Anda di halaman 1dari 46

CASE REPORT SESSION

*Program Studi Profesi Dokter/ G1A216101/ 2018


**Pembimbing dr. Idrat Riowastu, Sp.S

Low Back Pain

Oleh
Iman Taufiq / G1A216101

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

LOW BACK PAIN

Oleh:

Iman Taufiq, S. Ked

G1A216101

Jambi, Februari 2018


Pembimbing

dr. Idrat Riowastu, Sp.S

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas izin dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
‘Low Back Pain”

Penulisan laporan kasus ini dibuat dan disusun untuk memenuhi serta
melengkapi syarat menjalani Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Neurologi di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Dalam pembuatan
dan penulisan laporan kasus ini, penulis banyak menerima bantuan oleh berbagai
pihak, baik berupa saran, masukan, bimbingan, dorongan dan motivasi secara
moril, serta data maupun informasi. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. Idrat Riowastu, Sp.S atas bimbingan
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini serta
kepada semua pihak yang telah membantu.

Sepenuhnya penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari


sempurna dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan penulisan laporan kasus ini. Terlepas dari segala kekurangan
yang ada, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr.Wb.

Jambi, Februari 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………. iii

DAFTAR ISI ……………………………………………. iv

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………. 1

BAB II LAPORAN KASUS …………………………………………….. 3


2.1 Identitas Pasien …………………………………………….. 3
2.2 Anamnesis ……………………………………………. 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ……………………………………………. 4
2.4 Pemeriksaan Penunjang ………………………………………..….. 6
2.5 Diagnosis ……………………………………………. 6
2.6 Penatalaksanaan …………………………………………….. 6
2.7 Follow up …………………………………………….. 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .........……………………………………… 9

3.1 Hipertensi dalam kehamilan ..... …………………………………….….. 9

3.2 Preeklampsia Berat ……………..........………………………… 10

BAB IV ANALISA KASUS …………………………………………….. 32


BAB V KESIMPULAN …………………………………………….. 33
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….….. 34

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah (NPB) merupakan masalah
umum yang dialami kebanyakan orang dalam hidup mereka. Dilaporkan bahwa
prevalensi LBP dalam 1 tahun adalah dari 3,9% hingga 65%. LBP adalah gejala
nyeri yang melokalisir diantara tulang rusuk kedua belas dan lipatan pantat bawah
(pinggang), dengan atau tanpa nyeri kaki dari berbagai penyebab. Kira-kira 80%
penduduk seumur hidup pernah sekali merasakan nyeri punggung bawah. Pada
setiap saat lebih dari 10% penduduk menderita nyeri pinggang.1,2 Insidensi nyeri
pinggang di beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total
populasi, yang sebagian besar merupakan nyeri pinggang akut maupun kronik,
termasuk tipe benigna. Penelitian kelompok studi nyeri PERDOSSI menunjukkan
jumlah penderita nyeri pinggang sebesar 18,37% dari seluruh pasien nyeri.3 Studi
populasi di daerah pantai utara Jawa Indonesia ditemukan insidensi 8,2% pada
pria dan 13,6% pada wanita. Di rumah sakit Jakarta, Yogyakarta dan Semarang
insidensinya sekitar 5,4 – 5,8%, frekuensi terbanyak pada usia 45-65
tahun.4Biasanya nyeri pinggang membutuhkan waktu 6-7 minggu untuk
penyembuhan baik terhadap jaringan lunak maupun sendi, namun 10%
diantaranya tidak mengalami perbaikan dalam kurun waktu tersebut.5 Nyeri
punggung bawah merupakan gejala, bukan suatu diagnosis.
Penyebab LBP bervariasi, LBP diklasifikasikan menjadi spondylogenic,
neurogenic, viscerogenic, vascular and psychogenic. Penyebab LPB salah satunya
adalah spondylolithesis. Spondylolisthesis didefinisikan sebagai perpindahan ke
anterior, atau pergeseran, dari satu vertebra ke vertebra dibawahnya. Lokasi
tersering terjadinya spondylolisthesis adalah vertebra lumbalis ke-4 (L4) terhadap
vertebra lumbalis ke-5 (L5), dan vertebra lumbalis ke-5 (L5) terhadap sakrum.

5
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 52 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : RT 09, Kelurahan Medung Laut, Kota Jambi
Pekerjaan : IRT
MRS : 06 Februari 2018

II. DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 23 Maret 2017)


Keluhan utama : Nyeri punggung bagian kanan kurang lebih sejak 3
hari yang lalu
1. Riwayat Penyakit Sekarang
o Lokasi : Punggung menjalar hingga kedua kaki bagian
kanan
o Onset : Nyeri dirasakan makin memberat sejak 1 hari yang
lalu
o Kualitas : Nyeri seperti tertimpa beban berat
o Kuantitas : Nyeri dirasakan terus-menerus
o Kronologis :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada punggung bawah menjalar dari
punggung hingga ke tungkai bagian kanan sejak 3 hari yang lalu, namun
nyeri dirasakan semakin memberat dalam 1 hari terakhir sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri yang serupa pertama kali dirasakan kurang lebih 1
minggu yang lalu namun dapat membaik dengan mengonsumsi obat anti
nyeri. Nyeri dirasakan seperti tertimpa beban berat. Skala nyeri menurut
pasien adalah 7. Nyeri dirasakan terus-menerus dan sedikit berkurang jika
berbaring miring serta bertambah berat jika pasien duduk, berjalan atau
melakukan aktivitas. Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit keluhan nyeri

6
bertambah berat dan keluhan tidak berkurang dengan meminum obat anti
nyeri yang biasa pasien minum untuk mengurangi nyeri. Pasien tidak bisa
duduk sama sekali apalagi berjalan karena nyeri, sehingga BAB dan BAK
dilakukan di tempat tidur dengan menggunakan pispot. Nafsu makan pasien
berkurang tetapi tidak terjadi penurunan berat badan yang bermakna, tidak
ada keluhan pada BAB dan BAK. Sebelum sakit pasien bekerja sebagai ibu
rumah tangga.

o Gejala Penyerta : Mual dan muntah


o Faktor memperberat : ketika beraktivitas
o Faktor memperingan : ketika beristirahat

2. Riwayat penyakit dahulu:


Keluhan serupa pernah dirasakan pasien kurang lebih 1 minggu yang lalu,
namun keluhan berkurang dengan mengonsumsi obat anti nyeri.
o Riwayat hipertensi (+)
o Kencing manis disangkal
o Riwayat trauma disangkal

3. Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang mengalami


keluhan yang sama seperti pasien.

4. Riwayat sosial, ekonomi, pribadi: Sebelum sakit pasien bekerja sebagai ibu
rumah tangga.

III. OBYEKTIF
1. Status Present tanggal 06 Februari 2018
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, kesan gizi cukup
Kesadaran : Compos mentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 75 x/menit

7
Suhu : 36,8oC
Respirasi : 20 x/menit

2. Status Internus
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut,
Mata : edema palpebra -/-, CA-/-, SI -/-,
Pupil : isokor,diameter 3/3, refleks cahaya (+), reflek
kornea n/n, bentuk normal.
Telinga : Bentuk normal, simetris, serumen -/-
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, sekret -/-
Mulut : Bibir kering, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1
Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, kaku kuduk (-), meningeal sign (-)
Dada : Simetris, tidak ada retraksi
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tampak pada SIC V, 2 jari medial
LMC sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V, 2 jari medial
LMC sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas SIC II LPS sinistra
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dextra
Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra
Auskultasi : BJ I/II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru :Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)
Palpasi : fokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Paru kanan sonor = paru kiri
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan
whezzing (-/-), ronkhi (-/-)
Perut : Inspeksi : datar, luka operasi (-)

8
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), tak teraba massa, hepar lien
tidak teraba
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) N
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-), sianosis (-), atrofi otot (-),
capillary refill < 2 detik, nyeri pada tungkai bagian kanan.

3. Status Psikitus
Cara berpikir : Baik
Perasaan hati : Baik
Tingkah laku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik

4. Status neurologikus
a. Kepala
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)

b. Leher
Sikap : Normal
Pergerakan : Normal
Kaku kuduk : (-)

c. Susunan Saraf Pusat


Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Baik Baik
Lapangan pandang Baik Baik

9
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
bentuk Bulat, isokor,  3 mm Bulat, isokor,  3 mm
reflex cahaya + +
reflex konvergensi + +
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Normal Normal
bawah-dalam
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test Normal Normal
Weber test Normal Normal
Swabach test Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Normal Normal
Refleks muntah + +
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris

10
Berbicara Baik
Menelan Baik
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu kanan + +
Mengangkat bahu kiri + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Normal
dijulurkan
Atropi papil -
Disartria -

d. Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk Simetris Simetris
Bentuk kolumna Normal Normal
vertebralis
Pergerakan kolumna Normal Normal
vertebralis

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Reflek
Reflek kulit perut atas tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek kulit perut tengah tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek kulit perut bawah tidak dilakukan tidak dilakukan
Reflek kremaster tidak dilakukan tidak dilakukan

11
2. Anggota Gerak atas
Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5 5
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks
Biseps + +
Triseps + +
Radius + +
Ulna + +
Hoffman-Tromner - -

3. Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 4 5
Tonus Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

12
Refleks
Patella + -
Achilles + -
Babinsky - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -

e. Koordinasi, Gait, Keseimbangan


Cara berjalan : Tidak bisa berjalan karena nyeri saat berjalan
Test Romberg : (-)
Disdiadokinesis : (-)
Ataksia : (-)
Rebound phenomen : (-)
Dismteria : (-)

f. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)

g. Alat Vegetatif
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan

h. . Test Tambahan
Test Valsava : +/-

13
Test Laseque : +
Patrick : +/-
Contra Patrick : +/-

 Posisi telungkup
Pasien sulit melakukan posisi telungkup
- Nyeri tekan otot paravertebera bagian kanan VL4-5
- Gibbus (-)
- Spasme otot (-)
- Nyeri ketok (+) pada pinggang bawah kanan

 Posisi tegak
Pasien tidak bisa melakukan posisi tegak
- Deformitas (-)
- Pelvis : dbn
- Atrofi gluteal, paha, betis (-)
- Spasme otot (-)
- Gerakan aktif otot punggung (-)
- Jongkok berdiri : tidak dilakukan
- Berjalan jinjit atau tumit : tidak dilakukan
 Pemeriksaan Lain
Darah Rutin (06 Februari 2018)
- WBC : 6.32 x 10*9/L (4.0-10.0)
- RBC : 4.39 x 10*12/L (3.50-5.50)
- HGB : 11.7 g/dl (11.0-16.0)
- HCT : 33.7 % (36.0-48.0)
- PLT : 323 x 10*9/L (100-300)
- PCT : 0.28 % (0.10-0.28)
- GDS : 100 mg/dl

14
Rontgen Spine lumbar (07 Februari 2018)

Kesan :

- Terdapat Spondilolithesis L4-L5


- Tampak lithesis pada tulang

IV. RINGKASAN
S: Pasien datang dengan keluhan nyeri di punggung bawah, bokong menjalar
sampai ke ujung kaki kanan dan kiri sejak 3 hari yang lalu namun bertambah berat
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit membuat pasien tidak dapat duduk dan
berjalan. Sebelumnya pasien pernah mengalami hal yang serupa sejak 1 minggu
yang lalu, namun nyeri masih bisa berkurang dengan mengonsumsi obat anti
nyeri.

O: Kesadaran : Composmentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5


Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 75 x/menit
Suhu : 37,8oC
Respirasi : 20 x/menit
A: Diagnosa Klinis : Low back pain ec. Spondylolithesis L4-5 + Hipertensi
Grade II
Diagnosa Topis : Radiks nervus spinalis lumbar 4-5
Diagnosa Etiologi : Radikulopati ec Slipped Vertebrae
P:
Farmakologis :
IVFD NaCl 0,9 % + ketorolac 1 amp 20 tpm
Inj Ranitidin 2 x 1 amp
P.O:
- Na. Diclofenak 2x1 tab 50 mg
- racikan 2x1
- amlodipin 1x10 mg
- Vit B.Comp 2x1

15
Tatalaksana non farmakologis :
Tirah baring dan fisioterapi
Mx : Tanda vital, Cek darah rutin, Glukosa darah sewaktu (GDS), EKG, Ro.
Spine Lumbar AP/LAT, konsul fisioterapi.
Ex : Beri penjelasan kepada keluarga dan pasien mengenai keadaan pasien dan
penatalaksanaannya.

V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
- Quo ad sanam : Dubia ad bonam

VI. RIWAYAT PERKEMBANGAN


Tanggal 07 Februari 2017 (Perawatan Hari ke-1)
S: Nyeri di punggung bagian bawah menjalar sampai ke ujung kaki bagian
kanan
O: Kesadaran : Compos mentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 79 x/menit
Suhu : 36.7oC
Respirasi : 18 x/menit
A: Low back pain ec. Spondylolithesis L4-5 + Hipertensi Grade II
P:
IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
Inj Ketorolac 3 x 30 mg
Na. Diclofenak 2x1 tab 50 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Vit B.Comp 2 x 1 tab

16
Tanggal 08 Februari 2018 (Perawatan Hari ke-2)
S: Nyeri di punggung bagian bawah menjalar sampai ke ujung kaki bagian
kanan
O: Kesadaran : Compos mentis, GCS: 15 E:4 M:6 V: 5
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36oC
Respirasi : 20x/menit
A: Low back pain ec. Spondylolithesis L4-5 + Hipertensi Grade II
P:
IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
Na. Diclofenak 2x1 tab 50 mg
Amlodipin 1 x 10 mg
Vit B.Comp 2 x 1 tab

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
LBP (low back pain/nyeri punggung bawah) merupakan suatu gejala dan
bukan suatu diagnosis. Low Back Pain adalah nyeri yang dirasakan daerah
punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau
keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah
yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran
nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP yang lebih dari 6 bulan disebut kronik.1
Nyeri pinggang bawah (low back pain) adalah nyeri yang dirasakan daerah
punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau
keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah
yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran
nyeri ke arah tungkai dan kaki.5

3.2 Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang


Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar klinisi dapat menentukan
elemen apa yang terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah.
Tulang vertebrae merupakan struktur komplek yang secara garis besar
terbagi atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus
intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale
anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina,
kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat
otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebra
antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (faset).
Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus
intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan
otot (aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini
stabilitas daerah pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan
reflek otot-otot sakrospinalis, abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring6.

18
Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nucleus pulposusnya
adalah bangunan yang tidak peka nyeri.7 Dari gambar di atas8, tampak bahwa
yang merupakan bagian peka nyeri adalah:
- Lig. Longitudinale anterior
- Lig. Longitudinale posterior
- Corpus vertebra dan periosteumnya
- Articulatio zygoapophyseal
- Lig. Supraspinosum.
- Fasia dan otot

3.3 Etiologi
Penyebab nyeri pinggang bawah bermacam-macam dan multifaktor. Di
antaranya dapat disebut :8
1. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital tidak merupakan penyebab nyeri pinggang
bawah yang penting. Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan
nyeri pinggang bawah adalah :
- Spondilolisis dan spondilolistesis
- Spina bifida
- Stenosis kanalis vertebralis
2. Trauma dan gangguan mekanis
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama nyeri
pinggang bawah. Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan
pekerjaan otot atau sudah lama tidak melakukan kegiatan ini dapat
menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Cara bekerja di pabrik
atau di kantor dengan sikap yang salah lama-lama menyebabkan nyeri
pinggang bawah yang kronis.
Patah tulang, pada orang yang umurnya sudah agak lanjut sering
oleh karena trauma kecil saja dapat menimbulkan fraktur kompresi
pada korpus vertebra. Hal ini banyak ditemukan pada kaum wanita
terutama yang sudah sering melahirkan. Dalam hal ini tidak jarang
osteoporosis menjadi sebab dasar daripada fraktur kompresi. Fraktur

19
pada salah satu prosesus transversus terutama ditemukan pada orang-
orang lebih muda yang melakukan kegiatan olahraga yang terlalu
dipaksakan.
3. Radang (inflamasi)
a. Artritis rematoid dapat melibatkan persendian sinovial pada
vertebra. Artritis rematoid merupakan suatu proses yang
melibatkan jaringan ikat mesenkimal.
b. Penyakit Marie-Strumpell, yang juga dikenal dengan nama
spondilitis ankilosa atau bamboo spine terutama mengenai pria dan
teruta mengenai kolum vertebra dan persendian sarkoiliaka. Gejala
yang sering ditemukan ialah nyeri lokal dan menyebar di daerah
pnggang disertai kekakuan (stiffness) dan kelainan ini bersifat
progresif.
4. Tumor (neoplasma)
Tumor vertebra dan medula spinalis dapat jinak atau ganas. Tumor
jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala yang
sering dijumpai pada tumor vertebra ialah adanya nyeri yang menetap.
Sifat nyeri lebih hebat dari pada tumor ganas daripada tumor jinak.
5. Gangguan metabolik
Osteoporosis akibat gangguan metabolik yang merupakan
penyebab banyak keluhan nyeri pada pinggang dapat disebabkan oleh
kekurangan protein atau oleh gangguan hormonal
(menopause,penyakit cushing). Sering oleh karena trauma ringan
timbul fraktur karena kolaps korpus vertebra. Penderita menjadi
bongkok dan pendek dengan nyeri difus di daerah pinggang.
6. Psikis
Banyak gangguan psikis yang dapat memberikan gejala nyeri
pinggang bawah. Misalnya anksietas dapat menyebabkan tegang otot
yang mengakibatkan rasa nyeri, ditengkuk atau di pinggang.

20
3.4 Faktor Risiko
Beberapa hal yang meningkatkan risiko kejadian nyeri
pinggang bawah, antara lain :8
1. Faktor usia
Secara teori, nyeri pinggang bawah dapat dialami oleh
siapa saja, pada umur berapa saja. Namun demikian keluhan ini
jarang dijumpai pada kelompok umur 0-10 tahun, hal ini
mungkin berhubungan dengan beberapa faktor etiologik
tertentu yag lebih sering dijumpai pada umur yang lebih tua.
Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur
dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade
kelima.

2. Jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama
terhadap keluhan nyeri pinggang bawah sampai umur 60 tahun,
namun pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat
mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri pinggang bawah,
karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya
pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses
menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang
berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang bawah.

3. Faktor Indeks Massa Tubuh (IMT)


a. Berat badan
Pada orang yang memiliki berat badan yang
berlebih resiko timbulnya nyeri pinggang lebih besar,
karena beban pada sendi penumpu berat badan akan
meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya nyeri
pinggang bawah.

21
b. Tinggi badan
Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh
sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior
untuk mengangkat beban tubuh.

4. Pekerjaan
Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas
mengangkat beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat
diperlukan dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan
keluhan ini. Pada pekerjaan tertentu, misalnya seorang kuli
pasar yang biasanya memikul beban di pundaknya setiap hari.
Mengangkat beban berat lebih dari 25 kg sehari akan
memperbesar resiko timbulnya keluhan nyeri pinggang bawah.

5. Aktivitas/Olahraga
Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab nyeri
pinggang yang sering tidak disadari oleh penderitanya.
Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan
seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban
pada posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang
bawah.
Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi
kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas
dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan
aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam
dalam sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga
dalam sehari, berjalan lebih dari 3,2 km dalam sehari dapat
pula meningkatkan resiko timbulnya nyeri pinggang.
3.5 Klasifikasi
Nyeri pinggang bawah dapat dibagi dalam 6 jenis nyeri, yaitu :7
1. Nyeri pinggang bawah lokal/non-spesifik

22
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah
dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari
bagian-bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus
vertebra, sendi dan ligamen.
2. Iritasi pada radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan
pada dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-
kadang dapat disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi
motoris. Iritasi dapat disebabkan oleh proses desak ruang pada
foramen vertebra atau di dalam kanalis vertebralis.
3. Nyeri rujukan somatik
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih
dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-
bagian dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.
4. Nyeri rujukan viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen
atau dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.
5. Nyeri karena iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio
intermitens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau
menjalar ke paha. Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada
percabangan aorta atau pada arteri iliaka komunis.
6. Nyeri psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi
saraf dan dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan.
Harus dibedakan antara nyeri pinggang bawah dengan nyeri
tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing
nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada
tungkai yang lebih intense daripada nyeri pinggang bawah yang
menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu
tindakan operasi. Bila nyeri pinggang bawah lebih intense daripada

23
nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi
radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif.7

3.6 Patofisiologi
Bagian peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang
oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan
direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan
menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang
bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan
dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang
selanjutnya dapat menimbulkan iskemia.9
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan
terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang
diakibatkan lesi primer pada sistem saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan.
Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya
nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri
dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut
saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai
serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi
akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan
timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal
dan termal. Hal ini merupakan dasar pemeriksaan Laseque.

3.7 Gejala Klinis


Keluhan LBP sangat beragam, tergantung dari patofisiologi, perubahan biokimia
atau biomekanik dalam discus intervertebralis. Bahkan pola patofisiologi yang
serupa pun dapat menyebabkan sindroma yang berbeda dari pasien. Pada
umumnya sindroma lumbal adalah nyeri. Sindroma nyeri muskulo skeletal yang
menyebabkan LBP termasuk sindrom nyeri miofasial dan fibromialgia. Nyeri
miofasial khas ditandai nyeri dan nyeri tekan seluruh daerah yang bersangkutan
(trigger points), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang tersangkut (loss of

24
range of motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri
sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan. Fibromialgia
mengakibatkan nyeri dan nyeri tekan daerah punggung bawah, kekakuan, rasa
lelah, dan nyeri otot (Dachlan, 2009).
Gejala penyakit punggung yang sering dirasakan adalah nyeri, kaku, deformitas,
dan nyeri serta paraestesia atau rasa lemah pada tungkai. Gejala serangan pertama
sangat penting. Dari awal kejadian serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah
serangannya dimulai dengan tiba – tiba, mungkin setelah menggeliat, atau secara
berangsur – angsur tanpa kejadian apapun. Dan yang diperhatikan pula gejala
yang ditimbulkan menetap atau kadang – kadang berkurang. Selain itu juga perlu
memperhatikan sikap tubuh, dan gejala yang penting pula yaitu apakah adanya
sekret uretra, retensi urine, dan inkontinen
3.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesa
Anamnesa tentang sifat nyeri, saat timbulnya, lokalisasi serta
radiasinya sangat diperlukan dalam menetapkan diagnosa. Perlu
ditanyakan tentang peristiwa sebelumnya yang mungkin menjadi pencetus
keluhan, seperti adanya trauma, sikap tubuh yang salah, misalnya waktu
mengangkat beban, kegiatan fisik atau olahraga yang tidak biasa, dan
penyakit yang dapat berhubungan dengan keluhan nyeri pinggang tersebut.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya nyeri.
Adanya keluhan neurologis perlu diperhatikan dan perlu
pemeriksaan neurologis yang lebih teliti, dan bahkan perlu pemeriksaan
kemungkinan adanya tanda keganasan. Penyebab nyeri pinggang ini
sangat bervariasi dari yang ringan seperti sikap tubuh yang salah sampai
yang berat dan sangat serius, misalnya oleh keganasan. Kondisi psikologis
seperti neurosis, histeria dan reaksi konversi mungkin pula berkaitan
dengan nyeri pinggang.
2. Pemeriksaaan Fisik
A. Inspeksi :

25
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap
berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya
suatu herniasi diskus.
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang
membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
- Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
- Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan
nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di
lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan
menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan
suatu kompresi pada saraf spinal.
- Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan
menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya
ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus
protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal
tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen
yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
- Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh
membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke
depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri
pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada
sisi yang sama.
- Nyeri pinggang bawah pada ekstensi ke belakang pada seorang
dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu
spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak
patognomonik.

B. Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological
overlay).

26
Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan
nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan
menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons
pasien.
Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan
(step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari
jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur
pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan
neurologis.
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak
begitu berguna pada diagnosis nyeri pinggang bawah dan juga tidak dapat
dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda
ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan.
Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari
radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila
ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor
neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan
kelainan yang berupa UMN atau LMN.
C. Pemeriksaan motoris
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua
sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin
dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya.
D. Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan
perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tetapi tetap penting arti
diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi sesuai
dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam
menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.6
E. Tanda-tanda perangsangan meningeal.
- Test Lassegue

27
Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien (dalam posisi
0°) didorong ke arah muka kemudian setelah itu tungkai pasien
diangkat sejauh 40° dan sejauh 90°.

- Test Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang
dan pada sendi sakro iliaka. Tindakan yang dilakukan adalah
fleksi, abduksi, eksorotasi dan ekstensi.

- Test Kontra-Patrick
Dilakukan gerakan gabungan dinamakan fleksi, abduksi,
endorotasi, dan ekstensi meregangkan sendi sakroiliaka. Test

28
Kontra-Patrick positif menunjukkan kepada sumber nyeri di
sakroiliaka.

3. Pemeriksaan Penunjang
A. Plain
X-ray merupakan tes yang sederhana, dan sangat membantu untuk
menunjukan keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray merupakan
penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri pinggang
bawah. Foto X-ray dilakukan pada posisi anteroposterior (AP ), lateral,
dan bila perlu oblique kanan dan kiri.

B. Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan X-ray pada spinal cord dan kanalis
spinalis. Myelografi merupakan tindakan invasif, yaitu cairan yang
berwarna medium disuntikan ke kanalis spinalis, sehingga struktur
bagian dalamnya dapat terlihat pada layar fluoroskopi dan gambar X-
ray. Myelogram digunakan untuk diagnosa pada penyakit yang
berhubungan dengan diskus intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk
abses spinal.

C. Computed Tomografi Scan (CT-scan) dan Magnetic Resonance


Imaging (MRI)

29
MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih
jelas daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena tidak
mempunyai efek radiasi. MRI dapat menunjukkan gambaran tulang
secara sebagian sesuai dengan yang dikehendaki. MRI dapat
memperlihatkan diskus intervertebralis, nervus, dan jaringan lainnya
pada punggung.

D. Electro Miography (EMG)/Nerve Conduction Study (NCS)


EMG/NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang
digunakan untuk pemeriksaan saraf pada lengan dan kaki.

EMG/NCS dapat memberikan informasi tentang :

- Adanya kerusakan pada saraf


- Lama terjadinya kerusakan saraf (akut atau kronik)
- Lokasi terjadinya kerusakan saraf (bagian proksimalis atau
distal)
- Tingkat keparahan dari kerusakan saraf

30
-
Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf

3.9 Pengobatan
1. Penanganan Konservatif
Tujuan penatalaksanaan secara konservatif adalah menghilangkan
nyeri dan melakukan restorasi fungsional. Dalam penanganan umum
penderita diberikan informasi dan edukasi tentang hal-hal seperti: sikap
badan, tirah baring dan mobilisasi. Medikamentosa diberikan terutama
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan analgetika. Cara pemberian
analgetik mengacu seperti pada petunjuk tiga jenjang terapi analgetik
WHO. Sering obat yang sesuai untuk penanganan dimulai dengan
asetaminofen dan/atau Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug (NSAID).
Untuk nyeri pinggang bawah akut secara fakta didapatkan bahwa tidak
terdapat NSAID spesifik yang lebih efektif terhadap yang lainnya.
Medikasi lain yang dapat diberikan sebagai tambahan adalah relaksan otot,
antidepresan trisiklik, dan antiepileptika seperti fenitoin, karbamazepin,
gabapentin, dan topiramat.

Prinsip pengobatan
1. Pemberian obat-obat analgetika, anti inflamasi, trankuilizer/ relaksan otot
2. Langkah kedua adalah
- Nyeri pinggang mekanik akut
 Tirah baring total 24-48 jam
 pemanasan setempat (terapi panas superficial) seperti kompres hangat,
sinar infra merah
 Terapi panas dalam
 TENS (transcutaneus electric nerve stimulation)
 Anestesi lokal dengan atau tanpa kortikosteroid
 Spray stretch pada suatu ` trigger point untuk mengurangi spasmus otot
dan merangsang peregangan
- Nyeri pinggang mekanik kronik

31
 Latihan peregangan otot pinggang dan otot hamstring serta
penguatan otot perut/dinding abdomen dan gluteus maksimus.
 Pemanasan setempat, TENS, anestesi lokal dengan atau tanpa
kortikosteroid, spray stretch, relaksasi dan biofeedback, akupuntur
 Reconditioning.
- Spondilitis tuberkulosa
 Tuberkulostatika, disusul operasi 2-3 minggu kemudian.
- Fraktur kompresi
 Operatif
 Konservatif — tirah baring 4--6 minggu bila faktur stabil dan tirah
baring 68 minggu bila f aktur tidak stabil, disusul mobilisasi dengan
korset/brace selama 46 minggu
- Osteoporosis
 Latihan-latihan
 Pemasangan korset
 Obat-obatan misalnya kalsium, kalsitonin, atau estrogen pada
wanita yang sudah menopause
- Spondilosis/lithesis
 Tirah baring yang dilanjutkan dengan latihan-latihan.
 Terapi panas (sinar infra merah, diatermi)
 Traksi pelvis (manual, intermiten)
 TENS (transcutaneus electric nerve stimulation
 Operatif (dekompresi) : laminektomi, foraminotomi,dysfragment
excision
- Hernia nukleus polposus
 Tirah baring pada alas tidur yang keras, diberi matras tipis
(kedua tungkai sebaiknya diganjal dengan bantal di bawah lutut)
selama 1-6 minggu; tirah baring yang terlalu lama akan meng-
hambat penyembuhan akibat kurangnya nutrisi diskus
 Latihan-latihan pasif sedini mungkin, biasanya pada hari ke
dua atau tiga setelah serangan.

32
 Terapi fisik yang meliputi terapi panas (sinar infra merah,
diatermi), traksi pelvis (manual, intermiten), TENS.
 Injeksi steroid epidural.
 Mobilisasi: pada permulaan dilakukan dengan bantuan korset
lumbal untuk mencapai kurve fisiologis tulang belakang.
 Kemonukleolisis dengan enzim proteolitik, misalnya kemo-
papain.
 Operatif (dekompresi, dengan indikasi : Kegagalan pengobatan
konservatif)
 Pengobatan konservasi berhasil, 'namun sering kambuh kembali.
 Adanya kelemahan yang nyata dari sekelompok otot dan/ atau
fenomena kompresi radiks pada EMG.
 Adanya gangguan otonom.

2. Fisioterapi
A. Terapi Panas
Terapi menggunakan kantong dingin–kantong panas. Dengan
menaruh sebuah kantong dingin di tempat daerah punggung yang
terasa nyeri atau sakit selama 5-10 menit. Jika selama 2 hari atau 48
jam rasa nyeri masih terasa gunakan heating pad (kantong hangat).

B. Elektro Stimulus, contohnya :


- Acupunture
- Ultra Sound
- Radiofrequency Lesioning
- Spinal Endoscopy
- Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS)
- Electro Thermal Disc Decompression
- Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)
C. Traction
Tarikan pada badan (punggung) untuk kontraksi otot.

D. Pemijatan atau massage

33
Dengan terapi ini bisa menghangatkan, merelaksasi otot bela
kang dan melancarkan perdarahan.

3. Operasi
Pembedahan mungkin diperlukan jika vertebra terus tergelincir atau jika
rasa sakit tidak berkurang dengan pengobatan konservatif dan mulai
mengganggu kegiatan sehari-hari. Tujuan utama operasi untuk
spondylolisthesis adalah untuk meringankan rasa sakit yang terkait dengan
saraf yang teriritasi, untuk menstabilkan tulang belakang di mana tulang
belakang telah menyelinap keluar dari tempat, dan untuk meningkatkan
kemampuan seseorang untuk berfungsi.

Biasanya dua prosedur bedah yang digunakan untuk mengobati spondylolisthesis.


Prosedur pertama adalah laminectomy decompressive, yang melibatkan
menghapus bagian dari tulang yang menekan saraf. Meskipun prosedur ini dapat
mengurangi rasa sakit, mengeluarkan sepotong tulang dapat meninggalkan tulang
belakang tidak stabil.

Prosedur kedua, yang disebut fusi tulang belakang, dilakukan untuk memberikan
stabilitas. Dalam fusi, sepotong tulang ditransplantasikan ke bagian belakang
tulang belakang. Sebagai menyembuhkan tulang, itu sekering dengan tulang
belakang - menciptakan massa padat tulang - menjaga tulang belakang bergerak
dan menstabilkan itu. Dalam beberapa kasus, instrumen seperti batang atau sekrup
yang digunakan.

Beberapa hal yang di edukasi kepada pasien :

Larangan

 Berdiri terlalu lama tanpa diselingi gerakan seperti jongkok.


 Membawa beban yang berat.
 Duduk terlalu lama.
 Memakai sepatu hak tinggi.
 Menulis sambil membungkuk terlalu lama.
 Tidur tanpa menggunakan alas di permukaan yang keras atau
menggunakan kasur yang terlalu empuk.
Anjuran

34
 Posisikan kepala dititik tertinggi, bahu ditaruh sedikit kebelakang.
 Duduk tegak 90 derajat.
 Gunakanlah sepatu yang nyaman.
 Jika ingin duduk dengan jangka waktu yang lama, istirahatkan kaki di
lantai atau apa saja yang mnurut anda nyaman.
 Jika mempunyai masalah dengan tidur, taruhlah bantal di bawah lutut atau
jika tidur menyamping, letakkanlah bantal diantara kedua lutut.
 Hindari berat badan yang berlebihan.
 Olahraga teratur terutama olahraga yang baik untuk penderita nyeri
pinggang yaitu berenang, bersepeda, atau jalan kaki.
 Edukasi pada pasien sikap dan posisi postural yang benar
 Menganjurkan aktivitas fisik terkontrol.
 Motivasi pasien tetap beraktivitas sebagaimana biasa.
 Tirah baring yang cukup.
 Menganjurkan untuk melakukan pemanasan sebelum bekerja.

35
3.10 Prognosis
Spondylolisthesis umumnya kondisi yang tidak membahayakan; Namun, itu berjalan
secara kronis dan karena itu merupakan penyebab banyak morbiditas dan kecacatan.
Pada spondylolisthesis ini akan berhubungan dengan kemajuan dan prognosis dari
perubahan yang mendasari. Secara umum, pengobatan konservatif untuk kasus-kasus
ringan spondylolisthesis berhasil di sekitar 80 persen kasus. Bedah berhasil dalam
mengurangi gejala pada 85 persen menjadi 90 persen orang dengan spondylolisthesis
parah

36
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada punggung bawah bokong


menjalar dari punggung, bokong hingga ke tungkai kanan sejak 3 hari yang lalu,
namun nyeri dirasakan semakin memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri yang serupa pertama kali dirasakan kurang lebih 1 minggu yang lalu namun
dapat membaik dengan mengonsumsi obat anti nyeri. Nyeri dirasakan seperti
tertimpa beban berat. Skala nyeri menurut pasien adalah 7. Nyeri dirasakan terus
menerus dan sedikit berkurang jika berbaring miring serta bertambah berat jika
pasien duduk, berjalan atau melakukan aktivitas. Sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit keluhan nyeri bertambah berat dan keluhan tidak berkurang dengan
meminum obat anti nyeri yang biasa pasien minum untuk mengurangi nyeri.
Pasien tidak bisa duduk sama sekali apalagi berjalan karena nyeri, sehingga BAB
dan BAK dilakukan di tempat tidur dengan menggunakan pispot. Nafsu makan
pasien berkurang tetapi tidak terjadi penurunan berat badan yang bermakna, tidak
ada keluhan pada BAB dan BAK. Sebelum sakit pasien memiliki riwayat
pekerjaan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Nyeri semakin berat ketika pasien
beraktivitas dan berkurang ketika pasien beristirahat. Riwayat penyakit dahulu,
Keluhan serupa pernah dirasakan pasien kurang lebih 1 minggu yang lalu, namun
keluhan berkurang dengan mengonsumsi obat anti nyeri. Riwayat hipertensi ada,
riwayat kencing manis disangkal, riwayat trauma disangkal. Riwayat penyakit
keluarga, tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS 15 (E4M6V5), TD 160/100
mmHg dan tanda vital lain dalam batas normal. Status generalisata dalam batas
normal, status psikiatrikus dalam batas normal, status neurologi ; pada
pemeriksaan nervus kranialis didapatnya semua dalam batas normal, pemeriksaan
refleks fisiologis, motorik dan sensibilitas dalam batas normal. Pemeriksaan
refleks patologis, gerakan abnormal tidak ada, semua dalam batas normal.
Koordinasi, gait dan keseimbangan dalam batas normal, Miksi dan defekasi tidak
ada kelainan.

37
 Posisi telungkup
Pasien sulit melakukan posisi telungkup
- Nyeri tekan otot paravertebera VL4-L5
- Gibbus (-)
- Spasme otot (-)
- Nyeri ketok (+) pada pinggang bawah bagian kanan

 Posisi tegak
Pasien tidak bisa melakukan posisi tegak
- Deformitas (-)
- Pelvis : dbn
- Atrofi gluteal, paha, betis (-)
- Spasme otot (-)
- Gerakan aktif otot punggung (-)
- Jongkok berdiri : tidak dilakukan

Pada pemeriksaan penunjang, yang dilakukan adalah pemeriksaan rontgen


Spine Lumbar didapatkan :

- Hasil rontgen vertebrae Spine lumbar menunjukkan adanya Terdapat


Spondilolithesis L4-L5
- Tampak lithesis pada tulang

Pada kasus ini, dari hasil rontgen vertebrae lumbar ditemukan adanya kelainan
pada L4-5 (Spondilolithesis L4-5), sehingga menimbulkan kelainan berdasarkan
dermatomal persarafannya. Pada kasus ini nyeri dirasakan menjalar sampai ke
ujung kaki, sesuai dengan dermatom persarafannya. Dari permasalahan di atas,
selain pengobatan dari dokter, fisioterapi juga berperan penting dalam kasus ini.
Problem yang ditimbulkan LBP akibat spondylolisthesis yaitu nyeri di daerah
punggung bawah, penurunan lingkup gerak sendi (LGS) vertebra lumbal sehingga
menyebabkan penurunan kemampuan aktivitas fungsional sehari-hari.

38
Pada kasus ini pasien didiiagnosa klinis sebagai Low back pain ec.
Spondylolithesis L4-5 + Anemia Kronis dilihat dari HB pasien dengan diagnosa
topis radiks nervus spinalis lumbar 4-5 dan diagnosa etiologi ; Radikoulopati ec
Slipped Vertebrae.

Kemudian pasien diterapi dengan pemberian IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm ,


Inj Ketorolac 3 x 30 mg, Na. Diclofenak 2x1 tab 50 mg, sucralfat syr 3x1,
Amlodipin 1 x 5 mg, B.comp 2 x 1 tab dan Transfusi PRC

Pada penderita ini didapatkan gejala yang mengarah pada nyeri nosiseptif dan
nyeri neuropati dan hipertensi. Sehingga, pada penderita ini terapi yang digunakan
adalah

 Diklofenak

Natrium diklofenak adalah obat antinflamasi non-steroid (OAINS/NSAID)


yang digunakan untuk mengobati peradangan dan rasa sakit atau nyeri,
terutama sakit yang berhubungan dengan nyeri sendi atau arthritis.

 Transfusi PRC

Pada kasus ini Hb pasien adalah 5, sehingga diindikasikan untuk dilakukan


transfusi dengan target hb pasien naik.

 Ketorolac

Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi


penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu
penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain digunakan sebagai
anti inflamasi juga memiliki efek analgesik yang bisa digunakan sebagai
pengganti morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan sedang.

 Sucralfat Sirup

Sucralfate adalah suatu kompleks yang dibentuk dari sukrosa oktasulfat dan
polialuminiumhidroksida.

39
Aktivitas Sucralfate sebagai anti ulkus merupakan hasil dari pembentukan
kompleks Sucralfate dengan protein yang membentuk lapisan pelindung menutupi
ulkus serta melindungi dari serangan asam lambung, pepsin dan garam empedu.
Sucralfate menyembuhkan tukak dengan 3 cara:

1. Membentuk kompleks kimiawi yang terikat pada pusat ulkus sehingga


merupakan lapisan pelindung.
2. Menghambat aksi asam, pepsin dan garam empedu.
3. Menghambat difusi asam lambung menembus lapisan film Sucralfate-
albumin.

Sucralfate dapat berada dalam jangka waktu lama dalam saluran cerna
sehingga menghasilkan efek obat yang panjang. Sucralfate sangat sedikit
terabsorpsi di saluran pencernaan sehingga menghasilkan efek samping
sistemik yang minimal.

Pada Kasus ini digunakan untuk mengatasi efek obat AINS.

 B.compleks

B complex terdiri dari vitamin B1 100 mg, B6 100 mg, B12 5000 mcg.
Indikasi pemberian adalah untuk defisiensi vitamin B1,B6,B12 seperti pada
neuralgia dan neuritis perifer.

 Amlodipin

Amlodipine adalah obat anti hipertensi yang termasuk ke dalam golongan


calcium channel blockers. Obat ini bekerja dengan cara menghambat secara
selektif masuknya ion kalsium ke dalam membran sel terutama sel otot polos
pembuluh darah dan sel-sel otot jantung. Obat ini juga berperan sebagai
arteri perifer vasodilator sehingga mengakibatkan penurunan resistensi
pembuluh darah perifer dan penurunan tekanan darah.

Tatalaksana non farmakologis : Tirah baring dan fisioterapi

 Edukasi dan Tirah Baring

40
Edukasi tentang perubahan pola hidup, faktor risiko dan biomekanikal tubuh juga
sangat diperlukan. Semua penderita nyeri pinggang bawah akut dianjurkan
untuk memulai aktivitas kehidupan sehari-harinya seawal mungkin. Meta
analisayang dilakukan olah Hagen, dkk (2002) menyimpulkan bahwa tidak ada
beda bermakna antara bed rest dan advice to stay active terhadap outcome NPB
akut. Saran untuk beraktivitas dan menjalankan aktivitas hidup sehari-hari akan
lebih meningkatkan kepuasan pasien (NHS, 2000).

 Fisioterapi

Tindakan fisioterapi meliputi TENS, alih baring dan pemasangan korset. TENS
(Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) bekerja dengan rangsangan balik
(counter iritation) dari impuls-impuls nyeri yang timbul dari sumsung tulang
(Gate Control Theory). Selain itu dapat pula mengaktivasi proses antinociceptive
endogen seperti endorphin (NHS,2000).

41
42
Jika dilihat dari algoritma penatalaksaan pada kasus di atas, dimana untuk
kasus kronis LBP, telah diberikan NSAID (ketorolac dan diklofenak), konsultasi
fisioterapi).
Pada penderita ini tidak direncanakan untuk dikerjakan tindakan pembedahan.
Tindakan pembedahan pada kasus-kasus Spondylolithesis hanya diindikasikan
pada Grade 3-4 (51-100 persen slip) sedangkan pada pasien Grade1-2 (1-50
persen slip)

43
Pasien ini memiliki prognosis quo ad vitam dubi ad bonam, qou ad
functionam dubia ad malam dan quo ad sana dubia ad bonam. Hal ini sesuai
dengan teori dimana pada pasien dengan GCS saat masuk >9, perdarahan kecil
dan tekanan nadi < 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya 98%. Tapi pada pasien
dengan GCS saat masuk 3 atau koma, perdarahan besar dan tekanan nadinya >65
mmHg, maka probabilitas hidupnya 8% dan pada pasien pada kasus minor slip
memiliki prognosis lebih baik.

Secara umum, pengobatan konservatif untuk kasus-kasus ringan


spondylolisthesis berhasil di sekitar 80 persen kasus. Bedah berhasil dalam
mengurangi gejala pada 85 persen menjadi 90 persen orang dengan
spondylolisthesis parah.
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
- Quo ad sanam : Dubia ad bonam

44
BAB V
KESIMPULAN

LBP sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sebagian besar


dari kita pernah menderita LBP pada suatu waktu dalam masa hidup kita.
Penyebab LBP beraneka ragam dan dibagi dalam kausa neurologis dan non-
neurologis. Kausa neurologis dibagi lagi dalam non-diskogenik dan diskogenik.
Sebagian besar kausa neurologis disebabkan oleh sindroma radikuler spinal
khususnya lumbal.
Secara ideal, maka patofisologi serta diagnosis spesifik dari kausa LBP
harus di mengerti dengan baik, sehingga dapat dianalisa lebih lanjut dan diberikan
terapi yang adekuat. Dan hendaknya dalam menangani nyeri punggung bawah
kita harus mencermati anamnesis mula terjadinya, perjalanan penyakit serta
analisis rasa nyeri dilaksanakan dengan teliti agar pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan radiologis (rontgen, CT Scan, MRI), EMG dan laboratorium lebih
terarah dan berindikasi tepat mengingat biaya dan waktu untuk penderita.
Pengobatan pada LBP berputar pada masalah pemilihan cara pengobatan
yang merubah perjalanan penyakit, karena bila tidak demikian, maka terapi hanya
dianggap sementara dan juga pemilihan antara terapi konservatif atau operatif
memerlukan suatu pertimbangan yang matang dan tepat dari hasil yang
menyeluruh baik anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadeli HA, Tjahjono B. Nyeri punggung bawah. Dalam: Nyeri Neuropatik,


patofisioloogi dan penatalaksanaan. Editor: Meliala L, Suryamiharja A, Purba JS,
Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167.
2. Anderson GBJ. Epidemiological features of chronic low back pain. Lancet 1999;
354:581-5.
3. Wheeler AH, Stubbart JR. Pathophysiology of Chronic Back Pain. (Cited Jan
2004) Available from: URL http ://www. emedicine. com/neuro /topic516.htm .
4. Sidharta P. Anamnesa kasus nyeri di ekstermitas dan pinggang. Sakit pinggang.
In: Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Jakarta : Pustaka universitas, 1980:
64-75.
5. Lumaksono. 2008. Perbedaan efek tens dengan interferensi dan latihan William
flexi terhadap penurunan nyeri pasien low back pain miofascial di klinik
fisioterapi mfc. Yogyakarta. Surakarta : UMM
6. Anonim. 2007. Low Back Pain. Medan : FK USU
7. Wagiu, Samuel A.. 2009 Pendekatan Diagnostik Low Back Pain. Available at
http://neurology.multiply.com/journal/item/24
8. Lumaksono. 2008. Perbedaan efek tens dengan interferensi dan latihan William
flexi terhadap penurunan nyeri pasien low back pain miofascial di klinik
fisioterapi mfc. Yogyakarta. Surakarta : UMM
9. Tim Penyusun, 2010. Profil Kesehatan Puskesmas Kediri Tahun 2010. Dinas
Kesehatan Kabupaten Lombok Barat
10. Tejo, Bima Ari. 2009. Low Back Pain. Available at http :// bimaariotejo
.wordpress .com/2009/07/07/low-back-pain-lbp/
11. Anonim. 2007. Nyeri Pinggang. FK UNSRI
12. Ngoerah, I Gusti Nengah Gde. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya
: Airlangga University Press
13. WHO. 2003 The Burden of Muskuloskeletal Conditions At The Start of The New
Millenium. Geneva : WHO Library Cataloguing-in-Publication Data
14. Kent & Keating. 2005. The Epidemiology of Low Back Pain In Primary Care.
PMCID: PMC1208926 10.1186/1746-1340-13-13

46

Anda mungkin juga menyukai