2. Epidemiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit
menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu
singkat dan sering menimbulkan wabah. Penyakit ini pertama kali
ditemukan di Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke
berbagai negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada
tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan
kematian 24 orang (41,3%). Semenjak kejadian ini, penyakit Demam
Berdarah Dengue cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia
dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan insidens rate
mencapai 13,45 % per 100.000 penduduk. Keadaan ini erat kaitannya
dengan meningkatnya mobilitas penduduk dan sejalan dengan semakin
lancarnya hubungan transpotasi.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan
pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,
terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara
dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand (Depkes, 2010). Pada
tahun 2007, jumlah kasus penyakit DBD di Indonesia adalah 158.115
kasus, sedangkan pada tahun 2008, jumlah kasus penyakit DBD adalah
136.339 kasus.
Menurut Word Health Organization (WHO) jumlah kematian oleh
penyakit DHF di dunia mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian
setiap tahunnya (WHO, 2012). Jumlah kasus kematian akibat penyakit
DBD di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1.01%, pada tahun 2008
jumlah kematian 1.170 orang (CFR= 0,86% dan IR=60,06/100.000
penduduk.
3. Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
arbovirus B, yaitu arthropod – born envirus atau virus yang disebabkan
oleh artropoda. Vector utama penyakit DBD adalah nyamuk aedes
aegepty (di daerah perkotaan) danaedes albopictus (di daerah pedesaan)
(Widoyono, 2008).
Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih dan tergenang,
telurnya dapat bertahan berbulan – bulan pada suhu 20 - 42°C. Bila
kelmbaban terlalu rendah telur ini akan menetes dalam waktu 4 hari,
kemudian untuk menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari.
Nyamuk dewasa yang sudah menghisap darah 3 hari dapat bertelur 100
butir (Murwani, 2011).
4. Patofisiologis
Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk aedes aegypi sehingga terjadi infeksi dalam tubuh manusia. Hal
pertama yang terjadi adalah viremia seperti demam 2-7 hari, skait kepala,
mual-muntah, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, hiperemi pada tenggorokan.
Akibat infeksi akan terjadi replikasi virus dalam tubuh sehingga
merangsang kompleks antibody virus dalam tubuh sehingga terjadi
trombositopenia dimana jumlah trombosit menurun yang dimanifestasikan
dengan petekia (bintik-bintik merah pada kulit) vaskulitis yaitu
peradangan pada kulit, reaksi imunologik dimana tubuh berkompensasi
terhadap virus yang masuk kedalam tubuh. Dari hal ini akan
mengakibatkan permeabilitas vaskuler meningkat dimana terjadi
perembesan plasma sehingga akan terjadi hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi, hiponatremia. Jika tubuh kekurangan cairan yan
terus menerus akan terjadi hipotensi dimana tekanan darah menurun, nadi
cepat dan lemah, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah. Perubahan tersebut memperhatikan gejala gangguan sirkulasi
sebagai akibat dari perembesan plasma sehingga tubuh akan kekurangan
O2 akibatnya akan terjadi syok dan hipoksia jaringan. Komplikasi-
komplikasi yang ditimbulkan adalah pendarahan lebih lanjut, syok
hipovolemia dan kematian (Effendy, C.(1995).
5. Pathway ( bagan)
(terlampir)
6. Klasifikasi
DHF diklasifikasi menjadi empat tingkatan keparahan, dimana
derajat III dan IV dianggap DSS. Adanya trombositopenia dengan disertai
hemokonsentrasi membedakan derajat I dan II DHF .
Derajat I : Demam disertai dengan gejala konstitusional nonspesifik,
satu-satunya manifestasi pendarahan adalah tes tourniket
positif dan atau mudah memar.
7. Manifestasi Klinis
1) Demam dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2 – 7 hari, ditandai dengan
2 lebih manifestasi klinis sebagai berikut :
a. Nyeri kepala
b. Nyeri \retro – orbital
c. Mialgia / artralgia
d. Ruam kulit
e. Manifestasi perdarahan (patekieatau uji bending positif)
f. Leucopenia
g. Pemeriksaan serologi dengue posistif, atau ditemukan
DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu
yang sama.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu :
1) Darah
Pada DHF akan dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2
atau hari ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua
kalinya. Pada saat suhu meningkat kedua kalinya sel limfosit relatif
sudah bertambah. Sel-sel eusinofil sangat berkurang. Dada DHF
umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting. Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia, SGOT, SGPT, ureum, dan PH darah mungkin meningkat,
sedangkan reserve merendah.
2) Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3) Sumsun Tulang
Pada awal sakit biasnya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler
pada hari ke-5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke-10
biasanya sudah kembali normal untuk semua data.
4) Serologi
Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan menjadi :
a) Uji serologi memakai serum ganda yaitu serum yang diambil pada masa
akut dan konvalesen, yaitu pengikatan komplemen (PK), uji netralisasi
(NT) dan uji dengue blot. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi anti
dengue sebanyak minimal 4 kali.
b) Uji serologi memakai serum tunggal, yaitu uji dengue blot yang
mengukur antibodi, anti dengue tanpa memandang kelas antibodynya,
uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari
kelas IgM. Pada uji ini yang dicari adalah ada tidaknya atau titer
tertentu antibodi antidengue.
5) Uji torniquit : caranya diukur tekanan darah kemudian diklem antara
tekanan systole dan diastole selama 10 menit untuk dewasa dan 3-5
menit untuk anak – anak. Positif ada butir – butir merah (petechie)
kurang 20 pada diameter 2,5 inchi.
9. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan penderita DHF adalah
a. Tirah baring atau istirahat baring
b. Diet makanan lunak
c. Minum banyak 50 ml /kg BB dalam 4-6 jam pertama dapat
berupa : susu, teh manis, sirup, dan beri penderita oralit.
Pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi
penderita. Cairan rumatan 80-100 ml /kg BB dalam 24 jam
berikutnya
d. Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan
dilakukan bila pasien terus menerus muntah sehingga tidak
mungkin diberikan makanan per oral atau didapatkan nilai
hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>40 vol %).
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi
dan kehilangan elektronik. Dianjrkan cairan glukosa 5% dalam
1/3 larutan Nacl 0,9%.
e. Cairan-cairan yang digunakan untuk penggantian volume dengan
cepat mencakup berikut ini :
1) Salin fisiologis (Nacl)
2) Laktat ringer atau asetat ringer.
3) Larutan glokosa 5% diencerkan 1:2 atau 1:1 dalam salin
fisiologis.
4) Plasma, substitusi plasma (misal, dekstran 40) atau albumin
5% (50 g/l).
a) Monitor tanda – tanda vital tiap 3 jam (Suhu, Nadi, TD, Respirasi)
jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
b) Periksa Hb, Ht, dan trombosit tiap hari.
c) Pemberian obat antipiretik.
d) Monitor tanda – tanda dini renjatan meliputi keadaan umim,
perubahan tanda – tanda vital, hasil – hasil pemeriksaan
laboratorium yang memburuk.
e) Monitor tanda – tanda pendarahan lebih lanjut.
f) Pemberian antibiotik bila terdapat kekhawatiran infeksi sekunder.
g) Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam (kolaborasi dengan
dokter).
1. Kesadaran menurun.
2. Nadi lembut / tidak teraba
3. Tekanan nadi : 20 mmHg
4. Distres pernapasan / sianosis
5. Kulit dingin dan lembab.
6. Ekstermitas dingin.
7. Periksa kadar gula darah
Kemudian lanjutkan pemberian cairan 20
ml/kgBB/jam,setelah itu tambahkan koloid / plasma,
dekstran 10 – 20 (mak 300) ml/kgBB/jam. Kemudin lakukan
koreksi asidosis, setelah 1 jam lakukan evaluasi untuk
mengetahui apakah syok sudah teratasi atau belum. Jika
syok belum teratasi yang ditunjukkan dengan penurunan Ht
atau Ht tetap tinggi / naik, maka berikan koloid 20 ml/kg
BB, kemudin dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah
segar 10 ml/kg BB,diulang sesuai kebutuhan. Jika syok
sudah teratasi maka lanjutkan tindakan dari mengevaluasi
ketat tanda vital, tanda perdarahan, diuresis, Hb, Ht,
trombosit dan tindakan seterusnya
10. Komplikasi
Menurut (Soedarto, 2012) komplikasi DHF ada 6, yaitu :
1) Komplikasi susunan sistem saraf pusat
Komplikasi pada susunan sistem saraf pusat (SSP) dapat berbentuk
konfulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis.
2) Ensefalopati
Komplikasi neurologi ini terjadi akibat pemberian cairan hipotonik
yang berlebihan.
3) Infeksi
4) Kerusakan hati
5) Kerusakan otak
6) Resiko syok
7) Kejang kejang
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh
perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat berguna untuk
menentukan masalah keperawatan yang muncul pada pasien. Konsep
keperawatan pada klien DHF menurut Ngastiyah (2006) yaitu :
a. Pengkajian fokus
1) Identitas pasien
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam, apakah ada riwayat penyakit keturunan,
kardiovaskuler, metabolisme dan sebagainya.
6) Riwayat psikososial
Bagaimana pengetahuan keluarga mengenai demam serta
penanganannya.
b. Data subjektif
Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien
atau keluarga pada pasien DHF, data subjektif yang sering
ditemukan antara lain :
a) Panas atau demam
b) Sakit kepala
c) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
d) Lemah
e) Nyeri ulu hati, otot dan sendi.
f) Konstipasi.
c. Data objektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat
pada keadaan pasien. Data objektif yang sering ditemukan pada
penderita DHF antara lain :
a) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan
b) Mukosa bibir kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
c) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji tourniquet
(+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
d) Hiperemia pada tenggorokan
e) Nyeri tekan pada epigastrik
f) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
g) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
4. Implementasi
Implementasi sesuaikan dengan intervensi yang dibuat.
5. Evaluasi
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI