Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun oleh :

dr. Triza Ahmad Praramadhan

Pembimbing:

dr. Hanry Tanto

RUMAH SAKIT SILOAM SRIWIJAYA PALEMBANG

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus yang berjudul

CONGESTIVE HEART FAILURE

Oleh :

dr. Triza Ahmad Praramadhan

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dalam Menjalani

Program Internsip Dokter Indonesia

Palembang, Februari 2020

Pembimbing,

dr. Hanry Tanto

ii
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera,
Segala puji bagi Tuhan Yang Masa Esa karena atas rahmat-Nya lah
laporan kasus yang berjudul “Congestive Heart Failure” ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Hanry Tanto sebagai dokter pembimbing
2. Rekan-rekan seperjuangan yang turut meluangkan banyak waktu dalam
membantu proses penyelesaian laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan laporan
kasus hingga laporan kasus ini selesai.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Sehingga apabila ada
kritik dan saran dari semua pihak maupun pembaca untuk kesempurnaan laporan
kasus ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Palembang, Februari 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….……. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………….……. iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….… iv
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1
BAB 2 STATUS PASIEN..............................................................................3
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................13
BAB 4 ANALISIS KASUS.............................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Jantung merupakan organ yang sangat penting dalam tubuh manusia.


Jantung memiliki dua atrium, yaitu atrium kanan dan atrium kiri, yang
membentuk ruang atas jantung, dan dua ventrikel, yaitu ventrikel kiri dan
ventrikel kanan, yang membentuk ruang yang lebih rendah pada jantung.1 Salah
satu fungsi jantung adalah untuk memompakan darah baik ke paru maupun ke
seluruh tubuh. Bagian jantung yang berfungsi untuk memompakan darah ke paru-
paru adalah ventrikel kanan, sedangkan bagian jantung yang berfungsi untuk
memompakan darah ke seluruh tubuh adalah ventrikel kiri.
Gagal jantung kongestif terjadi ketika ada kerusakan dalam aksi
pemompaan ini, baik pada ventrikel kiri, ventrikel kanan, atau keduanya, yang
menyebabkan darah berkumpul di arteri paru, pembuluh darah, atau keduanya.
Bendungan ini menyebabkan kemacetan di paru-paru (cairan terbendung di paru-
paru), penurunan output jantung, peningkatan beban jantung, penurunan efisiensi
kontraksi otot jantung, penurunan stroke volume, peningkatan denyut jantung, dan
hipertrofi. Kompensasi ini dapat menyebabkan peningkatan risiko serangan
jantung dan penurunan suplai darah ke seluruh tubuh.2 Adapun keluhan gagal
jantung dapat berupa sesak, fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan,
edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
Kompensasi terhadap gagal jantung kongestif tersebut merupakan alasan
kedatangan penderita ke rumah sakit. Berdasarkan data Medicare di Amerika
Serikat dan data Scottish di Eropa, gagal jantung merupakan penyebab rawat inap
yang paling banyak di rumah sakit.3 Data lain menyebutkan bahwa sekitar 5 juta
warga Amerika mengalami gagal jantung, dan terjadi penambahan 550.000
penderita gagal jantung setiap tahunnya. 4 Selain insidensi yang tinggi, angka
kematian pada gagal jantung kongestif juga tidak sedikit. Salah satunya, gagal
jantung kongestif dapat menyebabkan edema paru yang memiliki angka kematian
12% di rumah sakit.3Data lain menunjukkan bahwa angka kematian akibat gagal

1
2

jantung adalah sekitar 10% setelah 1 tahun dan sekitar setengah dari penderita
gagal jantung mengalami kematian dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosis.4
Prevalensi faktor etiologi tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit
jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada masyarakat
barat (>90% kasus), sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi
mungkin lebih penting di Negara berkembang. Pada pasien hipertensi resiko
terjadinya gagal jantung dan stroke meningkat tiga kali. Pada pasien hipertensi
dapat terjadi perubahan-perubahan struktrur dan fungsi jantung, yaitu hipertrofi
ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi diastolic dan gagal jantung. 5 Data
kohort dari studi Framingham mengidentifikasi riwayat penyakit hipertensi pada
>75% pasien degan gagal jantung.
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. MI
Umur : 78 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Bukit Besar, Palembang
No Registrasi : RI
Tgl masuk RS : 17 Februari 2020

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak bertambah hebat sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak ±7 hari SMRS, pasien mengeluh sesak. Sesak dirasakan semakin
berat saat pasien melakukan aktifitas seperti berjalan ±25 meter dan saat
pasien sedang emosi. Pasien juga mengeluh sesak saat berbaring sehingga
pasien tidur dengan menggunakan 2 atau 3 bantal. Pasien juga mengeluh
sesak pada malam hari yang disertai batuk tidak berdahak. Pasien
menyangkal adanya sesak disertai suara mengi, jantung berdebar-debar,
mata berkunang-kunang, telinga berdenging, demam, keringat di malam
hari, pusing, mual, muntah, penurunan nafsu makan dan berat badan. BAK
dan BAB tidak ada keluhan.
Sejak ±1 hari SMRS, pasien mengeluh sesak. Sesak dirasakan pada saat
berjalan ke kamar mandi, saat merasa emosi, dan saat terlalu banyak
berbicara. Pasien juga mengeluh sesak saat berbaring sehingga pasien tidur
dengan menggunakan 2 atau 3 bantal. Pasien lebih nyaman dengan posisi

3
4

duduk. Pasien juga mengeluh sesak pada malam hari yang disertai batuk
tidak berdahak. Pasien juga mengeluhkan sering terbangun dari tidur karena
sesak. Sesak disertai keringat dingin. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca
atau terpapar debu. Pasien menyangkal adanya sesak disertai suara mengi,
nyeri dada, jantung berdebar-debar, mata berkunang-kunang, telinga
berdenging, demam, keringat di malam hari, pusing, mual, muntah,
penurunan nafsu makan dan berat badan. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Pasien juga merasakan perut terasa penuh, cepat kenyang saat makan dan
nyeri ulu hati.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sekitar 4 tahun yang lalu, pasien mengeluh sering sakit dibagian tengkuk
dan rasa pusing, pasien berobat ke Puskesmas dan didiagnosa hipertensi
stage I. Pasien diberikan 1 macam obat (Pasien lupa nama obat).

Riwayat Pengobatan
Riwayat konsumsi obat hipertensi (+).
Riwayat pengobatan selama 6 bulan disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Diabetes melitus dan hipertensi dalam keluarga disangkal.

Riwayat Pekerjaan, Kebiasaan, Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien seorang pensiunan.
Riwayat merokok waktu muda >10 tahun.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tekanan darah : 170/100 mmHg
5

d. Nadi : 126 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup


e. Pernapasan : 28 x/menit, regular, thoracoabdominal
f. Suhu tubuh : 37,1oC
g. GDS : 118 mg/dL
h. Berat badan : 56 kg
i. Tinggi badan : 164 cm
j. IMT : 20,82 kg/m2
k. Status gizi : Normoweight

B. Keadaan Spesifik
a. Kepala
Normosefali, simetris, warna rambut hitam, alopesia (-)
b. Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-),
exophthalmus (-), pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya
(+/+)
c. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), kavum nasi
lapang, sekret (-), epistaksis (-)
d. Mulut
Bibir tidak kering, sianosis (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah
berselaput (-), atrofi papil (-), tonsil T1-T1, faring hiperemis (-)
e. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus eksterna
lapang, keluar cairan telinga (-), sekret (-), nyeri tekan mastoid (-)

f. Leher
JVP (5+2) cmH2O, pembesaran KGB dan kelenjar tiroid (-)
g. Thoraks
Paru
 Inspeksi : statis dan dinamis simetris kanan = kiri, sela iga
6

Tidak melebar, barrel chest (-), retraksi intercostal


(-), penggunaan otot bantu nafas (+)
 Palpasi : nyeri tekan (-), stem fremitus menurun pada basal
paru kanaJn
 Perkusi : nyeri ketok (-), sonor di lapangan paru kiri, redup
dari ICS 5 ke bawah paru kanan
 Auskultasi : vesikuler pada lapangan paru kiri, vesikuler
menurun pada basal paru kanan, ronkhi basah
kasar (+) di basal paru kanan, wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus cordis tidak teraba, thrill (-)
 Perkusi : batas jantung atas ICS II
batas jantung kanan sulit dinilai
batas jantung kiri ICS V linea axilaris anterior
sinistra
 Auskultasi : HR= 126x/menit, reguler, HR=PR, murmur (+),
gallop (-)
h. Abdomen
 Inspeksi : datar, venektasi (-), striae (-), umbilikus tidak
menonjol
 Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium ( +), nyeri tekan suprapubik (-),
ballottement (-)
 Perkusi : timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
i. Genitalia : tidak diperiksa
j. Ekstremitas : akral hangat (+), palmar pucat (-), edema pretibial
(-), sianosis (-), clubbing finger (-)
7

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hematologi
1 Leukosit 9750 5000-10000/mm3 Normal
2 Eritrosit 4,82 4,5-6,0x106/mm3 Normal
3 Hemoglobin 12,7 11-15 g/dL Normal
4 Hematokrit 39,8 35-45vol% Normal
5 Trombosit 334 150-450x103/µL Normal
6 Hitung jenis
Basofil 0,2 0-1%
Eosinofil 0,6 1-6%
Neutrofil 76,5 50-70%
Limfosit 14,6 20-40%
Monosit 8,1 2-8%

b. Pemeriksaan Elektrocardiografi
Kesan :
Anterior infark
Left atrial enlargement
Normal sinus rhytm
8

c. Rontgen Thoraks

Kesan:
Cardiomegali

V. Diagnosis
CHF et causa HHD
9

VI. Diagnosis Banding


CHF ec CAD

VII. Pemeriksaan Anjuran


a. Urinalisis
b. Enzim Jantung
c. Echo
d. Cor Angiografi

VIII. Tatalaksana
a. Non Farmakologis
- Istirahat/ tirah baring
- Edukasi tentang penyebab penyakit dan tatalaksananya
- Head up 30o
- Diet jantung III

b. Farmakologis
- IVFD RL gtt x/m
- Furosemide 1x40 mg IV
- Aspilet 1x80 mg p.o
- Clopidogrel 1x75 p.o
- Digoksin
- Laxadin syrup 3x15 ml p.o
- Valsartan 1x8 mg p.o
- Ceftriaxone 2x1

IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
10

X. Follow Up
Tanggal 18 Februari 2020
S Keluhan: Sesak terpasang nasal kanul
O:
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
Tekanan darah 150/90 mmHg
Nadi 100 x/menit
Pernapasan 22 x/ menit
Temperatur 36,6 oC

Keadaan spesifik
Kepala Konjungtiva palpebra pucat (-/-), Sklera ikterik (-),
epistaksis (-), atrofi papil lidah (-)
Leher JVP (5+2) cm H2O
Pembesaran KGB (-)
Thorax:
Paru Inspeksi: statis dan dinamis simetris kanan = kiri,
sela iga melebar +/+, barrel chest (-), retraksi
intercostal (-), penggunaan otot bantu nafas (+)
Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus menurun pada
basal paru kanan
Perkusi: nyeri ketok (-), sonor di lapangan paru kiri,
redup dari ICS 5 ke bawah paru kanan
Auskultasi: vesikuler pada lapangan paru kiri,
vesikuler menurun pada basal paru kanan, ronkhi
basah kasar (+) di basal paru kanan, wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi: iktus cordis terlihat


Palpasi: iktus cordis teraba, thrill (+)
Perkusi: batas jantung atas ICS II
batas jantung kanan sulit dinilai
11

batas jantung kiri ICS V linea axilaris


anterior sinistra
Auskultasi: HR= 100x/menit, reguler, HR=PR,
murmur (+), gallop

Inspeksi: datar, venektasi (-), striae (-), umbilikus


Abdomen tidak menonjol
Palpasi : lemas, hepar teraba 2 jari bawah arcus
costae dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
(+), nyeri tekan suprapubik (-), ballottement (-)
Perkusi: timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok
CVA (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal

Tidak diperiksa
Genitalia
akral hangat (+), palmar pucat (-), edema pretibial (-),
Ekstremitas sianosis (-), clubbing finger (-)
A CHF et causa HHD
P Non Farmakologis
Istirahat/ tirah baring
Edukasi tentang penyebab penyakit dan
tatalaksananya
Head up 30o
Diet jantung III

Farmakologis
IVFD RL gtt x/m
Furosemide 1x40 mg IV
Aspilet 1x80 mg p.o
Clopidogrel 1x75 p.o
12

Laxadin syrup 3x15 ml p.o


Valsartan 1x8 mg p.o
Ceftriaxone 2x1
Ranitidine 2x1
Metilprednisolon 2x125 mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Jantung
3.2.1 Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum.
Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-
kira 250-300 gram.
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan
berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan
mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh
tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru
dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi
menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel
kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput
pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari
jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang
terdiri jaringan endotel disebut endokardium.

3.2.2 Siklus jantung


Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama
peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan
relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi
dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan
relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap
relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan
kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus

13
14

lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan
tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang
sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika
tekanannya lebih rendah.

3.2.3 Curah jantung


Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel per
menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi
penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap
kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume
sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik
ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari isi
ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume
residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu sama, bergantung pada
keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih
kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan.

3.2.4 Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung


Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar
60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat
dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup dan umur. Pada
waktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat dan pengeluaran
karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan jantung bisa mencapai
150 x/ menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit.16 Pada keadaan normal jumlah
darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga
tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan
ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena
dekat jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik
dalam jangka waktu lama, bisa menjadi edema.
15

Gambar 1. Anatomi Jantung

3.2 Gagal Jantung Kongestif


3.2.1 Definisi
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu memompa
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh walaupun darah
balik masih normal. Dengan kata lain, gagal jantung adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau kemampuan tersebut hanya
dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure),
atau kedua-duanya.5

3.2.2 Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori
utama:1,5
16

a. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat


disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak
terkoordinasi (left bundle branch block), kurangnya kontraktilitas
(kardiomiopati). Contoh coronary arterial disease.
b. Kegagalan jantung yang berhubungan dengan overload seperti hipertensi
sistemik (peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg) atau
hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah di paru-paru akibat
kongesti pulmonal). Contoh hipertensi heart disease.
c. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
d. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikardi).
Contohnya tiroid heart disease.
e. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade).
f. Kelainan congenital jantung. Contohnya atrial septal defek

3.2.3 Patofisiologi
Mekanisme dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatkan volume akhir diastolik ventrikel (LVDEP), terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Derajat peningkatan tekanan bergantung
pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan
langsung selama diastol. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika
kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi
17

edema interstisial. Peningkatan cairan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan


merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.5,6
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga
akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan
kongesti sistemik.5
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat
oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis secara
bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup
antroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae
akibat dilatasi ruang.5,6
Mekanisme Kompensasi
Terdapat 3 mekanisme kompensasi pada gagal jantung, yaitu : (1)
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Mekanisme
ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal
atau hampir normal pada awal perjalanan gagal jantung dan pada keadaan
istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya
tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi
kurang efektif.5,6,7
a. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan mengakibatkan
respons simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk
menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk
menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi
aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal)
untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan
18

meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya


menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling.5
Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung,
terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin
yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada
akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun,
katekolamin akan berkurang pengaruhmya terhadap kerja ventrikel. Berkurangnya
respons ventrikel yang gagal terhadap rangsangan katekolamin menyebabkan
berkurangnya derajat pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini dapat
disebabkan karena cadangan norepinephrin pada miokardium menjadi berkurang
pada gagal jantung kronis.5,6

b. Peningkatan Beban Awal melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensi-


Aldosteron
Aktivasi renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan
beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum
Starling. Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian
peristiwa berikut: (1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi
glomerulus, (2) pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus, (3) interaksi renin
dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, (4)
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, (5) rangsangan sekresi aldosteron
dari kelenjar adrenal, dan (6) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan
duktus pengumpul.
Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan
menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati,
sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik
akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan
absorpsi air pada duktus pengumpul.

c. Hipertrofi ventrikel
19

Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium.


Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban
hemodinamik yang yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu
beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya
ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium
terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta ditandai dengan dilatasi dan
bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi akibat
bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi
ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. Apapun susunan pasti
sarkomernya, hipertrofi miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi
ventrikel.

3.2.4 Klasifikasi Gagal Jantung


Menurut New York Heart Assosiation (NYHA), gagal jantung
diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu :6
a. Kelas 1: Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa.
b. Kelas 2: Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik yang biasa menimbulkan gejala-gejala insufiensi jantung seperti
kelelahan, jantung berdebar, sesak napas, atau nyeri.
c. Kelas 3: Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut
di atas.
d. Kelas 4: Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan
20

gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka


melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

3.2.5 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis
gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:5,8,9
- Kriteria mayor :
a. Paroksismal nocturnal dispnu
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian tekanan vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
- Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardia (>120 x/menit)

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda vital
Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak
mengalami gangguan saat beristirahat, kecuali perasaan tidak nyaman saat
21

berbaring pada permukaan datar. Pada gagal jantung yang lebih berat,
pasien harus duduk dengan tegak, dapat mengalami sesak napas, dan
kemungkinan tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak
napas yang dirasakan. Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada
gagal jantung ringan, namun berkurang pada gagal jantung berat, karena
adanya disfungsi ventrikel kiri yang berat. Tekanan nadi dapat berkurang
atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus
takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan
aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya
ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan
oleh aktivitas adrenergik yang berlebih.
b. Pemeriksaan vena jugularis dan leher
Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium
kanan, dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pada gagal
jantung stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu
istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan
peningkatan tekanan abdomen.
c. Pemeriksaan paru
Pulmonary crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi
cairan dari rongga intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan
edema paru, ronki dapat didengar pada kedua lapang paru. Jika ditemukan
pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Efusi
pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura,
hasilnya adalah transudasi cairan ke dalam rongga pleura.
d. Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan jantung sering tidak memberikan informasi yang berguna
mengenai tingkat keparahan gagal jantung. Jika kardiomegali ditemukan,
maka apex cordis biasanya berubah lokasi di bawah ICS V dan atau sebelah
lateral dari midclavicularis line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2
interkosta dari apex. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) dapat
terdengar dan dipalpasi pada apex. S3 atau prodiastolik gallop paling sering
22

ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami


takikardi dan takipneu, dan sering kali menandakan gangguan
hemodinamika. Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan
pada pasien dengan gagal jantung tahap lanjut.
e. Abdomen dan ekstremitas
Asites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan
vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritoneum.
Edema perifer adalah manifestasi cardinal jantung, namun hal ini tidaklah
spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah mendapat
diuretik. Edema perifer biasanya simetris, beratnya tergantung pada gagal
jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki dan
daerah pretibial pada pasien yang masih beraktivitas.
f. Cardiac cachexia
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan
berat badan dan cachexia yang bermakana. Mekanisme dari cachexia pada
gagal jantung dapat melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan
resting metabolic rate, anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali
kongestif dan perasaan penuh pada perut. Jika ditemukan, cachexia
menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain adalah
darah rutin, urin rutin, elektrolit (Na dan K), ureum dan kreatinin,
SGOT/SGPT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada
pasien dengan gagal jantung dengan tujuan untuk mendeteksi anemia,
gangguan elektrolit, menilai fungsi ginjal dan hati mengukur brain
natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).
- Foto thoraks
23

Pemeriksaan Chest X-Ray dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk


jantung, struktur dan perfusi dari paru. Kardiomegali dapat dinilai
melalui pengukuran cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%.
- EKG
Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan
keberadaan hipertrofi pada ventrikel kiri atau riwayat Infark myocard
(ada atau tidaknya Q wave). EKG normal biasanya menyingkirkan
adanya disfungsi diastolic pada ventrikel kiri.
- Ekokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung,
miokardium dan pericardium, dan mengevalusi gerakan regional
dinding jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis
pada gagal jantung. Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal
jantung adalah penilaian Left ventricular ejection fraction (LVEF),
beratnya remodeling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi
diastolik.

3.2.6 Penatalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : beban
awal, kontraktilitas, dan beban akhir.6
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :9
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Diet makanan lunak Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein rendah garam
3. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
b. Digitalis
24

Sifat umumnya sebagai inotropik positif yaitu meningkatkan kekuatan


kontraksi miokard. Preparat digitalis mempunyai 3 khasiat pada otot
jantung, yaitu kerja inotropik positif (meningkatkan kontraksi
miokard), kerja kronotropik negatif (memperlambat denyut jantung),
dan kerja dromotropik negatif (mengurangi hantaran sel-sel jantung).
Contoh preparat digitalis yang banyak digunakan adalah digoksin
- Dosis digitalis :
 Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6
dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
 Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
 Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
- Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.
Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
- Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
- Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat
 Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
 Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
c. Menurunkan beban jantung.
- Diuretik
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada
pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat.
Kerja diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel dan
tekanan pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak menyebabkan
pengurangan curah jantung yang penting secara klinis, terutama
pada pasien gagal jantung lanjut yang mengalami peningkatan
tekanan pengisian ventrikel kiri, kecuali jika terjadi natriuresis
parah dan terus menerus yang menyebabkan turunnya volume
intravaskular yang cepat.Yang digunakan furosemid 40-80 mg.
Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi
25

curah jantung tapi merupakan pengobatan garis pertama karena


mengurangi gejala dan pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
- Vasodilator
 Vasodilator berguna untuk mengatasi preload dan afterload
yang berlebihan. Preload adalah volume darah yang mengisi
ventrikel selama diastole. Peningkatan preload menyebabkan
pengisian jantung berlebih. Afterload adalah tekanan yang harus
di atasi jantung ketika memompa darah ke sistem arterial.
Dilatasi vena mengurangi preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena, dilator arterial menurunkan resistensi arteriol
sistemik dan menurunkan afterload.Nitrogliserin 0,4-0,6 mg
sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
 Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
 Prazosin per oral 2-5 mg
 Penghambat ACE: kaptopril 2 x 6,25 mg.
ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung
kongestif. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim yang
berasal dari angiotensin I membentuk vasokontriktor yang kuat
angiotensin II.Penghambatan ACE mengurangi volume dan
tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah
jantung.

3.3 Efusi Pleura


A. Definisi

Efusi pleura adalah jumlah abnormal cairan di sekitar paru-paru. Efusi pleura
dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis. Beberapa efusi pleura bukanlah hal
yang serius, tetapi sebagian memerlukan pengobatan untuk menghindari
komplikasi.

B. Etiologi
26

Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 ml cairan yang mewakili


keseimbangan antara (1) kekuatan hidrostatik dan kekuatan onkotik dalam
pembuluh pleura visceral dan pleura parietal dan (2) drainase limfatik yang luas.
Efusi pleura merupakan akibat dari terganggunya keseimbangan ini.
Efusi pleura merupakan indikator dari proses underlying disease yang
mungkin berasal dari pulmoner atau non pulmoner, dan dapat bersifat akut atau
kronis. Meskipun etiologi efusi pleura sangat luas, efusi pleura sebagian besar
disebabkan oleh gagal jantung kongestif,. pneumonia, keganasan, atau emboli
paru.12,13
C. Patofisiologi
Mekanisme berikut berperan dalam pembentukan efusi pleura:
 Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan,
emboli paru)
 Penurunan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia,
sirosis)
 Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah
(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat
hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)
 Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler pada sirkulasi sistemik dan / atau
paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)
 Penurunan tekanan dalam rongga pleura, mencegah ekspansi paru penuh
(misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)
 Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk
obstruksi saluran toraks atau ruptur (misalnya, keganasan, trauma)
 Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi melintasi diafragma melalui
limfatik atau kerusakan struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)
 Pergerakan cairan dari edema paru di seluruh pleura visceral
 Peningkatan persisten tekanan onkotik cairan pleura dari efusi pleura yang
ada, menyebabkan akumulasi cairan
27

Hasil akhir dari terbentuknya efusi adalah perataan atau inversi dari
diafragma, disosiasi mekanis dari pleura visceral dan parietal, dan kerusakan
restriktif ventilasi.

D. Klasifikasi
Efusi pleura biasanya diklasifikasikan sebagai transudat atau eksudat,
berdasarkan mekanisme pembentukan cairan kimia dan cairan pleura. Transudat
merupakan hasil dari ketidakseimbangan pada tekanan onkotik dan tekanan
hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pada pleura atau
penurunan drainase limfatik. Dalam beberapa kasus, cairan pleura mungkin
memiliki kombinasi karakteristik transudat dan eksudat.12,13

Tabel Perbedaan antara cairan transudat dan eksudat


Jenis Pemeriksaan Transudat Eksudat
Kadar protein efusi <3g/dl >3g/dl
Kadar protein efusi/ serum <0,5 >0,5
Kadar LDH efusi <200IU >200IU
Kadar LDH efusi/serum <0,6 >0,6
Berat jenis efusi < 1,106 > 1,106
Leukosit <1000/mm3 >1000/mm3
Tes Rivalta Negatif Positif

Penyebab utama terjadinya cairan transudat ini adalah:


o Sindroma nefrotik
o Sirosis hepatis
o Sindroma Meig’s
o Tumor

Terjadinya eksudat antara lain disebabkan oleh:


o Infeksi paru akibat: pneumococcus, staphylococcus, haemophillus,
tuberculosa dan kuman gram negatif yaitu psudomonas aeroginosa.
28

o Neoplasma
o Infark paru

E. Gejala Klinis
Efusi pleura sering tidak menimbulkan gejala. Gejala lebih sering terjadi bila
efusi pleura berukuran sedang atau berukuran besar, atau jika terdapat
peradangan. 13
Gejala efusi pleura antara lain:
 Nyeri dada pleuritik
 Batuk
 Demam
 Cegukan
 Pernapasan yang cepat
Sesak napas

F. Penatalaksanaan
Pengobatan bertujuan untuk:
 Menghilangkan cairan
 Mencegah cairan dari penumpukan lagi
 Mengobati penyebab dari penumpukan cairan
Terapi thoracentesis dapat dilakukan jika jumlah cairan berjumlah banyak dan
menyebabkan tekanan dada, sesak napas, atau masalah pernapasan lainnya, seperti
kadar oksigen yang rendah. Menghilangkan cairan membuat paru berkembang,
sehingga bernafas menjadi lebih mudah. Mengobati penyebab efusi kemudian
menjadi tujuan.
Sebagai contoh, efusi pada pleura yang disebabkan oleh gagal jantung
kongestif yang diobati dengan diuretik dan obat lain yang mengobati gagal
jantung. Efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi diobati dengan antibiotik yang
sesuai. Pada penderita kanker atau infeksi, efusi sering ditangani dengan
menggunakan tabung dada selama beberapa hari untuk mengeringkan cairan.
29

Kadang-kadang, tabung kecil dapat ditinggalkan dalam rongga pleura dalam


waktu yang lama untuk mengalirkan fluida. Dalam beberapa kasus, berikut ini
dapat dilakukan:
 Kemoterapi
 Menempatkan obat ke dalam dada yang mencegah cairan dari
penumpukan kembali setelah dikeringkan
 Terapi radiasi
 Operasi
BAB IV
ANALISA KASUS

Tn. MI, 78 tahun, datang dengan keluhan sesak yang semakin memberat
sejak ±1 hari SMRS. Sesak dirasakan pada saat aktifitas seperti berjalan ke kamar
mandi. Keluhan sesak awalnya dirasakan ±7 hari SMRS saat pasien melakukan
aktifitas seperti berjalan ±25 meter serta keluhan memberat saat merasa emosi,
dan saat terlalu banyak berbicara. Pasien juga mengeluh sesak saat berbaring
sehingga pasien tidur dengan menggunakan 2 atau 3 bantal. Pasien juga mengeluh
sesak pada malam hari yang disertai batuk tidak berdahak. Pasien juga
mengeluhkan sering terbangun dari tidur karena sesak. Sesak disertai keringat
dingin. Pada keluhan utama pasien, adanya sesak merupakan mekanisme
peningkatan usaha pernafasan pada kasus gagal jantung yang paling umum. Pada
kondisi awal dispneu terjadi pada saat aktifitas yang sedang dan berlanjut semakin
agresif dengan aktifitas yang tidak begitu berat dan pada akhirnya, sesak nafas
timbul walaupun pasien sedang beristirahat. Dispnea yang terjadi pada kasus
gagal jantung paling sering pada pasien dengan peningkatan vena pulmonalis dan
tekanan kapiler. Pasien tersebut biasanya mengalami pembendungan pembuluh
darah paru dan edema paru interstitial yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologis. Dispneu dalam posisi berbaring biasanya merupakan manifestasi akhir
dari gagal jantung dibandingkan dispneu pada saat beraktivitas (dispneu de effort).
Ortopneu terjadi karena redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas bawah
ke dalam dada. Sehingga pasien dengan ortopneu harus meninggikan posisi
kepalanya dengan beberapa bantal pada malam hari dan sering terbangun pada
malam hari karena sesak nafas dan batuk. Sensasi sesak nafas biasanya dapat
hilang dengan posisi duduk tegak karena posisi ini mengurangi aliran balik vena
dan tekanan kapiler paru. Sesak nafas yang disertai batuk kering pada malam hari
seringkali membangunkan pasien saat tidur, hal ini disebabkan karena depresi
pusat pernafasan saat tidur memungkinkan mengurangi ventilasi yang cukup
sehingga menurunkan tekanan oksigen arteri terutama pada kondisi edema paru

30
31

interstitial. Pada kondisi lain, fungsi ventrikel mungkin dapat terganggu pada
malam hari karena berkurangnya rangsangan adrenegik pada fungsi miokardium.
Keringat dingin pada kasus ini dapat terjadi karena adanya rangsangan dari
penurunan stroke volume pada kondisi gagal jantung sehingga dideteksi oleh
baroreseptor arteri menimbulkan stimulus pada saraf simpatis untuk mensekresi
katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin dan gangguan pada persarafan saraf
parasimpatis yang bekerja pada salah satunya kelenjar keringat sehingga
menyebabkan berkeringat dingin.
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban
kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : beban
awal, kontraktilitas, dan beban akhir.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. In: Sudoyo AW, et al, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit dalam Jilid 1, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI,
2006; p1511-4.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical
University of South Carolina: 2006. Available from URL:
http://www.emedicinehealth.com/
3. Bazo A. 2010. Congestive Heat Failure.
4. Kulick D. Congestive Heart Failure. 2010. (http://www.medicinenet.com/)
5. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpsom IA. Gagal Jantung.
Dalam:Lecture Notes Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga Medical
Series. 2002; 80-97
6. Kusmana D, Setianto B, Tobing, PL. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Standar
Pelayanan Medik RS. Jantung Harapan dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Edisi kedua. Jakarta. 2003; 170-80
7. Ismail D. Penyakit Jantung Hipertensi: Patogenesis dan Patofisiologi
Terkini. Makmun, LH, Alwi I, Mansjoer A. Dalam: Prosiding Simposium
Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler II. Jakarta: Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2003.
8. Guideline for the Prevention, Detection and Management of Chronic Heart
Failure in Australia. National Heart Foundation of Australia.
(www.heartfoundation.org.au/)
9. Lily Ismudiati Rilantono, dkk.; Buku Ajar Kardiologi; Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2004. hal 173-181.
10. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (http://www.emedicine.com/).
11. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 7thEd. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p.
241
12. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (http://www.umm.edu/).
13. http://emedicine.medscape.com/article/299959
14. http://www.webmd.com/lung/pleural-effusion-symptoms-causestreatments

32

Anda mungkin juga menyukai