Anda di halaman 1dari 37

Laporan Kasus

NYERI FACET CERVICAL

OLeh :

dr. Safridawati

Pembimbing :

Dr. dr. Endang Mutiawati, Sp.S (K)

BAGIAN NEUROLOGI FK UNSYIAH


RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadhirat ALLAH SWT karena atas


berkat, rahmat dan hidayah-Nya, Tugas ini telah dapat diselesaikan.
Selanjutnya Shalawat dan Salam penulis hanturkan kepangkuan alam
Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari
alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Adapun judul tugas ini adalah “Nyeri Facet Cervical ,”. Tugas ini
diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Program Pendidikan
Dokter Spesialis – 1 Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
/ RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis mengucapkan ribuan terima
kasih kepada pembimbing yaitu Dr.dr. Endang Mutiawati, Sp.S(K) yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati , kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan, kami tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang
membangun dari para dosen dan teman sejawat sekalian agar tercapai hasil
yang lebih baik.

Banda Aceh, 15 Agustus 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................ 4

1.1 Latar Belakang.......................................................... 4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ................................... 11

3.1 Definisi ..................................................................... 11

Anatomi punggung bawah ………………............... 11

Etiologi…………………………………………….. 15

Faktor predisposisi..................................................... 15

Diagnosis................................................................. 16

Pemeriksaan penunjang............................................. 18

3.2 Nyeri sendi facet ...................................................... 18

Diagnosis.................................................................... 22

Terapi Intervensi ......................................................... 23

BAB III KESIMPULAN.............................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 32

3
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri Leher merupakan keluhan umum yang pernah dialami oleh


hampir semua orang, namun jarang berakibat fatal. Meskipun demikian, sejak
seseorang belajar berdiri dan berjalan, sejak itu pulalah ia dihadapkan pada
risiko nyeri pada leher dan pinggang. Keluhan ini merupakan salah satu
penyebab utama mangkir kerja dan meningkatnya biaya pengobatan. Nyeri
yang berasal dari tulang belakang ini dapat disebabkan oleh berbagai etiologi.
Salah satu penyebab utamanya adalah karena terjadinya perubahan
osteoartritik pada sendi faset atau disebut juga sendi zygoapohysial; berasal
dari kata dasar Yunani zygos yang berarti jembatan dan physis yang berarti
tonjolan. Perubahan hipertrofi akibat osteoartritis pada sendi faset
menimbulkan sensasi nyeri atau disebut juga sebagai sindrom faset. Namun,
kelainan pada sendi faset ini jarang sekali melibatkan saraf spinal..
Keluhan Nyeri Leher sering dijumpai pada praktek sehari – hari.
Sebanyak 17-31% dari total populasi pernah mengalami Nyeri Leher semasa
hidupnya. Oleh karena Nyeri Leher sangat dipengaruhi oleh aktivitas fisik
dan posisi tubuh, maka pasien Nyeri Leher memiliki keterbatasan dalam
bergerak ( disabilitas ). Hal tersebut menyebabkan penurunan kualitas hidup
serta memiliki dampak sosial dan ekonomi yang buruk.1
Berdasarkan studi The Global Burden of Disease tahun 2010, NPB
merupakan penyumbang terbesar kecacatan global yang diukur melalui years
lived with disability (YLD).1 Studi di Inggris mengemukakan bahwa NPB
merupakan penyebab utama disabilitas pada dewasa muda yang menimbulkan
lebih dari 100 juta hari kerja hilang tiap tahun. Di Amerika Serikat NPB
secara umum merupakan penyebab kelima tersering pasien datang berobat.
Dengan demikian, NPB penyebab penurunan produktivitas kerja dan
berkaitan dengan beban ekonomi yang besar.1

4
Depresi, rasa cemas dan gangguan tidur secara signifikan ditemukan
sebagai dampak pada penderita dengan Nyeri Leherkronis, yakni nyeri yang
berlangsung selama lebih dari 3 bulan.2,3
Beberapa modalitas dalam manajemen nyeri intervensional diketahui
sangat membantu pasien dengan NPBK. Intervensi nyeri dapat menjadi
alternatif yang berguna bagi pasien yang telah kehabisan metode pengobatan
lainnya yang dirasa tidak berhasil dan dapat menjadi solusi penderita Nyeri
Leherkronis. Diagnosis yang tepat diperlukan agar dapat dilakukan intervensi
yang tepat dan memberikan terapi yang optimal dalam mengatasi generator
nyeri. Tujuan tindakan intervensi ini adalah meminimalisir dampak serta
disabilitas penderita.1

5
BAB II
LAPORAN KASUS

II.1 Identifikasi
Nama : Ny. H
Usia : 35 tahun
Agama : Islam
MRS : 11 Agustus 2018
II.2 Anamnesis
(Autoanamnesis, 11 Agustus 2018)
Penderita datang dengan keluhan Nyeri Leher ryang
mengganggu aktifitas sehari-hari sejak 6 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Nyeri Leher dirasakan mulai dari pundak menjalar hingga ke
ujung jari tangan kiri dan makin memberat sejak 6 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan tumpul dan terkadang berdenyut.
Nyeri hilang timbul dan lebih berat dirasakan di pagi hari. Nyeri
dirasakan memberat apabila menekukan leher kebelakang dan
menggerakan dan memutar leher ke kanan kekiri. Hal yang
meringankan nyeri apabila pasien tertidur dan tangan dalam posisi
diatas kepala. Pasien juga merasakan kebas ,terkadang terasa seperti
tersengat listrik , rasa panas seperti tersiram air cabe. Penderita juga
mengalami gangguan sensibilitas pada daerah tangan sebelah luar
sampai jari jempol. Penderita tidak mengalami gangguan BAK dan
BAB.
Riwayat trauma tidak ada. Riwayat mengangkat beban yang
berat tidak ada. Riwayat Diabetes Melitus tidak ada. Riwayat
hipertensi tidak ada.

II.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
1. Pemeriksaan klinis umum
6
Kesadaran : E4M6V5 (15)
Tekanan darah : 110/80 mmHg Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit Suhu : 36,9°C.
NRS : 8
Pain detect : 19

2. Pemeriksaan Klinis Neurologis


GCS : E 4 M 6 V 5 : 15
Pupil Bulat Isokor Φ 3 mm / 3 mm
RCL ( +/+ ) RCTL ( +/+ )
TRM : kaku kuduk tidak ada
N. Cranialis : parese nervus tidak ada

Fungsi Motorik:
Penilaian Lengan kanan Lengan kiri Tungkai kanan Tungkai kiri
Gerakan Cukup Cukup Cukup Cukup
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Normal Normal Normal Normal
Klonus - -
Biseps : normal Biseps :Menurun Patella : normal Patella : normal
Refleks Triseps :normal Triseps: normal Achiles : normal Achiles : normal
fisiologis Quadriceps : Brachioradialis :
normal normal
Hoffman : Hoffman : Babinski : normal Babinski:normal
normal normal Chadock : normal Chadock :
Refleks Trommer : Trommer : Openhim : normal normal
patologis normal normal Scheifer : normal Openhim:normal
Gordon : normal Scheifer: normal
Gordon : normal

Miotom :

7
- C2 : Flexi/ Ekstensi Leher (n /↓ )
- C3 : Fleksi Lateral Leher (n /↓ )
- C4 : Elevasi Bahu (n /↓ )
- C5 : Retraksi , Abduksi (n /↓ )
- C6 : Flexi Elbow, Ekstensi Wrist (n /↓ )
- C7 : Ekstensi Elbow, Flexi Wrist (n /↓ )
- C8 : Fleksi Jari Tangan dan Ektensi ibu jari(n /↓ )
- T1 : Jari Abduksi dan Adduksi (n /↓ )
Fungsi sensorik :
Dermatom : Hipoestesi Sesuai dermatom C5 dan C6

Fungsi vegetatif : tidak ada kelainan


Pemeriksaan tambahan :
ROM : Fleksi anterior ( < 75° ) normal
8
Hiperekstensi ke posterior ( <20° ) nyeri di
pinggang
Fleksi lateral ( < 20° ) nyeri di leher kiri
Rotasi kanan dan kiri +/+ (nyeri di leher)

II.4 Diagnosis Awal


Diagnosis Klinis : Nyeri Leher dengan Radikular Pain
Diagnosis Topis : Facet joint VC5-L6 Sinistra

Diagnosis Etiologi : Facet Joint Arthropaty

Diagnosis Patologi : Protrusion dan extrusion disc

II.5 Tatalaksana
- Metil Prednisolon 125 mg / 12 jam
- inj Mecobalamin 500 mg / 12 jam
- Gabapentine 3 x 300 mg PO

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.1 DEFINISI Nyeri Leher

Nyeri Leher (Neck pain) adalah nyeri di daerah Basis tengkorak


sampai Thoracal satu. Tulang belakang adalah suatu kompleks yang
menghubungkan jaringan saraf, sendi, otot, tendon, dan ligamen, dan semua
struktur tersebut dapat menimbulkan rasa nyeri. Nyeri Leher diakibatkan oleh
regangan otot atau tekanan pada akar saraf Nyeri leher atau dikenal juga
sebagai nyeri servikal, nyeri tengkuk atau cervical syndromemerupakan
keluhan yang sering dijumpai di praktik klinik. Tiap tahun 16,6% populasi
dewasa mengeluh rasa tidak enak di leher, bahkan 0,6% berlanjut menjadi
nyeri leher yang berat. Incidence nyeri leher meningkat dengan bertambahnya
usia. Lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki dengan perbandingan
1,67:1.

Meskipun dapat sebagai akibat adanya proses patologis pada jaringan


lunak, namun lebih sering akibat kondisi yang berhubungan dengan cervical
spine. Sumber nyeri leher yang berhubungan dengan cervical spine antara lain
cervical spondylosis, radiculapathy atau kompresi pada radix saraf,
myelopathy atau kompresi pada medulla spinalis cervical, cedera, iritasi pada
otot-otot paraspinal. Mekanisme dari berbagai penyebab nyeri leher, tanpa
adanya gejala radikuler atau myelopathy hingga saat ini masih belum jelas.8

3.1.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI CERVICAL

Cervical spine terdiri atas 7 vertebra dan 8 saraf servikal. Fungsi


utama leher adalah menghubungkan kepala dengan tubuh. Stabilitas kepala
tergantung pada 7 buah vertebra servikal. Hubungan antara vertebra servikal
melalui suatu susunan persendian yang cukup rumit. Gerakan leher
dimungkinkan karena adanya berbagai pensendian, facet joint yang ada di
posterior memegang peranan penting.

10
Sepertiga gerakan fleksi dan ekstensi dan setengah dari gerakan
laterofleksi terjadi pada sendi atlantooccipitalis (dasar tengkorak dengan
VC1). Sendi atlantoaxialis (VC1-VC2) memegang peranan pada 50%
gerakan rotational. VC2 hingga VC7 memegang peranan pada dua per tiga
gerakan fleksi dan ekstensi, 50% gerakan rotasi dan 50% gerakan laterofleksi.
Delapan saraf servikal berasal dari medulla spinalis segmen servikal,
7 saraf servikal keluar dari medula spinalis di atas vertebra yang
bersangkutan, namun saraf servikal ke 8 keluar dari medulla spinalis di
bawah VC7 dan di atas VTh1 serta costa pertama. Saraf-saraf ini memberikan
layanan saraf sensorik pada tubuh bagian atas dan ekstremitas superior
berdasarkan pola dermatom. Sedangkan layanan motoris dan refleks dapat
dilihat pada table di bawah ini :
Tabel 1. Layanan innervasi motorik dan refleks dari akar saraf servikal
Saraf Innervasi motorik Refleks
C 3-5 Diafragma
C5 otot deltoid, biceps
C6 ekstensor wrist, abduktor dan
ekstensor thumb
C 5-6 biceps, brachioradialis
C7 triceps, fleksor wrist, ekstensor
jari
C 6-7 Tricpes
C8 fleksor jari
Th1 Interoseus
Cervical spine dalam kehidupan sehari-hari bekerja sangat berat, tidak
terhitung jumlah gerakan yang harus dilakukan dalam proses menunjang
fungsi kepala. Fungsi kepala antara lain berbicara, melihat, membau,
mendengar, makan / minum dan menahan keseimbangan sewaktu tubuh
bergerak. Setiap gerakan dari bagian tubuh tertentu harus diimbangi gerakan
servikal, maka tidak mengherankan, nyeri servikal seringkali timbul.

11
Gambar 3.1. Innervasi Saraf cervical

12
Gambar .Innervasi Kolumna Vertebralis dan Sendi Facet

3.1.5 ETIOLOGI NYERI LEHER


Struktur ini bila terkenal proses penyakit dapat menimbulkan rasa
nyeri Termasuk di antaranya adalah otot, ligamentum, facet joint, periosteum,
jaringan fibrous, discus intervertebralis, osteofit.Penyakit yang mendasarinya
(underlying disease) antara lain : rheumatoid arthritis, spondyloarthritis,
polymyalgia rheumatica, metastasis tumor ke tulang, diffuse idiopahtic
skeletal hyperostosis, ankylosing spondylitis, reactive cervical strain,
osteoporosis, diabetes mellitus, alergi. infeksi oleh virus atau bakteri, stress
psikologis, kebiasaan tidur yang jelek .
Selain itu dapat pula berhubungan dengan salah sikap : hiperekstensi
pada usia lanjut, trauma akut : whiplash injury akibat tabrakan mobil,
olahraga kontak badan. trauma menahun : tukang cat plafon, overuse /
penyalahgunaan : menoleh terlalu lama saat memundurkan mobil.
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan nyeri servikal :
1. Degenerative arthritis
13
Merupakan salah satu kondisi yang sangat sering mengenai leher pada
orang setelah umur pertengahan dan menimbulkan rasa nyeri, dikenal juga
sebagai CERVICAL SPONDYLOSIS. Termasuk di antaranya adalah OA
pada facet joint, degenerasi discus intervertenralis. Keluhan yang sangat
sering diungkapkan pada kondisi ini adalah kaku kuduk (neck stiffness) atau
rasa nyeri, yang timbul akibat kapsul sendi yang mengandung serabut saraf
sangat sensitif terhadap peregangan atau distorsi, selain itu ligamentum dan
tendon di leher sensitif juga terhadap regangan dan torsi oleh gerakan yang
keras atau overuse leher atau bagian atas punggung, juga osteofit dapat
menekan akar saraf atau medulla spinalis.
Radiologis tampak perubahan discus intervertebralis, pembentukan
osteofit
paravertebral dan facet joint serta perubahan arcus laminalis
posterior.Osteofit yang terbentuk seringkali menonjol ke dalam foramen
intervertebrale dan mengadakan iritasi atau menekan akar saraf. Ekstensi
servikal dapat meningkatkan intensitas rasa nyeri. Perubahan-perubahan ini
sering tampak di antrara VC5 dan VTh1, yang menyebabkan timbulnya
gejala kaku (stiffness) pada cervical spine bawah dan tidak jarang
menimbulkan hipermobilitas kompensatorik cervical spine atas..
.
2. Cervical radiculopathy
Merupakan nyeri neurogenik. Nyeri terasa tajam dengan intensitas
tinggi atau terasa panas seperti terbakar. Pasien mengatakan seperti terkena
setrom listrik yang menjalar ke lengan sesuai dengan dermatom akar saraf.
Disebabkan oleh adanya kompresi satu atau lebih akar saraf, 70 – 90%
akibat penyempitan foramen intervertebralis, sisanya akibat kompresi oleh
HNP, 0,1% radiculopathy akibat spinal stenosis kongenital. Foramen
intervertebrale menyempit akibat membesarnya osteofit paravetebral dan
facet joint. Bila ukuran lubang foramen perlahan-lahan mengecil, hanya butuh
strain cervical yang ringan saja sudah dapat membangkitkan gejala radikuler
berapa nyeri atau rasa kebas, yang menjalar dari lateral leher, turun menuju
bahu, lengan dan pergelangan tangan. Tergantung akar saraf mana yang

14
mengalami kompresi, tangan sisi radial atau ulnar juga dapat merasakan.
Biasanya gejala berlangsung singkat dan dapat muncul pada posisi tertentu.
Banyak pasien merasakan peredaan keluhan bila tangan yang terkena
diletakkan di belakang kepala (the arm abduction sign).
Gejala yang timbul akibat iritasi atau kompresi pada akar saraf akan
berbeda-beda sesuai dengan akar saraf mana yang terkena :
a. VC1 & VC2 : menimbulkan nyeri kepala oksipital. Nyeri terasa
tumpul dan difus. Nyeri dapat sangat hebat sampai kepala
dipegang dengan dua tangan, hal ini disebabkan goyangan
kepala sedikit saja akan menambah rasa nyeri.
b. VC3 : : terasa tebal / kesemutan di pipi posterior dan daerah
temporal.
c. VC4 : nyeri meliputi tengah sevikal ke bahu, spina scapula,
tengah deltoid dan clavicula.
d. VC3 & VC4 : nyeri terasa tumpul dan dalam, merujuk ke bahu.
Rasa nyeri bertambah karena gerakan spinal atau perubahan
cairan serebrospinal sewaktu batuk atau bersin.
e. VC5 : nyeri servikal yang berasal dari iritasi akar saraf VC5
hanya 5%.
f. VC5 - VTh1 : dapat melibatkan traktus piramidal.
g. VC 6 - VC8 : paling sering terjadi dan umumnya dicetuskan
oleh keadaan tertentu berdasarkan adanya spondilosis. Rasa
nyeri dapat merujuk ks dada depan dan disangka nyeri akibat
adanya iskemia miokard.

3.. Cervical disk herniation (HNP cervical)


Biasanya ditemukan pada usia muda. Herniasi terjadi akibat adanya
kelainan diskus intervertebralis, nucleus pulposus yang berupa material
gelatinous yang ada di bagian dalam mengalami prolaps melalui lapisan
annulus fibrosus yang serupa ligamentum yang ada di luarnya. Protrusi ini
dapat menekan akar saraf dan menimbulkan inflamasi (melibatkan interleukin
dan substance P) yang mendasari terjanya radiculopathy. Herniasi terjadi

15
melalui lesi yang timbul pada annulus posterior di samping kanan dan kiri
ligamentum longitudinale posterior. Herniasi ke anterior dan lateral jarang
terjadi. Penyebab HNP umumnya karena trauma. Kelainan bawaan annulus
jarang ditemukan
Rasa nyeri terasa tumpul dan dalam atau ngilu.dirujuk ke scapula
medial, bahu atas / belakang, bagian posterior lengan bawah, siku, hingga
pergelangan tangan. Fleksi servekal ke depan menambah rasa nyeri. Rasa
nyeri dapat unilateral atau bilateral tergantung lokasi dan luasanya protrusi.
Sebagian besar HNP cervical timbul di antara VC5 dan VTh1, akar saraf VC7
yang paling sering terkena. Khas ditemukan kelemahan otot triceps dan
penurunan atau hilangnya refleks disertai nyeri pada sisi medial lengan
bawah, serta rasa kebas pada dua jari sisi ulnar.
Pada beberapa kasus, gejala radikuler dapat disertai rasa berat pada
kedua tungkai, kesulitan berjalan melalui garis lurus (barefoot heel-to-toe
walking), gangguan fine motor skills (memasang kancing baju, memanipulasi
benda-benda kecil), Lhermitte phenomenon (fleksi – ekstensi leher diikuti
timbulnya rasa nyeri tajam seperti tersengat listrik turun melalui spinal
menuju ke lengan dan tungkai). Dapat pula ditemukan penurunan tonus otot-
otot tungkai, hiperrefleksi, clonus pergelangan kaki dan refleks patologis
(Hoffmann sign dan Babinsky sign), gejala-gejala ini mirip dengan gejala-
gejala akibat adanya spinal stenosis yang disertai myelopathy.

Tabel 2. Temuan klinik pada HNP sesuai dengan letaknya

Level HNP Temuan klinik

VC 5 – 6 Nyeri : puncak bahu; otot trapezius, dengan


radiasi ke bagian anterior lengan atas; sisi radial
lengan bawah; ibu jari tangan.

Gangguan sensorik : area yang sama di atas.

Kelemahan : fleksi lengan bawah

16
Refleks : menurun atau hilangnya refleks
biceps dan supinator.

VC 6 – 7 Nyeri : scapula; area pectoral, medial axilla,


dengan radiasi ke posterolateral lengan atas; dorsal
siku dan lengan bawah; jari telunjuk dan jari tengah
(atau seluruh jari-jari).

Gangguan sensorik : area sama di atas.

Kelemahan : ekstensi lengan bawah,


kadang-kadang pergelangan tangan.

Refleks : menurun atau hilangnya refleks


triceps.

VC7 – VTh1 Nyeri : sisi medial lengan bawah.


(saraf ke 8)
Gangguan sensorik : medial lengan bawah
dan sisi ulnar tangan.

Kelemahan : otot-otot intrinsic tangan.

4. Myelopathy
Menimbulkan nyeri mielogenik. Rasa nyeri terasa seperti gelombang
shock merujuk ke bagian bawah spinal, adakalanya merujuk ke keempat
ekstremitas. Myelopathy timbul akibat adanya HNP dan servikal spondylosis
yang menekan medulla spinalis. Myelopathy pada umumnya berkembang
lambat dan gejala memburuk secara perlahan-lahan. Namun pada beberapa
kasus dapat berkembang progresif cepat. Tanpa pembedahan, dua per tiga
akan memburuk, secara bertahap akan terjadi gangguan BAB dan BAK,
pasien akan hidup di atas kursi roda akibat gangguan koordinasi, kelemahan
dan sering jatuh.

17
Adanya HNP, osteofit, sklerosis dan hipertrofi kapsul, jaringan
lunak dan ligamentum flavum dapat menyempitkan kanalis servikalis, hal ini
dapat menekan medulla spinalis secara langsung atau menekan arteri spinalis
anterior dan posterior dengan akibat timbul mielopati.

3.1.4 DIAGNOSIS NYERI FACET13


1. Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosa sindrom faset diperlukan pemeriksaan yang
sangat teliti dimulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosa yang lain hal yang pertama harus
ditanyakan dalam anamnesis adalah bagaimanakah sifat nyeri yang timbul. nyeri
tajam, menusuk dan berdenyut sering bersumber dari sendi, tulang dan ligamen;
sedangkan pegal, biasanya berasal dari otot. Kemudian harus ditanyakan juga lokasi
nyeri. Nyeri biasanya dirasakan pada leher. Nyeri sendi faset biasanya bersifat
pseudoradikuler atau kurang menjalar karena nyeri faset jarang melibatkan
penekanan pada radiks saraf spinal kecuali jika telah terjadi hipertrofi sendi faset.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa nyeri sendi faset harus
dilakukan dengan benar. Seperti yang telah disebutkan di atas, nyeri belakang
terutama pada leher dan pinggang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Pada
pasien dengan keluhan nyeri pada leher, untuk mengetahui apakah nyeri berasal dari
sendi faset atau tidak dapat dilakukan Tes Spurling. Pasien diminta duduk dengan
kepala sedikit diangkat sambil melihat ke satu sisi. Pemeriksa berdiri di belakang
pasien dengan satu tangan diletakkan di atas kepala pasien. Dengan tangan yang lain
pemeriksa mengetuk (memberi kompresi) dengan pelan pada tangan yang diletakkan
di atas kepala pasien. Jika pasien dapat menahan prosedur yang dilakukan tadi,
prosedur diulang dengan leher sedikit diangkat. Pemeriksaan ini memberikan bukti
klinis adanya sindrom faset atau kompresi radiks saraf spinalis. Jika terjadi iritasi
pada sendi faset, maka pasien akan merasakan nyeri.

Untuk mengetahui adanya iritasi pada bagian lumbal akibat proses


degenerasi dapat dilakukan tes ketuk prosesus spinosus (Spinosus Process Tap Test).
Tes ini dapat mengidentifikasi adanya sindrom lumbalis. Pasien diperiksa dalam
posisi duduk dengan tulang belakang sedikit fleksi. Pemeriksa kemudian mengetuk
prosesus spinosus tulang lumbal dan otot-otot disekitarnya dengan menggunakan
18
palu refleks. Nyeri lokal mengindikasikan adanya iritasi pada segmen spinal akibat
proses degeneratif sedangkan nyeri radikuler mengindikasikan adanya perubahan
patologis pada diskus vertebralis.

Menurut Wilde et al.(2007), terdapat dua belas indikator yang dapat


digunakan untuk menegakkan diagnosa nyeri sendi faset yaitu hasil positif pada tes
injeksi sendi faset, nyeri belakang unilateral terlokalisasi, positif tes blok cabang
medial, nyeri tekan pada sendi faset atau prosesus tranversus, nyeri dirasakan kurang
menjalar, nyeri berkurang dengan gerakan fleksi, dan jika ada nyeri alih terasa di
atas dari lutut.

Gambar 3: Tes Spurling

19
Gambar 4: Precessus Spinosus Tap Test

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosa sindrom faset. Pemeriksaan radiologi yang sering dilakukan
adalah foto polos servikal atau lumbosakral dengan posisi anteroposterior, lateral dan
oblik. Pemeriksaan radiologi lainnya seperti CT scan atau MRI tidak begitu
bermanfaat kecuali telah terjadi perubahan patologi pada struktur sendi atau untuk
mennyingkirkan diagnosa diferensial lain seperti tumor, fraktur, atau kelainan
metabolisme.

3.1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Neuroimaging
Pemeriksaan pencitraan dan penunjang diagnostik yang lain dilakukan
menurut indikasi dan tidak perlu dilakukan secara rutin (Chou et al.,2007).
Seringkali kelainan radiografi berkorelasi negatif dengan gejala klinik

20
sehingga dapat mengarahkan pada intervensi yan tidak perlu
(Deyo,2001;Chou et al.,2007)
Foto Polos
Pemeriksaan foto polos vertebrae untuk evaluasi awal disarankan pada
pasien dengan resiko tinggi terjadinya fraktur kompresi seperti riwayat
trauma vertebrae, osteoporosis dan pengaruh steroid (Chou et al.,2007a)
MRI atau CT Scan
CT Scan sangat bagus untuk mengevaluasi tulang, khususnya di aspek
resesus lateralis. Selain itu dia bisa juga membedakan mana diskus dan mana
ligamentum flavum dari kantongan tekal (thecal sac). Memberikan visualisasi
abnormalitas facet, abnormalitas diskus lateralis yang mengarahkan
kecurigaan kita kepada lumbar stenosis, serta membedakan stenosis sekunder
akibat fraktur. Harus dilakukan potongan 3 mm dari L3 sampai sambungan
L5-S1. Namun derajat stenosis sering tidak bisa ditentukan karena tidak bisa
melihat jaringan lunak secara detail. 1,6,8

MRI adalah pemeriksaan gold standar diagnosis lumbar stenosis dan


perencanaan operasi. Kelebihannya adalah bisa mengakses jumlah segmen
yang terkena, serta mengevaluasi bila ada tumor, infeksi bila dicurigai.
Selain itu bisa membedakan dengan baik kondisi central stenosis dan lateral
stenosis. Bisa mendefinisikan flavopathy, penebalan kapsuler, abnormalitas
sendi facet, osteofit, herniasi diskus atau protrusi. Ada atau tidaknya lemak
epidural, dan kompresi teka dan akar saraf juga bisa dilihat dengan baik.
Potongan sagital juga menyediakan porsi spina yang panjang untuk mencari
kemungkinan tumor metastase ke spinal. Kombinasi potongan axial dan
sagital bisa mengevaluasi secara komplit central canal dan neural foramen.
Namun untuk mengevaluasi resesus lateralis diperlukan pemeriksaan
tambahan myelografi lumbar dikombinasi dengan CT scan tanpa kontras.
1,6,7,8

3.2.1. NYERI SENDI FACET


Seperti sendi sinovial lain nya, proses trauma dan inflamasi yang
terjadi memiliki manifestasi klinis berupa nyeri, kekakuan, disfungsi

21
sendi, serta spasme otot sekunder, akan menyebabkan kekakuan dan
degenerasi sendi yang menyebabkan osteoarthritis.
Sendi facet atau disebut juga sendi zygoapohysial ; berasal dari kata dasar
Yunani zygos yang berarti jembatan dan physis yang berarti tonjolan.
Perubahan hipertrofi akibat osteoartritis pada sendi facet menimbulkan
sensasi nyeri atau disebut juga sebagai sindrom facet. Namun, kelainan pada
sendi facet ini jarang sekali melibatkan saraf spinal.

3.2.2 EPIDEMIOLOGI
Nyeri sendi facet merupakan penyebab terjadinya 15 hingga 40%
kasus nyeri pinggang bawah kronik. Menurut penelitian di Amerika Serikat
nyeri sendi facet terjadi hampir 57% pada usia antara 20-29 tahun. Kemudian
93% pada usia antara 40 – 49 tahun. Hampir 100% terjadi pada usia 60 tahun
dan terbanyak di daerah lumbal yaitu di L4-L5.

3.2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Sendi facet merupakan sendi diarthrosis yang membuat tulang
belakang bergerak. Oleh karena kelenturan dari kapsul sendi, tulang belakang
mampu bergerak dalam batas wajar dengan arah yang berbeda – beda. Lebar
kartilago sendi adalah antara 2,5 hingga 4 mm dan kartilagonya semakin
menebal kearah titik tengah sendi. Permukaan sendi facet agak melengkung
dimana bagian atas berbentuk cekung sedangkan bagian bawah berbentuk
cembung.
Unit fungsional dari kolumna vertebralis terdiri dari dua korpus vertebrae
yang berdekatan, sebuah diskus intervertebralis dan dua buah sendi facet.
Unit fungsional ini merupakan gabungan dari tiga sendi yang kemudian
membentuk sendi universal. Sendi ini membenarkan terjadinya enam macam
gerakan, yaitu gerakan rotasi dan translasi dalam tiga aksis koordinat.

22
Gambar 3.2.2. Arah pergerakan sendi facet

Sendi facet memiliki serat saraf nosiseptor dari ganglia simpatik dan
parasimpatik yang dapat dirangsang oleh tekanan local atau regangan pada
kapsul. Reseptor nosiseptif tipe IV ditemukan pada kapsul fibrosus. Reseptor
ini merupakan pleksus serabut saraf yang tidak bermielin dan mekanoreseptor
korpuskular tipe I dan II. Ujung serabut saraf yang tidak bermielin tipe I dan
II bersifat mekanosensitif dan berfungsi memberikan informasi proprioseptif
dan protektif ke system saraf pusat.
Sendi facet juga dapat menyebabkan perangsangan neuron akibat pelepasan
mediator inflamasi secara alami seperti substance P dan fosfolipase A2.
Ujung saraf perifer kemudian melepaskan mediator kimia seperti bradykinin,
serotonin, histamine dan prostaglandin yang bersifat racun dan menyebab kan
timbulnya nyeri. Substance P juga terlibat karena dapat berekasi langsung
dengan ujung serabut saraf atau secara tidak langsung melalui vasodilatasi,
ekstravasasi plasma dan pelepasan histamine. Fosfolipase A2 menghidrolisis
fosfolipid untuk menghasilkan asam arakhidonat yang menyebabkan reaksi
inflamasi, edema , dan eksitasi nosiseptif yang berkepanjangan.

23
Nyeri pada sendi facet dihubungkan dengan proses degenerative dimana sifat
elastisitas kolagen sendi semakin berkurang dengan bertambahnya usia.
Selain proses degenerasi, hal lain yang bias menimbulkan nyeri sendi facet
adalah : cedera tulang belakang, fraktur, robekan pada ligamentum dan
gangguan diskus.
Penyebab tersering nyeri sendi facet adalah karena proses mekanik.
Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk dan menyamping
menyebabkan otot tidak mampu mempertahankan posisi tulang belakang
thorakal adan lumbal sehingga pada saat sendi facet lepas dan disertai tarikan
dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan facet. Gesekan pada
sendi facet dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya
perubahan struktur sendi.
Secara radiography, facet joint bias divisualisasikan dengan jelas
dengan posisi oblique. Dengan sudut oblique didapatkan gambaran “Scotty
Dog”, dimana memudahkan untuk melihat landmark anatomi facet joint
tersebut.

Gambar 3.2.3. Scotty Dog

3.2.4. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis dari sendi facet ini agak sulit dikarenakan
gejalanya mirip dengan Nyeri Leherakibat kelainan lain dari struktur tulang
belakang bagian bawah sehingga memiliki diferensial diagnosa yang luas.
Pada penelitian prospective oleh Jackson Et al dimana terdapat 390 pasien

24
yang diperiksa, dimana tidak mudah menemukan klinis yang pasti dari
sindroma nyeri sendi facet tersebut atau menemukan predictor yang tepat
untuk menentukan berhasil atau tidaknya pasien yang mendapatkan tindakan
injeksi pada sendi facet tersebut.
Diagnosis memerlukan anamnesa yang lengkap berupa riwayat aktivitas
sehari – hari, riwayat kesehatan yang diderita serta dilakukan pemeriksaan
fisik yang akurat dalam hal posisi yang memperberat dan memperingan
kondisi nyeri pasien. Pemeriksaan pencitraan dapat mengidentifikasi kelainan
fisik pada tulang dan jaringan lunak sekitar sendi facet. Pada Rontgen dan CT
scan berguna dalam mengidentifikasi aspek degenerasi sendi facet yang dapat
berbentuk perubahan tulang, perubahan sendi facet ( hipertrofi ) atau adanya
pembentukan osteofit dan menentukan apakah tulang rawan di sendi telah
menipis atau tidak. Pemeriksaan MRI memberikan rincian terhadap struktur
sendi facet dan mengidentifikasi jaringan lunak yang tidak terlihat pada
rontgen.

Gambaran Distribusi Nyeri Facet Cervical


Untuk saat ini, prinsip untuk mendiagnosa sendi facet sebagai mediator nyeri
yang menyebabkan Nyeri Leher adalah dengan menggunakan blok anestetik
25
lokal baik di daerah medial branches atau pun di daerah sendi facet itu
sendiri.
Prosedur ini menggunakan anestetik local dengan variasi durasi kerja obat,
contohnya, lokal anestetik dengan kerja singkat seperti lidocaine di injeksikan
ke intraartikular sendi facet atau diatas medial branches, kemudian pasien
akan diobservasi untuk rasa nyeri setelah penyuntikan tersebut. Beberapa hari
atau seminggu setelah penyuntikan pertama, dilakukan penyuntikan kedua
dengan menggunakan local anestesi dengan menggunakan durasi kerja obat
yang berbeda seperi bupivacaine, kemudian pasien diobservasi untuk rasa
nyeri nya. Menurut penelitian Schwarzer et. Al keberhasilan terapi atau
disebut dengan Positive block adalah terjadinya pengurangan nyeri sebesar
50% pada pasien yang diinjeksikan.

3.2.5 TATA LAKSANA


Terapi untuk nyeri sendi faset terdiri dari terapi medikamentosa,
operatif dan rehabilitatif. Terapi medikamentosa bertujuan terutama
menghilangkan rasa nyeri akibat proses inflamasi. Golongan obat yang sering
digunakan termasuk golongan OAINS seperti ibuprofen, golongan muscle
relaxan seperti siklobenzaprin, golongan analgesik opioid seperti oksikodon,
dan golongan antidepresan seperti amitriptilin.
Terapi operatif bukanlah terapi lini pertama untuk mengatasi nyeri
sendi faset atau nyeri pinggang bawah. Namun tindakan operasi bisa menjadi
indikasi sekiranya timbulnya tanda dan gejala keganasan. Tindakan
radiofrequency medial branch neurotomy dikatakan mampu mengurangkan
nyeri sehingga 80% pada 60% pasien dengan nyeri sendi faset.

a. Terapi Konvensional
Untuk terapi konservatif yang spesifik pada nyeri sendi facet ini belum
ditemukan. Namun beberapa ahli setuju untuk menggunakan terapi yang
umum digunakan pada nyeri punggung bawah.

26
Terapi harus tetap berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang baik.
Untuk pemeriksaan penunjang berupa imaging diperlukan jika pasien
memiliki red flag sign.
Fokus terapi konservatif pada sendi facet adalah mengkoreksi pergerakan
tulang belakang, latihan peregangan dan menghilangkan rasa nyeri selama
proses rehabilitasi dan pemulihan. Adapun terapi konservatif nya meliputi
koreksi postural, terapi fisik, manipulasi daerah yang terkena dan latihan
fisik. Pada terapi awal diberikan analgesik berupa acetaminophen dan
NSAID. Acethaminophen merupakan obat yang memiliki efek samping yang
ringan selama tidak ada kontraindikasi terhadap kelainan fungsi hati.
Penggunaan antikonvulsan seperti gabapentin dan antidepressant pada terapi
khusus nyeri sendi faset belum ditemukan adanya penelitian sehingga obat
oral yang paling berpengaruh terhadap penatalaksanaan nyeri sendi facet
belum dapat di dokumentasikan.

b. Intervensi Pain Management dengan Facet Joint Injection


Intervensi dilakukan jika kondisi Nyeri Lehermenjadi kronis atau berlangsung
lebih dari 3 bulan. Dapat dilakukan penyuntikan obat steroid di area sendi
facet untuk memblok saraf (melokalisir) dan mengurangi rasa nyeri dari sendi
facet tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa suntikan pada sendi facet
dilakukan untuk penegakan diagnosis dan terapi nyeri sendi facet. Hal ini
merupakan langkah penting dalam menegakkan diagnose, jika Nyeri
Leherberkurang secara signifikan akibat suntikan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa penyebab atau kontributor utama nya adalah sendi faset.
Jika Nyeri Lehertidak berubah setelah suntikan tersebut maka diagnosis nyeri
sendi facet dapat disingkirkan.
Manajemen intervensi berupa injeksi local anestesi ( dengan atau tanpa
steroid ) pada sendi facet ( intra articular injeksi ) atau pada medial branches.
Jika diagnosa telah ditegakkan maka dapat digunakan radiofrequency ablasi
(RFA) pada saraf medial untuk efek penghilang nyeri yang lebih lama.

27
Gambar 3.2.5. Injeksi sendi facet
- Injeksi intra artikular dengan steroid dan local anestesi pada sendi faset
ini memiliki tujuan diagnosis dan terapeutik untuk menghilangkan rasa
nyeri. Ruang sendi bisa dimasukkan secara langsung atau jika akses ke
ruang sendi sulit maka bisa ditargetkan pada articular recess. Jika intra –
articular dikonfirmasi masuk secara tepat dengan penggunaan injeksi
kontras (0,2 ml), maka dapat dilanjutkan dengan suntikan campuran lokal
anestesi dan steroid.
Steroid yang digunakan berupa metilprednisolon, triamcinolone, dan
bethamethasone pada area lumbal dan dexamethasone pada area thorakal
dan servical. Injeksi Intra- articular ini sangat efektif dilakukan jika pada
klinis dan pemeriksaan radiologi terdapat inflamasi pada sendi faset,
bukan pada gambaran degenerasi sendi.
Ketika menggunakan injeksi steroid ulangan, diperlukan monitoring
total dosis yang digunakan selama 12 bulan pada pasien dengan penyakit
Diabetes mellitus. Injeksi volume pada pasien ini terbatas pada dosis 2
ml karena dosis injeksi intraartikular bisa memicu rupturnya sendi
kapsul jika diberikan dalam dosis yang besar.

28
Gambar 3.2.6 Injeksi Intra artikular

- Medial Branch Block


Pasien dilakukan injeksi dengan menggunakan fluoroscopy dengan
target sendi facet sesuai level yang terkena, kemudian area kulit yang
digunakan sebagai entry point dilakukan antiseptik (sterilisasi) dan
ditandai sebagai marker. Kemudian 1-2% lidokain di injeksikan pada
kulit dan jaringan subkutis sebagai anestesi lokal. Kemudian jarum
spinal A22-23 G dimasukkan secara perlahan dengan menggunakan
panduan fluoroscopy. Setiap gerakan dari jarum, posisi jarum harus
dicek dengan menggunakan anteroposterior (AP), lateral dan proyeksi
oblique. Pada target Lumbal, harus ditemukan adanya pertemuan
antara superior articular processus (SAP) dan Tranverse Processus
(TP) yang dikenal dengan eye of Scotty dog. Setelah aspirasi
negative, dilakukan injeksi lidokain dengan dosis 0,2-0,5 ml. Pasien
dilakukan pemeriksaan ulang untuk rasa nyeri dan respon terhadap
suntikan setelah 20 menit. Jika pengurangan nyeri sebanyak 50% dari
nyeri awal maka dikatakan sebagai positif respon.

29
Gambar 3.2.7. Medial Branch Block
- Radio Frequency Ablation (RFA)

Radiofrequency ablasi (RFA) digunakan jika pada injeksi medial


branch blok berhasil menghilangkan nyeri pasien dari 50% hingga
80% tanpa adanya operasi tulang belakang dan 35% sampai 50% pada
pasien yang gagal pada pasca operasi tulang belakang.

Keberhasilan dari RFA ini tergantung dari posisi jarum RF selama


dilakukan nya ablasi saraf. Pada area lumbal, pasien dalam posisi
telungkup dan sesuai dengan level lumbal yang diidentifikasi
menggunakan fluoroscopy. Prosedur sama dengan medial branch
block kecuali pada saat kontak jarum RFA dengan target. Jika pada
medial branch block peletakan jarumnya adalah pada target ‘on to the
nerve’, sedangkan pada RFA, jarum diletakkan parallel pada saraf
target. Posisi jarum RFA di di guiding dengan A-P, lateral dan
oblique proyeksi pada fluoroscopy. Setelah posisi jarum tercapai,
aspirasi dilakukan terlebih dahulu untuk menghindari darah atau CSF,
yang dikonfirmasi dengan stimulasi motorik atau sensorik. Setelah
konfirmasi posisi jarum, campuran 2% lidokain dan steroid di
suntikkan pada setiap level untuk memberikan lokal anestetik selama
proses pemanasan. Radio frequency probes dimasukkan pada jarum
dan area tersebut pada 80 derajat celcius selama 90 detik. Kemudian

30
mode tekanan pada 42 derajat Celsius selama 2-3 menit. Setelah
pemanasan, jarum dikeluarkan. Kemudian pasien dilakukan
pemeriksaan ulang terhadap efektivitas terapi tersebut. Post sedasi
harus tetap dimonitor. Komplikasi seperti infeksi, perdarahan dan
nyeri yang tidak hilang bisa terjadi pasca RFA. Kebas dan disestesia
pasca RFA pernah dilaporkan, namun hanya bersifat sementara dan
self-limiting.

31
Gambar 3.2.8. RFA

3.2.6 PROGNOSIS 6, 11

Pasien dengan nyeri sendi faset yang mengikutu program rehabilitatif secara
aktif – termasuk pengobatan dengan anti inflamasi, terapi fisik dan modifikasi
aktifitas – mampu untuk mengatasi perasaan nyeri yang timbul. Hampir 80% yang

32
menjalani blok saraf pada sendi faset mengalami perbaikan terhadap nyeri yang
dapat bertahan untuk beberapa bulan.

3.2.7 KESIMPULAN

Nyeri sendi faset merupakan salah satu penyebab utama dari nyeri daerah
leher dan pinggang bagian bawah. Sendi faset bersama diskus intervertebralis
berperan dalam pergerakan tulang belakang ke beberapa arah dalam batas yang
wajar. Namun, karena proses degeneratif, sendi faset sering mengalami kelainan
struktural sehingga pergerakan tulang belakang menjadi terbatas dan menimbulkan
sensasi nyeri yang juga disebut Sindrom Faset.

Sindrom faset atau nyeri sendi faset dapat ditegakkan diagnosanya melalui
anamnesa yang terperinci, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Nyeri sendi faset dapat dibedakan dengan nyeri akibat stenosis nervus spinalis
melalui sifat nyerinya yang pseudoradikuler. Melalui pemeriksaan radiologi, dapat
diketahui apakah nyeri yang dirasakan berasal dari proses patologis pada sendi faset
atau dari perubahan struktural tulang belakang yang lain misalnya spondilolisis atau
akibat proses autoimun seperti pada rheumatoid artritis.

Terapi nyeri sendi faset bertujuan terutama untuk menghilangkan rasa nyeri
dan memperbaiki kualitas hidup yang terganggu akibat proses yang terjadi pada
sendi faset. Terapi terdiri dari terapi medikamentosa, fisioterapi dan terapi operasi.
Terapi medikamentosa biasanya menggunakan obat-obat dari golongan NSAID dan
golongan barbiturat atau opioid. Fisioterapi pada nyeri sendi faset terdiri dari High
frequency current ( HFC CFM), traksi mekanik dan Bugnet excercises.

Nyeri sendi facet memiliki prognosis yang baik. Dengan terapi yang sesuai
diharapkan pasien dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan mampu bekerja
seperti sediakala.

33
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus Nyeri Leher dengan kecurigaan nyeri


sendi facet cervikal C5-C6 sinistra . Penderita datang dengan keluhan Nyeri
Leher yang dirasakan sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit. . Nyeri
dirasakan memberat pada pagi hari saat penderita bangun pagi. Nyeri
dirasakan memberat pada gerakan ekstensi. Nyeri dirasakan memberat pada
kondisi tertentu yaitu pada saat menolah kekanan ke kiri dan mendongakan
kepala.. Nyeri dirasakan membaik pada saat penderita dalam keadaan fleksi
atau dalam posisi terlentang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada
saat penderita dalam posisi ekstensi, rotasi kanan dan kiri dan fleksi ke kanan
dan kiri. Skala nyeri dengan Numeric Rating Scale berkisar 4-5. Tidak
didapatkan kelainan pada pemeriksaan motorik, sensorik dan fungsi luhur.
Pada pemeriksaan laseque, kerniq, Patrick dan kontra Patrick juga tidak
didapatkan kelainan. Pemeriksaan hasil laboratorium dalam batas normal.
Direncanakan Pemeriksaan MRI lumbosacral tanpa kontras pada pasien.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
kami menyimpulkan bahwa penderita kemungkinan mengalami radicular
pain. Nyeri sendi faset merupakan keadaan yang belum memiliki
pemeriksaan fisik yang patognomonis sehingga tindakan blocking pada sendi
faset baik secara injeksi intraartikuler atau dengan medial branch block
dengan atau tanpa radiofrekuensi. Dilakukan tindakan injeksi intraartikular
dengan fluoroskopi pada sendi faset L4-L5 bilateral dengan triamcinolone
2,5mg dan lidokain 2% sebanyak 1cc.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Aninditha T, Wiratman W. Buku Ajar Neurologi. Departemen


Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:2017
2. Jadon A (2016) Low Back pain due to Lumbar Facet Joint arthropaty
and its management. Gen med (Los Angeles) 4;252: 10.4172/2327-
5146.1000252

3. Boswell MV,Colson JD, Spillane WF. Theurapeutic facet joint


inteventions in chronic spinal pain : a systemic review of effectiveness
and complications. Pain Physician 2007. Available from
www.painphysicianjournal.com

4. Bykowski JL, Wong WH. Role of facet joints in spine pain and image
guided treatment: a review. AJNR Am J Neuroradiol. 2012; 33:1419 –
26.
5. Elders Leo AM, Burdorf A. Prevalence, Incidence, and Recurrence of
Low Back Pain in Scaffolders During a 3-Year Follow-up Study.
Lippincott Williams & Wilkins.2004; SPINE Volume 29(6): p. E101–
E106
6. Konsensus PRODI NYERI PERDOSSI 2002. Available from
www.kalbe.co.id
7. Hoy.d, Brooks P, Blyth F, Buchbinder R. The Epidemiology of low
back pain. Best practice Clinical Rheumatology .2010;24:769-81
8. Freynhagen R, Baron R, Gockel U, Tölle TR. painDETECT: a new
screening questionnaire to identify neuropathic components in patients
with back pain. CuRRent MediCALReSeARCh And OpiniOn.
Librapharm. 2006: p.1911-20
9. Herrero JF, Laird JM, Lopez-Garcia JA., 2000. Wind-up of spinal cord
neurones and pain sensation: much ado about something? Progress in
Neurobiology;61:169–203

35
10. Haldeman SD, Kirkaldy-Willis WH, Bernard TN. An Atlas of BACK
PAIN. THE ENCYCLOPEDIA OF VISUAL MEDICINE SERIES. New
York. The Parthenon Publishing Group.2002.
11. DeLeo JA, Sorkin LS, Watkins LR.., 2007. Immune and Glial Regulation
Pain. Seattle: IASP
12. Deyo Richarda, Weinstein Andjamesn. PRIMARY CARE. N Engl J Med,
Vol. 344, No. 5
13. Byers M.R., Bonica J. J., 2001. Peripheral Pain Mechanisms and
Nociceptor Plasticity. In: Loeser JD et al (eds) Bonica’s
Management of Pain. Lippincott William & Wilkins .Philadelphia, pp
27-72
14. Gan Peng B.Pathophysiology, diagnosis, and treatment of discogenic
lowback pain World J Orthop 2013 April 18; 4(2): 42-52 ISSN 2218-
5836. 2013
15. Patel VB,Wasserman R, Imani Interventional Therapies for Chronic
LowBack Pain: A Focused Review (Efficacy and Outcomes) Anesth Pain
Med. 2015 August; 5(4): e29716.2015
16. Kevin McGraw J. 2004. Interventional radiology of the spine. New
Jersey. Humana Press.
17. Bani A, Spetzger U, Gilsbach J. Indications for and benefits of lumbar
facet joint block: analysis of 230 consecutive patients. Neurosurg Focus.
2002; 13(2):1-5
18. Cohen PS, Raja SN. Pathogenesis, diagnosis, and treatment of lumbar
zygapophysial (facet) joint pain. Anesthesiology.2007; 106:591–614.
19. Van Kleef M, et al. Pain originating from the lumbar facet joints.
PainPractice. 2010;10(5):459-69.

36
37

Anda mungkin juga menyukai