Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus dan Telaah Jurnal Diagnostik

DERMATITIS ATOPIK

Oleh:

Difa Fataya 1807101030094


Hiya Ulfi Munira 1807101030021

Pembimbing:
Sulamsih Sri Budini

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Shalawat
beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, serta kepada sahabat dan keluarga
beliau.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Sulamsih Sri Budini,
Sp. KK, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
dalam penyusunan laporan kasus yang berjudul “Dermatitis Atopik”, serta para
dokter di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang telah memberikan
arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus ini.
Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus.
Keterbatasan waktu dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan
beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan
terhadap laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, Februari 2020

Tim Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
LAPORAN KASUS ....................................................................................... 3
Identitas Pasien..................................................................................... 3
Anamnesis ......................................................................................... 3
Riwayat Penyakit Sekarang ................................................................. 3
Riwayat Penyakit Dahulu .................................................................... 4
Riwayat Penyakit Keluarga .................................................................. 4
Riwayat Pemakaian Obat ..................................................................... 4
Riwayat Alergi ..................................................................................... 4
Riwayat Sosio ekonomi ....................................................................... 4
Pemeriksaan Vital Sign ........................................................................ 4
Pemeriksaan Fisik Kulit ....................................................................... 5
Diagnosis Banding .............................................................................. 6
Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 7
Resume….... ......................................................................................... 7
Diagnosis Klinis ................................................................................... 7
Tatalaksana ......................................................................................... 7
Edukasi ….......................................................................................... 8
Prognosis ......................................................................................... 9
ANALISA KASUS ......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel. 1.Tabel Diagnosis Dermatitis Atopi...................................................... 12

PENDAHULUAN

Dematitis atopik adalah penyakit peradangan kulit yang bersifat kronis


yang ditandai dengan rasa gatal ringan sampai berat, bersifat kekambuhan dan

ii
merupakan salah satu gangguan kulit yang paling umum terjadi pada anak-anak.1,2
Dermatitis atopik ditandai dengan ruam eksim, xerosis difus, pruritus yang hebat
dan infeksi staphylococcus aureus yang berulang. Pasien dengan dermatitis atopik
biasanya memiliki riwayat atopi seperti asma, rinitis alergi, dan alergi pada
lingkungan serta makanan. Manifestasi dari dermatitis atopik cenderung bervariasi
sesuai usia. Dermatitis atopik dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok
berdasarkan lokalisasi lesi eksim pada usia yang berbeda yaitu, 1) tipe infantil (2
bulan – 2 tahun), 2) tipe kanak-kanak (2 tahun – 10 tahun), dan 3) tipe remaja dan
dewasa.3
Dermatitis atopik masih menjadi masalah kesehatan yang serius dibanyak
negara terutama di negara berkembang. Prevalensi dermatitis atopik telah
meningkat selama 30 tahun terakhir. Saat ini diperkirakan bahwa 10-20% anak-
anak dan 1-3% orang dewasa dipengaruhi oleh gangguan tersebut. Dermatitis
atopik sering dimulai pada masa bayi awal, sekitar 45% dari semua kasus dimulai
dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% selama tahun pertama dan 85% sebelum
usia 5 tahun. Sebanyak 70% anak-anak dengan dermatitis atopik akan mengalami
remisi klinis sebelum masa remaja. Sekitar 50-70% dari semua anak-anak dengan
dermatitis atopik sensitif terhadap satu atau lebih alergen, seperti alergen
makanan, tungau debu rumah atau hewan peliharaan.2,4
Berbagai faktor turut berperan pada patogenesis dermatitis atopik, antara
lain faktor genetik terkait dengan kelainan sawar kulit, kelainan imunologik, dan
faktor lingkungan. Terdapat peningkatan transepidermal water loss (TWL), kulit
kering dan peningkatan kadar serum IgE pada pasien dermatitis atopik. Kulit
kering memudahkan masuknya alergen, iritan dan keadaan patologi kulit. Sitokin
IL-2, IL-6 dan IL-8 berperan pada pruritus pasien dermatitis atopik.2
Diagnosis dermatitis atopik ditegakkan berdasarkan temuan klinis dan
riwayat pasien. Beberapa kriteria diagnosis telah diajukan oleh banyak pakar
dermatologi, salah satunya adalah kriteria William yaitu kriteria diagnosis yang
praktis dan telah terbukti memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
mendiagnosis dermatitis atopik. Dengan menggunakan kriteria ini untuk
mendiagnosis dermatitis atopik yaitu, ditandai adanya kondisi kulit yang gatal,

iii
ditambah tiga atau lebih kriteria minor yang bervariasi tergantung pada usia
pasien.4
Keberhasilan pengobatan dermatitis atopik memerlukan pendekatan
sistematis dan bertahap yang melibatkan edukasi mengenai penyakit, hidrasi kulit,
terapi farmakologis, dan identifikasi serta mengeliminasi faktor pencetus seperti
iritan, alergen, agen infeksi dan pemicu stress.1

iv
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. FZ
Usia : 2 tahun 10 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Gampong Pineung, Banda Aceh
Tanggal Pemeriksaan : 28 Februari 2020
Jaminan : JKN
Nomor CM : 1-23-32-21

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Timbul bintik-bintik merah pada tangan, kaki, dan perut.

Keluhan Tambahan
Gatal

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang anak perempuan berusia 2 tahun datang dibawa oleh orangtuanya
dengan keluhan timbul bintik-bintik kemerahan pada wajah, tangan, kaki, dan
perut yang disertai gatal-gatal. Keluhan timbul sejak 1 bulan sebelum datang ke
poliklinik kulit dan kelamin. Awalnya bintik-bintik merah timbul di wajah dan
kedua lengan serta menjalar ke bagian perut dan kedua kaki. Orangtua pasien
mengatakan awalnya hanya bintik-bintik merah saja, kemudian semakin lama
ukurannya bertambah besar seperti bercak kemerahan.

Riwayat penyakit dahulu

v
Penderita belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat asma dan bersin-bersin pada pagi hari disangkal. Tetapi ayah pasien
mengatakan, pasien alergi terhadap makanan laut, ayam potong, telur, dan debu.

Riwayat penyakit keluarga


Riwayat asma disangkal, tetapi ibu pasien mengeluhkan sering bersin-
bersin apabila terkena debu namun tidqk pernah berobat ke dokter.

Riwayat pemakaian obat


Pasien sudah pernah mendapatkan salap dan obat minum (cetirizine) saat
kunjungan yang pertama di Poliklinik RSUDZA dari dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin. Salap yang diberikan:
 Thiamphenicol 2% + Clobetasol Propionate Cream
 Thiamphenicol 2% + Desoksi Methason Oint 0,25%
 Thiamphenicol 2% + Desonide Cream

Riwayat kebiasaan sosial yang terkait


Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Ayah pasien
mengatakan, pasien sering menggaruk bagian tangan, kaki, dan perutnya pada
malam hari. Sehari-hari pasien mandi menggunakan sabun lifeboy.

Pemeriksaan Vital Sign


Vital sign
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : tidak diukur
Nadi : 110 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/menit
Suhu : 36,7 °C

PEMERIKSAAN FISIK KULIT

vi
Gambar 1. Lesi pada regio ekstremitas inferior dekstra dan sinistra

STATUS DERMATOLOGIS
Lesi pada region ekstremitas inferior dekstra dan sinistra. Tampak lesi papul
hiperpigmentasi dan plak hiperpigmentasi, ukuran dari lentikular hingga plakat,
permukaan kulit tampak adanya erosi, jumlah multiple, susunan diskret dengan
distribusi generalisata.

Gambar 2. Lesi pada regio ekstremitas superior


STATUS DERMATOLOGIS
Lesi pada region ekstremitas superior dekstra dan sinistra. Tampak lesi patch
hiperpigmentasi dan plak hiperpigmentasi, ukuran dari lentikular hingga plakat,

vii
permukaan kulit tampak adanya erosi, jumlah multiple, susunan diskret dengan
distribusi generalisata.

Gambar 3. Lesi pada regio abdomen

STATUS DERMATOLOGIS
Lesi pada region abdomen tampak lesi patch hiperpigmentasi serta batas tegas,
tepi irreguler, jumlah multiple, susunan diskret, ukuran lentikular sampai numular,
bentuk bervariasi dengan distribusi generalisata

DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Atopik
2. Dermatitis Numularis
3. Dermatitis Seboroik
4. Skabies

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
- Darah rutin
- IgE
- Atopy patch test

viii
Pada pasien, tidak dilakukan pemeriksaan tersebut.

RESUME
Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien perempuan berusia 2 tahun 10
bulan dengan keluhan timbul bintik-bintik kemerahan pada wajah, tangan, kaki
dan perut yang disertai gatal-gatal. Keluhan timbul sejak 1 bulan sebelum datang
ke poliklinik kulit dan kelamin. Penderita belum pernah mengalami keluhan
seperti ini sebelumnya. Riwayat asma dan bersin-bersin pada pagi hari disangkal.
Tetapi ayah pasien mengatakan, pasien alergi terhadap makanan laut, ayam
potong, telur dan debu. Dari hasil pemeriksaan fisik pada regio ekstremitas
superior dekstra dan sinistra, ekstremitas inferior dekstra dan sinistra, serta regio
abdomen tampak lesi patch hiperpigmentasi, papul hiperpigmentasi serta plak
hiperpigmentasi, batas tegas, tepi irreguler, jumlah multiple, susunan diskret,
ukuran lentikular sampai plakat, permukaan kulit terdapat erosi, bentuk bervariasi
dengan distribusi generalisata.

DIAGNOSIS KLINIS
Dermatitis Atopik

TATALAKSANA
a) Farmakoterapi
- Sistemik :
 Cetirizine sirup 2x3/4 sendok teh
 Lacto B 1x1 sachet

- Topikal :
 Carbonil diamida cream (pagi dan sore)
 Thiamphenicol 2% + Clobetasol Propionate Cream dioleskan pada
tangan dan kaki (pagi dan malam)
 Thiamphenicol 2% + Desoksi Methason Oint 0,25% dioleskan
pada perut (pagi dan malam)

ix
 Thiamphenicol 2% + Desonide Cream dioleskan pada wajah
(malam)

b) Edukasi
1. Penjelasan kepada pasien, keluarga mengenai penyakit, terapi serta
prognosis. Memberikan edukasi cara merawat kulit, menghindari
penggunaan obat-obatan tanpa sepengetahuan dokter.
2. Penjelasan mencakup semua masalah yang berkaitan dengan dermatitis
atopik gejala, penyebab, faktor pencetus, prognosis, dan tatalaksana.
3. Perawatan kulit pasien dermatitis atopi: mandi menggunakan air hangat,
tidak lebih dari 10 menit, menggunakan sabun netral, pH rendah,
hipoalergenik, berpelembab. Segera setelah mandi 3 menit mengoleskan
pelembab 2-3 kali sehari atau bila masih teraba kering. Pelembab elektif
dan aman digunakan untuk terapi dermatitis atopik pada anak dan dewasa
dengan gejala ringan-sedang.
4. Jenis pelembab: mengandung humektan, emolien, dan oklusif atau generasi
baru yang mengandung antiinflamasi dan antipruritus atau yang
mengandung bahan fisiologis.
5. Menghindari faktor pencetus: berdasarkan riwayat (bahan iritan, bahan
alergen, suhu ekstrim, makanan, stress), manifestasi klinis dan hasil tes
alergi.
6. Terkait dengan terapi DA, dosis, cara pakai, lama terapi cara menaikkan
dan menurunkan potensi serta penghentian terapi.

PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
 Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

x
xi
ANALISA KASUS

Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien perempuan dengan inisial FZ


berusia 2 tahun di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh dengan keluhan utama muncul bitnik-bintik merah pada
wajah, tangan, kaki, dan perut yang disertai gatal-gatal. Keluhan timbul sejak 1
bulan sebelum datang ke poliklinik kulit dan kelamin. Awalnya bintik-bintik
merah timbul di wajah dan kedua lengan serta menjalar ke bagian perut dan kedua
kaki. Orangtua pasien mengatakan awalnya hanya bintik-bintik merah saja,
kemudian semakin lama ukurannya bertambah besar seperti bercak kemerahan.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien di diagnosis dengan
dermatitis atopik.
Pasien merupakan seorang perempuan berusia 2 tahun, di mana
berdasarkan teori dermatitis atopik adalah masalah kesehatan masyarakat utama
di seluruh dunia, dengan prevalensi pada anak-anak 10% hingga 20% di Amerika
Serikat, Eropa Utara dan Barat, Afrika, Jepang, Australia, dan negara-negara
industri lainnya. Prevalensi dermatitis atopik pada orang dewasa masih kurang
jelas, tetapi penelitian terbaru memperkirakan prevalensi antara 3% hingga 7% di
Amerika Serikat, Jerman, dan Jepang. Pada tahun 2000, di Indonesia ditemukan
23,67% kasus baru dermatitis atopik pada anak dari 611 kasus baru penyakit kulit
lainnya. Dermatitis atopik sering dimulai pada masa bayi awal sekitar 45% dari
semua kasus dimulai dalam 6 bulan pertama kehidupan, 60% selama tahun
pertama, dan 85% sebelum usia 5 tahun. Prevalensi dermatitis atopi lebih tinggi
pada perempuan, dengan rasio perempuan banding laki-laki secara keseluruhan
yaitu 1,3 banding 1,0.1,5
Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan timbul bintik-bintik merah
hampir diseluruh bagian tubuh mencangkup tangan, kaki, dan perut. Pasien
mengeluhkan bintik-bintik merah tersebut disertai dengan rasa gatal. Gejala gatal
mulai timbul ketika bitnik-bintik tersebut muncul di permukaan kulit. Munculnya
bitnik-bintik diperberat dengan memakan makanan laut, telur, dan ayam potong
yang mana menurut pengakuan ayah pasien makanan tersebut merupakan
makanan yang dapat menyebabkan alergi terhadap anaknya. Hal tersebut sejalan
dengan teori yang menyebutkan bahwa, konsumsi makanan yang merupakan

xii
alergen bagi penderita dapat meningkatkan kejadian dermatitis atopik. Dermatitis
atopik adalah penyakit kulit keturunan yang kompleks yang disebabkan oleh
interaksi antara genetik, faktor-faktor risiko imun, dan lingkungan. Variasi antar-
individu dari faktor-faktor ini menambah heterogenitas mekanisme yang
menyebabkan dermatitis atopi. Dermatitis atopik sering terjadi berkaitan dengan
asma, rinitis alergi, dan alergi makanan. Sekitar 50-70% dari semua anak-anak
dengan dermatitis atopik sensitif terhadap satu atau lebih alergen, seperti alergen
makanan, tungau debu rumah, atau hewan peliharaan.1
Pada pemeriksaan fisik pada regio ekstremitas superior dekstra dan
sinistra, ekstremitas inferior dekstra dan sinistra, serta regio abdomen tampak lesi
patch hiperpigmentasi, papul hiperpigmentasi serta plak hiperpigmentasi, batas
tegas, tepi irreguler, jumlah multiple, susunan diskret, ukuran lentikular sampai
plakat, permukaan kulit terdapat erosi, bentuk bervariasi dengan distribusi
generalisata. Diagnosis dermatitis atopik dapat ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta melihat progresifitas perjalanan penyakit dan lesi yang
khas. Diagnosis dermatitis atopik dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Hanifin
Rajka bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. 6,7 Selain
itu, Kriteria United Kingdom Working Party (UKC) pada umumnya dapat
digunakan pada penelitian epidemiologi untuk diagnosis dermatitis atopik . HRC
dan UKC adalah satu-satunya kriteria diagnostik dengan beberapa studi validasi di
rumah sakit dan populasi berbasis.7
Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan bila terdapat keraguan klinis.
Peningkatan kadar IgE dalam serum juga dapat terjadi pada sekitar 15% orang
sehat, demikian pula kadar eosinophil. Uji kulit dilakukan bila ada dugaan pasien
akergik terhadap debu atau makanan tertentu, bukan untuk diagnostik.6

xiii
Berdasarkan kriteria Hanifin Rajka pasien memenuhi kriteria tersebut.
Pada pasien didapatkan 3 kriteria mayor dan 6 kriteria minor yaitu kulit kering,
usia awitan dini, kecenderungan mendapat infeksi pada tangan dan kaki, gatal
bila berkeringat, intoleransi makanan, dan perjalanan penyakit dipengaruhi
lingkungan/emosi.
Penyakit dermatitis atopik dipengaruhi oleh faktor genetik (intrinsik) dan
lingkungan (ekstrinsik) yang mampu mengatur ekspresi genetik pada tingkat
tertentu. Adanya faktor genetik dapat diketahui dengan cara anamnesis yang
baik, tetapi pada beberapa penelitian ternyata 15-30% kasus tidak memiliki
riwayat genetik. 8 Faktor lingkungan bertindak sebagai faktor pencetus
predisposisi genetik tersebut. Faktor lingkungan meliputi keadaan sosioekonomi,
jumlah anggota keluarga, laktasi, pengenalan makanan yang mengandung
alergen fase dini, polusi lingkungan, dan pajanan pada udara dingin dan
ketegangan psikologis. 8

xiv
Dermatitis atopik sangat berkaitan erat dengan atopi, yaitu istilah yang
menunjukkan suatu kecenderungan individu dan atau familial untuk
tersensitisasi dan memproduksi antibodi IgE sebagai respons terhadap pajanan
alergen yang biasanya berupa protein dan menyebabkan timbulnya gejala alergik
tipikal. 1 Faktor herediter pada individu diyakini penyebab terjadinya
kecenderungan atopi pada bayi dan anak. Sejumlah penelitian membuktikan
bahwa setengah sampai dua pertiga pasien penderita dermatitis atopik
mempunyai riwayat atopi pada satu atau kedua orang tuanya, dan persentase ini
makin tinggi ketika saudaranya juga mempunyai riwayat atopi. Bila salah satu
orang tua mempunyai riwayat penyakit atopi, maka kemungkinan anaknya
menjadi atopi juga adalah 19,8%. Bila atopi mengenai kedua orang tua, maka
frekuensi kemungkinan anaknya menderita atopi menjadi 42,9%., dan 72,2%
menjadi atopi bila kedua orang tua mempunyai riwayat atopi yang sama, serta
85% menjadi atopi jika baik kedua orang tua maupun saudara kandung
mempunyai riwayat atopi. 9
Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada anak dengan status sosial
ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan status sosial ekonomi yang
lebih rendah. Hal tersebut dapat diterangkan dengan teori hipotesis higiene, yang
menerangkan bahwa semakin jarang seseorang terpajan pada infeksi, semakin
cenderung mengalami penyakit alergi. 9 Pada kelompok dengan status sosial
ekonomi yang lebih tinggi sangat jarang menderita penyakit infeksi, sebaliknya
pada kelompok dengan status sosial ekonomi yang rendah akan lebih sering
menderita penyakit infeksi. Dalam sistem imun, infeksi oleh bakteri akan
mendorong maturasi limfosit T ke arah pembentukan T helper-1 dan penekanan
T helper-2. Dominasi T helper-1 membentuk sistem imun sehingga anak tidak
menderita penyakit alergi. Sebaliknya, dominasi T helper-2 akan menyebabkan
kecenderungan penyakit alergi, termasuk dermatitis atopik. 1,9, 10
Makanan yang diberikan kepada bayi akan berdampak pada terjadinya
alergi, termasuk dermatitis atopik. Sebab, sejumlah makanan mengandung
alergen yang dapat memicu terjadinya dermatitis atopik. Menurut beberapa
peneliti, bahan makanan yang banyak menimbulkan reaksi alergi adalah bahan
makanan yang mempunyai kandungan protein tinggi, misalnya susu sapi, telur,

xv
kacang tanah, coklat, ikan laut. Karena itu, pengenalan makanan yang
mengandung alergen sebelum 4 bulan akan meningkatkan angka kejadian
dermatitis atopik sebesar 1,6 kali. Sensitisasi umumnya terjadi terhadap alergen
makanan, terutama susu sapi, telur, kacang-kacangan, dan gandum. Oleh karena
itu, salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya dermatitis atopik
adalah memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif. Banyak penelitian
memperlihatkan bahwa pemberian ASI eksklusif yang berarti penghindaran
terhadap pajanan alergen susu sapi, menurunkan angka kejadian dermatitis
atopik.11,12

Adapun diagnosis banding pada pasien ini ialah sebagai berikut : 1


Tabel 2. Diagnosis Banding
No Alasan
Diagnosis Definisi Deskripsi Lesi Gambar
No Diagnosis

xvi
1. Dermatitis Terdapat lesi Dermatitis Regio
Atopik papul atau plak, atopi adalah ektremitas
likenifikasi, inflamasi inferior plak
sedikit skuama, pada kulit hiperpigmentasi
erosi, yang dengan
hiperkeratosis menahun, permukaan
dengan dasar residif, ditutupi skuama
eritematous. umumnya halus, jumlah
Pada DA muncul pada multipel,
sering terjadi bayi, anak- susunan diskret
infeksi anak, ataupun dan distribusi
sekunder. dewasa yang regional.
mempunyai
riwayat atopi
pada dirinya
sendiri
ataupun
keluarganya
dengan gejala
pruritus dan
distribusi
yang khas.

xvii
2. Dermatitis Lesi papula Dermatitis Tampak lesi
Numular dan vesikel numularis berupa plak
dengan dasar adalah yang
eritematosa, dermatitis eritematous,
berbentuk mata yang berbatas tegas,
uang (coin), penyebabnya tepi reguler,
berbatas tegas, tidak bentuk bulat,
dapat disertai diketahui ukuran
skuama dan dengan nummular,
krusta, bentuk mata jumlah
umumnya uang(coin). multiple,
mengenai susunan diskret,
tungkai bawah. dan distribusi
regional.

3. Dermatitis Lesi macula, Dermatitis Tampak lesi


Seboroik papula, atau seboroik berupa papula
plak eritematus adalah dan plakdengan
atau peradangan dasar
kekuningan kulit kronis eritematus,
disertai skuama dengan jumlah
tipis sampai predileksi di multipel,
tebal yang area kelenjar ukuran
berminyak. seboroik yang lentikuler
Pada bayi aktif (wajah hingga plakat,
sering muncul terutama di susunan diskret,
lesi didaerah alis, distribusi
kepala yang nasolabialis, regional.
disebut cradle kepala,
cap. retroaurikular,
presternal,
dan lipatan
kulit).

xviii
4. Skabies Terowongan Skabies Tampak lesi
dengan dinding adalah berupa papula,
tipis dengan penyakit kulit vesikel, dan
bentuk yang krusta dengan
berkelok-kelok disebabkan dasar
bewarna putih oleh infeksi eritematus,
abu-abu, Sarcoptes jumlah
disertai dengan scabiei var multipel,
lesi berupa hominis dan ukuran gutata,
papula atau produknya. distribusi
vesikel yang regional.
eupsi,
ekskoriasi,
krusta, dan
apabila
terdapat infeksi
sekunder
terdapat
pustule.

Tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien ini adalah penatalaksanaan


untuk mengurangi tanda dan gejala penyakit, mencegah kekambuhan sehingga
dapat mengatasi penyakit dalam jangka waktu lama, serta mengubah perjalanan
penyakit. Secara umum, penatalaksanaan dermatitis atopik dapat dilakukan
dengan tatalaksana umum (menjaga kelembaban kulit), mengatasi radang kulit
dan pruritus, mengatasi infeksi sekunder, dan menghindari kekambuhan dengan
mengidentifikasi dan eiminasi faktor-faktor yang dapat memicu kekambuhan
seperti alergen, factor emosional, sress, dan sebagainya.1 Pasien ini mendapatkan
Cetirizine sirup 5ml 2x3/4 sendok teh, Lacto B 1x1 sachet, Carbonil diamida (pagi
dan sore), Thiamphenicol 2% + clobetasol propionate dioleskan pada tangan dan
kaki (pagi dan malam), Thiamphenicol 2% + desoksi methason oint 0,25%
dioleskan pada perut (pagi dan malam), dan Thiamphenicol 2% + desonide cream
dioleskan pada wajah (malam).
Pada pasien ini, tatalaksana yang digunakan adalah cetirizine syrup. Hal
tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa tatalaksana untuk
mengatasi pruritus dapat diberikan antihistamin H1. Walaupun banyak pilihan
yang dapat digunakan, namun sebaiknya penggunaan antihistamin topikal

xix
dihindarkan, oleh karena kemungkinan terjadinya sensitisasi. Berbagai penelitian
mengenai efektifitas antihistamin oral untuk mengatasi gatal pada dermatitis
atopik masih kontroversial, mengingat histamin hanya merupakan salah satu
mediator yang menyebabkan gatal pada dermatitis atopik.1
Carbonil diamida diberikan untuk mempertahankan kelembaban kulit dan
mencegah kekeringan kulit (xerosis), yang ikut berperan dalam timbulnya
penyakit karena mempermudah masuknya patogen, iritan, dan alergen.1
Kelembaban kulit dapat dilakukan dengan cara hidrasi, yaitu mandi untuk
individu dengan DA termasuk menghilangkan kerak, sisik, dan alergen atau iritan.
Pembersihan juga dapat membantu meminimalkan kolonisasi bakteri pada kulit.
Kebanyakan ahli merekomendasikan penggunaan air hangat, durasi 5-10 menit,
dengan sabun yang bebas aroma dan hypoallergenic dengan pH netral atau
rendah.1,13
Tatalaksana selanjutnya pada pasien ini adalah Thiamphenicol 2%.
Tatalaksana terhadap infeksi gatal yang dikuti dengan garukan sering
menimbulkan infeksi kulit pada anak dengan dermatitis atopik. Karena kulit
penderita dermatitis atopik cenderung kering dan adanya gatal yang merangsang
garukan, maka sering kulit menunjukkan adanya tanda bekas garukan (scratch
mark). Sementara di pihak lain, kulit juga dipenuhi oleh flora normal yang pada
kondisi tertentu dapat berubah jadi flora patogen. Akibat pengaruh dari kedua
faktor tersebut, maka kulit penderita dermatitis atopik sering mengalami infeksi
baik mulai dari infeksi yang ringan sampai berat bahkan dapat mengalami
eksudasi (oozing).1
Secara umum, pada kasus dermatitis atopik dengan infeksi kulit maka
penatalaksanaan adalah dengan perawatan luka lokal dan pemberian antibiotika
yang sesuai dengan hasil uji sensitivitas. Pada umumnya, sebelum dilakukan
pemberian antibiotika secara sistemik (oral), sebaiknya didahului preparat topikal
antibiotika. Antibiotika sistemik dapat dipertimbangkan untuk mengatasi
dermatitis atopik yang luas dengan infeksi sekunder. Antibiotik yang dianjurkan
adalah eritromisin, sefalosporin, kloksasiklin, dan ampisilin. Dari hasil pembiakan
dan uji kepekaan terhadap Staphylococcus aureus, 60% resisten terhadap

xx
penisilin, 20% terhadap eritromisin, 14% terhadap tetrasiklin, dan tidak ada yang
resisten terhadap sefalosporin.14
Pada pasien diberikan kortikosteroid topical berupa clobetasol propionate
0,05% dioleskan pada rangan dan kaki, desonide 0,05% dioleskan pada wajah,
dan desoxymethasone 0,25% dioleskan pada bagian perut. Penggunaan
kortikosteroid topikal pada pasien secara intermitten merupakan pengobatan
standar untuk mengatasi inflamasi akut/eksaserbasi dermatitis atopik.
Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi menengah hingga tinggi pada
anak sesuai untuk pengobatan jangka pendek pada flare DA. Untuk terapi jangka
panjang, dosis efektif terendah direkomendasikan. Unit ujung jari digunakan
untuk mengukur dosis kortikosteroid topikal selama aplikasi. Satu unit ujung jari
adalah sekitar 0,5 g dan cukup untuk menutupi permukaan seukuran dua telapak
tangan dewasa. Sebagian besar penelitian merekomendasikan aplikasi dua kali
sehari. Untuk dermatitis atopik berat, pemberian kortikosteroid oral dapat
dipertimbangkan. Penggunaan kortikosteroid topikal harus hati-hati kerena dapat
menimbulkan sejumlah efek samping. Kortikosteroid topikal yang digunakan
berulang dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan efek samping
lokal (atropi, hipertrikosis, hipopigmentasi, telangiekstasis, dan sebagainya),
maupun efek sistemik yang berupa supresi aksis hipotalamuspituitari-adrenal
(HPA), gangguan pertumbuhan, dan sindrom Cushing.13
Pemberian Lacto B merupakan salah satu tindakan pencegahan yangmana
Lacto B merupakan golongan pobiotik. Probiotik adlah mikroorganisme yang
memberikan efek menguntunkan berupa anti alegenik pada epitel saluran cerna
bayi dengan meningkatkan respon imn Th1 terhadap alergen.

Edukasi yang dapat diberikan pada pasien adalah Penjelasan kepada


pasien, keluarga mengenai penyakit, terapi serta prognosis.15
1. Memberikan edukasi cara merawat kulit, menghindari penggunaan obat-
obatan tanpa sepengetahuan dokter.
2. Penjelasan mencakup semua masalah yang berkaitan dengan dermatitis
atopik; gejala, penyebab, faktor pencetus, prognosis dan tatalaksana.

xxi
3. Perawatan kulit pasien dermatitis atopi: mandi menggunakan air hangat,
tidak lebih dari 10 menit, menggunakan sabun netral, pH rendah,
hipoalergenik, berpelembab. Segera setelah mandi 3 menit mengoleskan
pelembab 2-3 kali sehari atau bila masih teraba kering. Pelembab elektif
dan aman digunakan untuk terapi dermatitis atopikpada anak dan dewasa
dengan gejala ringan-sedang.
4. Jenis pelembab: mengandung humektan, emolien dan oklusif atau generasi
baru yang mengandung antiinflamasi dan antipruritus atau yang
mengandung bahan fisiologis.
5. Menghindari faktor pencetus: berdasarkan riwayat (bahan iritan, bahan
alergen, suhu ekstrim, makanan, stress), manifestasi klinis dan hasil tes
alergi.
6. Terkait dengan terapi DA, dosis, cara pakai, lama terapi cara menaikkan
dan menurunkan potensi serta penghentian terapi.

Prognosis pada pasien ini umumnya baik. Faktor yang berhubungan


dengan prognosis kurang baik adalah dermatitis atopi yang luas pada anak,
menderita rhinitis alergi dan asma bronkial, riwayat DA pada orang tua atau
saudaranya, onset DA pada usia muda, anak tunggal, dan kadar serum IgE yang
sangat tinggi.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Eric L. Simpson, Donald Y.M. Leung LFE and MB. Atopic Dermatitis. In:
Fitzpatrick’s Dermatology. 9th ed. New York: McGraw-Hill Education;
2019.
2. Kapur S, Watson W, Carr S. Atopic dermatitis. Allergy, Asthma Clin
Immunol. 2018;14(s2):1-10. doi:10.1186/s13223-018-0281-6
3. Williamson S, Merritt J, De Benedetto A. Atopic dermatitis in the elderly: a
review of clinical and pathophysiological hallmarks. Br J Dermatol.

xxii
2020;182(1):47-54. doi:10.1111/bjd.17896
4. Thomsen SF. Atopic Dermatitis: Natural History, Diagnosis, and
Treatment. ISRN Allergy. 2014;2014:1-7. doi:10.1155/2014/354250
5. Jacoeb TNA. Manifestasi Klinis Dermatitis Atopik Pada Anak. Dalam:
Dermatitis Pada Bayi Dan Anak. (Boediardja SA, Sugito TL RR, ed.).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
6. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Keenam. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.
7. Espa S, Akan A. Allergologia et Diagnosis of atopic dermatitis in children :
comparison of the Hanifin-Rajka and the United Kingdom Working. 2019.
doi:10.1016/j.aller.2019.07.008
8. Soebaryo RW. Etiologi Dan Patogenesis Dermatitis Atopik. Dalam:
Dermatitis Pada Bayi Dan Anak. (Boediardja SA, Sugito TL RR, ed.).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.; 2010.
9. Kunz B RJ. Clinical Features of Atopic Dermatitis. In: Harper J, Oranya
A, Prose N, Ed. Textbook of Pediatric Permatology. London: Blackwell
Science Ltd; 2010.
10. Paller AS, Spergel JM, Mina-Osorio P, Irvine AD. The atopic march and
atopic multimorbidity: Many trajectories, many pathways. J Allergy Clin
Immunol. 2019;143(1):46-55. doi:10.1016/j.jaci.2018.11.006
11. Horn KL, Leung TF CG. Pattern of food and aeroalergen sensitization in
chilhood eczema. Acta Paediatr. 2012;97;1734-7.
12. Tham EH, Leung DYM. Mechanisms by which atopic dermatitis
predisposes to food allergy and the atopic March. Allergy, Asthma Immunol
Res. 2019;11(1):4-15. doi:10.4168/aair.2019.11.1.4
13. Glines KR, Stiff KM, Freeze M, et al. Expert Opinion on Pharmacotherapy
An update on the topical and oral therapy options for treating pediatric
atopic dermatitis. Expert Opin Pharmacother. 2019;00(00):1-9.
doi:10.1080/14656566.2018.1561868
14. Santosa H. Dermatitis Atopik. Dalam: Buku Ajar Alergi Imunologi Anak.
Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010.
15. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Da Kelamin. Jakarta:
PERDOSKI; 2017.

xxiii
RESUME JURNAL

Diagnosis of atopic dermatitis in children : comparison of


the Hanifin-Rajka and the United Kingdom Working
Party criteria
A. Akan, E. Dibek-Mısırlıo˘glu, E. Civelek, E. Vezir, C.N. Kocabas

ABSTRAK
Latar Belakang/Tujuan : Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit kronis paling umum
pada masa kanak-kanak. Sampai saat ini tidak ada tes pasti untuk mendiagnosis DA. Kriteria
Hanifin-Rajka (HRC) dan kriteria United Kingdom Working Party (UKC) adalah yang paling
banyak digunakan dalam literatur. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi efikasi klinis HRC
dan UKC pada usia anak.
Metode: Anak-anak yang didiagnosis DA di klinik alergi imunologi anak masuk kedalam
daftar. Penderita kulit selain DA dilibatkan sebagai kontrol. Semua peserta dievaluasi untuk
HRC dan UKC pada saat diagnosis. Diagnosis klinis oleh ahli alergi anak ditentukan sebagai
gold standar.
Hasil: 200 anak dengan DA dan 90 kontrol terdaftar dalam penelitian ini. Median
(interkuartil rentang, IQR) usia pasien DA adalah 13,5 (7-36) bulan. Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam usia dan jenis kelamin antara kelompok (p = 0,11 dan p = 0,34,
masing-masing). HRC lebih unggul daripada UKC untuk sensitivitas, nilai prediksi negatif,
kappa dan tingkat akurasi (94% vs 72%, 84% vs 60%, masing-masing 0,68 vs 0,56 dan 87 vs
78). Di sisi lain, spesifisitas dan nilai prediktif positif UKC lebih baik daripada HRC (92% vs
71% dan 95% vs 88%, masing-masing).
Kesimpulan: HRC tampaknya lebih baik dalam mendiagnosis DA daripada UKC untuk anak
kecil. Lebih lanjut studi diperlukan untuk mengevaluasi perbandingan HRC dan UKC untuk
DA di masa kanak-kanak menghasilkan konsensus internasional untuk uji klinis.
Keywords : Dermatitis atopik, anak-anak, Diagnosis, Hanifin Rajka kriteria, United
Kingdom Working Party kriteria.

PENDAHULUAN
HRC dan UKC adalah satu-satunya kriteria diagnostik dengan beberapa studi validasi
di rumah sakit dan studi epidemiologi. Namun, studi kemanjuran pada anak-anak

1
menghasilkan variasi besar dalam sensitivitas (10-100%) dan spesifisitas (899-99%) pada
usia dan kelompok etnis yang berbeda. Sampai saat ini, HRC dan UKC adalah kriteria yang
paling divalidasi dan digunakan. Dalam penelitian ini, kami bertujuan untuk membandingkan
efikasi diagnostik HRC dan UKC di klinik rawat jalan untuk anak-anak dengan DA.

METODE

Pasien
Anak-anak yang didiagnosis dengan DA untuk pertama kalinya di klinik alergi anak di rumah
sakit perawatan tersier dari Januari 2013 hingga Juli 2015 terdaftar secara berturut-turut
dalam penelitian ini sebagai kelompok pasien. Anak-anak yang dirujuk ke klinik dermatologi
rumah sakit kami dengan masalah kulit selain DA dimasukkan sebagai kelompok kontrol.
Penelitian ini disetujui oleh Institutional Ethical Review Board. Informed consent diterima
dari para peserta dan pengasuh mereka.

Evaluasi Klinis

Semua peserta dievaluasi oleh spesialis alergi anak yang sama sebelum perawatan. HRC dan
UKC dibandingkan dengan diagnosis dermatologis akhir yang diberikan kepada pasien oleh
ahli alergi anak (AA, EC). Diagnosis akhir diputuskan oleh konsensus para penulis alergi
anak-anak (AA, EC, EDM, EV, CNK) dan diterima sebagai metode referensi untuk penelitian
ini. Penyakit dermatologis pada kelompok kontrol mirip dengan yang ada dalam literatur
seperti veruka, impetigo, dermatitis seboroik, pityriasis versikolor, dan infeksi kulit jamur
kronis. Riwayat medis dan keluarga diperoleh dari pengasuh. Riwayat keluarga atopi
didefinisikan sebagai memiliki setidaknya satu orang tua dengan asma dan / atau rinitis alergi
yang didiagnosis oleh dokter.

Evaluasi Kriteria Diagnosis

Pasien DA dan kontrol diselidiki dengan HRC dan UKC. HRC didasarkan pada keberadaan
tiga dari empat kriteria mayor dan setidaknya tiga dari kriteria minor. Dalam versi aslinya,
ada 23 item minor dan enam item terkait lainnya.

“Kondisi kulit gatal dalam 12 bulan sebelumnya” adalah satu-satunya item utama untuk
UKC. Selain itu, setidaknya tiga dari empat fitur minor harus dipenuhi (Tabel 3).

2
Skin prick test

Tes tusukan kulit dilakukan pada aspek volar lengan bawah atau belakang pasien. Makanan
(susu sapi, telur ayam, gandum, kacang, kedelai dan ikan) dan alergen yang dihirup umum
(tungau debu rumah, kecoa, bulu hewan, jamur dan serbuk sari rumput campuran) digunakan
sebagai alergen. Reaksi dievaluasi 15-20 menit setelah alergen diterapkan. Diameter wheal
dari tes positif setidaknya 3 mm lebih besar dari pada kontrol negatif.

Evaluasi Laboratorium

Total imunoglobulin E (tIgE) diukur untuk semua peserta dengan metode nefelometrik. Tes
SpIgE didefinisikan sebagai positif jika hasilnya di atas batas deteksi (> 0,35 kU / L).

Tingkat Keparahan Eczema

Indeks SCORAD objektif (SCORAD) digunakan untuk menentukan tingkat keparahan DA.
Ini terdiri dari skor A dan B. Skor A menilai tingkat eksim dan ditunjukkan sebagai
persentase dari total permukaan tubuh pasien adalah definisi dan penilaian item-item
intensitas. Enam item yang dipilih: eritema, edema/papula, oozing/krusta, eksoriasi,
likenifikasi, dan kekeringan. Setiap item dapat dinilai dari 0 hingga 3 (0 = tidak ada, 1 =
ringan, 2 = sedang, 3 = parah), dan dengan demikian, skor A berkisar dari 0 hingga 18. Skor
B menilai tingkat eksim dan ditunjukkan sebagai persentase dari total permukaan tubuh
pasien. Total skor akhir dihitung sebagai A / 5 + 7B / 2. Itu berkisar dari 0 hingga 100. Pasien
dengan skor total di bawah 15 diklasifikasikan sebagai ringan, 15-40 sedang, dan lebih dari
40 sebagai parah.

Analisis Statistik

Definisi diberikan sebagai jumlah dan persentase untuk variabel diskrit, sebagai mean, dan
standar deviasi atau median dan interkuartil range (IQR) untuk variabel kontinu. Uji Chi
square digunakan untuk variabel diskrit dari dua kelompok yang tidak terkait, dan uji Mann
Whitney U untuk variabel kontinu tidak terdistribusi secara normal. Signifikansi statistik
didefinisikan sebagai p <0,05. Tes Kappa digunakan untuk mengevaluasi perjanjian antara
kriteria diagnostik. Paket Statistik untuk Ilmu Sosial (SPSS) versi 18.0 (SPSS Inc., Chicago,
IL, USA) digunakan untuk analisis statistik dari data yang diperoleh. Sensitivitas, spesifisitas,
positif (PPV) dan nilai prediktif negatif (NPV) dinilai untuk kriteria HRC, UKC, dan item

3
kriteria secara individual. Diagnosis klinis ditentukan sebagai metode diagnostik rujukan.
Nilai relatif (RV) dihitung dengan mengurangi 100 dari jumlah sensitivitas dan spesifisitas.
Tingkat akurasi kriteria (benar positif + benar negatif / semua peserta) sesuai dengan
diagnosis klinis juga dinilai.

Results

Karakteristik Populasi

Kelompok DA dan kelompok kontrol masing-masing terdiri dari 200 dan 90 anak. Enam
puluh delapan persen (136/200) dari kelompok DA adalah laki-laki. Usia rata-rata (IQR)
pasien AD adalah 13,5 (7-36) bulan, berkisar antara dua bulan dan 17,3 tahun. Distribusi usia
dan jenis kelamin kelompok adalah serupa (p = 0,11 dan p = 0,34, masing-masing).
Diagnosis kontrol termasuk xeroderma, gigitan serangga, keratosis pilaris, dermatitis kontak,
urtikaria kronis, dermatitis fotosensitif, miliaria, impetigo, dermatitis seboroik, infeksi kulit
jamur kronis, verrucosis, jerawat kekanak-kanakan dan pityriasis versicolor. Seratus dua
puluh enam pasien dalam kelompok DA (63%) berusia lebih muda dari 24 bulan.

Semua peserta menjalani Skin prick test. Tujuh puluh sembilan persen pasien DA (158/200)
dan 78% dari kontrol (70/90) juga dievaluasi dengan tes IgE spesifik (Tabel 1). Median
indeks oSCORAD pasien adalah 21,2, berkisar antara empat dan 48,7. Skor keparahan adalah
serupa antara kelompok positif dan negatif untuk HRC dan UKC (p = 0,37 dan 0,23, masing-
masing). Tidak ada perbedaan antara kriteria untuk pasien dengan DA parah (oSCORAD
lebih tinggi dari 40).

4
Evaluasi Kriteria Hanifin-Rajka

Sembilan puluh empat persen (188/200) dari pasien dengan diagnosis klinis DA dan 29%
(26/90) dari kelompok kontrol memenuhi HRC. Semua item utama secara signifikan lebih
prevalen pada kelompok DA daripada pada kelompok kontrol (p <0,01). ‘‘ Dermatitis dalam
morfologi dan distribusi klasik” adalah item utama dengan sensitivitas tertinggi, RV, PPV
dan NPV (Tabel 2).

Evaluation of United-Kingdom Working Party criteria ( UKC )

Tujuh puluh dua persen (144/200) dari pasien dengan AD dan 88% (79/90) dari kelompok
kontrol memenuhi UKC. Item of ‘riwayat atopi’ dan ‘‘ mulai sebelum 2 tahun ’dalam
kelompok AD tidak dapat membedakan pasien AD dari kontrol (masing-masing p = 0,20,
0,40). ‘‘ Riwayat dermatitis lentur ’dan‘ ‘dermatitis lentur terlihat 'adalah item dengan RV
dan PPV tertinggi (Tabel 3).

5
Perbandingan dari Kriteria

Mengenai konsistensi HRC dan UKC, UKC mendefinisikan 74% pasien AD yang secara
akurat didiagnosis oleh HRC. Namun, UKC memilih 98% dari kontrol yang benar ditolak
untuk menjadi AD oleh HRC.

DISKUSI

Dalam penelitian ini, efikasi klinis dan akurasi HRC dan UKC dibandingkan dengan
diagnosis klinis. Populasi penelitian terdiri dari anak-anak dengan DA dan kontrol dengan
usia dan jenis kelamin yang sama. Akibatnya, HRC memiliki akurasi dan kompatibilitas
tertinggi dengan diagnosis klinis. Seperti dalam sebagian besar literatur tentang kriteria
diagnostik, diagnosis klinis oleh sekelompok ahli ditentukan sebagai gold standar dalam
penelitian ini. De et al. dan Shultz Larsen et al. telah menyelidiki kemanjuran HRC dengan
rencana penelitian yang sama menggunakan diagnosis klinis sebagai standar rujukan dan
populasi pasien anak-anak. Sensitivitas HRC dalam penelitian ini (94%) mirip dengan
penelitian tersebut, dimana sensitivitas masing-masing adalah 88% dan 96%. Namun,
spesifisitas studi mereka (masing-masing 94% dan 78%) lebih tinggi daripada dalam
penelitian kami (71%). Ini mungkin disebabkan oleh usia yang lebih muda dari populasi

6
penelitian kami dibandingkan dengan peserta dalam studi tersebut (4,8 dan 7 tahun, masing-
masing). Dalam studi Nagaraja et al. dan Rudzki et al. berpendapat bahwa spesifisitas dan
prevalensi item HRC mayor dan minor dapat dipengaruhi oleh usia pasien. Usia pasien kami
lebih muda daripada mereka dalam studi yang dibahas di atas. Dengan demikian, kelompok
usia yang berbeda dalam penelitian yang berbeda dapat menjadi faktor frekuensi, sensitivitas,
dan nilai spesifisitas HRC yang berbeda di antara penelitian.
UKC lebih kompatibel daripada HRC untuk menentukan kontrol daripada
mendiagnosis pasien DA. Ini dapat ditafsirkan sebagai UKC yang lebih tepat untuk studi
berbasis populasi. Ini mendukung fakta bahwa UKC dikembangkan sebagai penyempurnaan
HRC agar lebih mudah digunakan dan cocok untuk studi berbasis populasi.
Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa diagnosis klinis dengan konsensus panel ahli
alergi anak diterima sebagai metode referensi. Ini mungkin telah menyebabkan estimasi
sensitivitas dan spesifisitas yang berlebihan. Namun, tidak ada pilihan lain selain menilai
diagnosis klinis sebagai gold standar saat ini. Masalah ini sebagian dapat diselesaikan dengan
panel ahli yang mengevaluasi pasien dengan hanya satu dokter.

7
LEMBAR KERJA

TELAAH KRITIS DIAGNOSTIC

Diagnosis of atopic dermatitis in children : comparison of


the Hanifin-Rajka and the United Kingdom Working
Party criteria
A. Akan, E. Dibek-Mısırlıo˘glu, E. Civelek, E. Vezir, C.N. Kocabas

1. Apakah terdapat Pada penelitian ini digunakan diagnosis klinis


ketersamaran antara uji oleh sekelompok dokter ahli alergi anak
diagnosa yang sedang ditentukan sebagai gold standar dalam diagnosa
diteliti dengan baku emas? penyakit. HRC lebih unggul daripada UKC
untuk sensitivitas, nilai prediksi negatif, kappa
- Tidak
dan tingkat akurasi (94% vs 72%, 84% vs 60%,
masing-masing 0,68 vs 0,56 dan 87 vs 78). Di
sisi lain, spesifisitas dan nilai prediktif positif
UKC lebih baik daripada HRC (92% vs 71% dan
95% vs 88%, masing-masing).
2. Apakah sampel subyek Pada penelitian hanya disebutkan anak-anak
yang sedang diteliti yang didiagnosis dengan DA untuk pertama
meliputi spektrum penyakit kalinya dan kontrol diselidiki dengan kriteria
yang ringan sampai berat, Hanifin Rajka dan kriteria United Kingdom
penyakit yang terobati atau Working Party.
penyakit yang tidak
terobati?

- Tidak
3. Apakah lokasi penelitian Pada penelitian hanya disebutkan anak-anak
disebutkan? yang didiagnosis dengan DA untuk pertama
kalinya di klinik alergi anak di rumah sakit
- Tidak
perawatan tersier terdaftar secara berturut-turut
dalam penelitian ini sebagai kelompok pasien
dan anak-anak yang dirujuk ke klinik
dermatologi rumah sakit kami dengan masalah

8
kulit selain DA dimasukkan sebagai kelompok
kontrol tanpa menyebutkan secara khusus tempat
dan lokasinya.

4. Apakah presisi dan variasi Dalam penelitian ini, Semua peserta dievaluasi
pengamat disebutkan ? oleh spesialis alergi anak yang sama sebelum
perawatan. HRC dan UKC dibandingkan dengan
- Ya
diagnosis dermatologis akhir yang diberikan
kepada pasien oleh ahli alergi anak Kemudian,
pasien dilakukan observasi pada peserta
dilakukan dengan seluruh peserta menjalani Skin
prick test. Tujuh puluh sembilan persen pasien
DA (158/200) dan 78% dari kontrol (70/90) juga
dievaluasi dengan tes IgE spesifik.

5. Apakah istilah “normal” Istilah normal dijelaskan dengan istilah


dijelaskan ? diagnostik. Definisi diagnostik menentukan
rentang normal hasil perbandingan suatu uji
- Ya
diagnose HRC dengan UKC.

6. Apakah uji diagnosa yang Pada penelitian ini, setiap gejala dijelaskan
diteliti merupakan bagian keterkaitan patofisiologinya baik dalam kriteria
dari suatu kelompok uji Hanifin Rajka atau kriteria United Kingdom
diagnosa, apakah Working Party.
konstribusinya pada
kelompok uji diagnosa
tersebut dijelaskan?

- Ya
7. Apakah cara dan tekhnik Pada penelitian ini dijelaskan teknik Uji Chi
melakukan uji diagnosa square digunakan untuk variabel diskrit dari dua
yang sedang diteliti kelompok yang tidak terkait, dan uji Mann
dijelaskan sehingga dapat Whitney U untuk variabel kontinu tidak
direplikasi? terdistribusi secara normal. Signifikansi statistik
didefinisikan sebagai p <0,05. Tes Kappa
- Ya
digunakan untuk mengevaluasi perjanjian antara

9
kriteria diagnostik.

8. Apakah kegunaan uji Pada penelitian ini disebutkan bahwa kriteria


diagnosa yang sedang Hanifin Rajka lenih unggul digunakan
diteliti disebutkan? sebagai alat bantu diagnostik. Sedangan
United Kingdom Working Party kriteria
- Ya
lebih baik untuk studi epidemiologi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil telaah kritis jurnal didapatkan dari 8 pertanyaan yang memiliki jawaban
“Ya” adalah sebanyak 5 pertanyaan, dan “Tidak” sebanyak 3 pertanyaan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa jurnal dengan judul “Diagnosis of atopic dermatitis in children :
comparison of the Hanifin-Rajka and the United Kingdom Working Party criteria” ini
layak dibaca, dan layak untuk diadaptasikan sebagai sebuah penelitian lanjutan di RSUDZA.

10

Anda mungkin juga menyukai