalam keperawatan adalah tanggung jawab besar
seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit,
memulihkan kesehatan, dan meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai
itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai
komitmennya kepada orang lain.
g. Confidentiality (Kerahasiaan)
Prinsip confidentiality adalah prinsip kerahasiaan dimana segala
informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang
xxiii
keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan,
upaya peningkatan kesehatan klien dan atau atas permintaan pengadilan.
Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari.
h. Accountability (Akuntabilitas)
Prinsip Akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan
seorang professional dapat dinilai dalam berbagai kondisi tanpa terkecuali.
Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien,
sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat.
xxiv
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
xxv
Daptar pustaka
http://repository.itspku.ac.id/75/
https://id.scribd.com/document/401819515/makalah-Askep-
ppok-docx
http://repository.itspku.ac.id/
xxvi