Anda di halaman 1dari 35

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan : ASMA BRONKIAL


Tujuan Penulisan : Laporan Kasus diajukan sebagai bagian dari persyaratan telah
menyelesaikan program internship dokter Indonsia di RSUD Cut Nyak Dhien

Disusun Oleh : dr. Rosa Nurhalizah

Disetujui oleh:
Dokter Pembimbing

(dr. Dewi Sartika)


KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT sehingga penulis dapat

menyelesaikan Makalah Laporan Kasus yang berjudul “ASMA BRONKIAL” ini dalam

rangka memenuhi tugas dalam pelaksanaan program dokter internship di wahana RSUD Cut

Nyak Dhien, Aceh Barat, Meulaboh.Terima kasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing

yaitu dr. Dewi Sartika. Penulis menyadari bahwa penyusunan Makalah Laporan Kasus ini

masih jauh dari sempurna, serta banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Makalah

Laporan Kasus ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Meulaboh, 10 Agustus 2022


Penulis

dr. Rosa Nurhalizah


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1

BAB II. LAPORAN KASUS ............................................................................... 5

2.1 Identitas Pasien ........................................................................................... 5

2.2 Anamnesis .................................................................................................. 5

2.2.1 Keluhan Utama .................................................................................... 5

2.2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit ................................................................ 5

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu ..................................................................... 6

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga .................................................................. 6

2.3 Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 6

2.4 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................. 7

2.5 Diagnosis Kerja .......................................................................................... 10

2.6 Diagnosa Banding ...................................................................................... 10

2.7 Penatalaksanaan.......................................................................................... 10

2.8 Edukasi....................................................................................................... 10

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 12


3.1
Definisi.................................................................................................................................. 12

3.2 Etiologi dan Faktor Risiko............................................................................. 12

3.3 Epidemiologi..................................................................................................12

3.4 Patofisiologi...................................................................................................13

3.5 klasifikasi.......................................................................................................16

3.6 Gambaran klinis.............................................................................................18

3.7 Diagnosis .......................................................................................................19

3.8 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................20

3.9 Diagnosis Banding ...................................................................................... ..22

3.8 Penatalaksanaan.............................................................................................24

3.9 Komplikasi.....................................................................................................34
3.10 Prognosis......................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................34

BAB I. LATAR BELAKANG

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan
pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi dimasyarakat adalah penyakit asma.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronissaluran napas yang ditandai dengan mengi
episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun
terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga
di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini
menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah
dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.
Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman
yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma(GINA).1

Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari limabelas tahun,
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban globaluntuk penyakit ini semakin meningkat.
Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidak
hadiran di sekolah,peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan
kematian.2

BAB II. ILUSTRASI KASUS

II.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun (10 juli 1983)
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Alamat : drien rampak
Masuk RS : 27 juni 2022
Rekam Medis : 90.91.48

II.2 ANAMNESIS (Auto-anamnesis)


Keluhan Utama
Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas disertai bunyi ”ngik-
ngik”. Sesak nafas memberat sejak -+ 1 jam smrs. pasien sering
mengeluhkan sesak bila terpajan debu dan cuaca dingin .Sesak napas
berkurang bila dalam keadaan duduk dan pasien merasakan sesak napas
lebih berat dalam keadaan berbaring.Pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak sejak 1 hari smrs, dahak campur buih, berwarna putih, berdarah
(-).

- Pasien terakhir kali mengeluhkan sesak yaitu satu bulan yang lalu, dalam
satu bulan pasien bisa mengalami sesak sebanyak 2 kali.
- bila sesak timbul pasien hanya minum obat dari pkm, salbutamol 2x2 mg.
- Keluhan lain seperti deman, keringat malam hari, penurunan berat badan
dan mual muntah, kaki bengkak, nyeri dada disangkal pasien. BAB dan
BAK dirasakan biasa, tidak ada keluhan lainnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat alergi debu
- Riwayat asma sejak ± 2 tahun yang lalu.Sesak napas seperti saat ini
pertama kali dirasakan sejak 2 tahun yang lalu, dan pasien sempat di rawat
di rumah sakit. Setelah itu pasien hanya mengkonsumsi obat yang
didapatkan di puskesmas
- Hipertensi (-), Diabetes melitus (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
- Asma Bronkial (+) ibu pasien mengeluhkan hal yang sama
- Hipertensi (-)
- Rhinitis alergi (+) ibu pasien
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
 Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, tidak merokok, dan tidak minum
alkohol, suami pasien juga tidak merokok, sehati hari pasien masak
dengan api bakar disangkal.

II.3 PEMERIKSAAN UMUM


- Kesadaran : Komposmentis
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 135/78 mmHg
- Nadi : 110x/menit
- Napas : 32x/menit
- Suhu : 36.6C
- Spo2 : 93 %
II.4 PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
 Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
bulat, isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya +/+.
 Hidung : sekret (-), septum defiasi (-/-), polip (-/-)
 Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-) Lidah :
papil atrofi (-)
 Leher : JVP ± 0 cmH2O, kelenjar tiroid normal, pembesaran
kelenjar getah bening (-) otot bantu napas (+),
Toraks
 Paru: Inspeksi : bentuk thorax normal, gerakan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi :ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), ronkhi (-/-)
 Jantung :Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba luas 2 jari lateral LMCS – RIC V
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : 2 jari lateral LMCS – RIC V sinistra
Auskultasi : Suara jantung normal, bising (-)
Abdomen
 Inspeksi : perut datar, venektasi (-)
 Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepatosplenomegali (-)
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
 Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-)

II.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal 27 juni 2022
- Rontgen thorax
HASIL FOTO THORAK PA
Cor : bentuk normal
Pulmo : Tak tampak infiltrat atau nodul.
Corakan bronkovaskular normal. Diafragma kanan dan kiri normal
Sinus pleural kanan dan kiri tajam
Tulang-tulang : tidak tampak kelainan
Kesan : cor dan pulmo tidak tampak kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Darah Lengkap (27/juni/2022)

Parameter Nilai Unit Remarks Nilai Normal

WBC 10.39 103/Μl normal 4, 10-11,00

#Ne 15,05 103/μL8 normal. 2,50-7,50

#Ly 0,67 103/μL Normal 1,00-4,00

#Mo 0,54 103/μL Normal 0,10-1,20

#Eo 0,04 103/μL Normal 0,00 – 0,50

#Ba 0,07 103/μL Normal 0,00 – 0,10

RBC 5.70 103/μL normal 4,50 – 5,90

HGB 14,07 g/dl. Normal 13,50 – 17,50

HCT 44,99 % Normal 41,00 – 53,00

MCV 73,49 Fl. Normal 80,00 – 100,00

MCH 22,99 Pg Normal 26,00 – 34,00


MCHC31, 26 g/dl Normal 31,00 – 36,00

PLT 259,90K/ul Normal 150,00 – 440,00

Kesan: normal

Kimia Klinik (27/juni/ 2022)

KGDS 120 mg/dL Normal 70 – 140

Kesan : normal

II.6 RESUME
Ny. S, 39 tahun datang ke RSCND dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 hari
SMRS memberat 1 jam smrs. Dari anamnesis didapatkan, sejak 2 tahun lalu pasien sering
mengeluhkan sesak napas dan telah didiagnosis menderita penyakit asma bronkial. Sesak
nafas mulai timbul bila pasien terpajan debu dan cuaca dingin . Sesak napas timbul. Pasien
juga mengeluhkan batuk berdahak,dahak campur buih, berwarna putih, berdarah (-). Pasien
lebih nyaman dengan posisi duduk. Bila sesak timbul pasien mengonsumsi obat dari pkm,
salbutamol 2x2mg . Terakhir pasien mengalami sesak 1 bulan, dalam sebulan tersebut sesak
timbul 2 kali.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan respirasi rate meningkat 32x per menit, tekanan
darah135/78 mmHg, nadi 110x/menit, suhu 36.6 C, Spo2 93%.Sianosis(-), mampu
mengucapkan beberapa kata dalam satu napas, otot bantu napas (+), ekspirasi memanjang,
suara nafas tambahan yaitu wheezing, dari pemeriksaan radiologi didapatkan corakan paru
normal.

II.7 DIAGNOSA
Asma Bronkial

II.8 DIAGNOSIS BANDING


 Bronkhitis
 Gagal jantung (chf)
 Emboli paru

II.9 USULAN PEMERIKSAAN


 Pemeriksaan fungsi faal paru (spirometri), IgE spesifik dan kultur Sputum

II.10 RENCANA PENATALAKSANAAN


Non Farmakologi :
Hindari faktor pencetus,Upaya mencegah perburukan kondisi dengan cara
menghindari faktor pencetus asma serta gaya hidup sehat.Melakukan kontrol rutin ke Rumah
Sakit untuk mencegah kekambuhan berulang dari serangan asma, Dan Pentingnya kepatuhan
pengobatan untuk mencegah kekambuhan dan perburukan kondisi pasien.

Farmakologi :
 O2 4 L/menit
 Nebul Ventolin 1 rsp / exstra
 Nebul ventolin 1 rsp + flixotide 1 rsp /exstra
 Selanjutnya nebul ventolin 1 rsp /6 jam
 Nebul flixotid 1 rsp /8 jam
 IVFD RL 20gtt/i
 Injeksi ranitidin 1 A/ 12 jam
 Salbutamol 2x2mg
 Ceterizin 1 x 10mg
 Ambroxol syr 3xC1
III.ANALISA KASUS

Diagnosis pada kasus ini yaitu Asma Bronkial dikaranakan terdapat ciri-ciri klinis
yang dominan adalah riwayat episode sesak disertai batuk dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya whezing pada kedua lapangan paru, serta keterbatasan arus udara pada
ekspirasi yang merupakan tanda dan gejala dari serangan asma. Asma bronkial dicirikan
sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada sesak dan adanya wheezing episodik.
Gejala asma dapat terjadi secara spontan ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda
antar pasien. Frekuensi asma mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus
bronkomotor dan reaktifitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi,
meningkatkan gejala bronkokontriksi.Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh
sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan Pada kasus ini keluhan sesak napas pada
pasien dipicu oleh adanya pejanan debu.1

Pada kasus ini, seragan asma dapat diklasifikasikan menjadi derajat sedang karna
pada pemeriksaan didapatkan pasien lebih nyaman dalam posisi duduk, sebulan tersebut
sesak timbul 2 kali, respirasi rate meningkat 32x per menit, tekanan darah135/78 mmHg, nadi
110x/menit, suhu 36.6 C, Spo2 93%.tidak ditemukan adanya sianosis,mampu megucapkan
beberapa kata dalam satu napas adanya otot bantu napas, ekspirasi memanjang, serta
terdengar wheezing yang nyaring. Hal ini sesuai dengan klasifikasi derajat serangan asma
menurut pedoaman diagnostic & penatalaksaan asma Indonesia2003 dan GINA.2
Tabel1. Klasifikasi berat serangan asma menurut pedoaman diagnostic & penatalaksaan asma
Indonesia 2003

Tabel2 . Klasifikasi derajat serangan asma menurut GINA 2006

\
Menurut GINA 2009 kriteria derajat asma terkontrol sebagian dapat ditegakan bila
munculnya minimal salah satu dari gejala ini yaitu gejala harian/siang timbul lebih
dari 2kali seminggu, adanya gangguan aktivitas, adanya gejala malam/ tidur, penggunaan
obat pelega lebih dari 2kali seminggu, fungsi paru <80% atau nilai terbaik. Sesak napas
dirasakan oleh pasien dalam kasus ini dalam sebulan terakhir sebanyak 3x serangan, sesak
dirasakan pula saat malam,mengganggu aktivitas dan tidur pasien. Hal ini sesuai dengan
kriteria klasifikasi derajat asma terkontrol sebagian.
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut GINA tahun 2012 berdasarkan kontrol asma
Kriteria Penilaian Terkontrol Terkontrol sebagian Tidak
(semua penilaian) (minimal salah terkontrol
satu)

Gejala harian Kurang dari 2 kali Lebih dari 2 kali per


per minggu minggu

Gangguan aktivitas Tidak ada Kadang


Didapatkan
Tiga atau lebih
Gejala nocturnal Tidak ada Kadang
criteria terkontrol
sebagian dalam
Penggunaan obat Kurang dari 2 kali Lebih dari 2 kali per seminggu
pelega per minggu minggu

Fungsi paru (PFR Normal < 80% prediksi atau


atau VEP1) nilai terbaik (jika
diketahui)

Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi
oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas dengan
pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi
inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid
sistemik yang lebih awal akan tetapi pengobatan asma tersebut harus disesuaikan dengan
derajat serangan asma pada kasus ini derajat serangan asma tergolong sedang sehingga
diberikan
O2 3 L/menit, Nebulizer carbiven/ 8 jam,IVFD D5 drip aminofilin 2 ampul 10 gtt/menit,
Injeksi metilprednisolon 2x125mg, Salbutamol 4x2mg, pemeberian terapi ini mengacu pada
pedoaman diagnostic & penatalaksaan asma Indonesia 2003
Tabel 4. Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat
serangan dan tempat pengobatan

IV. ASMA BRONKIAL


IV.1 Difinisi
Asma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis
yang dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai
batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama
fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara
pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas
yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.1
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan
hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan. 2 Asma
bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi
dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran
napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara
spontan maupun karena pemberian obat.3 Gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang
akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi
derajatnya.1
IV.2 Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah
kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi dan angka rawat
inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma bronkial berdasarkan letak
geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian. Selama sepuluh tahun terakhir banyak
penelitian epidemiologi tentang asma bronkial dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner
telah dilaksanakan di berbagai belahan dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai
berbagai metode dan kuisioner namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi
asma bronkial sebesar 5-15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada
wanita dibandingkan laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun
diperkirakan berkisar 3-8%.

IV.3 Patofisiolog

Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan
kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara
yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien
asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya
keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas
dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos
saluran pernafasan.1,6

Gambar 2. bronkiolus normal dan bronkiolus pada asma bronkial6

Penyempitan saluran pernafasan yang bersifat progresif yang disebabkan oleh


inflamasi saluran pernafasan dan atau peningkatan tonos otot polos bronkioler merupakan
gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran, hiper inflasi
pulmoner, dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. 1
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif)
terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh,
maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka
terjadilah keadaan dimana6
 Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut
 Produksi kelenjar lendir yang berlebihan
 Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya
menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluar
dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas yang berbunyi yang timbul apabila
udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai
terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas.1,6

Gambar 3 Patofisiologi Asma7


Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma akut.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat dinilai
dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) dan FEV1
(Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara saat ekspirasi yang relatif
cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara yang kecil untuk mencegah
kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer maka akan terjadi hiper inflasi
dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan derajat penurunan kapasitas cadangan
fungsional dan volume cadangan. Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang
memperlihatkan gambaran volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot pernafasan,
mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper inflasi paru akan
meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi
langsung terhadap pembuluh darah paru.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional dan pasien akan
bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini
bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.8
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun
kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada
saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.8

IV.4 KLASIFIKASI
Pada konsensus GINA sebelumnya, derajat beratnya asma dibedakan menjadi
beberapa kelompok dan berkaitan dengan gejala, keterbatasan aliran napas serta fungsi paru,
yaitu Intermiten,Persisten ringan, Persisten sedang dan persisten berat. Namun perlu
diketahui bahwa derajat asma tidak hanya berkaitan dengan keparahan penyakitnya, tetapi
juga dengan respons terhadap terapi. Kelemahan klasifikasi asma sebelumnya berdasarkan
derajat beratnya asma adalah ketidakmampuan dalam memprediksi jenis terapi yang
dibutuhkan dan menilai respons terhadap terapi itu sendiri. Atas dasar inilah penilaian derajat
control asma dikembangkan sehingga diharapkan menjadi lebih relevan dan bermanfaat
untuk memonitor penyakit sekaligus menjadi pedoman terapi. Penilaian ini akan sangat
bermanfaat jika dilakukan pada saat pertama kali terdiagnosis asma dan secara periodik/
berkala selama terapi dijalankan, misalnya satu bulan sekali. Instrumen untuk menilai derajat
kontrol asma cukup sederhana, dan memiliki beberapa parameter yang dapat dinilai baik oleh
pasien sendiri ataupun dokter ( seperti tercantum dalam konsensus GINA2009).
Tabel.5 derajat Kontrol Asma berdasarkan GINA 2009
Berdasarkan konsensus ini, derajat beratnya asma dikelompokan berdasarkan
intensitas kebutuhan akan terapi sehingga asma menjadi terkontrol penuh. Instrument lain
yang lebih sederhana namun memiliki validitas tidak jauh berbeda adalah kuesionerAsthma
Control Test (ACT). parameter yang dinilaiadalah gangguan aktivitas harian akibiat
asma;frekwensi gejala asma; gejala malam;penggunaan obat pelega dan persepsi terhadap
kontrol asma.
Tabel.6. kuesionerAsthma Control Test (ACT).

Klasifikasi Asma saat serangan


Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan
sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative
for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda
klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi
yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan
serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat
mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong
episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang
dapat menyebabkan kematian
7
Tabel 7. Klasifikasi asma menurut derajat serangan

IV.5 GAMBARAN KLINIS


Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan
asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang
khas.9
Keluhan yang timbul : 6,9,10
 Nafas berbunyi
 Sesak nafas
 Batuk
Tanda-tanda fisik : 6,9,10
 Cemas/gelisah/panik/berkeringat
 Tekanan darah meningkat
 Nadi meningkat
 Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi
 Frekuensi pernafasan meningkat
 Sianosis
 Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
 Didapatkan ekspirium yang memanjang
 Wheezing
IV.6 DIAGNOSIS
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala yang
episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.11
a. Anamnesis
 Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap asma,
riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.12
b. Pemeriksan fisik
 Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran nafas.
Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut nadi juga
meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi (wheezing) dapat
dijumpai pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot
Leyden)

d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas
penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai dengan peningkatan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak
20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13

Gambar4.Pemeriksaan Spirometri
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala
asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu
Uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.10, 11
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan
gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14

Tabel.8 Kriteria diagnostik Asma pada dewasa , remaja dan anak usia 6-11thn
Menurut GINA 2016
Diagram 1.alur diagosik menurut GINA 2016

VII. Diagnosis Banding


 Bronkitis kronis
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun untuk sediknya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disetai sputum dan
perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan
menurunkan kemampuan jasmani.
a. Emfisema paru
Sesak nafas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya.
b. Gagal Jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari
disebut paroxysmal noctrunal dispnea. Pasien tiba-tiba terbangun pad malam hari
karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.
c. Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala
sesak nafas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

Tabel.9 diagnosa banding asma pada dewasa, remaja dan anak 6-11 tahun
IV.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma
terkontrol.Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Kriteria asma terkontrol penuh menurut GINA 2012, antara lain:
 Tidak ada gejala harian
 Tidak ada serangan asma malam (nokturnal)
 Tidak ada keterbatasan fisik
 Tidak menggunakan obat pelega (reliever)
 APE atau VEP1 normal
 Tidak ada kunjungan ke igd
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi
merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan
untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
a. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri
atas pengontrol dan pelega.
1. Pengontrol (Controllers)\
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
a. Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan
steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.
Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Tabel 10. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi
Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat
Beklometason
dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug
Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug
Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason
dipropionat 100-400 ug 400-800 ug >800 ug
Budesonid 100-200 ug 200-400 ug >400 ug
Flunisolid 500-750 ug 1000-1250 ug >1250 ug
Flutikason 100-200 ug 200-500 ug >500 ug

Triamsinolon asetonid 400-800 ug 800-1200 ug >1200 ug


b.Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/
efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka
panjang.
c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.
Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau
tidak
d. . Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol,
berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan
memperbaiki faal paru.
e.Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol
yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai
efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti
pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil

Page | 27
Tabel 11. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2
Onset Durasi (Lama kerja)

Singkat Lama

Cepat Fenoterol Formoterol


Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol

Lambat Salmeterol

f. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek
antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah
diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien
sisteinil).

2. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
10
napas. Termasuk pelega adalah :
a. Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang
telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme
kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan
bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan
mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat
sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

Page | 28
b. Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan
agonis beta-2 kerja singkat.
c. Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium
bromide dan tiotropium bromide.
d. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara
subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan
kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat (bedside monitoring).
Tabel 12. Pengobatan sesuai berat asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega
bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Asma Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif
pengontrol lain
harian
Asma Tidak perlu -------- -------
Intermiten
Asma Glukokortikosteroid  Teofilin lepas lambat ------
Persisten inhalasi (200-400  Kromolin
Ringan ug BD/hari atau  Leukotriene modifiers
ekivalennya)

Asma Kombinasi inhalasi  Glukokortikosteroid inhalasi  Ditamba


Persisten glukokortikostero (400-800 ug BD atau h agonis
Sedang id ekivalennya) ditambah Teofilin beta-2
lepas lambat ,atau kerja
(400-800 ug BD/hari  Glukokortikosteroid inhalasi lama
atau ekivalennya) (400-800 ug BD atau oral, atau

dan agonis beta-2 ekivalennya) ditambah agonis  Ditamba


kerja lama beta-2 kerja lama oral, atau h teofilin
 Glukokortikosteroid inhalasi lepas
dosis tinggi (>800 ug BD atau lambat
ekivalennya) atau
 Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800 ug BD atau
ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
Asma Kombinasi inhalasi Prednisolon/ metilprednisolon oral
Persisten glukokortikostero selang sehari 10 mg
Berat id (> 800 ug BD
atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama
dan agonis beta-2 oral, ditambah teofilin lepas
kerja lama, lambat
ditambah  1 di
bawah ini:

 teofilin lepas
lambat
 leukotriene
modifiers
 glukokortikostero
id oral

30
Gambar 5.Alur menegement Asma Menurut GINA 2017

31
Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Saki

32
33
IX. Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema

X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari
5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum
dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat
penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan
usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29% akan
mengalami serangan ulangan.4
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka kematiannya 2%,
sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka
kematiannya 9%. 4

34
V. DAFTAR PUSTAKA

1. Antariksa B. Diagnosis dan penatalaksanaan asma. Departemen Pulmonologi dan Ilmu


Kedokteran respirasi FKUI-RS.2011. Persahabatan.
2. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma management and prevention. Global Initiative
for Asthma; 2011.
3. Dewan Asma Indonesia. Pedoman tatalaksana asma. Jakarta: CV, Mahkota Dirfan; 2011,
hal. 36-48.
4. Fanta CH. Drug Therapy : Asthma. N Engl J Med 2009;360:1002-14.
5. Fauci AS, Brunwald E, Kasper DL, Hauser Sl, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Elsevier, 2006. p.
499-501.
7. Mangunnegoro H, et al. Asma: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2004
8. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon. Vol. 58; 2008.
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di
Indonesia. PDPI. Jakarta, 2006
10. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan Republik Indonesia , 2009
11. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC. Jakarta:Jilid I;404-
414.
12. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and
Prevention. Canada, 2012.

13. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. 2008.
Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill.
14. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and
Prevention.
Canada, 2015.
15. Asthma Pathophysiology. http://www.alvesco.com/en/About-Asthma/Asthma-
pathophysiology

35

Anda mungkin juga menyukai