Anda di halaman 1dari 22

Laboratorium Ilmu Kulit dan Kelamin Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

SELULITIS

Disusun Oleh:
Riska Putri Dewri
1710029012

Pembimbing:
dr. Vera Madonna, Sp.KK. FINSDV

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kulit dan Kelamin
FK UNMUL
Samarinda
2018
Refleksi Kasus

SELULITIS

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Kulit dan Kelamin
Riska Putri Dewri 1710029012

Menyetujui,

dr. Vera Madonna, Sp.KK. FINSDV

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tutorial
kasus dengan judul “SELULITIS”. Dalam kesempatan ini, kami ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan hingga
terselesaikannya tutorial kasus ini, diantaranya:
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Vera Madonna, Sp.KK, FINSDV selaku Kepala Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Vera Madonna, Sp,KK, FINSDV, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan saran selama penulis menjalani co.assisten di
Laboratorium Ilmu Kulit dan Kelamin
5. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan
kepada penulis.
6. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang.

Samarinda, 2018

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ 4
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 5
1. PENDAHULUAN......................................................................................... 6
2. KASUS ..................................................................................................... 7
3. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
16
3.1 Definisi..................................................................................................
16
3.2 Epidemiologi.........................................................................................
16
3.3 Etiologi..................................................................................................
16
3.4 Patofisiologi..........................................................................................
17
3.5 Klasifikasi.............................................................................................
18
3.6 Manifestasi Klinis.................................................................................
19
3.7 Diagnosis...............................................................................................
19
3.8 Penatalaksanaan....................................................................................
19
4. PEMBAHASAN...........................................................................................
37
5. PENUTUP.....................................................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
41
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau
oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus
aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus epidermidis
merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor
predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh,
dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis
yang akan dibahas pada referat ini. 1

Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis dan


subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh
getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik.(3)
2

Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai
bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti
1

tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor),


dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut (buku merah). 1
Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah
studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus
per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan
usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat
kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit
yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada
tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus (5). Data rumah sakit di Inggris melaporkan
kejadian selulitis sebanyak 69.576 kasus pada tahun 2004-2005, selulitis di
tungkai menduduki peringkat pertama dengan jumlah 58.824 kasus (3). Data
rumah sakit di Australia melaporkan insidensi selulitis sebanyak 11,5 per 10.000
populasi pada tahun 2001-2002. Di Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam
periode 5 tahun menderita erysepelas dan selulitis (a). Banyak penelitian yang
melaporkan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga
dekade kelima, dan lokasi tersering di ekstremitas bawah.
BAB 2
KASUS

2.1. Identitas Pasien


 Nama :
 Umur :
 Alamat :
 Pendidikan :
 Pekerjaan :
 Agama :
 Suku :

2.2 Anamnesis
 Keluhan Utama :
 Riwayat Penyakit Sekarang :
 Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat Lingkungan :
 Riwayat Psikososial :
 Riwayat Pengobatan :
2.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
 Keadaan Umum :
 Kesadaran :
 Tanda Vital :
 Kepala/Leher/Dada/Punggung/Perut :
 Pembesaran Kelenjar :

Status Lokalis
 Status Dermatologis
Lokalisasi :
Efloresensi :
 Status Venereologis
Lokalisasi :
Efloresensi :

2.4. Diagnosa Banding :


2.5. Diagnosa Kerja :
2.6. Pemeriksaan Penunjang :
2.7. Penatalaksanaan :
2.8. Prognosis
 Ad Vitam :
 Ad Sanationam :
 Ad Fungtional :
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Infeksi ini biasanya
1

didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta


hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat
disebabkan oleh Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat,
sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan
septikemia. Terdapat tanda-tanda peradangan lokal pada lokasi infeksi seperti
3

eritema, teraba hangat, dan nyeri serta terjadi limfangitis dan sering bergejala
sistemik seperti demam dan peningkatan hitungan sel darah putih. Selulitis yang
4

mengalami supurasi disebut flegmon, sedangkan bentuk selulitis superfisial yang


mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus
grup A disebut erisepelas. Tidak ada perbedaan yang bersifat absolut antara
selulitis dan erisepelas yang disebabkan oleh Streptokokus. 1

Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan antibiotik.


Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh tubuh jika terlambat
dalam memberikan pengobatan. 5
Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and Soft-
Tissue Infection (B)

3.2. Etiologi
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus
aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis
pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta
hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus
group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa
6

imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan


Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus
biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan
gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur
eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier
kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah (buku
kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia.
Tabel 1: Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)
Gambar 2: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of
Predisposition to the Condition (6)

3.3. Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun
dan usia dekade keempat dan kelima (2). Insidensi pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis
ekstremitas masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko
selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis
kelamin (C).

3.4. Faktor Predisposisi


Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes
melitus, malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis
umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain,
namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada
pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik (7).

3.5. Gejala Klinis


Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau
ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul
bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif
dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren) (6).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil,
dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor
(eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak
merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak
meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau
jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan
limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan
leukositosis. (buku kuning)

Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,
sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan
mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat
gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala
akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat
yang sama dapat terjadi elefantiasis. (buku merah)

Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat
seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di
lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut
(jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis
bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis
rekurens. (buku kuning)
3.6. Patogenesis
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang
yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat (D).
Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringan-
jaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida,
fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel
(2).

Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A,


stapilokokus aureus)

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas ke jaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

Eritema lokal pada kulit Edema kemerahan

Lesi Nyeri tekan

Kerusakan integritas kulit Gangguan rasa nyaman dan


nyeri

Gambar .Skema patogenesis

3.7. Diagnosis Banding


Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant urticaria,
insect bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum, eritema
migran (Lyme borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout, Wells
syndrome (selulitis eosinofilik), Familial Mediterranean fever-associated
cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma gangrenosum, sweet
syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis), Kawasaki disease, carcinoma
erysipeloides.

3.8. Diagnosis
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak
meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai
limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi
septikemia.(7)
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan
sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan
septikemia.(6) Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau
merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang
disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi selulitis
terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri.(7)

Gejala dan tanda Selulitis


Gejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan
genitalia
Makula eritematous : Eritema cerah
Tepi : Batas tidak tegas
Penonjolan : Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema : Edema
Hangat : Tidak terlalu hangat
Fluktuasi : Fluktuasi
Tabel 1. Gejala dan tanda selulitis (6)

Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada


sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah
lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia
juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein
(CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan
rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur
darah tidak terlalu penting dan efektif.

3.9. Pengobatan
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000
IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500
mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H. Influenza diberikan
Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg),
>12 tahun seperti dosis dewasa.
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus aureus
penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi
terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa: 250-500
gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10 hari. Dapat
juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-anak 16-20
mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin dan klindamisin,
juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral selama 7-10 hari. (6)

3.10. Komplikasi
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada
selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis
pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta
hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus
cavernpsum yang septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit
intrakranial berupa meningitis.(6)
BAB 4
PEMBAHASAN
BAB 5
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah
superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun
pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan,
genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis
selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema,
infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor
predisposisi dan komplikasi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2017

Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New


York: McGrawHill: 2008

Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas


Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of
America.

Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff,
UK. 1708

Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis:


a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94

Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically


dermatology. New York: McGrawHill. 2008

Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of


Physicians.

Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang,


Indonesia, hal: 146-149

Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-12

McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF,


et al. 2007. Incidence of lower
extremity cellulitis: a population based stud in Olmsted county,
Minnesota. 82(7):817-21

Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew’s Disieases of the Skin, Clinical
Dermatology 8th. Philadelphia, London, Toronto: WB saunders Co,
1990- 27778

Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrison’s Principles of Internal


Medicine, Internasional edition. Mcgraw Hill Book Co, Singapore

Anda mungkin juga menyukai