Di Susun Oleh :
Rury Irawan
Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada Ny. “T” dengan penyakit paru obstruksi
kronis di padukuhan Gunung Polo, Argorejo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta.
Nama Mahasiswa : Rury Irawan
NIM : 200300763
Asuhan Keperawatan ini telah disetujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal:
Mahasiswa,
(Rury Irawan)
Mengetahui,
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang terlibat dalam penyusunan tugas
ini.
Semoga tugas kami dapat bermanfaat bagi para mahasiswa secara umum,
khususnya pada diri kami sendiri dan mudah - mudahan juga dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan ini memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu kami mohon untuk kritik
dan saran agar dalam penyusunan selanjutnya dapat sempurna. Terima kasih.
Penulis
LATAR BELAKANG
A. Konsep Dasar
2. Etiologi
Brashers (2017) menjelaskan bahwa factor yang menyebabkan timbulnya PPOK
merupakan :
a) Lebih dari 90% perokok memiliki resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok
menderita PPOK. Seorang perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi
paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan
penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
c) Terjadinya Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak yang
berhubungan dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dapat
meningkatkan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti
adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK merupakan malfungsi
kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk
dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek
sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada
batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan
produksi dahak yang semakin banya. Reeves (2011). Biasanya pasien akan sering
mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga
pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-
tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien
mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari. Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan
berat badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan
selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak
cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih
membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam
melakukan pernafasan.
4. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai
hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi merupakan proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi
merupakan peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan
perfusi merupakan distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri
dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk
melihat gangguan restriksi merupakan kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan
obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio
volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP)
(Sherwood, 2011). Faktor risiko utama dari PPOK merupakan merokok.
Komponenkomponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan
silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan
mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan
(GOLD, 2010). Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat 7 pengempisan (recoil) paru secara
pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara
akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2010). Berbeda
dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi
seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil.
Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors
dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan
dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi
mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol
(Chojnowski, 2013).
5. Penatalaksanaan
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x
0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya merupakan H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta
laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien
yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada
pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram
diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25- 0,5 g iv secara perlahan.
Ditambahkan oleh Asih (2013) bahwa penatalaksanaan medis pada pasien dengan
PPOK merupakan penatalaksanaan medis untuk asma, yaitu penyingkiran agen penyebab
dan edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma
merupakan untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kekambuhan,
mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai
medikasi yang diberikan untuk klien asma merupakan untuk membuat klien mencapai
relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan. Karena diperkirakan bahwa
inflamasi merupakan merupakan proses fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid
bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan
inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tidak
menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan steroid oral. Inhalasi beta dua
adrenergic di rekomendasikan untuk diberikan terlebih dahulu untuk membuka jalan nafas
sebelum inhalasi steroid.
Intervensi :
Mandiri :
Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels,
ronkhi. R/ mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi
manifestasi adanya bunyi nafas adventisius.
Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi. R/
takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Catat adanya derajat
dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distress pernafasan,
penggunaan otot bantu. 16 R/ mengetahui disfungsi pernapasan.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. R/ mempermudah fungsi pernapasan
dengan menggunakan gravitasi.
Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir. R/ mengatasi dan
mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. Observasi karakteristik
batuk, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
memperbaiki keefektifan upaya batuk. R/ batuk dapat menetap tetapi tidak
efektif.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti
makanan. R/ hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah
pengeluaran.
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi. - Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).
Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan. - Berikan
humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol
ruangan.
Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada. R/ merilekskan otot
halus dan menurunkan kongesti lokal menurunkan spasme jalan napas, mengi,
dan produksi mukosa
Banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan
nafas.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan. Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan beratnya
hipoksemia. Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau
area konsolidasi.
Palpasi fremitus. 18
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
gelisah dan ansietas merupakan manifestasi umum pada hipoksia. Evaluasi
tingkat toleransi aktivitas.
Berikan lingkungan tenang. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau
istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas
secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. Awasi tanda
vital dan irama jantung.
Takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi :
Awasi dan gambarkan seri AGD dan oksimetri.
PaCO2biasanya meningkat dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil AGD dan toleransi
pasien.
dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia
Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke
ICU sesuai instruksi untuk pasien.
terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan
penyelamatan hidup.
c. Gangguan rasa nyaman “nyeri” Berhubungan Dengan penumpukan gas di lambung.
Setelah di lakukan tindakan keperawatan 2x24 jam gangguan rasa nyaman “nyeri’
berkurang dengan kriteria hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang.
Skala nyeri 2 - klien tidak meringgis –
TTV TD 120/80-140/100 mmhg Nadi 60-100X/ menit Suhu: 36,5-37,5 derajat
Intervensi :
Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga jelaskan tentang penyebab sakit
yang di alami. Respon klien dan keluarga lebih terbuka dan menerima baik
penjelasan dari perawat.
Ajarkan pada keluarga klien agar memberi kompres hangat pada daerah perut
yang sakit. Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
Berikan posisi senyaman mungkin. Mengetahui perkembangan setiap hasilnya
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama : Ny. “T”
Umur : 68th
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
b. Status Kesehatan Saat Ini
Klien mengatakan “sering batuk berdahak tebal dan kental, dan sesak nafas,
bernafas tidak plong, dan serasa ada dahak tidak bisa keluar”
c. Penyakit Saat Ini
Klien mengatakan saat ini menderita PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis )
d. Penyakit Masa Lalu
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit pada masa lalu dan tidak ada
riwayat alergi
Klien mengatakan “tidak merokok, tidak minum kopi dan akohol dan tidak minum
obat tidur”
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga klien
f. Pengkajian Sistem
1) Keadaan umum
KU sedang
TB : 150 cm BB : 47 kg IMT : 20 ( BB normal )
Tekanan Darah : 130/80 mmhg
2) Integumen
Turgor kulit: Tampak keriput, elastisitas cukup, kulit kering
Pressure ulcer : Tidak terdapat kelainan pigmentasi pada kulit klien,
tekstur kulit kering.
Capillary Refill: <2 detik
3) Kepala
Bentuk mesochepal, distribusi warna rambut hitam, keadaan rambut bersih,
tidak ada lesi.
4) Mata
Tidak gangguan pada mata
Mata kanan kiri simetris
Konjungtiva : tidak anemis (-/-)
Sklera : tidak ikterik (-/-)
Kadang kadang pandangan kabur.
Visus : ODD 6/6 ODS 6/6
5) Telinga
Tidak ada kelainan pada bentuk daun telinga
Pendengaran masih baik.
6) Mulut dan tenggorok
Mukosa mulut lembab, tidak ada lesi, gigi tidak lengkap, dan tidak
menggunakan gigi palsu
Gusi tidak ada yang luka, lidah bersih, keadaan bibir lembab dan tidak
stomatitis
7) Leher
Normal, tidak ada pembesaran tiroid
8) Payudara
Bentuk simetris, tidak ada benjolan pada payudara
9) Sistem pernafasan
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada jejas ataupun luka pada dada,
pergerakan dada kanan dan dada kiri normal, bernafas spontan dengan
hidung 23x/menit, pasien sering batuk mengeluarkan dahak tebal dan
kental. Pasien bernafas menggunakan otot pernapasan tambahan, pasien
bernafas dangkal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dada
Perkusi : Suara perkusi dada sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara pernafasan atau paru terdengar bunyi ronchi bilateral
pada dada.
10) Sistem kardiovaskuler
Tekanan Darah : 130/80mmHg
Capillary Refill : <2 detik
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Perkusi : Suara perkusi atau ketukan jantung redup.
Palpasi : Nadi: 68 x/menit, Iktus cordis teraba dan detak
jantung teraba serta tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Suara jantung normal (tidak ada bunyi tambahan pada
auskultasi)
11) System gastrointestinal
Inspeksi : Bentuk simestris, tidak ada jejas ataupun luka, tidak terdapat
ascites
Perkusi : Suara abdomen timpani
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada empat kuadran
Auskultasi: Bising usus 7 kali/menit
12) System perkemihan
Tidak ada rasa nyeri saat berkemih
BAK : 4-5 kali perhari (800 ml)
Warna : Kuning
13) System genetoreproduksi
Pasien berjenis kelamin perempuan
Menarce : SD (usia 13 tahun)
Menopause : 50 tahun
14) System musculoskeletal
Klien tidak mengalami nyeri pada ekstermitas
Rentang gerak: ROM aktif pada ekstremitas atas bawah, ada batasan
gerak.
Kemampuan ADL: hasil Indeks Katz adalah A: Kemandirian dalam hal
makan, BAK/BAB, Berpindah, Ke Kamar kecil, mandi dan berpakaian.
Kekuatan otot :
5 5
5 5
3. Diagnose
A: masalah teratasi
P:hentikan
intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran. 2013.
Hidayat, Azis Alimul. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. 2018.