Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas rahmat dan
karunianya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Adapun judul dari
makalah ini adalah ” PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK)”. Makalah ini di
susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Maternitas.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah yang bersangkutan yang telah memberikan tugas terhadap penyusun.
Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu.

Penyusunan makalah ini jauh dari sempurna.Dan ini merupakan langkah yang baik dari
studi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan penyusun, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa penyusun mengharapkan semoga makalah inidapat
berguna bagi penyusun pada khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya

Samarinda, 08 Juli 2018

Tim Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang ireversibel
dan peningkatan usaha bernapas. Istilah lainnya adalah COLD dan COAD (Chronic obstructive
lung/airway disease; penyakit paru/jalan napas obstrurtif kronik). PPOK meliputi bronkitis kronis dan
emfisema yang sering terjadi bersamaan (Ward, 2006). Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya paparan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK,
semakin banyaknya jumlah perokok, khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di
dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja (Mangunnegoro, 2003).

Data di dunia pada tahun 2007 menunjukkan bahwa PPOK mengenai 210 jiwa, dan penyakit ini
merupakan penyebab kematian ke 5 pada tahun 2002 dan akan meningkat menjadi ke 4 pada tahun 2030
(WHO, 2007). Diperkirakan jumlah penderita PPOK di Cina tahun 2006 mencapai 38,1 juta penderita, di
Jepang sebanyak 5 juta penderita dan Vietnam sebanyak 2 juta penderita. Sedangkan di Indonesia
diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Data yang didapat di BBKPM (Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta pada tahun 2012 menunjukan terdapat 439 pasien PPOK, pada
tahun 2013 sebanyak 434 orang, dan pada tahun 2014 sebanyak 224 orang.

Gejala klinis pada PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak nafas dan keterbatasan
aktivitas. Faktor patofisiologi yang berkontribusi dalam kualitas dan intensitas sesak nafas saat
melakukan aktivitas pada pasien PPOK antara lain kemampuan mekanis dari otot-otot inspirasi,
meningkatnya volume restriksi selama beraktivitas, lemahnya fungsi otot-otot inspirasi, meningkatnya
kebutuhan ventilasi relatif, gangguan pertukaran gas, kompresi jalan nafas dinamis dan faktor
kardiovaskuler. Oleh karena itu pasien PPOK cenderung menghindari aktivitas fisik sehingga pasien
mengurangi aktivitas sehari-hari yang akhirnya akan menyebabkan immobilisasi, hubungan pasien
dengan lingkungan dan sosial menurun sehingga kualitas hidup menurun (Khotimah, 2013).
Dalam penatalaksanaan penderita PPOK, disamping pemberian terapi secara farmakologis dan
penghentian merokok juga diperlukan terapi non-farmakologis yaitu rehabilitasi paru. Salah satu
rehabilitasi paru yaitu dengan fisioterapi dan menggunakan teknik respiratory muscle exercises.
Rehabilitasi paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk mengontrol,
mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional secara optimal sehingga pasien dapat hidup
mandiri dan berguna bagi masyarakat (Ikalius, 2006). Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas
penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian respiratory muscle
exercise terhadap penurunan sesak nafas (dyspnea) menggunakan Modified Medical Research Council
scale (MMRC scale) pada penderita PPOK.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
menggunakan pendekatan manajemen keperawatan

2. Tujuan Khusus

 Melakukan pengkajian fisik pada pasien PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
 Menganalisa data pasien dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik)
 Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronik) menggunakan Nursing Diagnose (NANDA)
 Menentukan rencana asuhan keperawatan berdasarkan Nursing intervention Classification
(NIC)
 Menentukan Kriteria Hasil yang diinginkan berdasarkan Nursing outcomes classification
(NOC)
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP PENYAKIT
1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia.

Prevalensi, morbiditas, dan mortalitas PPOK mulai meningkat diseluruh dunia dan diperkirakan

merupakan masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian khusus dalam penatalaksanaan

pencegahan terhadap penurunan progesivitas fungsi paru

Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang mempunyai hubungan antara

keterlibatan metabolik, otot rangka dan molekuler genetik. Keterbatasan aktivitas merupakan

keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot rangka

merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi

sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan

depresi merupakan manifestasi sistemik PPOK2 .

PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan.

Merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja (terhadap batubara, kapas, padi-padian)

merupakan faktor-faktor risiko penting yang menunjang pada terjangkitnya penyakit ini.

Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20 sampai 30 tahun. PPOK juga ditemukan pada

individu yang tidak mempunyai enzim yang normal tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini

dalam kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang timbul

bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.

2. Etiologi

Beberapa faktor penyebab PPOK menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) dalam :

a. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas kimiawi.

b. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga menyebabkan semakin menurunnya fungsi paru-paru
c. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang dengan kondisi ini

berisiko mendapat PPOK. d. Keadaan menurunnya alfa anti tripsin. Enzim ini dapat melindungi

paru-paru dari proses peradangan. Menurunnya enzim ini menyebabkan seseorang menderita

empisema pada saat masih muda meskipun tidak ada riwayat merokok.

3. Jenis Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson (2014):

a. Asma

Penyakit jalan nafas obstruktif intermienb, reversible dimana trakea dan bronkus berespon

dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu Brunner et al., 2010).

b. Bronkhitis kronis

Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3 bulan secara berturut-

turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya selama 2 tahun. Bronkhitis Kronis adalah batuk

yang hampir terjadi setiap hari dengan disertai dahak selama tiga bulan dalam setahun dan

terjadi minimal selama dua tahun berturut-turut (GOLD, 2010).

c. Emfisema

Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran

alveolus, tidak normalnya duktus alveolar dan destruksi pada dinding alveolar. (PDPI, 2003).

4. Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disiase

(GOLD) 2011.

a. Derajat I (Ringan): Gejala batuk kronis dan ada produksi sputum tapi tidak sering. Pada derajat

ini pasien tidak menyadari bahwa menderita PPOK.


b. Derajat II (Sedang): Sesak nafas mulai terasa pada saat beraktifitas terkadang terdapat gejala

batuk dan produksi sputum. Biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya pada derajat

ini.

c. Derajat III (Berat): Sesak nafas terasa lebih berat, terdapat penurunan aktifitas, mudah lelah,

serangan eksaserbasi bertambah sering dan mulai memberikan dampak terhadap kualitas hidup.

d. Derajat IV (PPOK Sangat Berat): Terdapat gejala pada derajat I, II dan III serta adanya tanda-

tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan. Pasien mulai tergantung pada oksigen. Kualitas

hidup mulai memburuk dan dapat terjadi gagal nafas kronis pada saat terjadi eksaserbasi

sehingga dapat mengancam jiwa pasien.

5. Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grace et al (2011) dan

Jackson (2014) :

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik, gagal nafas akut, infeksi

berulang, dan kor pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa

PaO250 mmHg, serta Ph dapat normal. Gagal nafas akut pada gagal nafas kronis ditandai oleh

sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan

kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi

kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit

darah. Adanya kor pulmonal ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat

disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2016)


B. Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
Penatalaksanaan PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan irreversible.
Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan stabil dan eksaserbasi akut.
Penatalaksanaan PPOK berdasarkan PDPI (2016):
a. Tujuan penatalaksanaan berdasarkan GOLD (2006) dan dan PDPI (2016):
1) Meminimalkan gejala
2) Pencegahan terjadinya eksaserbasi
3) Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru
4) Peningkatan kualitas hidup

b. Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:


1) Edukasi
Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada PPOK keadaan stabil yang dapat dilakukan
dalam jangka panjang karena PPOK merupakan penyakit kronis yang progresif dan
irreversible. Intervensi edukasi untuk menyesuaikan keterbatasan aktifitas fisik dan
pencegahan kecepatan penurunan fungsi paru. Edukasi dilakukan menggunakan bahasa yang
singkat, mudah dimengerti dan langsung pada inti permasalahan yang dialami pasien.
Pelaksanaan edukasi seharusnya dilakukan berulang dengan materi edukasi yang sederhana
dan singkat dalam satu kali pertemuan.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :


a) Mengetahui proses penyakit
b) Melakukan pengobatan yang optimal
c) Mencapai aktifitas yang maksimal
d) Mencapai peningkatan kualitas hidup

Materi edukasi yang dapat diberikan yaitu:


a) Dasar- dasar penyakit PPOK
b) Manfaat dan efek samping obat-obatan
c) Mencegah penyakit tidak semakin memburuk
d) Menjauhi faktor penyebab (seperti merokok)
e) Menyesuaikan aktifitas fisik
Materi edukasi menurut prioritas yaitu:
a) Penyampaian berhenti merokok dilakukan pada saat pertama kali penegakan diagnosis PPOK.
b) Penggunaan dari macam-macam dan jenis obat yang meliputi: cara penggunaan, waktu
penggunaan dan dosis yang benar serta efek samping penggunaan obat.
c) Waktu dan dosis penggunaan oksigen. Mengenal efek samping kelebihan dosis penggunaan
oksigen dan cara mengatasi efek samping penggunaan oksigen tersebut.
d) Mengetahui gejala eksaserbasi akut dan penatalaksanannya seprti adanya sesak dan batuk,
peningkatan sputum, perubahan warna sputum, dan menjauhi penyebab eksaserbasi.
e) Penyesuaian aktifitas hidup dengan berbagai keterbatasan aktifitasnya.

2) Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotic, anti peradangan, anti oksidan, mukolitik dan
antitusif.

3) Terapi oksigen
Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang progresif dan berkepanjangan sehingga
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di
otot maupun organ-organ lainnya.

4) Ventilasi mekanis

Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada eksaserbasi dengan adanya gagal nafas yang
akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronis atau PPOK derajat berat dengan gagal nafas
kronis. Ventilasi mekanis dapat dilakukan di rumah sakit (ICU) dan di rumah.

5) Nutrisi

Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang disebabkan meningkatnya kebutuhan energi
sebagai dampak dari peningkatan otot pernafasan karena mengalami hipoksemia kronis dan
hiperkapni sehingga terjadi hipermetabolisme. Malnutrisi akan meningkatkan angka kematian
pada pasien PPOK karena berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan perubahan analisa gas
darah.
6) Rehabilitasi

Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan toleransi pasien PPOK terhadap
katifitas fisik yaitu: menyesuaikan aktifitas, latihan batuk efektif dan latihan pernafasan.

1. Data Objektif

AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT

Gejala :

 Keletihan, kelelahan, malaise,

 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas

 Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi

 Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan Tanda :

 Keletihan

 Gelisah, insomnia

 Kelemahan umum/kehilangan massa otot.

SIRKULASI

Gejala :

 Pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda :

 Peningkatan tekanan darah

 Peningkatan frekuensi jantung

 Distensi vena leher

 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung

 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAP dada)

 Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer


 Pucat dapat menunjukkan anemia.

INTEGRITAS EGO

Gejala :

 Peningkatan factor resiko

 Perubahan pola hidup Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang

MAKANAN/CAIRAN

Gejala :

 Mual/muntah

 Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) ketidakmampuan untuk makankarena distress


pernafasan

 penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan meninjukkan edema
(bronchitis) Tanda :

 Turgor kulit buruk

 Edema dependen

 Berkeringat

 Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema)

 Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)

HIGIENE

Gejala :

 Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari


Tanda :

 Kebersihan buruk, bau badan


PERNAFASAN

Gejala :

 Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema)
khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada
tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma) Batuk menetap dengan produksi sputum
setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali
(bronchitis kronis)

 Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini meskipun dapat
menjadi produktif (emfisema)

 Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka
panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk
gergaji)

 Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.

Tanda :

 Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang dengan mendengkur,


nafas bibir (emfisema)

 Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung.

 Dada: gerakan diafragma minimal.

 Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau
krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas
(asma)

 Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema); bunyi pekak
pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)

 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.

 Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu keseluruhan; warna merah
(bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut
“pink puffer” karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasan cepat.

 Tabuh pada jari-jari (emfisema)


KEAMANAN

Gejala :

 Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan

 Adanya/berulang infeksi

 Kemerahan/berkeringat (asma)

SEKSUALITAS

Gejala : penurunan libido

INTERAKSI SOSIAL

Gejala :

 Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung

 Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat

 Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik Tanda :

 Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress


pernafasan

 Keterbatasan mobilitas fisik

 Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain.

2. Pemeriksaan fisik, meliputi:


a. Inspeksi
Hal yang diinspeksi antara lain: Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan
warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fisik, dan seterusnya.
b. Palpasi
Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan
tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi
janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan / tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal.
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan
tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya.
Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan
ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada
kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau
tidak.
c. Auskultasi : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson &
Taylor, 2005:39)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang (Kemenkes RI, 2008)
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:
1) Radiologi (foto toraks)
2) Spirometri
3) Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia
kronik)
4) Analisis gas darah
5) Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi
eksaserbasi) Meskipun hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan
tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis
penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan: 25
1) Paru hiperinflasi atau hiperlusen
2) Diafragma mendatar
3) Corakan bronkovaskuler meningkat
4) Bulla
5) Jantung pendulum Untuk penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan
kemungkinan adanya asma bronchial, gagal jantung kongestif, TB Paru, dan sindrome
obtruktif pasca TB Paru. Penegakan diagnosis PPOK secara klinis dilaksanakan di
puskesmas atau rumah sakit tanpa fasilitas spirometri. Penegakan diagnosis dan
penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan Perkumpulan Dokter
Paru Indonesia (PDPI) dan GOLD tahun 2005, dilaksanakan di rumah sakit atau
fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki spirometri (Kemenkes RI, 2008).

4. Diagnosa Keperawatan

diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun
antara lain :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
ditandai dengan sesak

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma


ditandai dengan gangguan ventilasi

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan ekspresi nyeri,
melaporkan nyeri secara verbal

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor


biologis ditandai dengan BB 20 % atau lebih dibawah normal

5. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA NOC NIC
1. Bersihan jalan nafas Tujuan : setelah diberikan 1. Memposisikan pasien
tidak efektif asuhan keperawatan …x… untuk memaksimalkan
berhubungan dengan jam Bersihan jalan nafas ventilasi
tidak efektif tidak terjadi 2. Melakukan Fisioterapi
peningkatan produksi
peningkatan produksi dada
sputum sputum, dan dapat 3. Membuang secret
mengeluarkan sputum dengan memotivasi
yang berada di saluran pasien untuk
pernafasan . melakukan batuk dan
Kriteria hasil : menyedot lendir
a) RR 16-24 x/mnt 4. Menginstruksikan agar
b) IramaPernafasan bisa melakukan batuk
Vaskuler efektif
c) Mampudalam 5. Memonitor status
mengeluarkan sekret pernafasan dan
d) Tidak ada Suara nafas oksigenasi
tambahan sebagaimana mestinya
e) Tidak Dypsneu Saat
2. Ketidakefektifan pola Istirahat dan Aktivitas
napas berhubungan ringan
dengan kelumpuhan otot
diafragma ditandai
1) Memonitor kecepatan
dengan gangguan , irama , kedalaman
ventilasi Tujuan : setelah diberikan dan kesulitan bernafas
asuhan keperawatan 2) Memonitor adanya
selama ...x.... jam suara nafas tambahan
diharapkan Pola napas seperti ngorok atau
Menjadi efektiv Kriteria mengi
evaluasi: 3) Memonitor Saturasi
a) RR 16-24 x mnt oksigen
b) Tidak terdengar 4) Memonitor
suara nafas tambahan peningkatan kelalahan
c) Retraksi dinding , kecemasan dan
Dada simetris antara kekurangan udara
kanan dan kiri pada pasien
d) Hasil Rongten dada 5) Mencatat perubahan
menunjukkan pada saturasi O2,
berkurangnya keaadaan volume tidal akhir
patologis dari pasienti CO2 dan perubahan
e) Tidak ada nilai analisa gas darah
gangguan saat Ekspirasi yang tepat
f) Tidak ada akumulasi 6) Memonitor sesak
Sputum nafas pasien sedang
istirahat maupun
beraktivitas .
7) Memberikan Bantuan
terapi (nebulizer)

3. Nyeriakut berhubunga Setelah diberikan asuhan


1) Kaji tingkat nyeri
n dengan agen cedera keperawatan selama ....x..
pasien.
fisik ditandai dengan jam diharapkan nyeri
2) Observasi tanda vital.
berkurang atau terkontrol.
ekspresi nyeri, 3) Terangkan nyeri yang
Kriteria evaluasi :
melaporkan nyeri secara diderita klien dan
a. Pasien
verbal. penyebabnya.
melaporkan nyeri
4) Ajarkan metode
berkurang.
distraksi.
b. Pasien tampak
5) Kolaborasi dalam
rileks.
pemberian analgetik
c. Tanda vital
normal.

Tujuan : Setelah diberikan


asuhan keperawatan
selama ....x.. jam
4. Ketidakseimbangan diharapkan 1) Menentukan status gizi
nutrisi kurang dari Nutrisi kembali terpenuhi pasien dan kemampuan
Kriteria evaluasi pasien untuk memenhi
kebutuhan
a. Asupan Makanan secara kebutuhan nutrisi
tubuh berhubungan 2)Mengidentifikasi
Oral dapat di makan setiap
dengan faktor biologis pemberian oleh ahli gizi adanya alergi atau
ditandai dengan BB 20 b. Asupan Oral secara Oral intoleransi makanan yang
% atau lebih dibawah dapat di cerna dimiliki pasien
normal c. Asupan Cairan 3) Menentukan apa yang
Intravena di pantau dan menjadi referensi
slalu di berikan makanan bagi pasien
4)Memonitor
kecendrungan terjadinya
penurunan dan kenaikan
berat badan

BAB III
TINJAUAN KASUS
I. Identitas Klien
Nama : Ny. M
No. MR : 02.62.39
Tanggal masuk RS : 24 juni 2018
Umur :65 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal lahir : 1 desember 1953
Agama :islam
Pendidikan : smp
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat Rumah : jl. Sultan hasanudin
Status :janda
Diagnosa medis : ppok

II. Data khusus


A. Primary survey
1. Breathing
RR = 28x/menit, menggunakan oksige nasal kanul, 4 liter/menit, klien
menggunakan otot bantu oernafasan. Klrn ada riwayat asma sekitar 8 Thn. SPO2
+ 94 %
2. Brain
GCS = 15 , E = 4 M = 5 v=6
Kesadaran = composmentis
Kondisi fisik lemah

 Olfaktorius (SK I ) = klien mampu membedakan bau alcohol dan minyak


kayu putih
 Optikus ( SK II ) = penghilangatn klien kabur, tidak bisa melihat dengan
jelas
 Okulomotoris (SK III ) = reaksi pupil baik pasien mampu mengangkat
kelopak mata
 Tokliaris ( SK IV ) = klien dapat mengngkat kelopak mata dan reflek
pupil baik
 Trigeminus (SK V ) = klien berkedip saat menerima rangsangan, ketika
disentuh kapas
 Abdusin (SK VI ) = tidak dikaji
 Fasialia ( SKL VII ) = pasien dapat mengekspresikan wajah dengan baik
 Vestibule koklearis ( SK VIII) = pendengaran klien kurang baik, klien
lemah
 Glasofaringeus ( SK IX ) = klien dapat membedakan rasa
 Vagus ( SK X ) = klien dapat merespon reflek dengan baik
 Aksesorius (SK XI ) = reflek menggerakan bahu2 kepala baik, tapi klien
tidak bisa kuat jika dilakukan dengan melawan tahanan yang diberikan
 Hipoglosus ( SK XII ) = klien dapat menggerakan lidah dengan baik

3. Blood
TD = 130/mmHg
N = 120x/menit
Hb = 10,3 g/dl
Ht = 36 %

4. Bladder
Klien mengatakan tidak ada nyeri tekan
Abdomen : kuadran I = 7x/menit
Kuadran II = 5x/menit
Kuadran III = 5x/menit
Kuadran IV = 4x/menit
( Bising usus 21x/ menit ) normalnya 15-30x/menit

5. Bone
Klien kondisinya lemah, tapi kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah normal ,
namun jika sesak aktiitas terbatas
B. Secondary survey (pengkaian head to toe )
1. Kepala
rambut sebagian Bersih berwarna putih, lurus, tidak ada luka pda kepala dan tidak
ada ketombe, tidak ada benjolann pada kepala
2. Mata
Tidak ada ikterik, simetris kanan & kii konjungtiva pucat, eaksi terhadap cahaya
baik, penglihatankabur tidak menggunakan kaca mata, abdusen : abduksi mata
normal, pasien mampu menggerakkan mata kea rah lateral
3. Telinga
simetris, tidak ada serumen dan bersih, pendengaran sedikit berkuran
4. Hidung
Tidak ada simteris, septum, masi sietris, mampu membedakan bau, tidak ada
perdarahan
5. Leher
Tidak ada pembesaran tiroid, bersih, dan tidak terdapat lesi
6. Mulut
Tidak ada sariawan dan bau mulut, namun gigi klien ada yng tanggal, tidak ada luka
di bibir, bibir kering, tdak ada sianosis di bibir, lidah bisa merasakan rasa asin, pahit,
asam dan manis
7. Tenggorokan
Tidak ada pembesaran tonsil, uvula terdaat ditengah tidak ada kesulitan menelan,
hanya kurang nafsu makan dan mual muntah , dan 1 kali tadi pagi
8. Paru-paru
I = bentuk dada simetris, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, dan tidak ada
lesi
P = getran simetris pada lapang paru
P = sonor
A = suara paru vesicular
9. Jantung
I = iktus cordis tidak terlihat
P = Iktus cordis pada ics 5 mid klavikula sinistra
P = batas kanan atas : ics 2 linia para sternalis dextra
Batas kanan bawah : ics 4 linea para sternalis dextra
Batas kiri atas : ics 2 linea para strenalis sinistra
Batas kriri bawah : ics 4 linea mid klavikula sinistra
A = s1 s2 tunggal, tidak ada suara tambahan
10. Abdomen : kuadran I = 7x/menit
Kuadran II = 5x/menit
Kuadran III = 5x/menit
Kuadran IV = 4x/menit
Bising usus 21x/menit ( nirmalnya 15-30x./menit)

11. Kulit : warna kulut coklat, turgor kembali < 1 detik tekstur tidak
kencang, kulit lembab, tidak ada reaksi alergi terhadap apapun
12. Genetalia : bersih, tidak ada lesi, dipasan kateter pada tanggal 24 juni 2018
13. Rectum : tidak ada hemoroid, bersih, tidak ada pembengkakan rectum
14. Ekstremitas : otot melemah

C. Hasil penunjang
1. Therapi obat
- Cedocard 2mg/jam
- Omeprozol 1 amp/24jam
- Combivent /24jam
- Cefixime 2x400mg
- Lasix 10mg/jam
- Aminophylin 1½ ampl/24jam

2. Hasil Lab
Darah Lengkap Hasil Satuan Nilai Normal

PH 7,31 7,35-7,45

PCO² 19,0 mmHg 35,0-45,0

PO² 84,0 mmHg 85,0-104,0

HCO² 9,3 mEg/l 22,0-26,0

Total CO² 9,9 mmHg 22,0-29,0

Base Excess -4 Mmol/l 2,0-3,0

Saturasi 96,3 % 94,0-98,0

Tamp B 36.0
*Urine Lengkap

Kejernihan Jernih jernih

Warna Kuning kuning

Berat Jenis 1.015 10,10-10,30

PH 6.0 4,5-80

Protein Negative negatif

GDS Normal normal

Keton Negative negatif

Hemaglobin 10,3 g/dl

D. Analisa Data
No Data Etiologi Problem

1. DS: Klien mengatakan sesak nafas dari kemarin malam Hiperventilasi Ketidakefektifan
DO: RR:28 x/mnt, klien menggunakan alat bantu pola nafas
pernafasan, dan menggunakan oksigen nasal kanul
4ltr/mnt
2. DS: Klien mengatakan tidak nafsu makan, merasa Faktor biologis Ketidakseimbangan
mual, muntah 1 kali nutrisi kurang dari
DO: Klien lemah, lemas. BB= 36kg ; TB = 148cm= kebutuhan tubuh
1,48m
36 40
A = IMT = 1, 48.1, 48 = 2 ,1904 = 16,43 kg/m²
normalnya (18,5-22,9kg/m²)
B. Hb = 10,3 g/dl
C. Anak klien mengatakan mual dan muntah 1
kali, konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir pecah-
pecah
D. Klien makan yang diberikan RS tidak habis
3. DS: klien mengatakan saat sesak aktivitas terbatas, Ketidakseimbang Intolerasi aktifitas
badan jadi lemas, aktivitas selalu ditempat tidur an antara suplai
DO: klien hanya baring di tempat tidur, klien lemas dan kebutuhan
Hb: 10,3 g/dl oksigen

E. Diagnosa Kemperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis
3. Intolerasi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

No Diagnosa NOC NIC

1. Ketidak efektifan pola Status pernafasan Monitor pernafasan


nafas b.d hiperventilasi Setelah dilakukan tindakan 1.1 monitor kecepatan irama,
keperawatan 1 x 24 jam di kedalaman dan kesulitan bernafas
harapkan : 1.2 monitor suara nafas tambahan
Indikator : seperti : ngorok atau mengi
1. Frekuensi pernafasan 1 2 3 4 5 1.3 auskultasi suara nafas, catat area
2. Kedalaman inspirasi 1 2 3 4 5 dimana terjadi penurunan atau tidak
3. Suara auskultasi 1 2 3 4 5. adanya ventilasi dan keberadaan
4. Kepatenan jalan nafas 1 2 3 4 5 suara nafas tambahan
Skala : 1.4 berikan bantuan terapi nafas
1 : deviasi berat dari kisaran jika diperlukan (misalnya:
normal nebulizer)
2 : deviasi cukup dari kisaran
normal Manajemen jalan nafas
3 : deviasi sedang dari kisaran 1.5 posisikan untuk meringankan
normal sesak nafas
4 : deviasi ringan dari kisaran 1.6 ajarkan dan anjurkan melakukan
normal batuk efektif
5 : tidak ada deviasi dari kisaran 1.7 berikan inhaler jika diperlukan
normal
sesuai resep

2. Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan 2.1 monitor kecendurungan
kebutuhan b.d factor keperawatan 1 x 24 jam di terjadinya penurunan dan kenaikan
biologis harapkan : berat badan
Indikator : 2.2 monitor kalori dan asupan
1. Asupan gizi 1 2 3 4 5 makanan.
2. Asupan makanan 1 2 3 4 5 2.3 tentukan jumlah kalori dan jenis
3. Asupan cairan 1 2 3 4 5 nutrisi yang dibutuhkan untuk
4. Energi 1 2 3 4 5 memenuhi persyaratan gizi.
Skala : 2.4instruksikan pasien mengenai
1: sangat menyimpang dari rentan kebutuhan nutrisi.
normal 2.5 anjurkan pasien dan keluarga
2 : banyak menyimpang dari untuk memantau kalori dan intake
rentan normal makanan
3 : cukup menyimpang dari 2.6 kolaborasi dengan ahli gizi beri
rentan normal makanan dan nutrisi yang sesuai
4 : sebagian menyimpang dari dengan kebutuhan
rentan normal
5 : tidak menyimpang dari rentan
normal

3. Intolerasi aktivitas b.d Toleransi terhadap aktifitas Terapi aktifitas


ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 3.1 monitor respon emosi,
antara suplai dan keperawatan 1 x 24 jam di fisik,social,spiritual terhadap
kebutuhan oksigen harapkan : aktivitas
Indikator : 3.2 bantu klien untuk
1. Frekuensi nadi ketika mengidentifikasi aktifitas yang
beraktifitas 1 2 3 4 5 diingikan
2. Frekuensi pernafasan ketika 3.3 instruksokan pasien dan
beraktifitas 1 2 3 4 5 keluarga untuk melaksanakan
3. Tekanan darah sistolik 12 3 4 5 aktifitas yang diinginkan maupun
4. Tekanan darah diastolic 1 2 3 4 yang (telah diresepkan)
Skala : 3.4 berikan aktifitas untuk
1: sangat terganggu meningkatkan perhatian dan
2: banyak terganggu berkonsultasi dengan terapis
3: cukup tergangu 3.5 berkolaborasi dengan ahli
4: sedikit terganggu terapis fisik,okupasi, dan terapis
5: tidak terganggu retresional dalam perencanaan dan
pemantauan program aktifitas jika
diperlukan
3.6 edukasikan pada keluarga untuk
bantu dengan aktifitas fisik secara
teratur sesuai dengan kebutuhan

F. Implementasi
Tgl/jam DX implementasi Respon

Senin, 25 I 1.5 memposisikan untuk DS : Klien mengatakan sesak nafas


juni 2018 meringankan sesak nafas DS : Klien menggunakan otot bantu
13.00 pernafasan.

1.1 memonitor kecepatan irama, DS : Klien mengatakan sesak dan susah


kedalaman, dan kesulitan untuk beristirahat
bernafas. DO : RR : 28 x/i

1.3 mendengarkan suara nafas, DS : klien mengatakan mulai dari masuk RS


catat area dimana terjadi kemarin masih menggunakan oksigen
penurunan atau tidak adanya DO : klien menggunakan nasal kanul 4
pentilasi dan keberadaan suara literr/menit, tidak terdapat suara nafas
nafas tambahan tambahan.

II 2.1 memonitor kecenderungan DS : klien mengatakan dalam 2 minggu


terjadinya penurunan dan kenaikan terakhir berat badan turun kurang lebih 3kg
berat badan DO : BB : 36 kg

2.4 mengintruksikan klien DS: Klien mengatakan tidak nafsu makan,


mengenai kebuuhan nutrisi setiap kali makan pasien sering merasa mual
DO : klien tidk menghabiskan makanan
yang diberikan (porsi bubur yang diberikan
hanya menghabiskan ¼ saja)

2.5 menganjurkan klien dan DS : klien mengatakan tidak bisa


keluarga untuk memantau kalori menghabiskan makanannya
dan intake dengan kebutuhan DO : klien hanya makan sedikit. IMT :
makanan 16,43/m3 (kurang dari 18,5-22,9) kg/m2

III 3.1 Memonitor respon emosi fisik, DS : Kloen mengatakan setiap sesaknya
social, spiritual terhadap aktifitas kambuh pasti aktivitasnya jadi
terhambat.
DO: Klien terbaring di tempat tidur

3.4 Memberikan aktivitas untuk DS : Klien mengatakan sengan ketika


meningkatkan perhatian dan diterapi.
berkonsultasi dengan terapis DO: Perawat memberikan terapi ROM pada
3.5 Mengedukasikan pada klien
keluarga untuk bantu dengan
aktivitas fisik secara teratur DS: Klien puas,dan keluarga klien
sesuai dengan kebutuhan mengatakan akan membantunya

DO: Klien dan keluarganya paham dengan


instruksi perawat
G. Evaluasi Proses
Tgl/ jam No. DX Evaluasi TTD

25-06- 1 S : klien mengatakan sesak nafas sejak kemarin malam


2018 O : RR : 28 x/mnt, klien menggunakan alat bantu oksigen nasal
canul 4liter
A : pola nafas tidak efektif
P : lanjutkan interfensi (1.1,1.3,1.5)
25-06- 2 S : Klien mengatakan tidak nafsu makan, merasa mual, muntah 1
2018 kali
O : klien lemas
A : nafsu makan klien tidak baik
P : lanjutkan intervensi (2.3,2.4,2.5)
25-06- 3 S : klien mengatakan sesak saat beraktivitas
2018 O : klien baring ditempat tidur
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi (3.1,3.4,3.5)
BAB IV

PEMBAHASAN

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) biasanya ditandai dengan terjadinya


obstruksi jalan napas yang bersifat eriversibel dan terjadi peningkatan pola napas.
Nama lain dari ppok adalah cold dan caod (chronik obstruksi lung/air way disease,
penyakit paru atau jalan napas obstruksi kronik). Ppok meliputi bronkitis kronis dan
empisema yang sering terjadi, ward (2009).

Tanda dan gejala yang sering dialami penderita ppok biasanya batuk disertai produksi
sputum, sesak napas, mudah kelas saat beraktivitas berat.

Komplikasi yang terjadi pada pasien PPOK adalah

1. Lemahnya fungsi otot

2. Gangguan pertukaran gas

3. Jalan napas dinamis

4. Gangguan kardiovaskular

5. Volume cairan meningkat.

(khotima 2013)

Oleh karena itu pasien dengan ppok cenderung menghindari aktivitas fisik yang
berat karena keterbatasan untuk beraktivitas sehingga imobilisasi mereka terbatas .

Dari hasil pengkajian pada Ny. M didapatkan diagnosa PPOK. dan Ny. M riwayat
penyakit asma sejak delapan tahun yang lalu.

Penyebab terjadinya obstruksi jalan napas pada Ny. M adalah akibat dari paparan
terhadap polusi lingkungan. Tetangga disekitar rumah dan anak ny.m dirumah memiliki
kebiasaan merokok, polutan di dalam rumah maupun luar ruah menjadi salah satu
faktor penyebab Ny. M mengalami penyakit paru obstruksi kronik (ppok). Setelah
dilakukan asuhan pada ny.m diberikan intervensisebagai berikut :
1. Memonitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
2. Melakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
3. Mengajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai resep,
sebagaimana mestinya.
4. Meregulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
5. Menentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi
kebutuhan gizi .
6. Memonitor kalori dan asupan makanan.
7. Mengidentifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang di miliki pasien.
8. Memberi obat - obatan sebelum makan ( misalnya, penghilang rasa sakit,
antiematik), jika di perlukan.
9. Membantu pasien dalam menetukan pedoman atau piramida makanan yang
paling cocok dalam kebutuhan memenuhi nutrisi dan preferensi.

10. Menciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkomsumsi makan (


misalnya, bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari bau yang menyengat )
11. Mengkaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan
konteks usia dan perkembangan.
12. Monitor sistem kardiorespirasi pasien selama kegiatan (misalnya, takikardia,
distritmia yang lain, dyspnea, diaphoeresis, pucat, tekanan hemodinamik,
frekuensi pernafasan)
13. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat.
14. Lakukan rom aktif/pasif untuk menghilangkan ketegangan otot.
Ny.M dan keluarga mau menerima, sehingga tidak terjadi penyulit karena
kerjasama yang baik antara keluarga dan petugas kesehatan, sehingga ibu bisa pulang
dengan kondisi baik.
Setelah ditinjau dari kasus dan teori yang ada, tidak didapatkan kesenjangan
dalam pemberian Asuhan Keperawatan pada Ny.M . Pemberian Asuhan Keperawatan
ini tentunya didukung oleh adanya kerjasama yang baik antara pasien dan petugas
kesehatan.
BAB V

PENUTUP

 KESIMPULAN

Keterbatasan aktifitas merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat mempengaruhi
kualitas hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan aktifitas
PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan ,peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler,osteoporosis,dan depresi merupaan manifestasi sistemik PPOK.

PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan denga interaksi genetic dengan lingkungan.
Merokok,polusi udara,dan pemjanan ditempat kerja(terhadap batu bara,kapas,padi-padian) merupakan
factor-faktor risiko penting yang menunjang pada terjangkitnya penyakit ini.proses dapat terjadi dalam
rentang lebih dari 20 sampai 30 tahun . PPOK juga ditemukan pada individu yang tidak mempunyai
enzim yang normalertentu. PPOK tampat timbul cukup dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan
yang memiliki kemajuan lambat yang timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejalaklinis
kerusakan fungsi paru.

 SARAN

Sebaiknya untuk mencegah terjadinya PPOK harus terhindar dari merokok untuk mencapai hidup
yang sehat dan paru-paru dapat bekerja dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai