Disetujui oleh:
Dokter Pembimbing
Bismillahirahmanirahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah Laporan Kasus yang berjudul “ASMA BRONKIAL” ini dalam
rangka memenuhi tugas dalam pelaksanaan program dokter internship di wahana RSUD Cut
Nyak Dhien, Aceh Barat, Meulaboh.Terima kasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing
yaitu dr. Dewi Sartika. Penulis menyadari bahwa penyusunan Makalah Laporan Kasus ini
masih jauh dari sempurna, serta banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan Makalah
Laporan Kasus ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
DAFTAR ISI
2.7 Penatalaksanaan.......................................................................................... 10
2.8 Edukasi....................................................................................................... 10
3.3 Epidemiologi..................................................................................................12
3.4 Patofisiologi...................................................................................................13
3.5 klasifikasi.......................................................................................................16
3.8 Penatalaksanaan.............................................................................................24
3.9 Komplikasi.....................................................................................................34
3.10 Prognosis......................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................34
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan
pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi dimasyarakat adalah penyakit asma.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronissaluran napas yang ditandai dengan mengi
episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun
terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga
di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini
menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah
dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.
Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman
yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma(GINA).1
Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari limabelas tahun,
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban globaluntuk penyakit ini semakin meningkat.
Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidak
hadiran di sekolah,peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan
kematian.2
- Pasien terakhir kali mengeluhkan sesak yaitu satu bulan yang lalu, dalam
satu bulan pasien bisa mengalami sesak sebanyak 2 kali.
- bila sesak timbul pasien hanya minum obat dari pkm, salbutamol 2x2 mg.
- Keluhan lain seperti deman, keringat malam hari, penurunan berat badan
dan mual muntah, kaki bengkak, nyeri dada disangkal pasien. BAB dan
BAK dirasakan biasa, tidak ada keluhan lainnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat alergi debu
- Riwayat asma sejak ± 2 tahun yang lalu.Sesak napas seperti saat ini
pertama kali dirasakan sejak 2 tahun yang lalu, dan pasien sempat di rawat
di rumah sakit. Setelah itu pasien hanya mengkonsumsi obat yang
didapatkan di puskesmas
- Hipertensi (-), Diabetes melitus (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
- Asma Bronkial (+) ibu pasien mengeluhkan hal yang sama
- Hipertensi (-)
- Rhinitis alergi (+) ibu pasien
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, tidak merokok, dan tidak minum
alkohol, suami pasien juga tidak merokok, sehati hari pasien masak
dengan api bakar disangkal.
Kesan: normal
Kesan : normal
II.6 RESUME
Ny. S, 39 tahun datang ke RSCND dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 hari
SMRS memberat 1 jam smrs. Dari anamnesis didapatkan, sejak 2 tahun lalu pasien sering
mengeluhkan sesak napas dan telah didiagnosis menderita penyakit asma bronkial. Sesak
nafas mulai timbul bila pasien terpajan debu dan cuaca dingin . Sesak napas timbul. Pasien
juga mengeluhkan batuk berdahak,dahak campur buih, berwarna putih, berdarah (-). Pasien
lebih nyaman dengan posisi duduk. Bila sesak timbul pasien mengonsumsi obat dari pkm,
salbutamol 2x2mg . Terakhir pasien mengalami sesak 1 bulan, dalam sebulan tersebut sesak
timbul 2 kali.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan respirasi rate meningkat 32x per menit, tekanan
darah135/78 mmHg, nadi 110x/menit, suhu 36.6 C, Spo2 93%.Sianosis(-), mampu
mengucapkan beberapa kata dalam satu napas, otot bantu napas (+), ekspirasi memanjang,
suara nafas tambahan yaitu wheezing, dari pemeriksaan radiologi didapatkan corakan paru
normal.
II.7 DIAGNOSA
Asma Bronkial
Farmakologi :
O2 4 L/menit
Nebul Ventolin 1 rsp / exstra
Nebul ventolin 1 rsp + flixotide 1 rsp /exstra
Selanjutnya nebul ventolin 1 rsp /6 jam
Nebul flixotid 1 rsp /8 jam
IVFD RL 20gtt/i
Injeksi ranitidin 1 A/ 12 jam
Salbutamol 2x2mg
Ceterizin 1 x 10mg
Ambroxol syr 3xC1
III.ANALISA KASUS
Diagnosis pada kasus ini yaitu Asma Bronkial dikaranakan terdapat ciri-ciri klinis
yang dominan adalah riwayat episode sesak disertai batuk dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya whezing pada kedua lapangan paru, serta keterbatasan arus udara pada
ekspirasi yang merupakan tanda dan gejala dari serangan asma. Asma bronkial dicirikan
sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada sesak dan adanya wheezing episodik.
Gejala asma dapat terjadi secara spontan ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda
antar pasien. Frekuensi asma mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus
bronkomotor dan reaktifitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi,
meningkatkan gejala bronkokontriksi.Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh
sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan Pada kasus ini keluhan sesak napas pada
pasien dipicu oleh adanya pejanan debu.1
Pada kasus ini, seragan asma dapat diklasifikasikan menjadi derajat sedang karna
pada pemeriksaan didapatkan pasien lebih nyaman dalam posisi duduk, sebulan tersebut
sesak timbul 2 kali, respirasi rate meningkat 32x per menit, tekanan darah135/78 mmHg, nadi
110x/menit, suhu 36.6 C, Spo2 93%.tidak ditemukan adanya sianosis,mampu megucapkan
beberapa kata dalam satu napas adanya otot bantu napas, ekspirasi memanjang, serta
terdengar wheezing yang nyaring. Hal ini sesuai dengan klasifikasi derajat serangan asma
menurut pedoaman diagnostic & penatalaksaan asma Indonesia2003 dan GINA.2
Tabel1. Klasifikasi berat serangan asma menurut pedoaman diagnostic & penatalaksaan asma
Indonesia 2003
\
Menurut GINA 2009 kriteria derajat asma terkontrol sebagian dapat ditegakan bila
munculnya minimal salah satu dari gejala ini yaitu gejala harian/siang timbul lebih
dari 2kali seminggu, adanya gangguan aktivitas, adanya gejala malam/ tidur, penggunaan
obat pelega lebih dari 2kali seminggu, fungsi paru <80% atau nilai terbaik. Sesak napas
dirasakan oleh pasien dalam kasus ini dalam sebulan terakhir sebanyak 3x serangan, sesak
dirasakan pula saat malam,mengganggu aktivitas dan tidur pasien. Hal ini sesuai dengan
kriteria klasifikasi derajat asma terkontrol sebagian.
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut GINA tahun 2012 berdasarkan kontrol asma
Kriteria Penilaian Terkontrol Terkontrol sebagian Tidak
(semua penilaian) (minimal salah terkontrol
satu)
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi
oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan napas dengan
pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan antikolinergik) dan mengurangi
inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid
sistemik yang lebih awal akan tetapi pengobatan asma tersebut harus disesuaikan dengan
derajat serangan asma pada kasus ini derajat serangan asma tergolong sedang sehingga
diberikan
O2 3 L/menit, Nebulizer carbiven/ 8 jam,IVFD D5 drip aminofilin 2 ampul 10 gtt/menit,
Injeksi metilprednisolon 2x125mg, Salbutamol 4x2mg, pemeberian terapi ini mengacu pada
pedoaman diagnostic & penatalaksaan asma Indonesia 2003
Tabel 4. Rencana pengobatan serangan asma berdasarkan berat
serangan dan tempat pengobatan
IV.3 Patofisiolog
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu individu
dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi udara, infeksi
saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi emosi yang
berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks gastroesofageal dan
kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya histamin,
prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos. Keterbatasan aliran udara
yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena saluran pernafasan pada pasien
asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-macam jenis serangan. Akibatnya
keterbatasan aliran udara timbul oleh karena adanya pembengkakan dinding saluran nafas
dengan atau tanpa kontraksi otot polos. Peningkatan permeabilitas dan kebocoran
mikrovaskular berperan terhadap penebalan dan pembengkakan pada sisi luar otot polos
saluran pernafasan.1,6
IV.4 KLASIFIKASI
Pada konsensus GINA sebelumnya, derajat beratnya asma dibedakan menjadi
beberapa kelompok dan berkaitan dengan gejala, keterbatasan aliran napas serta fungsi paru,
yaitu Intermiten,Persisten ringan, Persisten sedang dan persisten berat. Namun perlu
diketahui bahwa derajat asma tidak hanya berkaitan dengan keparahan penyakitnya, tetapi
juga dengan respons terhadap terapi. Kelemahan klasifikasi asma sebelumnya berdasarkan
derajat beratnya asma adalah ketidakmampuan dalam memprediksi jenis terapi yang
dibutuhkan dan menilai respons terhadap terapi itu sendiri. Atas dasar inilah penilaian derajat
control asma dikembangkan sehingga diharapkan menjadi lebih relevan dan bermanfaat
untuk memonitor penyakit sekaligus menjadi pedoman terapi. Penilaian ini akan sangat
bermanfaat jika dilakukan pada saat pertama kali terdiagnosis asma dan secara periodik/
berkala selama terapi dijalankan, misalnya satu bulan sekali. Instrumen untuk menilai derajat
kontrol asma cukup sederhana, dan memiliki beberapa parameter yang dapat dinilai baik oleh
pasien sendiri ataupun dokter ( seperti tercantum dalam konsensus GINA2009).
Tabel.5 derajat Kontrol Asma berdasarkan GINA 2009
Berdasarkan konsensus ini, derajat beratnya asma dikelompokan berdasarkan
intensitas kebutuhan akan terapi sehingga asma menjadi terkontrol penuh. Instrument lain
yang lebih sederhana namun memiliki validitas tidak jauh berbeda adalah kuesionerAsthma
Control Test (ACT). parameter yang dinilaiadalah gangguan aktivitas harian akibiat
asma;frekwensi gejala asma; gejala malam;penggunaan obat pelega dan persepsi terhadap
kontrol asma.
Tabel.6. kuesionerAsthma Control Test (ACT).
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas
penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat dinilai dengan peningkatan
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak
20%atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.13
Gambar4.Pemeriksaan Spirometri
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala
asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas
saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu
Uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik
seperti metakolin dan histamin.10, 11
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan
gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya
tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
Tabel.8 Kriteria diagnostik Asma pada dewasa , remaja dan anak usia 6-11thn
Menurut GINA 2016
Diagram 1.alur diagosik menurut GINA 2016
Tabel.9 diagnosa banding asma pada dewasa, remaja dan anak 6-11 tahun
IV.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma
terkontrol.Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
Kriteria asma terkontrol penuh menurut GINA 2012, antara lain:
Tidak ada gejala harian
Tidak ada serangan asma malam (nokturnal)
Tidak ada keterbatasan fisik
Tidak menggunakan obat pelega (reliever)
APE atau VEP1 normal
Tidak ada kunjungan ke igd
Penatalaksanan asma bronkial terdiri dari pengobatan non medikamentosa dan
pengobatan medikamentosa :
1. Pengobatan non medikamentosa 9,10
- Penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pengendalian emosi
- Pemakaian oksigen
2. Pengobatan medikamentosa 1,9,10
Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi dua golongan yaitu antiinflamasi
merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan
dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan
untuk mencegah eksaserbasi/serangan dikenal dengan pelega.
a. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri
atas pengontrol dan pelega.
1. Pengontrol (Controllers)\
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :
a. Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan
steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup.
Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Tabel 10. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi
Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason
dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug
Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug
Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason
dipropionat 100-400 ug 400-800 ug >800 ug
Budesonid 100-200 ug 200-400 ug >400 ug
Flunisolid 500-750 ug 1000-1250 ug >1250 ug
Flutikason 100-200 ug 200-500 ug >500 ug
Page | 27
Tabel 11. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2
Onset Durasi (Lama kerja)
Singkat Lama
Lambat Salmeterol
f. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek
antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah
diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien
sisteinil).
2. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau
menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada
dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan
10
napas. Termasuk pelega adalah :
a. Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang
telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme
kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan
bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan
mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat
sebagai praterapi pada exercise-induced asthma
Page | 28
b. Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan
agonis beta-2 kerja singkat.
c. Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium
bromide dan tiotropium bromide.
d. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara
subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan
kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan
pengawasan ketat (bedside monitoring).
Tabel 12. Pengobatan sesuai berat asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega
bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Asma Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif
pengontrol lain
harian
Asma Tidak perlu -------- -------
Intermiten
Asma Glukokortikosteroid Teofilin lepas lambat ------
Persisten inhalasi (200-400 Kromolin
Ringan ug BD/hari atau Leukotriene modifiers
ekivalennya)
teofilin lepas
lambat
leukotriene
modifiers
glukokortikostero
id oral
30
Gambar 5.Alur menegement Asma Menurut GINA 2017
31
Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Saki
32
33
IX. Komplikasi 9,15
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari
5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum
dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat
penderita asma pria. Juga suatu kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan
usia lebih tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29% akan
mengalami serangan ulangan.4
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka kematiannya 2%,
sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka
kematiannya 9%. 4
34
V. DAFTAR PUSTAKA
13. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. 2008.
Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill.
14. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and
Prevention.
Canada, 2015.
15. Asthma Pathophysiology. http://www.alvesco.com/en/About-Asthma/Asthma-
pathophysiology
35