Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN An. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS TRAUMA OKULI


DIRUANG IRNA II RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM

OLEH:
LOMIN
044STYJ20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah meninggikan derajat orang-
orang yang beriman dan berilmu pengetahuan, atas berkat rahmat dan kharunia-Nya,
penulis dapat meyelesaikan pembuatan tugas Keperawatan Anak Dengan Kasus Trauma
Okuli. Selawat beserta salam semoga disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW yang menjadi suri tauladan dalam setiap sikap dan tindakan sebagai
Intelektual Muslim.
Penulis juga mengucapkan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
dalam proses pembuatan tugas ini. Terutama dosen pembimbing mata kuliah yang
telah memberi masukan dan pengarahan kepada mahasiswa keperawatan dapat
mengaplikasikan dan bermanfaat dalam kehidupan.
Pembuatan tugas ini tidak terlepas dari kekurangan. Oleh karena itu
sekiranya pembaca memberikan kritikan dan saran yang membangun untuk
perbaikan dimasa yang datang dan semoga bermanfaat bagi pembaca, Aamiin
Allahumma Aamiin.

Mataram, Januari 2021

Penulis
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA OKULI DI RUANG IRNA II DI
RSUD KOTA MATARAM

A. Defenisi Trauma Okuli


Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada
mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak
mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan
penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat.
Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan
kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia
inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda
(terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami
trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya
kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan
kecelakaan lalu lintas (Ilyas, 2000).
Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma tersebut merupakan kasus gawat
darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat
atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata (Syarfudin, 2006).
Menurut Tamsuri (2004), ada 2 jenis trauma okuli, yaitu :
1. Trauma okuli non perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a. Tidak menembus dinding orbital (kornea dan sklera masih utuh)
b. Mungkin terjadi robekan konjungtiva
c.Adanya perlukaan kornea dan sclera
d. Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada
2. Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri : Adanya
dinding orbita yang tertembus
a. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
b. Prolaps bisa muncul, bisa tidak.
B. Etiologi
Menurut Ilyas (2006), trauma mata dapat terjadi secara mekanik dan non
mekanik
1. Mekanik, meliputi :
a. Trauma oleh benda tumpul, misalnya :
1) Terkena tonjokan tangan
2) Terkena lemparan batu
3) Terkena lemparan bola
4) Terkena jepretan ketapel, dan lain-lain
b. Trauma oleh benda tajam, misalnya:
1) Terkena pecahan kaca
2) Terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu
3) Terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun.
c. Trauma oleh benda asing, misalnya:
Kelilipan pasir, tanah, abu gosok dan
lain-lain
2. Non Mekanik, meliputi :
a. Trauma oleh bahan kimia:
1) Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras
2) Coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon
3) Bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya,
miyak putih
b. Trauma termik (hipermetik)
1) Terkena percikan api
2) Terkena air panas
c. Trauma Radiasi
1) Sinar ultra violet
2) Sinar infra merah
3) Sinar ionisasi dan sinar X
C. Patofisiologi
Trauma yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada
pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan
perdarahan dalam bilik mata depan iris bagian perifer merupakan bagian
paling lemah suatu yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan
hidraulis yang dapat menyebabkam hifema dan iridodialisis serta
merobek lapisan otot spingter sehingga pupil mnadi evoid dan non
teaktri. Tenaga yang timbul dari suatu trauma di perkirakan akan terus
kedalam isi bola mata melalui sumbu anterior, posterior sehingga
menyebabkan kompresi ke posterior sehingga menegakakkan bola mata
ke lateral sesuai dengan garis-garis ekoator lifema yang terjad dalam
beberapa hari oleh karena adanya proses hemostasisi darah dalam bilik
mata depan akan di serap sehingga akan jernih kembali (Pearce, 2009).
Patway Trauma Okuli

Penyimpangan KDM

Non Perforans Trauma

TRAUMA OKULI

Ruptur Kontamin Kontaminas Diskonti Pembe


asi intra i intra okuli nuitas dahan
okuli dengan jaringan COP
udara

Perlukaa Iris Pupil


n kornea
Koagulasi Inflamasi Ablasio
darah dalam Resiko jaringan
COA/hifema infeksi
Penurunan Gangguan Penurunan
tingkat pengaturan daya
ketajaman cahaya yang akomodasi
masuk Nyeri
Frekuensi
bayangan
oleh lensa
terganggu

Penglihatan Kurang
kabur pengetahuan

Gangguan sensori
persepsual
D. Tanda dan Gejala
Menurut Ilyas (2006), gejala klinis yang dapat terjadi pada trauma mata
antara lain:
1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya
kelopak mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma
tembus caian humor akueus dapat keluar dari mata.
2. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada
palpebra. Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien
yang mengalami fraktur basis kranii.
3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal,
yang pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma
baik di segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang
kedua akibat terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.
4. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi
karena robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil
menjadi tidak bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda
pada pasien
5. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat
ditemukan pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah
pada daerah sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata
dengan perdarahan subkonjungtiva.
6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada
palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan
nyeri pada mata.
7. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga
menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun
dapat menyebabkan sakit kepala.
8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun
segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan
mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan
peningkatan produksi air mata sebaga salah satu mekanisme
perlindungan pada mata.
9. Fotopobia
Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab.
Pertama adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema,
erosi kornea, benda asing pada segmen anterior bola mata
menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata menjadi tidak
teratur, hal ini menimbulkan silau pada pasien. Penyebab lain fotopobia
pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris
menyebabkan pupil tidak dapat mengecil dan cenderung melebar
sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata.
E. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
Menurut James B. (2005), pemeriksaan yyang dapat dilakukan pada trauma
mata meliputi:
1. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun
obyektif.
a. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini berkaitan dengan
pembutatan visum et repertum. Pada penderita yang ketajamannya
menurun, dilakukan pemeriksaan retraksi untuk mengetahui bahwa
penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma
tetapi oleh kelainan retraksi yang sudah ada sebelum trauma.
b. Pemeriksaan Obyektif
Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui adanya kelainan
di sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata.
Pembengkakan di dahi, pipi, hidung dan lain-lain yang diperiksa
pada kasus trauma mata ialah: keadaan kelopak mata kornea, bilik
mata depan, pupil, lensa dan tundus, gerakan bola mata dan tekanan
bola mata. Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan
sentotop, loupe slit lamp dan atlalmoskop.
2. Pemeriksaan Khusus
a. Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma
untuk menjadi petunjuk pemberian obat antobiotik pencegah
infeksi.
b. Pemeriksaan Radiology Foto Orbita
Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak, bila ada
dilakukan pemeriksaan dengan lensa kontak combrang dan dapat
ditentukan apakah benda asing intra okuler atau ektra okuler.
c. Pemeriksaan ERG : untuk mengetahui fungsi retina yang rusak atau
yang masih ada.
d. Pemeriksaan VER : untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat
penglihatan
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli adalah
erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi
lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid, ablasi
retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optic. Jika komplikasi tersebut
keluar maka terapi yang diberikan juga meliputi penanganan terhadap
komplikasi yang timbul (Ilyas, 2000).
G. Penatalaksanaan
Menurut Ilyas (2006), penatalaksanaan yang dapat dilakukan
pada trauma mata meliputi:
1. Trauma Mata Benda Tumpul
Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian
terhadap ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman
penglihatan tanda mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli
mata. Pemberian pertolongan pertama berupa:
a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk
pemeriksaan mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5%
atau tetracain 0,5% - 1,0 %.
b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan
c. Memberikan moral support agar pasien tenang
d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang
terkena trauma
e. Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar dala bilik mata
depan) tanpa penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
1) Tutup kedua bola mata
2) Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi
3) Evaluasi ketajaman penglihatan
4) Evaluasi tekanan bola mata
f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan
mengenai mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli
mata.
2. Trauma mata benda tajam
Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus
karena dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan
atlalmia dan simpatika. Pertimbangan tindakan bertujuan :
a. Mempertahankan bola mata
b. Mempertahankan penglihatan
Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan
usaha untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada penderita
diberikan:
a. Antibiotik spectrum luas
b. Analgetik dan sedotiva
c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka
3. Trauma mata benda asing
a. Ekstra Okular
1) Tetes mata
2) Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.
3) Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat
4) Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan
angkat dengan jarum
5) Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-
hati dan dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang
baik, angkat dengan jarum.
6) Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan
antibiotic local selama beberapa hari.
7) Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan
jarum, bisa juga dengan menggunakan magnet.
b. Intra okuler
1) Pemberian antitetanus
2) Antibiotic
3) Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menybabkan iritasi
4. Trauma mata bahan kimia
a. Trauma akali
1) Segera lakukan irigasi selama 30 menit sebanyak 2000 ml; bila
dilakukan irigasi lebih lama akan lebih baik.
2) Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi bisa dapat dilakukan
pemeriksaan dengan kertas lokmus; pH normal air mata 7,3
3) Diberi antibiotic dan lakukan debridement untuk mencegah
infeksi oleh kuman oportunie.
4) Diberi sikoplegik karena terdapatnya iritis dan sineksis posterior
5) Beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma yang terjadi
6) Steroid diberikan untuk menekan radang akibat denoturasi kimia
dan kerusakan jaringan kornea dan konjungtiva namun diberikan
secara hati-hati karena steroid menghambat penyembuhan
7) Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi
efek kolagenase.
8) Vitamin C diberikan karena perlu untuk pembentukan jaringan
kolagen.
9) Diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek.
10) Karataplasti dilakukan bila kekerutan kornea sangat menganggu
penglihatan.
b. Trauma Asam
1) Irigasi segera dengan gara fisiologis atau air.
2) Kontrol pH air mata untuk melihat apakah sudah normal
3) Selanjutnya pertimbangan pengobatan sama dengan
pengobatan yang diberikan pada trauma alkali.
Tindakan pada trauma kimia dapat juga tergantung dari 4 fase peristiwa,
yaitu:
1. Fase kejadian (immediate)
Tujuan dari tindakan adalah untuk menghilangkan materi penyebab
sebersih mungkin, yaitu meliputi:
a. Pembilasan dengan segera, denan anestesi tapical terlebih dahulu.
b. Pembilasan dengan larutan non toxic (NaCl 0,9% ringer lastat dan
sebagainya) sampai pH air mata kembali normal.
2. Fase Akut (sampai hari ke-7)
Tujuan tindakan adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip
sebagai berikut:
a. Mempercepat proses re-epitelisasi kornea
b. Mengontrol tingkat peradangan
c. Mencegah infeksi sekunder
d. Mencegah peningkatan tekanan bola mata
e. Suplemen / anti oksidan
f. Tindakan pembedahan
3. Fase Pemulihan Dini (early repair : hari ke 7 – 21) Tujuannya
membatasi penyakit setelah fase 2
4. Fase pemulihan akhir (late repair : setelah hari ke 21) Tujuannya
adalah rehabilitasi fungsi penglihatan
5. Trauma Mata Termik (hipertemik)
Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril dan diolesi dengan
salep atau kasa yang menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup
dengan verban steril.
6. Trauma Mata Radiasi
Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka diberi pada mata
a. Lokal anastesik
b. Kompres dingin
c. Antibiotika lokal
H. Prognosis
Prognosis trauma mata dapat sembuh dengan baik setelah trauma
minor dan jarang terjadi sekuele jangka panjang karena munculnya
sindrom erosi berulang. Namun trauma tembus mata seringkali
dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin
membutuhkan pembedahan ekstensif. Retensi jangka panjang dari benda
asing berupa besi dapat merusak fungsi retina dengan menghasilkan
radikal bebas. Serupa dengan hal itu, trauma kimia pada mata dapat
menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka panjang dan rasa tidak
enak pada mata. Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang tidak dapat diterapi jika terjadi lubang retina pada
fovea. Penglihatan juga terganggu jika koroid pada makula rusak.
Dalam jangka panjang, dapat timbul glaukoma sekunder pada mata
beberapa tahun setelah cedera awal jika jalinan trabekula mengalami
kerusakan. Trauma orbita juga dapat menyebabkan masalah kosmetik
dan okulomotor
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Aspek yang perlu dikaji jenis pekerjaan, berkaitan dengan tingkat
aktivitas pasien dan status sosial ekonomi pasien. Pendidikan
terakhir dikaji berkaitan dengan tingkat pengetahuan pasien tentang
penyakit dan penatalaksanaannya
2. Keluhan Utama apakah pasien mengeluh nyeri,
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Digunakan untuk menentukan prioritas utama riwayat cedera,
bagaimana terjadinya, dan gangguan penglihatan yang diakibatkan
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Adakah gangguan mata yang diderita sebelumnya
5. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah kelainan mata yang diderita oleh anggota keluarga yang
lain, atau penyakit yang dapat mengakibatkan gangguan penglihatan
6. Psikososial
Klien dapat mengalami gangguan konsep diri yang dapat
mempengaruhi harga diri dan mengganggu aspek kehidupan pasien
7. Pola Aktivitas Sehari-hari
8. Pengkajian Fisik
Meliputi pemeriksaan ketajaman penglihatan, mobilitas mata, dan
inspeksi visual struktur luar mata
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat muncul pada pasien
dengan trauma okuli adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi kornea / peningkatan tekanan
intraokuler
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensori
persepsi penglihatan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan
sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
4. Gangguan sensori dan persepsi visual berhubungan dengan cedera,
inflamasi, dan infeksi
5. Kurang pengetahuan mengenai perawatan praoperasi dan pasca
operasi.
C. Intervensi Keperawatan
N Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan
O
D
X
1 Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x 24 1) Identifikasi faktor pencetus
jam nyeri menurun dengan dan pereda nyeri
kriteria hasil: 2) Monitor kualitas nyeri
1) Penyatuan kulit 3) Monitor lokasi dan
meningkat penyebaran nyeri
2) Penyatuan tepi luka 4) Monitor intensitas nyeri
meningkat dengan menggunakan skala
3) Pembentukan jaringan 5) Monitor durasi dan frekuensi
parut meningkat nyeri
4) Edema pada sisi luka Trapeutik
menurun 1) Atur interval waktu
5) Nyeri menurun pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2 Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x 24 1) Identifikasi adanya nyeri atau
jam mobilitas fisik keluhan fisik lainnya
meningkat dengan kriteria 2) Identifikasi toleransi fisik
hasil: melakukan pergerakan
1) Pergerakan ekstremitas Terapeutik
meningkat 3) Fasilitasi aktivitas mobilisasi
2) Gerakan tidak dengan alat bantu (mis pagar
terkoordinasi menurun tempat tidur)
3) Gerakan terbatas 4) Libatkan keluarga untuk
menurun membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
5) Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensi-intervensi
yang terdapat dalam rencana perawatan. Komponen dalam tahap
implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif,
dokumentasi, dan respon pasien terhadap asuhan keperawatan.
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap
klien. (Potter & Perry, 2015 : Fundamental Of Nursing).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. (Potter & Perry, 2015 Fundamental Of
Nursing).
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas SH, 2006, Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga, Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilyas, Sidarta. 2000. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta :
FKUI Jakarta.
James. B, 2005, Trauma dalam : Oftalmologi Edisi Kesembilan. Jakarta :
Erlangga
Pearce,Evelyn C. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta :
Gramedia.
Syarfudin. 2006. Anatomy Fisiologi Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Tamsuri, Anas. 2004. Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakatra : EGC.

Anda mungkin juga menyukai