Pembimbing:
Dr. Radhiyatam Mardhiyah, SpPD
Penyusun:
Hafiz Muhammad Ikhsan(1113103000024)
Presentasi Kasus dengan Judul “Penyakit ginjal kronik dan pneumonia” telah diterima dan
disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu
Penyakit Dalam di RSUP Fatmawati periode 8 Januari-18 Maret 2018.
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah presentasi kasus yang berjudul “Penyakit Ginjal Kronis”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di
stase Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada :
1. Dr. Radhiyatam Mardhiyah, SpPD selaku pembimbing presentasi kasus ini.
2. Seluruh dokter dan staf pengajar di SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Jakarta.
3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah presentasi kasus ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan
makalah presentasi kasus ini sangat kami harapkan.
Demikian, semoga makalah referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan bisa membuka
wawasan serta ilmu pengetahuan kita, terutama dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. 2
KATA PENGANTAR ...................................................................................... 3
DAFTAR ISI .................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 5
BAB II ILUSTRASI KASUS............................................................................ 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 15
3.1 Definisi........................................................................................................ 15
3.2 Epidemiologi............................................................................................... 15
3.3 Etiologi........................................................................................................ 15
3.4 Patofisiologi&Manifestasi Klinis................................................................ 16
3.5 Diagnosis..................................................................................................... 20
3.6 Tatalaksana.................................................................................................. 21
3.7 Komplikasi.................................................................................................. 21
3.8 Prognosis..................................................................................................... 22
BAB IV ANALISIS KASUS............................................................................. 23
BAB V KESIMPULAN.................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26
4
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal mengolah
plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan – bahan
tertentu dan mengeliminasi bahan – bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal
terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai
neuron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler
berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya.
Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran berongga berisi cairan
yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang
komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron,
tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya
menjadi urin.
5
BAB II
ILUSTRASI KASUS
1.2. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Sesak napas memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
6
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat penyakit darah tinggi selama 7 tahun pasien hanya minum obat ketika ada
keluhan berupa pusing. kencing manis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal
disangkal. Riwayat alergi makanan dan obat disangkal. Riwayat operasi sebelumnya
disangkal. Riwayat konsumsi obat-obatan anti nyeri disangkal.
Riwayat pengobatan TB selama satu tahun pada 2016 sudah dinyatakan sembuh.
Ht 34 33-45 %
8
Elektrolit
Natrium 132 135-147
Kalium 7,81
3.10-5,10
Klorida
108
95-108
pH 6,961 mmHG
O2 95,6% %
BE -19,9 Mmol/L
Fungsi Hati
SGOT 46 0-34 U/l
SGPT 30 0-40 U/l
Fungsi Ginjal
Ureum 216 15-45 mg/dl
Diabetes
9
RONTGEN THORAX
10
EKG
11
1.5. RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak napas memberat 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien juga mengalami paroxysmal nocturnal dyspnea. Saat tidur pasien harus
memakai 3 bantal agar tidak merasa sesak. Pasien juga merasakan sesak apabila jalan +/-
5 meter. Sesak yang dirasakan tidak berbunyi. Pasien juga merasa nyeri di dada kanan
tidak menjalar. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, ronkhi basah
kasar dan kardiomegali. Dari pemeriksaan penunjang ditemukan adanya anemia
normositik normokrom, leukositosis, hyponatremia, hypokalemia, hiperfosfatemia,
hiperurisemia, peningkatan kreatinin, asidosis metabolic dan asidosis respiratorik. Dari
EKG ditemukan adanya left axis deviation dan atrial fibrilasi. Dari foto thorax ditemukan
adanya kardiomegali dan fibroinfiltrat bilateral.
1.6. DAFTAR MASALAH
1. Community Acquired Pneumonia
2. Penyakit jantung hipertensi
3. Penyakit ginjal kronis
4. Anemia normositik normokrom
Rencana tatalaksana:
o O2 NRM 8 lpm
o Cefoperazone 2x1g IV
o Azythromycin 1x1g IV
12
2. Penyakit jantung hipertensi
Anamnesis: Pasien memiliki riwayat darah tinggi dan tidak rutin minum obat.
Riwayat merokok 2 bungkus per hari selama 30 tahun. Pasien sering terbangun
dari tidur karena batuk-batuk dan sesaknya. Saat tidur pasien harus memakai 3
bantal agar tidak merasa sesak. Pasien juga merasakan sesak apabila jalan +/- 5
meter
Pemeriksaan Fisik: Tekanan darah 160/100 mmHg, Kardiomegali
Pemeriksaan Penunjang: Kardiomegali dan aorta elongasi, left axis deviation
Dipikirkan penyakit jantung hipertensi NYHA class III
Rencana diagnosis: echocardiografi
Rencana tatalaksana:
• Valsartan 2x160 mg po
• Clonidin 3x0,15 mg po
13
• Pembatasan cairan: 500-800 ml/hari + jumlah urin.
• CaCO3 3x500mg po
• Bicnat 3x500 mg po
Anamnesis: Pasien memiliki riwayat gagal ginjal, BAB normal, muntah (-)
1.8. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam
darah). (2)
KRITERIA (2)
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
KLASIFIKASI (2)
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
15
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 – 29
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft – Gault sebagai berikut :
Transplant glomerulopathy
ETIOLOGI (3)
16
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe
1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada
organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit
ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain
yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun, individu dengan
riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan
17
populasi yang memiliki angka tinggi diabetes atau hipertensi seperti African
Americans, Hispanic Americans, Asian, Pacific Islanders, dan American Indians. (4)
EPIDEMIOLOGI (2)
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 – 1999 menyatakan insiden penyakit ginjal
kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat
1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara – negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus perjuta penduduk pertahun.
ANATOMI GINJAL(1)
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang
rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit diatas garis pinggang.
Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing – masing
masuk dan keluar ginjal dilekukan medial yang menyebabkan organ ini berbentuk
seperti buncis. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin yang kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral
(pelvis renalis) yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal.
Lalu dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang
keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena
renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah
kandung kemih. Kandung kemih ( buli – buli) yang menyimpan urin secara temporer,
adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan volumenya disesuaikan
dengan mengubah – ubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Secara berkala,
urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui sebuah saluran, uretra.
Bagian – bagian sistem kemih diluar ginjal memiliki fungsi hanya sebagai saluran untuk
memindahkan urin keluar tubuh. Setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan volume urin
tidak berubah pada saat urin mengalir ke hilir melintasi sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan
ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah sebelah
luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa
segitiga – segitiga bergaris – garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut medula
18
ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang
keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
- Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi – bagi menjadi
pembuluh – pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus
- Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya
- Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu – satunya arteriol di dalam tubuh
yang mendapat darah dari kapiler
- Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi – bagi menjadi serangkaian kapiler yang
kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk memperdarahi
jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen tubulus. Kapiler
– kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke
vena renalis, temoat darah meninggalkan ginjal
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis cairan yang
terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :
- Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus
- Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku – liku) atau
berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang
difiltrasi dari kapsula bowman
- Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali
19
ke daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel – sel
tubulus dan sel – sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk aparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.
- Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul
- Duktus atau tubulus pengumpul
Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk
mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis
ginjal
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang
dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks
merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari nefron
korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula. Sebaliknya, nefron jukstamedula
terletak di lapisan dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya terbenam jauh ke
dalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron jukstamedula membentuk
lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang berjalan berdampingan
erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan karakteristik permeabilitas dan
transportasi lengkung henle dan vasa rekta berperan penting dalam kemampuan ginjal
menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.
20
FISIOLOGI GINJAL(1)
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik
dan ekskretorik yaitu :
(1) filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam
kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus yaitu
dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai
membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman.
Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel gepeng,
memiliki lubang – lubang dengan banyak pori – pori besar atau fenestra, yang
membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat terlarut
dibandingkan kapiler di tempat lain.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di antara
glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural,
sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil. Walaupun
protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati
pori – pori diatas, pori – pori tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan
albumin dan protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan sangat
negatif akan menolak albumin dan pritein plasma lain, karena yang terakhir juga
bermuatan negatif. Dengan demikian, protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat
21
di filtrasi dan kurang dari 1% molekul albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke
kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang
mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan
memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di dekatnya.
Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi,
membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke
dalam lumen kapsula bowman.
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah tekanan
darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik
kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang
ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekana darah glomerulus yang
meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula
bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama yang
menghasilkan filtrasi glomerulus.
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid yang
melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan filtrasi,
penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan peningkatan GFR.
Sedangkan tekanan hidrostatik dapat meningkat secara tidak terkontrol dan dapat
mengurangi laju filtrasi. Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat
dikontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri, karena
tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler glomerulus.
Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh peningkatan GFR.
Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal
melakukannya dengan mengubah kaliber arterial aferen, sehingga resistensi
terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat akibat
peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi normal oleh
konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran darah ke dalam glomerulus.
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan adalah
dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan sistem saraf
simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur tekanan darah arteri sehingga terjadi
perubahan GFR akibat refleks baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah.
22
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus
difiltrasi dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L filtrat
glomerulus setiap hari untuk GFR rata – rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter
filtrat per hari dengan GFR 115 ml/menit untuk wanita.
23
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif
mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang
bermuatan positif. Jumlah Klorida yang direabsorpsikan ditentukan oleh
kecepatan reabsorpsi Na
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi
secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%, 40% kalium
akan dirabsorpsi di ansa henle pars assendens tebal, dan sisanya
direabsorpsi di duktus pengumpul
f. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan
difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi
sebagian di kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses
sekresi. Sebagian ureum akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal
karena tubulus kontortus proksimal tidak permeabel terhadap urea. Saat
mencapai duktus pengumpul urea akan mulai direabsorpsi kembali.
g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan
kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus,
40% direabsorpsi di tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsi
di ansa henle pars assendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan
oleh homon paratiroid. Ion fosfat ayng difiltrasi, akan direabsorpsi
sebanyak 80% di tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan
dieksresikan ke dalam urin.
(3) sekresi tubulus
Proses perpindahan selektif zat – zat dari darah kapiler peritubulus ke dalam
lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H+, K+ dan ion – ion
organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di sepanjang
tubulus, ion H+ akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga dapat tercapai
keseimbangan asam basa. Asam urat dan K+ disekresi ke dalam tubulus distal.
Sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin dan kontrol
sekresi ion K+ tersebut diatur oleh hormon antidiuretik. Kemudian hasil dari ketiga
proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin, dimana semua konstituen plasma
yang mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorpsi,
24
akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk eksresikan
sebagai urin.
Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan untuk
mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na+, Cl-, K+,
HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4= dan H+
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui
peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O
4. Membantu memelihara keseimbangan asam – basa tubuh, dengan menyesuaikan
pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh, terutama
melalui pengaturan keseimbangan H2O
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk – produk sisa (buangan) dari metabolisme
tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk, zat – zat
sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah pada
makanan, pestisida, dan bahan – bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang berhasil
masuk ke dalam tubuh
8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang pembentukan
sel darah merah
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai yang
penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
25
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa
setelah kerusakan ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron
yang masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran
setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,
keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal
Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas
aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan
hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. (2)
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (5)
- Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu GGK
dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum) yang
sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik pada
GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi pendek,
pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 – 80 hari dan toksik uremik ini dapat
mempunya efek inhibisi eritropoiesis
- Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
26
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga
menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal memompa
darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan
tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru
sesak nafas
- Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan
kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada
gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan
sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik.
Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik
adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena kebutuhan untuk
meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis
- Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
- Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh
ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
- Hiperurikemia
27
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam darah
(hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan pengendapan
kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat membengkak, meradang
dan nyeri
- Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus
ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah
nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi
air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler.
Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa
kram, diare dan muntah.
- Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya terlampaui,
fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat yang sukar
larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit (
berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)
- Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang
(osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di dalam
plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun
terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma tidak
berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada insufisiensi
ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi
fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi dan
konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu, rangsangan untuk
pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-
menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi bahkan semakin
melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang berkaitan dengan hipokalsemia
adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan hiperparatiroidisme sekunder.
Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal dan tulang, juga terdapat di
28
banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel darah dan gonad), diduga PTH
berperan dalam terjadinya berbagai kelainan di organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan dalam
menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini
merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun karena terjadi
penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus,
hal ini memperberat keadaan hipokalsemia
- Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma meningkat,
maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel –sel ginjal sehingga
mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion
H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen,
sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan
hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem
saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan
kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran
cerna dan kelainan mental.
- Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan
ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria
glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas
glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul
protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas
melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan Penyakit ginjal kronik
dan pneumonia.
- Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia pada
GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi
akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah
dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan
mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang
dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan
29
menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas
seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik.
Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi
dan menyebabkan koma uremikum.
DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala – gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :
- Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
- Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit
- Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi
menurun, insomnia, gelisah
- Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
- Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan
30
komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. (2)
GAMBARAN LABORATORIUM(2)
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria
GAMBARAN RADIOLOGIS(2)
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio – opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
31
KOMPLIKASI(2)
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal
- Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik
PENATALAKSANAAN(2)
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :
o Pembatasan asupan protein
Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya
juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga
32
berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat
selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit Asupan protein g/kg/hari Fosfat g/kg/hari
>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi
25 – 60 0,6 – 0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35 gr/kg/hr
nilai biologi tinggi
5 -25 0,6 – 0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35 gr/kg/hr
protein nilai biologi tinggi
atau tambahan 0,3 g asam
amino esensial atau asam
keton
<60(sind.nefrotik) 0,8/kg/hari (+1 gr protein/ < 9 g
g proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan asam amino
esensial atau asam keton
o Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi (ACE inhibitor) disamping bermanfaat untuk
memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk
memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus
4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian
dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
- Anemia
33
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi
serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding capacity,
feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit,
kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11 – 12
g/dl.
- Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i. Mengatasi hiperfosfatemia
Pembatasan asupan fosfat 600 – 800 mg/hari
Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium
hidroksida, garam magnesium. Diberikan secara oral untuk
menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam
kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3)
dan calcium acetate
Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta
reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer
hidrokhlorida.
ii. Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah
normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal
karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di saluran
cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam calcium
carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi metastatik,
disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan yang
berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
iii. Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema
dan kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air
yang masuk dianjurkan 500 – 800 ml ditambah jumlah urin.
Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia
dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu,
34
pemberian obat – obat yang mengandung kalium dan makanan
yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi.
Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 – 5,5 mEq/lt. Pembatasan
natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan
edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan
dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.
6) Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15 ml/mnt.
Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini,
bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu,
biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan
menimbulkan gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat. (3)
DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstisial.(1) Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menyerang semua umur terutama
pada bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan seseorang yang mempunyai penyakit pemberat
lain seperti penyakit jantung kongestif, diabetes dan penyakit paru kronis.
ETIOLOGI PNEUMONIA
35
Bakteri adalah penyebab paling umum pneumonia pada orang dewasa, terutama pada
orang tua. Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan pneumonia adalah Diplococcus
Hemophilus influenza.
b. Virus
Virus yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Respiratory syncytial virus, virus
c. Jamur
d. Aspirasi
Beberapa contoh aspirasi seperti makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan
36
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak di
dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Inggris
pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih banyak dari pada penyakit infeksi lain,
sedangkan di AS merupakan penyebab kematian urutan ke 15. pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, 25-50% pada pasien ICU.
Di Amerika Serikat insiden penyakit pneumonia mencapai 12 kasus tiap 1000 orang
dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kuang dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang
dirawat di rumah sakit cukup tinggi, yaitu 14%. Di negara berkembang sekitar 10-20%
pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit dan angkat kematian diantara pasien
tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%. Di Indonesia sendiri, terdapat 5-11 kasus
pneumonia per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan
5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut
dengan ortalitas 5-12%
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka
kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian
(mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang jelas. Namun
pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih
penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh. Frekuensi relative terhadap
mikroorganisme petogen paru bervariasi menurut lingkungan ketika infeksi tersebut
didapat. Misalnya lingkungan masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu
factor iklim dan letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.
FAKTOR RESIKO
Beberapa kelompok yang mempunyai faktor risiko lebih tinggi untuk terkena pneumonia antara
lain :
b. Riwayat merokokis
37
c. Paralisis laringeal
d. Malnutrisi
f. Diabetes Mellitus
h. Kanker
PATOFISIOLOGI
masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien, mikroorganisme penyebab
orofaring.
Asprasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan
pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi. Pada saluran nafas
bagan bawah, kuman menghadapi dayatahan tubuh berupa sistem pertahanan mukosilier, daya
tahan selular makrofag alveolar, limfosit bronkial, dan netrofil. Juga daya tahan humoral igA
38
Terjadinya pneumonia tergantung kepada virulensi MO, tingkatan kemudahan dan luasnya
daerah paru yang terkena serta penurunan daya tahan tubuh.Pneumonia dapat terjadi pada orang
normal tanpa kelainan imunitas yang jelas.Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang
menderita pneumonia didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya
tahan tubuh.
(pneumococus), adalah penyebab yang paling sering dari pneumonia bakteri, baik yang didapat
di masyarakat maupun dari semua kasus rumah sakit.Di antara semua pneumonia bakteri,
mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva.Lobus bagian bawah paling sering terkena
karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon khas
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula (hepatisasi =
seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli.
3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin
4. Resolusi (7 sanrpai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag
pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat.Ronki basah dan gesekan pleura dapat
terdengar di atas jaringan yang terserang oleh karena eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat
39
pula dalam permukaan pleura.Hampir selalu terdapat hipoksemia dalam tingkat tertentu, akibat
pirau darah melalui daerah paru yang tak mengalami ventilasi dan konsilodasi.Untuk membantu
dalam menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan pneumonia dapat dilakukan radiogram
dada, hitung leukosit dan pemeriksaan sputum terdiri dari pemeriksaan dengan mata telanjang
Pneumonia diharapkan sembuh setelah terapi mencapai 2-3 minggu. Bila lebih lama
perlu di curigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti oleh jamur,
mikobacterium atau parasit. Karena itu perlu penyelidikan lebih lanjut terhadap MO penyebab
pneumonia Pada umumnya pasien dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis
KLASIFIKASI PNEUMONIA
Klasifikasi pneumonia didasarkan pada faktor lingkungan pasien, keadaan pasien dan
penunjang.
Klasifikasi tradisional berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:
radiologisnya berupa opasitas lobus atau lobaris yang disebabkan oleh kuman tipikal
2. Pneumonia Atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yang lambat dengan gambaran
infiltrate paru bilateral yang difus. Penyebabnya adalah Mycoplasma pneumonia, virus
Legionella pneumophila dan Clamidia psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan
lagi karena ditemukan bahwa gambaran radiologis atau laboratorium saling tumpang
40
- Klasifikasi secara radiologis sesuai dengan lokasi anatomisnya:
memberi gambaran konsolidasi homogen pada perifer yang terbentang menuju hilus
berdensitas tinggi pada satu segmen atau lobus atau bercak yang mengikut sertakan
Dari beberapa bagian diatas, hanya pneumonia komunitas dan nosokomial yang lazim dipakai.
Mengingat gambaran pneumonia nosokomial yang khas berbeda dtri pneumonia komunitas,
maka diagnosis pneumonia jenis ini menggunakan kriteria Centre for Disease and Preventoin,
USA.
DIAGNOSIS PNEUMONIA
Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala meliputi:
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-kadang
41
melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum
mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi
halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anantomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi dengan
jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus
medius kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling akhir
terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara
pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
42
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus.
43
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Tn. N usia 43 tahun datang dengan keluhan sesak memberat 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat malam hari. Pasien pada mala hari sering
terbangun akibat batuk-batuk dan sesaknya, pasien tidur dengan 2 bantal. Pasien sesak tidak
bunyi. Selain itu pasien juga merasakan adanya nyeri dada bagian kanan yang tidak menjalar.
Sesak pada pasien ini dapat didapatkan oleh beberapa hal antara lain adalah masalah pada sitem
respiratorik, kardiovaskuler dan juga ginjal. Pada pasien ini ditemukan adanya sesak nafas yang
memberat pada malam hari. Hal ini menunjukkan gejala khas dari gagal jantung yaitu adanya
PND (paroxysmal nocturnal dyspnea). Selain itu pasien ini juga merasakan sesak memberat 3
hari sebelum masuk rumah sakit disertai nyeri dada sebelah kanan. Hal ini dapat disebabkan
oleh peradangan paru akibat infeksi akut seperti pneumonia atau peradangan pada rongga
pleura. Pasien juga mempunyai riwayat gagal ginjal dan darah tinggi tidak terkontrol serta
merokok 2 bungkus tiap harinya selama 30 tahun terakhir.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa pasien mengalam konjungtiva pucat, ronki
basah di paru dan pembesaran jantung kiri. Dari pemeriksaan penunjang ditemukan pasien
mengalami anemia normositik normokromik, peningkatan ureum kreatin, ketidakseimbangan
elektrolit, laju filtrasi glomerulus dan kelainan gas darah yang menunjukkan adanya penyakit
ginjal kronik dari pasien. Dari pemeriksaan ekg dan foto thorax ditemukan adanya kelainan
jantung dan paru yang mengarah pada diagnosis hypertensive heart disease dan pneumonia.
Dari hasil pemeriksaan diatas diperlukan lagi rencana diagnosis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis serta menentukan etiologi dari masing-masing diagnosis tersebut.
Pada pasien ditemukan pneumonia dan dilakukan penghitungan PORT score dan
didapatkan hasil PORT score 102 dimana merupakan kategori IV. Dari hasil tersebut maka
pasien masuk dalam kategori perawatan dan diberikan Oksigen NRM 8 liter serta antibiotik
cefoperazone 2x1gr IV dan makrolid azythromicin 1x1gr IV. Pasien selain itu juga ditemukan
mengalami penyakit jantung hipertensi. Dari hasil anamnesis ditemukan pasien dalam kategori
NYHA III. Pasien diberikan obat anti hipertens berupa valsartan, clonidine dan adalat oros.
Selanjutnya dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa pasien mengalami penyakit ginjal kronik
sehingga diperlukan tata laksana gagal ginjak kronik dan komplikasinya. Pasien ditemukan
juga mengalami anemia yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal kroniknya sehingga pada
pasien dengan Hb dan Ht yang belum terlalu turun diberikan asam folat dan vitamin B12.
44
Pada pasien ini prognosisnya adalah dubia ad bonam, pasien sangat mungkin terjadi
kekambuhan lagi. Dan fungsi nya tidak akan normal kembali.
45
BAB V
KESIMPULAN
Pasien datang dengan keluhan sesak memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan memberat saat malam hari. Pasien pada mala hari sering terbangun akibat
batuk-batuk dan sesaknya, pasien tidur dengan 2 bantal. Pasien sesak tidak bunyi. Selain itu
pasien juga merasa nyeri dada di sebelah kanan, nyeri tidak menjalar, nyeri dirasa saat menarik
napas dan apabila tangan diangkat. Nyeri dada di sebelah kiri disangkal. Dari hasil pemeriksaan
didapatkan adanya konjungtiva pucat, ronki basah kasar dan kardiomegali. Dari pemeriksaan
penunjang ditemukan adanya anemia, penurunan fungsi ginjal, infiltrat dan kardiomegali. Pada
pasien ini ditemukan adanya penyakit ginjal kronik, pneumonia, penyakit jantung hipertensi
dan anemia normositik normokrom.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Persatuan Ahli Ilmu Penyakit Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I,
Edisi IV, Balai Penerbit FKUI, Salemba, 2006
2. Harrison’s Principle Of Internal Medicine 19th edition
3. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
47