Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA DHF

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Demam dengue / DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri
otot dan nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik (Sudoyo, 2010).
Penyakit DBD menyukai perjalanan penyakit yang sangat cepat
dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat
penanganan yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga
dengue hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue, dan
dengue shock sindrom (DDS) ( Widoyono, 2008).
DHF adalah penyakit fibris-virus akut, seringkali disertai dengan
sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai
gejalanya.

Demam berdarah dengue (DBD) adalah demam akut dengan ciri-


ciri demam manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan
yang dapat menyebabkan kematian

Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit DHF adalah


penyakit yang disbabkan oleh Arbovirus (arthro podborn virus) dan
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes
Aegepty) nyamuk aedes aegepty.

2. Epidemiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu
singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali
ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke
berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada
tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan
kematian 24 orang (41,3%). Semenjak kejadian ini, penyakit Demam
Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia
dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate
mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk. Keadaan ini erat kaitannya
dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin
lancarnya hubungan transpotasi.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara
dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand (Depkes, 2010). Pada
tahun 2007, jumlah kasus penyakit DBD di Indonesia adalah 158.115
kasus, sedangkan pada tahun 2008, jumlah kasus penyakit DBD adalah
136.339 kasus.
Menurut Word Health Organization (WHO) jumlah kematian oleh
penyakit DHF di dunia mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian
setiap tahunnya (WHO, 2012). Jumlah kasus kematian akibat penyakit
DBD di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1.01%, pada tahun 2008
jumlah kematian 1.170 orang (CFR= 0,86% dan IR=60,06/100.000
penduduk.

3. Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
arbovirus B, yaitu arthropod – born envirus atau virus yang disebabkan
oleh artropoda. Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk aedes
aegepty (di daerah perkotaan) danaedes albopictus (di daerah pedesaan)
(Widoyono, 2008).
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang,
telurnya dapat bertahan berbulan – bulan pada suhu 20 - 42°C. Bila
kelmbaban terlalu rendah telur ini akan menetes dalam waktu 4 hari,
kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari.
Nyamuk dewasa yang sudah menghisap darah 3 hari dapat bertelur 100
butir (Murwani, 2011).

4. Patofisiologis
Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk aedes aegypi sehingga terjadi infeksi dalam tubuh manusia. Hal
pertama yang terjadi adalah viremia seperti demam 2-7 hari, skait kepala,
mual-muntah, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, hiperemi pada tenggorokan.
Akibat infeksi akan terjadi replikasi virus dalam tubuh sehingga
merangsang kompleks antibody virus dalam tubuh sehingga terjadi
trombositopenia dimana jumlah trombosit menurun yang dimanifestasikan
dengan petekia (bintik-bintik merah pada kulit) vaskulitis yaitu
peradangan pada kulit, reaksi imunologik dimana tubuh berkompensasi
terhadap virus yang masuk kedalam tubuh. Dari hal ini akan
mengakibatkan permeabilitas vaskuler meningkat dimana terjadi
perembesan plasma sehingga akan terjadi hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi, hiponatremia. Jika tubuh kekurangan cairan yan
terus menerus akan terjadi hipotensi dimana tekanan darah menurun, nadi
cepat dan lemah, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah. Perubahan tersebut memperhatikan gejala gangguan sirkulasi
sebagai akibat dari perembesan plasma sehingga tubuh akan kekurangan
O2 akibatnya akan terjadi syok dan hipoksia jaringan. Komplikasi-
komplikasi yang ditimbulkan adalah pendarahan lebih lanjut, syok
hipovolemia dan kematian (Effendy, C.(1995).

5. Pathway ( bagan)
(terlampir)

6. Klasifikasi
DHF diklasifikasi menjadi empat tingkatan keparahan, dimana
derajat III dan IV dianggap DSS. Adanya trombositopenia dengan disertai
hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II DHF .
Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional nonspesifik,
satu-satunya manifestasi pendarahan adalah tes tourniket
positif dan atau mudah memar.

Derajat II : Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada


derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau
perdarahan lain.

Derajat III : Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi cepat dan


lemah serta penyempitan tekanan nadi atau hipotensi,
dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Derajai IV : Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak


terdekteksi.

7. Manifestasi Klinis
1) Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2 – 7 hari, ditandai dengan
2 lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
a. Nyeri kepala
b. Nyeri \retro – orbital
c. Mialgia / artralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan (patekieatau uji bending positif)
f. Leucopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue posistif, atau ditemukan
DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu
yang sama.

2) Demam berdarah dengue


Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosa DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi
a. Demam atau riwayat demam akut 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik.
b. Manifestasi perdarahan yang biasanya berupa :
- Uji tourniquet positif
- Patekie, ekimosis atau purpura.
- Perdarahan mukosa (epitaksis, perdarahan gusi), saluran
cerna, tempat bekas suntik.
- Hematemesis atau melena
c. Trombositopenia <100.00/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan :
- Peningkatan nilai hematokrit ≥20% dari nilai sesuai umur
dan jenis kelamin.
- Penurunan nilai hematokrit ≥20% setelah pemberian cairan
yang adekuat.
e. Tanda kebocoran plasma seperti :
- Hipoproteinemia
- Asites
- Efusi pleura
3) Sindrom syok dengue
Seluruh kriteria DBD diatas ditandai dengan tanda kegagalan
sirkulasi yaitu :
- Penurunan kesadaran, gelisah
- Nadi cepat, lemah
- Hipotensi
- Tekanan darah turun <20mmHg
- Perfusi perifer menurun.
- Kulit dingin, lembab.
(Wiwik dan Hariwibowo, 2008)
Menurut Misnadiarly (2009) demam berdarah memiliki tanda sebagai
berikut yaitu:
a. Tidak nafsu makan
b. Muntah
c. Nyeri kepala
d. Nyeri otot dan persendian.
Keluhan – keluahan beberapa pasien DBD, antara lain :
a. Nyeri tenggorokan
b. Rasa tidak enak
c. Nyeri tekan pada lengkung iga kanan.
d. Rasa nyeri perut yang menyeluruh
e. Sehu badan biasanya tinggi.
Sedangkan menurut (Soedarto, 2012) demam dengue menunjukkan gejala –
gejala klinis sebagai berikut :
a. Demam tinggi mendadak
b. Sakit kepala yang berat, terutama di kepala bagian depan.
c. Nyeri di belakang mata.
d. Sakit seluruh badan.
e. Mual dan muntah.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu :

1) Darah
Pada DHF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2
atau hari ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua
kalinya. Pada saat suhu meningkat kedua kalinya sel limfosit relatif
sudah bertambah. Sel-sel eusinofil sangat berkurang. Dada DHF
umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting. Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia, SGOT, SGPT, ureum, dan PH darah mungkin meningkat,
sedangkan reserve merendah.

2) Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.

3) Sumsun Tulang
Pada awal sakit biasnya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler
pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke-10
biasanya sudah kembali normal untuk semua data.

4) Serologi
Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan menjadi :

a) Uji serologi memakai serum ganda yaitu serum yang diambil pada masa
akut dan konvalesen, yaitu pengikatan komplemen (PK), uji netralisasi
(NT) dan uji dengue blot. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi anti
dengue sebanyak minimal 4 kali.
b) Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blot yang
mengukur antibodi, anti dengue tanpa memandang kelas antibodynya,
uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari
kelas IgM. Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya atau titer
tertentu antibodi antidengue.
5) Uji torniquit : caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara
tekanan systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5
menit untuk anak – anak. Positif ada butir – butir merah (petechie)
kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.

9. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan penderita DHF adalah
a. Tirah baring atau istirahat baring
b. Diet makanan lunak
c. Minum banyak 50 ml /kg BB dalam 4-6 jam pertama dapat
berupa : susu, teh manis, sirup, dan beri penderita oralit.
Pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita. Cairan rumatan 80-100 ml /kg BB dalam 24 jam
berikutnya
d. Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan
dilakukan bila pasien terus menerus muntah sehingga tidak
mungkin diberikan makanan per oral atau didapatkan nilai
hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>40 vol %).
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektronik. Dianjrkan cairan glukosa 5% dalam
1/3 larutan Nacl 0,9%.
e. Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume dengan
cepat mencakup berikut ini :
1) Salin fisiologis (Nacl)
2) Laktat ringer atau asetat ringer.
3) Larutan glokosa 5% diencerkan 1:2 atau 1:1 dalam salin
fisiologis.
4) Plasma, substitusi plasma (misal, dekstran 40) atau albumin
5% (50 g/l).
a) Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam (Suhu, Nadi, TD, Respirasi)
jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
b) Periksa Hb, Ht, dan trombosit tiap hari.
c) Pemberian obat antipiretik.
d) Monitor tanda – tanda dini renjatan meliputi keadaan umim,
perubahan tanda – tanda vital, hasil – hasil pemeriksaan
laboratorium yang memburuk.
e) Monitor tanda – tanda pendarahan lebih lanjut.
f) Pemberian antibiotik bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder.
g) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan
dokter).

2) Penatalaksaan penderita DHF berdasarkan derajat keparahan.


a) Penangan DHF derajat I atau derajat II tanpa peningkatan
hematokrit.
(1) Pasien masih dapat minum
a. Beri minum banyak 1 – 2 liter/hari atau 1 sdm tiap 5
menit
b. Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup, jus buah,
susu, buah.
c. Bila suhu >38,5° C beri parasetamol.
d. Bila kejang beri antikonvulsif.
e. Monitor gejala klinis dan laboratorium.
f. Perhatikan tanda syok
g. Palpasi hati setiap hari
h. Ukur diuresis setiap hari
i. Awasi perdarahan.
j. Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6 – 12 jam.
k. Jika ada perbaikan klinis dan laboratorium pasien
diijinkan untuk pulang.
(2) Pasien tidak dapat minum
(a) Jika pasien muntah terus – menerus maka lakukan
kolaborasi pemasangan IVFD NaCl 0,9%: Dekstrosa 5%
(1:3), tetesan rumatan sesuai berat badan.
(b) Periksa Hb, Ht,trombosit tiap 6 – 12 jam, jika Ht naik
atau trombosit turun maka pemasangan IVFD NaCl
0,9% berbanding Dekstrosa 5% diganti dengan ringer
laktat dengan tetesan disesuaikan.

b) Penanganan DBD derajat I dengan peningkatan Ht > 20%.


1. Pertama berikan cairan awal yaitu : RL/NaCl 0,9% atau
RLD5/nacl 0.9% + D5, 6 -7 ml/kg BB/jam.
2. Setelah itu monitor tanda vital / nilai Ht dan trombosit tiap 6
jam, jika ada perbaikan maka akan menunjukan tanda – tanda :
tidsk gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil, diuresis cukup
(12ml / kg BB / jam), Ht turun (2 x pemeriksaan).
3. Jika sudah menunjukan perbaikan tetesan dikurangi menjadi
5ml /kg BB/jam.
4. Setelah 1 jam berlalu dan kondisi pasien masih menunjukan
perbaikan maka tetesan disesuaikan menjadi 3ml/kg BB /jam
5. Setelah itu IVFD distop 24 – 48 jam, bila tanda vital /Ht stabil,
diuresis cukup.
6. Jika pada saat menurunkan tetesan menjadi 5 ml/kg BB/jam
kemudian ditemukan tanda vital memburuk dan Ht meningkat
maka tetesan dinaikkan 10 – 15 ml/kgBB/jam,tetesan dinaikkan
secara bertahap. kemudian lakukan evaluasi 12 – 24 jam jika
pada saat evaluasi ditemukan tanda vital tidak stabil dengan
tanda adanya distress pernapasan dan Ht naik maka segera
berikan koloid 20 – 30 ml/kg BB jika Ht menurun maka lakukan
transfusi darah segar 10ml/kgBB.
7. Jika sudah ada perbaikan, maka lanjutkan tindakan dari
pengurangan tetesan 5ml/kg BB/jam ,dst
Jika tidak ada perbaikan yang ditunjukkan dengan tanda tanda :
gelisah, distress penafasan, frekuensi nadi meningkat, tekanan
nadi < 20 mmHg, diuresis < / tidak ada.

8. Jika tidak menunjukan adanya perbaikan maka tetesan akan


dinaikkan 10 – 15 ml /kg BB/ jam secara bertahap.
9. Kemudian lakukan evaluasi 12 – 24 jam.
10. Setelah dilakukan evaluasi didapatkan tanda vital tidak stabil
yang ditunjukkan dengan adanya distress pernapasan dan
peningkatan Ht, maka segera berikan koloid 20 – 30 ml/kg BB
dan jika Ht menurun maka lakukan transfusi darah segar 10
ml/kg BB.
11. Jika sudah ada perbaikan maka lanjutkan tindakan dari
pengurangan dari tetesan 5 ml/kg BB/jam danseterusnya.

c) Penanganan DBD derajat III dan IV


1. Lakukan oksigenasi
2. Penggantian volume (cairan kristaloi isotonik) Ringer laktat /
NaCl 0,9% 20 ml/kg BB secepatnya (bolus dalam 30 menit).
3. 30 menit kemudian lakukan evaluasi untuk mengetahui apakah
syok sudah teratasi.
4. Kemudian pantau tanda vital setiap 10 menit dan catat balance
cairan intravena.
5. Jika syok teratasi yang dapat ditunjukkan dengan tanda – tanda :
a. Kesadaran membaik.
b. Nadi teraba kuat.
c. Tekanan nadi : 20 mmHg
d. Tidak sesak nafas / sianosis
e. Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam
f. Kemudian cairan dan tetesan disesuaikan 10 ml/kg BB
/jam,setelah itu lakukan evaluasi ketat, misalnya ukur tanda
vital, tanda perdarahan, diuresis, Hb, Ht, Trombosit.
g. Jika dalam 24 jam sudah stabil maka berikan tetesan 5 ml/kg
BB/ jam kemudian lanjutkan tetesan 3 ml/kgBB/jam.
h. Infus distop tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi
6. Jika syok tidak teratasi yang ditunjukkan dengan tanda – tanda
:

1. Kesadaran menurun.
2. Nadi lembut / tidak teraba
3. Tekanan nadi : 20 mmHg
4. Distres pernapasan / sianosis
5. Kulit dingin dan lembab.
6. Ekstermitas dingin.
7. Periksa kadar gula darah
Kemudian lanjutkan pemberian cairan 20
ml/kgBB/jam,setelah itu tambahkan koloid / plasma,
dekstran 10 – 20 (mak 300) ml/kgBB/jam. Kemudin lakukan
koreksi asidosis, setelah 1 jam lakukan evaluasi untuk
mengetahui apakah syok sudah teratasi atau belum. Jika
syok belum teratasi yang ditunjukkan dengan penurunan Ht
atau Ht tetap tinggi / naik, maka berikan koloid 20 ml/kg
BB, kemudin dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah
segar 10 ml/kg BB,diulang sesuai kebutuhan. Jika syok
sudah teratasi maka lanjutkan tindakan dari mengevaluasi
ketat tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, Hb, Ht,
trombosit dan tindakan seterusnya

10. Komplikasi
Menurut (Soedarto, 2012) komplikasi DHF ada 6, yaitu :
1) Komplikasi susunan sistem saraf pusat
Komplikasi pada susunan sistem saraf pusat (SSP) dapat berbentuk
konfulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis.
2) Ensefalopati
Komplikasi neurologi ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik
yang berlebihan.
3) Infeksi
4) Kerusakan hati
5) Kerusakan otak
6) Resiko syok
7) Kejang kejang
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh
perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk
menentukan masalah keperawatan yang muncul pada pasien. Konsep
keperawatan pada klien DHF menurut Ngastiyah (2006) yaitu :
a. Pengkajian fokus
1) Identitas pasien
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam, apakah ada riwayat penyakit keturunan,
kardiovaskuler, metabolisme dan sebagainya.
6) Riwayat psikososial
Bagaimana pengetahuan keluarga mengenai demam serta
penanganannya.

b. Data subjektif
Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien
atau keluarga pada pasien DHF, data subjektif yang sering
ditemukan antara lain :
a) Panas atau demam
b) Sakit kepala
c) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
d) Lemah
e) Nyeri ulu hati, otot dan sendi.
f) Konstipasi.
c. Data objektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat
pada keadaan pasien. Data objektif yang sering ditemukan pada
penderita DHF antara lain :
a) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
b) Mukosa bibir kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
c) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji tourniquet
(+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
d) Hiperemia pada tenggorokan
e) Nyeri tekan pada epigastrik
f) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
g) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
c. Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebih
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan inervasi
diafragma
e. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual muntah dan nafsu
makan menurun.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
g. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan
intra abdomen).
3. Intervensi
No Tujuan dan intervensi Rasional
dx kriteria hasil
1 SLKI : SIKI : Manajemen 1. Dapat menentukan
Tremoregulasi hipertermi intervensi yang
Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab akan diberikan
tindakan hipertermi (mis 2. Dengan
keperawatan dehidrasi, terpapasr memonitor suhu
selama … X 24 lingkungan panas) tubuh dapat
jam diharapkan 2. Monitor suhu tubuh mengetahui
Termoregulasi 3. Sediakan lingkungan apakah terjadi
pasien membaik. yang dingin tanda infeksi
Dengan kriteria 4. Berikan cairan oral 3. Lingkungan
hasil: 5. Anjurkan tirah baring nyaman akan
1. Suhu tubuh 6. Kolaborasi pemeberian menurunkan suhu
pasien kembali cairan dan eletrolit tubuh pasien
normal intervena, jika perlu 4. Menurunkan suhu
(36,5°C – tubuh
37,5°C) 5. Meningkatkan
2. Tidak terjadi kenyamanan
kemerahan pasien agar lebih
pada kulit sehat
pasien 6. Mencegah
3. Pasien terjadinya
mengetahui dehidrasi
tentang
penyebab
demamnya.
4. Tubuh pasien
tidak teraba
panas.
5. Bibir pasien
tampak
lembab
kembali.
2 SLKI : tingkat 1. Identifikasi penyebab
perdarahan pendarahan
Setelah dilakukan 2. Monitor nilai
tindakan hemoglobin dan
keperawatan hematokrit sebelum dan
selama … X 24 setelah kehilangan darah
jam diharapkan 3. Monitor tekanan darah
tingkat perdarahan 4. Istirahatkan area yang
pasien menurun. mengalami perdarahan
Dengan kriteria 5. Jelaskan tanda-tanda
hasil: pendarahan
1. kelembapan 6. Anjurkan melapor jika
membrane menemukan tanda-tanda
mukosa pendarahan
meningkat 7. Kolaborasi pemberian
2. kulit elastic cairan jika perlu
3. tekanan darah
normal (
120/80
mmhg)
4. hemoglobin
membaik
3 SLKI : status SIKI : Manajemen 1. Mengetahui
cairan hipovelemia tindakan apa yang
Setelah dilakukan 1. Monitor intake dan akan dilakukan
tindakan output dan mengotrol
keperawatan 2. Hitung kebutuhan cairan intake dan output
selama … X 24 3. Berikan asupan cairan 2. Akan
jam diharapkan oral mempermudah
status cairan 4. Anjurkan mengindari mengetahui status
pasien membaik. perubahan posisi cairan pasien
Dengan kriteria mendadak 3. Pemberian cairan
hasil: 5. Kolaborasi pemberian peroral
1. Mempertahank cairan iv isotonis ( mis. meningkatkan
an urine output Nacl. Rl) status kesehatan
sesuai dengan 4. Perubahan posisi
usia dan BB mendadak akan
normal memperburuk
2. Tekanan darah, kesehatan pasien
nadi, suhu 5. Memberikan
tubuh dalam cairan yang lebih
batas normal. melalui intravena
3. Tidak ada
tanda
dehidrasi,
elastisitas
turgor kulit
elastis,
membran
mukosa
lembab, tidak
ada rasa haus
yang
berlebihan.
4 SLKI : pola nafas SIKI : manejemen jalan nafas 1. Mengetahui berapa
Setelah dilakukan 1. Monitor pola nafas ( besar frekuensi,
tindakan frekuensi, kedalaman, kedalaman nafas
keperawatan usaha napas) pasien sehingga
selama … X 24 2. Monitor bunyi napas mudah melalukan
jam diharapkan tambahan ( mis. Gurgling, tindakan lebih
pola nafas pasien mengi, wheezing, ronki lanjut
membaik. kering) 2. Dengan
Dengan kriteria 3. Pertahankan kepatenan mengetahui
hasil: jalan nafas dengan heed- adanya bunyi nafas
1. Tidak ada titt dan chin-lift tambahan dapat
penggunanaan 4. Posisikan semi fowler atau mengetahui
otot bantu fowler kelainan yg
pernapasan 5. Anjurkan asupan cairan dialami pasien
2. Ferkuensi, 2000 ml/hari 3. Memaksimalkan
kedalaman 6. Kolaborasi pemberian ventilasi
napas normal bronkodilator, 4. Memberikan rasa
3. Tidak ada ekspektoral, mukolitik nyaman pada
dispnea pasien
4. Tidak ada 5. Cairan yang akan
pernapasan masuk ketubuh
cuping hidung pasien akan
mempengaruhi
kesehatan pasien
6. Dengan pemberian
bronkodilator
dapat memperlebar
jalan nafas
5 SLKI : status SIKI : manajemen nutrisi 1. Untuk menentukan
nutrisi 1. Indentifikasi status nutrisi intervensi yang tepat
Setelah dilakukan 2. Monitor berat badan pada pasien
tindakan 3. Sajikan makanan secara 2. Mengetahui
keperawatan menarik dan suhu yang perkembangan yang
selama … X 24 sesuai terjadi pada pasien
jam diharapkan 4. Berikan makann tinggi 3. meningkatkan nafsu
status nutrisi kalori dan protein makan pasien
pasien membaik. 5. Ajarkan diet yang 4. makanan yang akan
Dengan kriteria diprogramkan tinggi kalori dan
hasil: 6. Kolaborasi dengan ahli protein akan cepat
1. Terjadi gizi untuk menentukan meningkatkan berat
peningkatan jumlah kalori dan jenis badan pasien
nafsu makan. nutrient yang dibutuhkan 5. diet makan yang
2. Asupan nutrisi meningkatkan berat
pasien adekuat. badan pasien akan
3. Energi pasien meningkatkan
dapat kembali kesehatan
pulih. 6. mengetahui jumlah
4. Berat badan kalori dan jenis
ideal sesuai nutrient yang
dengan tinggi dibutuhkan
badan
5. IMT pssien
normal
6. Tidak ada
tanda-tanda
malnutrisi
6 SLKI : toleransi SIKI: Manajemen Energi 1. Dengan melakukan
aktivitas 1. Identifikasi gangguan identifikasi dapat
Setelah dilakukan fungsi tubuh yang mengetahui
tindakan mengakibatkan intervensi yg akan
keperawatan kelelahan diberikan
selama … X 24 2. Lakukan latihan 2. Mencegah
jam diharapkan rentang gerak pasif terjadinya
toleransi aktivitas atau aktif kontraktur
pasien meningkat. 3. Anjurkan melakukan 3. Dengan melakukan
Dengan kriteria aktivitas secara aktivitas secara
hasil: bertahap bertahap dapat
1. Tidak lelah 4. Kolaborasi dengan mencegah
saat ahli gizi tentang cara terjadinya ceder
beraktivitas meningkatkan asupan 4. Meningkatkan
2. Tidak dispnea makanan energi pasien
saat, setelah
aktivitas
3. Frekuensi
nadi, tekanan
darah normal
4. Kemudahan
dalam
melakukan
aktivitas
sehari-hari

7 SLKI : Tingkat SIKI : manajemen nyeri 1. Dengan


nyeri 1. Identifikasi lokasi, melakukan
Setelah dilakukan karakteristik, durasi, pengkajian nyeri
tindakan frekuensi, kualitas, dapat memberikan
keperawatan intensitas nyeri intervensi yang
selama … X 24 2. Identifikasi respon nyeri sesuai
jam diharapkan non verbal 2. Mengetahui
Tingkat nyeri 3. Berikan teknik tingkat nyeri yg
pasien menurun. nonfarmakologi untuk dirasakan pasien
Dengan kriteria mengurangi rasa nyeri 3. Dapat
hasil: (mis. memberikan
1. Pasien tidak Hypnosis,akupresur) suasana yg
meringis 4. Jelaskan penyebab dan nyaman pada
2. Pasien tidak pemicu nyeri pasien
gelisah 5. Kolaborasi pemberian 4. Membantu dalam
3. Pasien tidak analgesik masalah nyeri
mengalami sehingga dapat
kesulitan tidur diatasi
4. Tidak 5. Dapat mengurangi
mengeluhkan nyeri yang
nyeri dirasakan
5. Frekuensi nadi
normal

4. Implementasi
Implementasi sesuaikan dengan intervensi yang dibuat.
5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,


dimana evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap tindakan
yang diberikan, Doenges M.E, MoorhouseM, F, Geissler A. C
DAFTAR PUSTAKA

Hardhi Kusuma, Amin Huda Nurarif. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA Edisi 3. Mediaction Jogja

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnosa Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI.(2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Criteria Hasil


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai