Puji dan syukur senantiasa marilah senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan hidayahnya makalah ini dapat terselesaikan, dimana makalah ini
disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler,
Respiratori Dan Hematologi. Dan tentunya apabila dalam penulisan makalah ini masih ada yang
kurang sesuai dengan apa yang diharapkan, kritik dan saran yang tentunya bersifat membagun
sangat diharapkan untuk memperbaiki tugas dalam penyusunan makalah di waktu selanjutnya.
Susunan dalam pembuatan makalah ini berdasarkan penyusunan makalah yang dalam hal ini
membahas tentang “PPOK”. Oleh karena itu saya sebagai penyusun mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang mendukung atas terselesaikannya makalah ini atas segala
bantuannya yang diberikan terutama ibu Eliza Zihni, S.Kep.,Ns,M.Kep pengampu mata kuliah
Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Respiratori Dan Hematologi yang mengajar mata
kuliah ini.
Kemudian peyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kalangan
mahasiswa secara umum dan sesuai dengan apa yang di harapkan oleh ibu yang mengampu mata
kuliah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh perorangan,
tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian.
Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis pada
tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011). World Health Organization (WHO)
memprediksikan pada tahun 2020, PPOK akan berada pada peringkat ke-3 penyebab kematian di
dunia.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, PPOK merupakan salah satu dari 10
penyakit yang paling sering menyebabkan kematian di Indonesia. Prevalensi PPOK di Indonesia
sebanyak 3,7% per 100.000 penduduk sedangkan di Aceh angka kejadian PPOK sebanyak 4,3%
per 100.000 penduduk.
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan
perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan
perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan
kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan
demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu asuhan
keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang Shafa RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh”. Alasan penulis tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena penyakit ini
memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal sehingga perawat memerlukan ketelatenan
untuk dapat memelihara, mengembalikan fungsi paru dan kondisi pasien sebaik mungkin.
Penyakit ini akan terus mengalami perkembangan yang progresif dan belum ada penyembuhan
secara total. Maka dari itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang meliputi terapi
obat, perubahan gaya hidup,
terapi pernafasan dan juga dukungan emosional bagi penderita penyakit paru obstruksi kronis
(Reeves, 2001).
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru Obstruktif Kronis Di Ruang Arimbi
RSUD Jombang”.
3. Tujuan Penulisan
3.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan PPOK.
3.2 Tujuan Khusus
Penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK ini diharapkan dapat
membantu perawat untuk:
a. Memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
diagnosa dan penatalaksanaan pada klien PPOK.
b. Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK.
c. Mampu menganalisa dan mempraktekkan tindakan yang tepat, yang dapat dilakukan
pada klien PPOK.
4. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif dalam bentuk
studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang dilakukan pada klien dengan gangguan
Sistem Respirasi, sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan melalui Studi Kepustakaan,
yaitu studi melalui literatur dengan melihat dari buku sumber yang berkaitan dengan kasus yang
diambil dalam pembuatan makalah.
5. Manfaat Penulisan
5.1 Rumah Sakit
Laporan kasus ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien dengan PPOK
5.2 Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini di harapkan dapat menjadi bahan pustaka yang dapat memberikan
gambaran pengetahuan mengenai PPOK.
1. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010). Pada
klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan
dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru.
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons
inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu menurut
Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok
penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di
dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma
terutama yang menahun, bronkiektasis.
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Price, Sylvia Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah S.Harper (2008),
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang berkaitan dengan
sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru
obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan udara
yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam paru, yang
termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma dan emfisema.
2. Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Brashers (2007) adalah :
a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita
PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara
cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru
dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada kurang
dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan yang
menyebabkan awitan awal emfisema.
c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan rendahnya
tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK
saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin
berperan dalam terjadinya PPOK.
d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Reeves
(2001) adalah :
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis
pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi
dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang
menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok)
memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan
yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal
melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya.
Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup
drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah,
penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan
pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal.
Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan
tenaga dalam melakukan pernafasan.
4. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk
dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan
pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan
obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk
melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi
paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan
sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil.
Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan
elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan
(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi
jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan
dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
Sumber : http://dokumen.tips/documents/patofisiologi-55cac88875ac1.html
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2012) antara lain :
a. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi atau bula
(emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama
periode remisi (asma).
b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah
fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.
c. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan
emfisema.
d. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.
e. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma.
f. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan
kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma.
g. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis misalnya
paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis
dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis
respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
h. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps
bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat
pada bronkus.
i. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
j. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi
dan diagnosa emfisema primer.
k. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
l. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma
berat), disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF
(bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).
m. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat
disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau
evaluasi program latihan.
6. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah infeksi
nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik,
gagal nafas dan kor pulmonal.
Reeves (2001) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratory
Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit cor-
pulmonale.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer (2002) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang
memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada
pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-
10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik.
Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250
mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv
secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan
PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah
fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronis adalah
a. Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen penyebab dan edukasi
atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah untuk
meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kekambuhan, mencegah
serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai
medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien mencapai
relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan. Karena diperkirakan
bahwa inflamasi adalah merupakan proses fundamental dalam asma, maka inhalasi
steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih sering diresepkan.
Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam ke
dalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan steroid
oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan terlebih
dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih
berguna.
b. Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan fisik,
radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan ini
mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis
kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit ini
bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis
untuk mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.
Jika individu berhenti merokok, progresif penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan terapi
fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk individu
termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini infeksi, dan
teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir dimonyongkan, beberapa
individu
mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama selama musim dingin. Pemberian steroid
sering diberikan pada proses penyakit tahap lanjut.
Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik, drainase
postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan bronkoskopi
untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk
menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan pembedahan bagi klien yang terus
mengalami tanda dan gejala meski telah mendapat terapi medis. Tujuan utama dari
pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru. Biasanya
dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien mengalami penyakit dikedua sisi
parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan pembedahan pertama-tama dilakukan pada
bagian paru yang banyak terkena untuk melihat seberapa jauh perbaikan yang terjadi
sebelum mengatasi sisi lainnya.
Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,
memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk
menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003) mencakup tindakan
pengobatan dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan upaya bernafas,
pencegahan dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan
ventilasi pulmonal, memelihara kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan
pernafasan dan dukungan psikologis serta penyuluhan rehabilitasi yang berkesinambungan.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian yang cermat oleh perawat merupakan hal penting untuk mendeteksi masalah ini.
Melakukan pengkajian pada pernafasan lebih jauh dengan mengidentifikasi manifestasi klinis
pneumonia: nyeri, takipnea, penggunaan otot pernafasan untuk bernafas, nadi cepat, bradikardi, batuk,
dan sputum purulen. Keparahan dan penyebab nyeri dada harus diidentifikasi juga. Segala perubahan
dalam suhu dan nadi, jumlah sekresi, bau sekresi, dan warna sekresi, frekuensi dan keparahan batuk,
serta takipnea atau sesak nafas harus di pantau. Konsolidasi pada paru-paru dapat di kaji dengan
mengevaluasi bunyi nafas (pernafasan bronkial, ronki, atau krekles) dan hasil perkusi (pekak pada
bagian dada yang sakit). (PPNI T. P., 2018)
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data (informasi) yang
sistematis dan berkesinambungan. Sebenarnya, pengkajian tersebut ialah proses berkesinambungan
yang dilakukan pada semua fase proses keperawatan. Misalnya, pada fase evaluasi, pengkajian
dilakukan untuk menentukan hasil strategi keperawatan dan mengevaluasi pencapaian tujuan. Semua
fase proses keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang lengkap dan akurat.
Pengkajian meliputi:
a. Identitas pasien
a. Meliputi nama, nomor RM, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, asuransi
kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, serta diagnose
medis.
b. Keluhan utama
a. Keluhan utama pada gangguan sistem pernapasan, penting untuk mengenal tanda serta
gejala umum sistem pernapasan.Termasuk dalam keluhan utama pada sistem pernapasan,
yaitu batuk, batuk darah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri dada. Keluhan
utama pada bersihan jalan napas tidak efektif adalah batuk tidak efektif, mengi,
wheezing, atau ronkhi kering, sputum berlebih.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya, yang dapat
mendukung dengan masalah sistem pernapasan. Misalnya apakah klien pernah dirawat
sebelumnya, dengan sakit apa, apakah pernah mengalamisakit yang berat, pengobatan yang
pernah dijalanidan riwayat alergi.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang pada sistem pernapasan seperti menanyakan
riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan hingga klien meminta pertolongan.Misalnya sejak
kapan keluhan bersihan jalan napas tidak efektifdirasakan, berapa lama dan berapa kali
keluhan tersebut terjadi. Setiap keluhan utama harus ditanyakan kepada klien dengan sedetail-
detailnya dan semua diterangkan pada riwayat kesehatan sekarang.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada sistem pernapasan adalah hal yang
mendukung keluhan penderita, perlu dicari riwayat keluarga yang dapat memberikan
presdiposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak napas, batuk dalam jangka waktu lama,
sputum berlebih dari generasi terdahulu.
d. Aktivitas / istirahat
Akan timbul gejala seperti kelemahan, kelelahan, dan insomnia yang ditandai dengan
penurunan intoleransi terhadap aktivitas.
e. Sirkulasi
Memiliki riwayat gagal jantung serta ditandai dengan takikardi, tampak pucat.
f. Makanan / cairan
Akan timbul gejala seperti kehilangan nafsu makan, mual / muntah serta ditandai dengan
distensi abdomen, hiperaktif bunyi bisingusus, kulit kering dan tugor kulit buruk serta penampilan
malnutrisi.
g. Kenyamanan
Akan timbul gejala seperti sakit kepala, nyeri dada meningkat disertai batuk, myalgia, dan
atralgia.
h. Keamanan
Memiliki riwayat gangguan system imun, mengalami demam yang ditandai dengan
berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan.
i. Pemeriksaan fisik
Pada penderita pneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya muncul yaitu dikeadaan
umum pasien tampak lemah dan sesak nafas, untuk kesadaran tergantung tingkat keparahan
penyakit. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh tekanan darah hipertensi, nadi takikardi,
respirasi takipnea atau dispnea serta nafas dangkal, dan suhu tubuh hipertermi. Pemeriksaan di
bagian kepala tidak ada kelainan, pemeriksaan mata terdapat konjungtiva tampak anemis,
pemeriksaan hidung jika pasien mengalami sesak akan terdengar nafas cuping hidung.
Pemeriksaan pada paru-paru saat infeksi terlihat ada penggunaan otot bantu nafas. Palpasi di
dapatkan adanya nyeri tekan, paningkatan vocal fremitus pada daerah yang terkena. Perkusi
terdengar suara pekak karena terjadi penumpukan cairan di alveoli. Dan saat dilakukan auskultasi
terdengarronki. Pada pemeriksaan Jantung jika tidak ada kelainan jantung, maka pemeriksaan
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang di alaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. (PPNI T.
P., 2018)
Diagnosa keperawatan pada kasus pneumonia berdasarkan phatway, diagnosa yang mungkin
muncul yaitu:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret d.d batuk tidak efektif,
mengi dan dispnea (D.0001)
b. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d menunjukkan gejala distres (D.0074)
c. Ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d merasa khawatir dengan akibat dari kondisi
yang dihadapi (D.0080)
d. Resiko defisit nutrisi d.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0032)
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian kelinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan. (PPNI T. P., 2017)
Intervensi keperawatan pada kasus PPOK berdasarkan buku Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia sebagai berikut :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d produksi secret meningkat dan d.d batuk tidak
efektif, mengi, dispnea D.0001
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 × 24 jam diharapkan kebersihan jalan
nafas kembali efektif
Kriteria hasil: L.010001
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Mengi menurun
4. Wheezing menurun
5. Dispnea menurun 6. Pola nafas membaik Intervensi keperawatan:
1.2 Terapeutik
a. Atur posisi semi-fowler atau fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
c. Buang secret pada tempat sputum
d. Berikan minum hangat
1.3 Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b. Anjurkan Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan mulu mecucu (dibulatkan) selam
8 detik
c. Anjurkan mengulangi Tarik nafas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah Tarik nafas dalam yang ketiga
1.4 Kolaborasi
a. kolaborasi pemberian ekspektoran atau mukolitik, jika perlu
b. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit d.d gelisah, menunjukkan gejala distres
D.0074
Tujuan: setelah di lakukan tindakan 3 x 24 jam di harapkan pasien tidak merasa gelisa dan stress
Kriteria hasil: L.08064
1.2 TERAPEUTIK
a Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa ganguan dengan pncahayaan dan suhu
yang nyaman,jika memungkinkan
b Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedurteknik releksasi
c Gunakan pakaian longgar
d Gunakan nada suara lembut dan nada suara yang berirama
e Guakan rileksasi sebagai stategi penunjang dengan analgetik atau tindakan
medis lain,jika sesuai
1.3 EDUKASI
a Jelaskan tujuan ,manfaat, batasan, dan jenis rileksasi yang tersedia (mis, musik
, meditasi, napas dalam, reaksi otot progresif)
b Jelaskan secara rinci intervensireleksasi yang di pilih
c Aturan mengambil pososi nyaman
d Anjuran sering mengulangi atau melatih teknik yang di pilih
e Demonstasikan dan latih teknik yang di pilih
f Demonstasikan dan latih teknik yang rileksasi (mis, napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing )
c. ansietas b.d kebutuhan tidak terpenuhi d.d merasa kawatir akibat dari kondisi yang di
hadapi D.00080
Tujuan :setelah dilakukan tindakan 3x24 jam di harapkan pasien tidak mersa bingug,
berkonsentrasi dan tidak khawatir dengan kodisinya sendiri.
Kriteria hasil: L.09093
1. verbalsasi kebingungan menurun
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
3. Perilaku gelisah menurun
4. Kelihan pusing menurun
5. Anoreksia menurun
6. Frekuensi pernapasan menurun
7. Frekuensinadi menurun
8. Tekanan darahmenurun
9. Pola tidur membaik
10. Perasaankeberdayaan membaik
11. Kontak mata membaik
12. Pola kemih membaik
13. Orientasi membaik
Tujuan:setelah di lakukan pemeriksanan selama 3x24 jam pasien bisa memenuhi asuhan nutrisi
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
kriteria hasil :L.03030
1.1 OBSEVASI
a Identifikasi status nutrisi
b Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c Identifikasi makana yang disukai
d Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
e Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
f Monitor asupan makanan
g Monitor beratbadan
h Monitor hasl pemeriksaan laboratorium
1.2 TERAPEUTIK
a Lakukan orel hygiene sebelum makan, jika perlu
b Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis,piramida makanan)
c Sajiakan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
d Sajiakn makanan tinggi searatuntuk mencegah konstipasi
e E.berikan makan yang tinggi kalori dan tinggi protein
f Berikan suplemen makananan, jika perlu
1.3 EDUKASI
a Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian nutrisi parental
1.4 KOLABORASI
a Kolaborasi pemasangan akses, vena sentral, jika perlu
Tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi
keperawatan terbagi menjadi dua yaitu:
a. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi formatif harus dilaksanakan segra setelah
perencanaan keperawatan telah diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas
intervensi tersebut. Evaluasi formatif harus dilaksanakan terus menerus hingga tujuan
yang telah ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi formatif terdiri
atas analisis rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi
klien, dan menggunakan from evaluasi. Ditulis dalam catatan perawatan.
b. Evaluasi Sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan. Fokus
evaluasi sumatif adalah perubahan prilaku atau setatus kesehatan klien pada akhir asuhan
keperawatan. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna.
Hasil dari evaluasi dalam asuhan keperawatan adalah tujuan tercapai/masalah teratasi:
jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, tujuan
tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian: jika klien menunjukan perubahan sebagian
dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan, dan tujuan tidak tercapai/ masalah tidak
teratasi : jika klien tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama sekali dan bahkan
timbul masalah baru.
Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara
membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.Perumusan evaluasi sumatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan
istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan perencanaan.
1. S (subjektif)
Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien yang afasia
2. O (objektif)
Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh perawat.
3. A (analisis)
Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang dianalisis atau dikaji dari data
subjektif dan data objektif.
4. P (perencanaan)
Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan keperawatan, baik yang
sekarang maupun yang akan datang dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan pasien.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Klien Tn. R (67 tahun) masuk RS melalui IGD pada hari Kamis tanggal 06 Oktober 2022,
dengan keluhan sesak nafas sudah seminggu SMRS Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 06
Oktober 2022 klien mengatakan nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun dahak
tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada, skala nyeri 5, sakit saat bernafas dan batuk,
sakit di bagian dada saja, nafas terasa capek, klien mampu tidur malam 5 jam hanya terbangun
bila batuk saja, klien merasa sedih akan penyakitnya dan ingin cepat sembuh. TTV klien TD
140/90 mmHg, RR 27 x/menit, N 88 x/menit, S 36,80C, klien terpasang IVFD asering 20 tpm.
Nama : Tn. R
Umur : 67 Tahun
Pekerjaan : Petani
Penghasilan : 3.00.000,-/bulan
Status : Menikah
Golongan Darah : AB
Keluhan Utama : nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun dahak
tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada, sakit saat bernafas dan batuk, sakit
di bagian dada saja, nafas terasa capek, dan pusing.
➢ Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : KU sedang
• TD : 140/90 mmHg
• RR : RR 27 x/menit
6. Istirahat dan tidur : Istirahat dan tidur Pasien sebelum sakit biasanya tidur
malam 7 jam, tidur siang 1-2 jam. Setelah sakit Pasien mengatakan pola
istirahat terganggu karena batuk dan sesak napas. Pasien hanya bisa tidur
malam 5 jam, sedangkan tidur siang kurang dari 1 jam.
➢ Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan rambut : Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe dan tidak ada
lesi, penyebaran rambut merata dan berwarna hitam campur dengan putih,
tidak mudah patah, tidak bercabang dan tidak ada kelainan
2. Mata : Mata lengkap simetris kanan dan kiri, kornea mata jernih, konjungtiva
merah muda, sklera tidak ikterik, tidak ada pembengkakan pada kelopak mata,
adanya reflek cahaya pada pupil dan bentuk isokor, iris berwarna hitam
3. Hidung : Pernafasan cuping hidung, posis septum nasi ditengah, lubang
hidung bersih, penciuman baik, tidak ada kelainan
4. Mulut dan lidah : Keadaan mukosa bibir berwarna pucat dan kering, gigi
tanggal 3 bagian bawah, tidak ada karies, lidah berwarna merah dengan
permukaan putih, dan uvula terletak simetris di tengah.
6. Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba, kelenjar tiroid tidak teraba, posisi
trakea terletak ditengah, dan tidak ada kelainan
• Palpasi: Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri, vokal fremitus
normal teraba simetris, adanya retraksi otot pernafasaan
9. Pemeriksaan jantung :
• Inspeksi: CRT < 2 detik, tidak ada sianosis
• Auskultasi:
- BJ I Mitral: lup, reguler dan intensitas kuat Tidak ada bunyi jantung
tambahan
Pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan ekstermitas, tidak ada fraktur,
dan tidak ada luka.
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang
- Kimia klinis
Ureum 29 mg/dL
Kreatinin 1.1 mg/dL
GDS 184 mg/dL
Natrium 142 mmol/L
Kalium 3,8 mmol/L
Klorida 97 mmol/L
- Analisa darah
PH 7,362
PCO2 26,5 mmHg
PO2 137,7 mmHg
HCO3- 15,2 mmol/L
BE -8,6 mmol/L
Saturasi O2 99,1 %
Hasil Rontgen AP thoraks
- Atelektaksis lobus atas paru kanan
- Penyempitan saluran pernafasan (sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru
- PPOK eksaserbasi akut
Terapi obat yang klien dapatkan Bricasma 2 amp, Metyl Prednisolon 3x62,5 gram, Lasal
ekspektoran syrup 3x1, Cefriaxon 1x2 amp, Amlodipin 1x5 mg, Inhalasi pilmicont 2xsehari.
Klien di diagnosa Medis dengan PPOK Eksaserbasi + atelektaksis lobus atas paru kanan + Ca
tiroid pasca radiasi dengan suspek metastasis tumor di paru.
3.2 Analisa Data
• berikan minum
hangat
Edukasi
• jelaskan tujuan
dan prosedur
batuk efektif
• Anjurkan Tarik
nafas dalam
melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2
detik, kemudian
keluarkan dari
mulut dengan
mulu mecucu
(dibulatkan)
selam 8 detik
• Anjurkan
mengulangi
Tarik nafas
dalam hingga 3
kali
• anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
Tarik nafas
dalam yang
ketiga
Kolaboasi
• kolaborasi
pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika
perlu
SIKI (I.01006)
(I.01011)
2. 06 September Gangguan Tujuan: setelah di Observasi
2022 rasa nyaman lakukan tindakan 3 x Identitas penurunan
b.d gejala
penyakit d.d 24 jam di harapkan tingkat energy,
gelisah, pasien tidak merasa ketidak mampuan
menunjukka gelisa dan stress berkonsentrasi, atau
n gejala
Kriteria hasil: gejala lain yang
distres(D.00
74) 1. Kesejahteraan menganngu
fisik meningkat kemampuan
2. Kesejahteraan kognitif
psikkologis Identifikasi teknik
meningkat relaksasi yang
3. Dukungan social pernah efektif di
dan keluarga laukan
meningkat Identifikasi
4. Dukugan social kesedihan,kemamp
dan teman uan dan
meningkat pengggunaan
5. Perawatan teknik sebelumnya
sesuai Pemeriksaan otot,
kebutuhan frekuensi, nadi,
meningkat tekanan darah, dan
6. Rileks suhu sebelum dan
meningkat sesudah latihan
7. Kebisingan Monitor respon
menurun terhadap relaksasi
8. Sulit tidur Terapeutik
menurun Ciptakan
lingkungan tenang
SLKI (L.08064) dan tanpa ganguan
dengan pncahayaan
dan suhu yang
nyaman,jika
memungkinkan
Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedurteknik
releksasi
Gunakan pakaian
longgar
Gunakan nada
suara lembut dan
nada suara yang
berirama
Guakan rileksasi
sebagai stategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis
lain,jika sesuai
Edukasi
Jelaskan tujuan
,manfaat, batasan,
dan jenis rileksasi
yang tersedia (mis,
musik , meditasi,
napas dalam, reaksi
otot progresif)
Jelaskan secara
rinci
intervensireleksasi
yang di pilih
Aturan mengambil
pososi nyaman
Anjuran sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
di pilih
Demonstasikan dan
latih teknik yang di
pilih
Demonstasikan dan
latih teknik yang
rileksasi (mis,
napas dalam,
peregangan, atau
imajinasi
terbimbing )
SIKI (I.09326)
3. 06 Ansietas b.d Tujuan: Observasi
September kebutuhan setelah dilakukan Identifikasi saat
tidak
2022 tindakan 3x24 jam di tingkat ansietas
terpenuhi d.d
merasa harapkan pasien tidak berubah (mis,
kawatir mersa bingug, kondisi, waktu,
akibat dari
berkonsentrasi dan stressor)
kondisi yang
di hadapi tidak khawatir dengan Identifikasi
(D.00080) kodisinya sendiri. kemampuan
mengambil
Kriteria hasil: keputusan
1. Verbalsasi Monitor tanda-
kebingungan tanda ansietas
menurun Terapiutik
2. Verbalisasi Ciptakn suasan
khawatir akibat terapeutik untuk
kondisi yang menumbuhkan
dihadapi menurun kepercayaan
3. Perilaku gelisah Temani pasien
menurun untuk mengurangi
4. Kelihan pusing kecemasan, jika
menurun memungkinkan
5. Anoreksia Pahami situasi
menurun yang membuat
6. Frekuensi ansietas
pernapasan Dengarkan dengan
menurun penuh perhatian
7. Frekuensinadi Gunakan
menurun pendekatan yang
8. Tekanan tenang dan
darahmenurun meyakinkan
9. Pola tidur Tempatkan barang
membaik pribadi yang
10. Perasaankeberday memberikan
aan membaik kenyamanan
11. Kontak mata Motivasi untuk
membaik mengindentifikasi
12. Pola kemih situasi yang
membaik memicu
13. Orientasi kecemasan
membaik Diskusikan
perencanaan
SLKI (L.09093) realitas tentang
peristiwa yang
akan dating
Edukasi
Jelaskan
prosedur,termasuk
sensasi yang
mugkin di alami
Informasikan
secara fakutual
mengenai
diagnosis,
pengobatan,
danprognosis
Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama pasien,
jika perlu
Anjurkan
untukmelakukan
yang kompetitif,
jika sesuai
kebutuhan
Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
presepsi
Latih kegiatan
penglihatan untuk
mengurangi
ketgangan
Latih penggunaan
mekanisme
pertahan diri yang
tepat
Latih teknik
relaksasi
kolaborasi
A.kolaborasi
pemberian obat
ansietas, jika perlu
SIKI (I.09314)
4. 06 resiko defisit Tujuan:setelah di Obsevasi
September nutrisi d.d lakukan pemeriksanan Identifikasi status
2022 peningkatan selama 3x24 jam nutrisi
kebutuhan pasien bisa memenuhi Identifikasi alergi
metabolisme( asuhan nutrisi untuk dan intoleransi
D.0032) memenuhi kebutuhan makanan
metabolisme Identifikasi
kriteria hasil : makana yang
1. Porsi makanan disukai
yang di habiskan Identifikasi
menngkat kebutuhan kalori
2. kekuatan dan jenis nutrien
pengunyah Identifikasi
meningkat perlunya
3. Kekuatan otot penggunaan selang
menelan nasogastric
meningkat Monitor asupan
4. Verbalisasi makanan
keinginan untuk Monitor
meningkatkan beratbadan
nutrisi meningkat Monitor hasl
5. Pengetahuan pemeriksaan
tentang pilihan laboratorium
makanan sehat Terapeutik
meningkat Lakukan orel
6. Pengetahuan hygiene sebelum
tentang stndart makan, jika perlu
asupan Fasilitasi
nutrisiyang tepat menentukan
7. Perasaan cepat pedoman diet
kenyang menurun
8. Nyeri abdomen (mis,piramida
menurun makanan)
9. Berat badan Sajiakan makanan
indeks massa secara menarik dan
tubuh (IMT) suhu yang sesuai
membaik Sajiakn makanan
10. Frekuensi tinggi searatuntuk
makanan mencegah
membaik konstipasi
11. Nafsu makan E.berikan makan
membaik yang tinggi kalori
dan tinggi protein
12. Bising usus Berikan suplemen
membaik makananan, jika
13. Membrane perlu
mukosa membaik Edukasi
Jelaskan tujuan
dan prosedur
SLKI (L.03030) pemberian nutrisi
parental
Kolaborasi
Kolaborasi
pemasangan akses,
vena sentral, jika
perlu
SIKI (I.03119)
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
O:
- Klien habis ½ porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- IMT klien 15,77
- TTV
TD 150/80 mmHg
N 96 x/menit
RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit
teratsi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola makan klien saat ini
- Lakukan timbang BB
- Kaji IMT klien
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk makanan yang baik
untuk klien
Minggu, 09 Bersihan jalan nafas tidak S:
Oktober 2022 efektif b.d peningkatan - Klien mengatakan sesak
produksi sekret d.d batuk
makin terasa berat
tidak efektif, mengi dan
dipsnea (D.0001) - Klien mengatakan makin sulit
bernafas
- Klien mengatakan dinebulizer
tidak ada perubahan
- Klien mengatakan sudah tidak
mau dinebulizer sebab tidak
ada perubahan
O:
- Klien tampak sulit bernafas
- Suara nafas klien wheezing
- Saat diauskultasi masih
terdengar ronkhi di bronkus
- Klien bernafas dalam dan
cepat
- Klien menghentikan tindakan
nebulizer saat dinebulizer
- Oksigen masuk 3L/menit
Bersihan jalan nafas tidak - Obat masuk bricasma 2 amp,
efektif b.d peningkatan
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin
produksi sekret d.d batuk
tidak efektif, mengi dan 1x5 gr
dipsnea (D.0001)
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan
perubahan pola nafas sedikit
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi frekuensi, irama
dan bunyi nafas klien
- Pertahankan oksigen
tambahan klien
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat
bricasma 2 amp, metyl
prednisolon 3x62,6 gr, lasal
ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin
1x5 gr
- Antar klien ke ruang OK
untuk dilakukan trakeostomi
Bersihan jalan nafas tidak S:
efektif b.d peningkatan - Klien mengatakan masih
produksi sekret d.d batuk
batuk
tidak efektif, mengi dan
dipsnea (D.0001)
- Klien mengatakan dahak
sudah sedikit keluar
O:
- Saat auskultasi masih
terdengar sekret di bronkus
- Obat masuk lasal ekspektoran
syrup 3x1 sdm
- Klien menghentikan saat
nebulizer dilakukan
- Ronkhi +
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan
bersihan jalan nafas sedikit
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji karakteristik batuk
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat
bricasma 2 amp, metyl
prednisolon 3x62,6 gr, lasal
ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin
1x5 gr
- Antar klien ke ruang OK
untuk dilakukan trakeostomi
Gangguan rasa nyaman S:
b.d gejala penyakit d.d - Klien mengatakan nyeri masih
gelisah menunjukkan
terasa
gejala distres (D.0074)
- Klien mengatakan nyeri terasa
terus-menerus di dada dan
tenggorokan
- Klien mengatakan nyeri terasa
bukan saat batuk dan bernafas
saja
O:
- Klien tampak kesakitan
- Klien tampak meringis
- Skala nyeri 5
- Klien memegangi atau
memeluk bantal
- Klien berulang kali
mengatakan capek dan sakit
bernafas
- Obat masuk metyl
prednisolon 3x62,6 grm
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan
gangguan rasa nyaman nyeri
sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji karakteristik nyeri
(PQRST)
- Anjurkan klien untuk teknik
relaksasi nafas dalam
- Anjurkan klien tekhnik
relaksasi distraksi
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian obat metyl
prednisolon 3x62,5 grm
- Antar klien ke ruang OK
untuk dilakukan trakeostomi
Ansietas b.d kebutuhan S:
tidak terpenuhi d.d - Klien mengatakan takut jika
gelisah, merasa khawatir
makin sulit bernafas
dengan akibat
darikondisi yang - Klien mengatakan ingin cepat
dihadapi (D.0080) dilakukan operasi agar dapat
bernafas normal
O:
- Klien mengatakan
perasaannya
- Klien tampak gelisah
- Klien mering kanan dan kiri
terus menerus
- Klien memeluk bantal
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan ansietas
sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji tingkat kecemasan klien
- Kaji perasaan dan pandangan
klien terhadap penyakit
- Beri semangat klien dalam
proses penyembuhan
- Antar klien ke ruang OK
untuk dilakukan trakeostomi
Resiko perubahan nutrisi S:
b.d peningkatan kebutuhan - Klien mengatakan makan
metabolisme (D.0032)
sedikit
- Klien mengatakan nafsu
makan berkurang
O:
- Porsi makan klien habis ½
porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- BB klien stabil 44 kg
- IMT 15, 77
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Kaji pola makan klien setiap
hari
- Kaji ada mual atau muntah
- BB stabil atau penaikan
- IMT stabil atau dalam batas
normal
- Antar klien ke ruang OK
untuk dilakukan trakeostomi
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari hasil asuhan keperawatan Tn. R dengan PPOK, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa :
1. Melakukan pengkajian pada Tn. R terkait dengan PPOK
Dalam melakukan pengkajian pada Tn. R, penulis mengalami kesulitan dalam
melakukan komunikasi dengan Tn. R karena Tn. R kesulitan berbicara. Maka dari itu,
penulis tidak hanya melakukan wawancara pada pasien saja, tetapi juga pada anggota
keluarga Tn. R
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. R
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis, penulis memprioritaskan 3
diagnosa yaitu Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sekret d.d
batuk tidak efektif , mengi dan dispnea (D.0001). Gangguan rasa nyaman b.d gejala
penyakit d.d gelisah menunjukkan gejala distres (D.0074). Ansietas b.d kebutuhan
tidak terpenuhi d.d gelisah, merasa khawatir dengan akibat darikondisi yang dihadapi
(D.0080) Melakukan perencanaan terhadap Tn. R
2. Saran
RSUD Jombang
Penulis memberikan saran kepada Rumah Sakit agar dapat meningkatkan dan
mempertahankan standar asuhan keperawatan sehingga mutu pelayanan rumah sakit dapat
terjaga.
Institusi Pendidikan
Penulis berharap Institusi Pendidikandapat menyediakan sumber buku dengan tahun dan
penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam pembuatan seminar kecil dan dapat
meningkatkan kualitas pendidikan teruatama dengan pembuatan asuhan keperawatan dalam
praktek maupun teori.
Profesi Perawat
Penulis berharap agar perawat ruangan dapat meningkatkan mutu pelayanan, lebih ramah lagi
tehadap pasien dan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP. IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi
Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta : EGC
Buku Kedokteran.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The
http://www.goldcopd.org
Hidayat, Azis Alimul. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.
Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat Inap
Tangerang
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Nazir. 2000. Metode Penelitian. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Nursalam. 2001. Proses dan Prinsip Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba
Medika. Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume
1. Jakarta: EGC.
Reeves, Charlene J. 2001. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta:
EGC,
410-460.