Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas rahmat dan
karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Adapun judul dari
makalah ini adalah ” PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK)”. Makalah ini di
susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Maternitas.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah yang bersangkutan yang telah memberikan tugas terhadap penyusun.
Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu.
Penyusunan makalah ini jauh dari sempurna.Dan ini merupakan langkah yang baik dari
studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan penyusun, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa penyusun mengharapkan semoga makalah inidapat
berguna bagi penyusun pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang ireversibel
dan peningkatan usaha bernapas. Istilah lainnya adalah COLD dan COAD (Chronic obstructive
lung/airway disease; penyakit paru/jalan napas obstrurtif kronik). PPOK meliputi bronkitis kronis dan
emfisema yang sering terjadi bersamaan (Ward, 2006). Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya paparan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK,
semakin banyaknya jumlah perokok, khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di
dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja (Mangunnegoro, 2003).
Data di dunia pada tahun 2007 menunjukkan bahwa PPOK mengenai 210 jiwa, dan penyakit ini
merupakan penyebab kematian ke 5 pada tahun 2002 dan akan meningkat menjadi ke 4 pada tahun 2030
(WHO, 2007). Diperkirakan jumlah penderita PPOK di Cina tahun 2006 mencapai 38,1 juta penderita, di
Jepang sebanyak 5 juta penderita dan Vietnam sebanyak 2 juta penderita. Sedangkan di Indonesia
diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Data yang didapat di BBKPM (Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta pada tahun 2012 menunjukan terdapat 439 pasien PPOK, pada
tahun 2013 sebanyak 434 orang, dan pada tahun 2014 sebanyak 224 orang.
Gejala klinis pada PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan
aktivitas. Faktor patofisiologi yang berkontribusi dalam kualitas dan intensitas sesak nafas saat
melakukan aktivitas pada pasien PPOK antara lain kemampuan mekanis dari otot-otot inspirasi,
meningkatnya volume restriksi selama beraktivitas, lemahnya fungsi otot-otot inspirasi, meningkatnya
kebutuhan ventilasi relatif, gangguan pertukaran gas, kompresi jalan nafas dinamis dan faktor
kardiovaskuler. Oleh karena itu pasien PPOK cenderung menghindari aktivitas fisik sehingga pasien
mengurangi aktivitas sehari-hari yang akhirnya akan menyebabkan immobilisasi, hubungan pasien
dengan lingkungan dan sosial menurun sehingga kualitas hidup menurun (Khotimah, 2013).
Dalam penatalaksanaan penderita PPOK, disamping pemberian terapi secara farmakologis dan
penghentian merokok juga diperlukan terapi non-farmakologis yaitu rehabilitasi paru. Salah satu
rehabilitasi paru yaitu dengan fisioterapi dan menggunakan teknik respiratory muscle exercises.
Rehabilitasi paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk mengontrol,
mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional secara optimal sehingga pasien dapat hidup
mandiri dan berguna bagi masyarakat (Ikalius, 2006). Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas
penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian respiratory muscle
exercise terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) menggunakan Modified Medical Research Council
scale (MMRC scale) pada penderita PPOK.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
menggunakan pendekatan manajemen keperawatan
2. Tujuan Khusus
Melakukan pengkajian fisik pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Menganalisa data pasien dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronik) menggunakan Nursing Diagnose (NANDA)
Menentukan rencana asuhan keperawatan berdasarkan Nursing intervention Classification
(NIC)
Menentukan Kriteria Hasil yang diinginkan berdasarkan Nursing outcomes classification
(NOC)
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP PENYAKIT
1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia.
Prevalensi, morbiditas, dan mortalitas PPOK mulai meningkat diseluruh dunia dan diperkirakan
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang mempunyai hubungan antara
keterlibatan metabolik, otot rangka dan molekuler genetik. Keterbatasan aktivitas merupakan
keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot rangka
merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi
sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan.
Merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja (terhadap batubara, kapas, padi-padian)
merupakan faktor-faktor risiko penting yang menunjang pada terjangkitnya penyakit ini.
Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20 sampai 30 tahun. PPOK juga ditemukan pada
individu yang tidak mempunyai enzim yang normal tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini
dalam kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang timbul
2. Etiologi
Beberapa faktor penyebab PPOK menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) dalam :
a. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas kimiawi.
b. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga menyebabkan semakin menurunnya fungsi paru-paru
c. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang dengan kondisi ini
berisiko mendapat PPOK. d. Keadaan menurunnya alfa anti tripsin. Enzim ini dapat melindungi
paru-paru dari proses peradangan. Menurunnya enzim ini menyebabkan seseorang menderita
empisema pada saat masih muda meskipun tidak ada riwayat merokok.
a. Asma
Penyakit jalan nafas obstruktif intermienb, reversible dimana trakea dan bronkus berespon
b. Bronkhitis kronis
Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3 bulan secara berturut-
turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya selama 2 tahun. Bronkhitis Kronis adalah batuk
yang hampir terjadi setiap hari dengan disertai dahak selama tiga bulan dalam setahun dan
c. Emfisema
Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran
alveolus, tidak normalnya duktus alveolar dan destruksi pada dinding alveolar. (PDPI, 2003).
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disiase
(GOLD) 2011.
a. Derajat I (Ringan): Gejala batuk kronis dan ada produksi sputum tapi tidak sering. Pada derajat
batuk dan produksi sputum. Biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya pada derajat
ini.
c. Derajat III (Berat): Sesak nafas terasa lebih berat, terdapat penurunan aktifitas, mudah lelah,
serangan eksaserbasi bertambah sering dan mulai memberikan dampak terhadap kualitas hidup.
d. Derajat IV (PPOK Sangat Berat): Terdapat gejala pada derajat I, II dan III serta adanya tanda-
tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan. Pasien mulai tergantung pada oksigen. Kualitas
hidup mulai memburuk dan dapat terjadi gagal nafas kronis pada saat terjadi eksaserbasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grace et al (2011) dan
Jackson (2014) :
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik, gagal nafas akut, infeksi
berulang, dan kor pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa
PaO250 mmHg, serta Ph dapat normal. Gagal nafas akut pada gagal nafas kronis ditandai oleh
sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan
kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi
kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit
darah. Adanya kor pulmonal ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat
2) Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotic, anti peradangan, anti oksidan, mukolitik dan
antitusif.
3) Terapi oksigen
Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang progresif dan berkepanjangan sehingga
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di
otot maupun organ-organ lainnya.
4) Ventilasi mekanis
Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada eksaserbasi dengan adanya gagal nafas yang
akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronis atau PPOK derajat berat dengan gagal nafas
kronis. Ventilasi mekanis dapat dilakukan di rumah sakit (ICU) dan di rumah.
5) Nutrisi
Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang disebabkan meningkatnya kebutuhan energi
sebagai dampak dari peningkatan otot pernafasan karena mengalami hipoksemia kronis dan
hiperkapni sehingga terjadi hipermetabolisme. Malnutrisi akan meningkatkan angka kematian
pada pasien PPOK karena berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan perubahan analisa gas
darah.
6) Rehabilitasi
Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan toleransi pasien PPOK terhadap
katifitas fisik yaitu: menyesuaikan aktifitas, latihan batuk efektif dan latihan pernafasan.
1. Data Objektif
Gejala :
Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan Tanda :
Keletihan
Gelisah, insomnia
SIRKULASI
Gejala :
INTEGRITAS EGO
Gejala :
MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
Mual/muntah
penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan meninjukkan edema
(bronchitis) Tanda :
Edema dependen
Berkeringat
HIGIENE
Gejala :
Gejala :
Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema)
khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada
tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma) Batuk menetap dengan produksi sputum
setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali
(bronchitis kronis)
Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini meskipun dapat
menjadi produktif (emfisema)
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka
panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk
gergaji)
Tanda :
Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau
krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas
(asma)
Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema); bunyi pekak
pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu keseluruhan; warna merah
(bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut
“pink puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasan cepat.
Gejala :
Adanya/berulang infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
SEKSUALITAS
INTERAKSI SOSIAL
Gejala :
4. Diagnosa Keperawatan
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun
antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
ditandai dengan sesak
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ekspresi nyeri,
melaporkan nyeri secara verbal
5. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA NOC NIC
1. Bersihan jalan nafas Tujuan : setelah diberikan 1. Memposisikan pasien
tidak efektif asuhan keperawatan …x… untuk memaksimalkan
berhubungan dengan jam Bersihan jalan nafas ventilasi
tidak efektif tidak terjadi 2. Melakukan Fisioterapi
peningkatan produksi
peningkatan produksi dada
sputum sputum, dan dapat 3. Membuang secret
mengeluarkan sputum dengan memotivasi
yang berada di saluran pasien untuk
pernafasan . melakukan batuk dan
Kriteria hasil : menyedot lendir
a) RR 16-24 x/mnt 4. Menginstruksikan agar
b) IramaPernafasan bisa melakukan batuk
Vaskuler efektif
c) Mampudalam 5. Memonitor status
mengeluarkan sekret pernafasan dan
d) Tidak ada Suara nafas oksigenasi
tambahan sebagaimana mestinya
e) Tidak Dypsneu Saat
2. Ketidakefektifan pola Istirahat dan Aktivitas
napas berhubungan ringan
dengan kelumpuhan otot
diafragma ditandai
1) Memonitor kecepatan
dengan gangguan , irama , kedalaman
ventilasi Tujuan : setelah diberikan dan kesulitan bernafas
asuhan keperawatan 2) Memonitor adanya
selama ...x.... jam suara nafas tambahan
diharapkan Pola napas seperti ngorok atau
Menjadi efektiv Kriteria mengi
evaluasi: 3) Memonitor Saturasi
a) RR 16-24 x mnt oksigen
b) Tidak terdengar 4) Memonitor
suara nafas tambahan peningkatan kelalahan
c) Retraksi dinding , kecemasan dan
Dada simetris antara kekurangan udara
kanan dan kiri pada pasien
d) Hasil Rongten dada 5) Mencatat perubahan
menunjukkan pada saturasi O2,
berkurangnya keaadaan volume tidal akhir
patologis dari pasienti CO2 dan perubahan
e) Tidak ada nilai analisa gas darah
gangguan saat Ekspirasi yang tepat
f) Tidak ada akumulasi 6) Memonitor sesak
Sputum nafas pasien sedang
istirahat maupun
beraktivitas .
7) Memberikan Bantuan
terapi (nebulizer)
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. Identitas Klien
Nama : Ny. M
No. MR : 02.62.39
Tanggal masuk RS : 24 juni 2018
Umur :65 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal lahir : 1 desember 1953
Agama :islam
Pendidikan : smp
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat Rumah : jl. Sultan hasanudin
Status :janda
Diagnosa medis : ppok
3. Blood
TD = 130/mmHg
N = 120x/menit
Hb = 10,3 g/dl
Ht = 36 %
4. Bladder
Klien mengatakan tidak ada nyeri tekan
Abdomen : kuadran I = 7x/menit
Kuadran II = 5x/menit
Kuadran III = 5x/menit
Kuadran IV = 4x/menit
( Bising usus 21x/ menit ) normalnya 15-30x/menit
5. Bone
Klien kondisinya lemah, tapi kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah normal ,
namun jika sesak aktiitas terbatas
B. Secondary survey (pengkaian head to toe )
1. Kepala
rambut sebagian Bersih berwarna putih, lurus, tidak ada luka pda kepala dan tidak
ada ketombe, tidak ada benjolann pada kepala
2. Mata
Tidak ada ikterik, simetris kanan & kii konjungtiva pucat, eaksi terhadap cahaya
baik, penglihatankabur tidak menggunakan kaca mata, abdusen : abduksi mata
normal, pasien mampu menggerakkan mata kea rah lateral
3. Telinga
simetris, tidak ada serumen dan bersih, pendengaran sedikit berkuran
4. Hidung
Tidak ada simteris, septum, masi sietris, mampu membedakan bau, tidak ada
perdarahan
5. Leher
Tidak ada pembesaran tiroid, bersih, dan tidak terdapat lesi
6. Mulut
Tidak ada sariawan dan bau mulut, namun gigi klien ada yng tanggal, tidak ada luka
di bibir, bibir kering, tdak ada sianosis di bibir, lidah bisa merasakan rasa asin, pahit,
asam dan manis
7. Tenggorokan
Tidak ada pembesaran tonsil, uvula terdaat ditengah tidak ada kesulitan menelan,
hanya kurang nafsu makan dan mual muntah , dan 1 kali tadi pagi
8. Paru-paru
I = bentuk dada simetris, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, dan tidak ada
lesi
P = getran simetris pada lapang paru
P = sonor
A = suara paru vesicular
9. Jantung
I = iktus cordis tidak terlihat
P = Iktus cordis pada ics 5 mid klavikula sinistra
P = batas kanan atas : ics 2 linia para sternalis dextra
Batas kanan bawah : ics 4 linea para sternalis dextra
Batas kiri atas : ics 2 linea para strenalis sinistra
Batas kriri bawah : ics 4 linea mid klavikula sinistra
A = s1 s2 tunggal, tidak ada suara tambahan
10. Abdomen : kuadran I = 7x/menit
Kuadran II = 5x/menit
Kuadran III = 5x/menit
Kuadran IV = 4x/menit
Bising usus 21x/menit ( nirmalnya 15-30x./menit)
11. Kulit : warna kulut coklat, turgor kembali < 1 detik tekstur tidak
kencang, kulit lembab, tidak ada reaksi alergi terhadap apapun
12. Genetalia : bersih, tidak ada lesi, dipasan kateter pada tanggal 24 juni 2018
13. Rectum : tidak ada hemoroid, bersih, tidak ada pembengkakan rectum
14. Ekstremitas : otot melemah
C. Hasil penunjang
1. Therapi obat
- Cedocard 2mg/jam
- Omeprozol 1 amp/24jam
- Combivent /24jam
- Cefixime 2x400mg
- Lasix 10mg/jam
- Aminophylin 1½ ampl/24jam
2. Hasil Lab
Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Normal
PH 7,31 7,35-7,45
Tamp B 36.0
*Urine Lengkap
PH 6.0 4,5-80
D. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. DS: Klien mengatakan sesak nafas dari kemarin malam Hiperventilasi Ketidakefektifan
DO: RR:28 x/mnt, klien menggunakan alat bantu pola nafas
pernafasan, dan menggunakan oksigen nasal kanul
4ltr/mnt
2. DS: Klien mengatakan tidak nafsu makan, merasa Faktor biologis Ketidakseimbangan
mual, muntah 1 kali nutrisi kurang dari
DO: Klien lemah, lemas. BB= 36kg ; TB = 148cm= kebutuhan tubuh
1,48m
36 40
A = IMT = 1, 48.1, 48 = 2 ,1904 = 16,43 kg/m²
normalnya (18,5-22,9kg/m²)
B. Hb = 10,3 g/dl
C. Anak klien mengatakan mual dan muntah 1
kali, konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir pecah-
pecah
D. Klien makan yang diberikan RS tidak habis
3. DS: klien mengatakan saat sesak aktivitas terbatas, Ketidakseimbang Intolerasi aktifitas
badan jadi lemas, aktivitas selalu ditempat tidur an antara suplai
DO: klien hanya baring di tempat tidur, klien lemas dan kebutuhan
Hb: 10,3 g/dl oksigen
E. Diagnosa Kemperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis
3. Intolerasi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
F. Implementasi
Tgl/jam DX implementasi Respon
III 3.1 Memonitor respon emosi fisik, DS : Kloen mengatakan setiap sesaknya
social, spiritual terhadap aktifitas kambuh pasti aktivitasnya jadi
terhambat.
DO: Klien terbaring di tempat tidur
PEMBAHASAN
Tanda dan gejala yang sering dialami penderita ppok biasanya batuk disertai produksi
sputum, sesak napas, mudah kelas saat beraktivitas berat.
4. Gangguan kardiovaskular
(khotima 2013)
Oleh karena itu pasien dengan ppok cenderung menghindari aktivitas fisik yang
berat karena keterbatasan untuk beraktivitas sehingga imobilisasi mereka terbatas .
Dari hasil pengkajian pada Ny. M didapatkan diagnosa PPOK. dan Ny. M riwayat
penyakit asma sejak delapan tahun yang lalu.
Penyebab terjadinya obstruksi jalan napas pada Ny. M adalah akibat dari paparan
terhadap polusi lingkungan. Tetangga disekitar rumah dan anak ny.m dirumah memiliki
kebiasaan merokok, polutan di dalam rumah maupun luar ruah menjadi salah satu
faktor penyebab Ny. M mengalami penyakit paru obstruksi kronik (ppok). Setelah
dilakukan asuhan pada ny.m diberikan intervensisebagai berikut :
1. Memonitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
2. Melakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
3. Mengajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai resep,
sebagaimana mestinya.
4. Meregulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
5. Menentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi .
6. Memonitor kalori dan asupan makanan.
7. Mengidentifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang di miliki pasien.
8. Memberi obat - obatan sebelum makan ( misalnya, penghilang rasa sakit,
antiematik), jika di perlukan.
9. Membantu pasien dalam menetukan pedoman atau piramida makanan yang
paling cocok dalam kebutuhan memenuhi nutrisi dan preferensi.
PENUTUP
KESIMPULAN
Keterbatasan aktifitas merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi
kualitas hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktifitas
PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan ,peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler,osteoporosis,dan depresi merupaan manifestasi sistemik PPOK.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan denga interaksi genetic dengan lingkungan.
Merokok,polusi udara,dan pemjanan ditempat kerja(terhadap batu bara,kapas,padi-padian) merupakan
factor-faktor risiko penting yang menunjang pada terjangkitnya penyakit ini.proses dapat terjadi dalam
rentang lebih dari 20 sampai 30 tahun . PPOK juga ditemukan pada individu yang tidak mempunyai
enzim yang normalertentu. PPOK tampat timbul cukup dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan
yang memiliki kemajuan lambat yang timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejalaklinis
kerusakan fungsi paru.
SARAN
Sebaiknya untuk mencegah terjadinya PPOK harus terhindar dari merokok untuk mencapai hidup
yang sehat dan paru-paru dapat bekerja dengan baik.