Anda di halaman 1dari 44

REFARAT

TORCH PADA KEHAMILAN


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya
SMF Obstetri dan Gynekologi Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh :
Achmad Istiyono
20140811014002

Pembimbing :
dr. Jefferson Munthe, Sp.OG (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
SMF OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
JAYAPURA
2022

I
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan dipresentasikan dihadapan pembimbing, refarat yang berjudul


”TORCH PADA KEHAMILAN” sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas
Akhir Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) pada SMF Obstetri dan Ginekologi di
Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura, pada:
Hari/Tanggal :
Tempat :

Mengesahkan,

dr. Jefferson Munthe, Sp.OG (K)

II
LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI REFARAT

Nama : Achmad Istiyono Moderator :


Nim : 2014081104002
Semester : Penilai : dr. Jefferson Munthe, Sp.OG (K)

Presentasi ke :

Tgl Presentasi :
Tanda tangan

JUDUL : TORCH PADA KEHAMILAN

No Variabel Yang Dinilai Nilai dalam SKS


1 Ketepatan penentuan masalah dan judul, data kepustakaan, diskusi.

2 Kelengkapan data:
 Kunjungan Rumah
 Kepustakaan
3 Analisa data:
 Logika kejadian
 Hubungan kejadian dengan teori
4 Penyampaian data:
 Cara penulisan
 Cara berbicara dan audiovisual

III
5 Cara diskusi:
Aktif/mampu menjawab pertanyaan secara logis
6 Kesimpulan dan saran (harus berkaitan dengan diskusi)

7 Daftar Pustaka
8 Total Angka

9 Rata-rata

Catatan untuk perbaikan dilihat dari segi :


 Pengetahuan :
 Keterampilan:
 Sikap :

IV
DAFTAR ISI

JUDUL.........................................................................................................I
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... II
LEMBAR PENILAIAN PRESENTASI REFRAT....................................III
DAFTAR ISI...............................................................................................V
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................3
2.1 TOKSOPLASMA ......................................................................3
2.1.1 Definisi................................................................................3
2.1.2 Siklus hdup .........................................................................4
2.1.3 Gejala klinis ........................................................................6
2.1.4 Diagnosis ............................................................................7
2.1.5 Penatalaksana.....................................................................10
2.1.6 Pencegahan.........................................................................11
2.2 RUBELLA..................................................................................... 12
2.2.1 Definisi ..............................................................................12
2.2.2 Patogenasis ........................................................................12
2.2.3 Gejala klinis........................................................................13
2.2.4 Diagnosa ............................................................................15
2.2.5 Penatalaksana ....................................................................15
2.3 CHYTOMEGALO VIRUS ...........................................................17
2.3.1 Definisi ..............................................................................17
2.3.2 Patogenesis ........................................................................17
2.3.3 Gejala klinis........................................................................18
2.3.4 Diagnosis............................................................................19
2.3.5 Penatalaksana.....................................................................21
2.4 HERPES SIMPLEX.......................................................................22

V
2.4.1 Definisi...............................................................................22
2.4.2 Penyebab............................................................................23
2.4.3 Gejala klinis........................................................................25
2.4.4 Diagnosis ...........................................................................27
2.4.5 Penatalaksana ....................................................................28
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................30
3.1 Pembahasan....................................................................................30
BAB IV PENUTUP....................................................................................30
4.1 kesimpuan ......................................................................................33
4.2 Saran ..............................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................34

VI
BAB I
PENDAHULUAN

TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan


oleh (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV), dan Herpes simplex virus
II. Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan
(fertilitas) baik pada wanita maupun pria sehingga menyebabkan sulit terjadinya
kehamilan.
Toxoplasma sendiri disebabkan oleh parasit yang bernama Toxoplasma
gondii , biasanya penyakit ini terjadi tanpa gejala yang spesifik. Toxoplasma gondii
dapat mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan mata, cacat otak,
abortus, atau bahkan mati saat dilahirkan
Infeksi Rubella / campak jerman, infeksi ini di tandai dengan demam akut,
ruam pada kulit dan pembesaran pada kelenjar getah bening. Infeksi rubella sangat
berbahaya bagi ibu hamil karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya, jika
infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan (dibawah 12 minggu) maka resikonya
50% bayi lahir cacat.
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalovirus, dan virus ini temasuk
golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV
dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab
infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika hal
ini terjadi, maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga
mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pengapuran otak, ketulian,
retardasi mental, dan lain-lain.
Infeksi Herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes
Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar
melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi
yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada
kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui.

1
Pada dasarnya penyakit TORCH bukanlah penyakit yang tidak dapat
disembuhkan tetapi harus diwaspadai terutama pada ibu hamil karena akibat yang
dapat terjadi pada janin seperti cacat fisik, cacat mental atau pun abortus spontan.
Cara efektif untuk mendeteksi TORCH dengan melakukan uji laboratorium sebab
gejala yang timbul tidak spesifik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TOKSOPLASMA
1. Definisi
Toksoplasma adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh parasit
Toxoplasma gondii. Penyakit ini mempunyai gejala klinik dengan
manifestasi yang sangat bervariasi bahkan pada banyak pasien tidak
menimbulkan gejala. Pada banyak pasien termasuk bayi dan pasien dengan
sistem kekebalan tubuh yang lemah, toksoplasmosis dapat mengancam jiwa.
Pada bagian obstetri dan gynekologi, toksoplasmosis penting karena dapat
menyebabkan penyakit pada ibu yang tidak diketahui penyebabnya dan
sangat potensial menyebabkan infeksi bayi dalam kandungan yang dapat
menyebabkan keguguran, kematian bayi dalam kandungan, dan kecacatan
pada bayi.

2. Siklus Hidup
Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium kista. Fase ini dapat
terjadi dalam bermacam-macam inang. Siklus seksual secara spesifik hanya terdapat
pada kucing.

3
Fase proliferatif, yang menghasilkan tropozoit, terjadi secara intraseluler dalam
banyak jaringan saat terjadi infeksi primer. Tropozoit menjadi berkurang jumlahnya
pada saat imunitas inang terbentuk, dan infeksi dapat masuk ke dalam stadium kronis.
Apabila terjadi penurunan dan penekanan daya tahan tubuh, tropozoit dapat kembali
berproliferasi dan menjadi banyak. Fase proliferasi ini juga terjadi saat pembelahan
sel.
Kista dapat terbentuk setelah terjadi beberapa siklus proliferasi dimana terbentuk
tropozoit. Kista ini dapat terbentuk selama infeksi kronis yang berhubungan dengan
imunitas tubuh. Kista terbentuk intrasel dan kemudian terdapat secara bebas di dalam
jaringan sebagai stadium tidak aktif dan dapat menetap dalam jaringan tanpa
menimbulkan reaksi inflamasi. Pada saat ini antibodi dapat menurun meskipun masih
terdapat infeksi. Pada saat daya tahan tubuh menurun dan pada saat fase proliferasi,
kista tidak terbentuk. Kista pada binatang yang terinfeksi menjadi infeksius bila
termakan oleh karnivora dan toksoplasma masuk melalui usus.

4
Siklus seksual Toksoplasma gondii hanya terdapat pada kucing. Kucing dapat
terinfeksi saat makan kista, pseudokista, atau ookista. Kemudian tropozoit masuk ke
dalam epitel usus kucing dan membentuk schizon dan kemudian membentuk
makrogamet dan mikrogamet. Ookista kemudian terbentuk dan dikeluarkan bersama
feses kucing 3-5 hari setelah terinfeksi dan menetap didalamnya selama 1-2 minggu.
Ookista kemudian menjadi sangat infeksius saat terjadi sporulasi setelah 1-3 hari pada
suhu 22º C. Ookista dapat bertahan pada berbagai macam kondisi lingkungan dan
pada udara bebas selama 1 tahun atau lebih.

Toxoplasma gondii dapat menular ke manusia melalui beberapa rute, yaitu:


 Pada infeksi akuisita infeksi dapat terjadi bila makan daging
mentah atau kurang matang.
 Ookista yang berasal dari feses kucing 3-5 hari setelah terinfeksi dan menetap
didalamnya selama 1-2 minggu. Ookista kemudian menjadi sangat infeksius

5
saat terjadi sporulasi setelah 1-3 hari pada suhu 22º C.
 Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang
menderita toksoplasmosis laten.
 Transfusi darah lengkap juga dapat menginfeksi.

Cara penularan lain yang sangat penting adalah pada jalur maternofetal. Ibu yang
mendapat infeksi akut saat kehamilannya dapat menularkannya pada janin melalui
plasenta. Risiko terjadinya infeksi janin dalam rahim meningkat menuruit lamanya
atau umur kehamilan. Pada ibu yang mendapat infeksi sebelum terjadinya konsepsi
sangat jarang menularkannnya pada janin. Meskipun resiko infeksi meningkat sesuai
umur kehamilan, tetapi > 90% dari infeksi yang didapat saat trimester III biasanya
tidak memberikan gejala saat bayi lahir.

3. Gejala Klinis
Pada toksoplasmosis kongenital berat dapat menyebabkan kematian janin, tetapi
pada keadaan yang lain, infeksi dapat tidak memberikan gejala dan bayi dapat lahir
normal. Kelainan pada janin dengan toksoplasmosis kongenital dapat berupa
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, hidrosefali, anensefali, mikrosefali,
korioretinitis. Pada bayi dapat juga lahir tanpa gejala tetapi kemudian timbul gejala
lambat seperti korioretinitis, katarak, ikterus, mikrosefali, pneumonia, dan diare.
Komplikasi jangka panjang yang serius adalah timbulnya kejang, retardasi
mental dan gangguan penglihatan. Kebanyakan bayi yang meninggal karena infeksi
toksoplasma mengalami kerusakan yang berat pada otak.

6
7
4. Diagnosis
Pemeriksaan yang baru dan saat ini sering digunakan adalah dengan enzyme-
linnked immunosorbent assay (ELISA). Pemeriksaan yang sering digunakan adalah
dengan mengukur jumlah IgG, IgM atau keduanya. IgM dapat terdeteksi lebih kurang
1 minggu setelah infeksi akut dan menetap selama beberapa minggu atau bulan. IgG
biasanya tidak muncul sampai beberapa minggu setelah peningkatan IgM tetapi
dalam titer rendah dapat menetap sampai beberapa tahun.
Secara optimal, antibodi IgG terhadap toksoplasmosis dapat diperiksa sebelum
konsepsi, dimana adanya IgG yang spesifik untuk toksoplasma memberikan petunjuk
adanya perlindungan terhadap infeksi yang lampau. Pada wanita hamil yang belum
diketahui status serologinya, adanya titer IgG toksoplasma yang tinggi sebaiknya
diperiksa titer IgM spesifiktoksoplasma. Adanya IgM menunjukkan adanya infeksi
yang baru saja terjadi, terutama dalam keadaan titer yang tinggi. Tetapi harus diingat
bahwa IgM dapat terdeteksi selama lebih dari 4 bulan bila menggunakan fluorescent
antibody test, dan dapat lebih dari 8 bulan bila menggunakan ELISA.

8
Pola hasil intepretasi komentar Saran
pemeriksaan
IgG- IgM+ Rentan infeksi Rentan infeksi Pencegahan dan
akut akut infeksi berkala
IgG+ igM- Infeksi lama Tidak ada risiko Bila terjadi pada
infeksi trimester pertama
kongenital dan kedua
umumnya
mengindikasikan
infeksi akut sebelum
konsepsi
IgG- igM+ 1. infeksi akut 1. Beresiko Lakukan tes
2. antibody alami infeksi konfirmasi
3. positif palsu Kongenital

9
2-3. tidak ada
resiko infeksi
kongenital
IgG+ igM+ 1. infeksi akut 1. berisiko Perhatikan usia
2. positif palsu infeksi kandungan.
kongenital Lakukan
2. tidak ada tes konfirmasi.
resiko infeksi
kongenital
Dikutip dari : Montoya JG dan sensini A.

Diagnosis pranatal umumnya dilakukan pada usia kehamilan 14-27


minggu. Aktivitas diagnosis meliputi ;
1. Kordosentesis (pengambilan sampel darah janin melalui tali pusat)
ataupun amniosentesis (aspirasi cairan ketuban) dengan tuntunan
Ultrasonografi.
2. Pembiakan darah janin ataupun cairan ketuban dalam kultur sel
fibroblast, ataupun diinokulasi ke dalam ruang peritoneum dan
diikuti isolasi parasit. Pemeriksaan dengan PCR untuk mendeteksi
adanya DNA Toksoplasma gondii pada darah janin ataupun cairan
ketuban. Pemeriksaan dengan teknik ELISA pada darah janin guna
mendeteksi antibodi IgM janin spesifik (antitoksoplasma).

10
5. Penatalaksanaan
Infeksi toksoplasma pada ibu hamil dapat dicegah dengan cara menghindari
tertelannya kista atau ookista berbentuk spora dengan menjaga kebersihan diri. Perlu
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan atau setelah kontak dengan kucing/
kotoran kucing, memasak makanan sampai matang benar (>66º C) dan menggunakan
sarung tangan sewaktu berkebun. Buah-buahan dan sayur mentah harus dicuci bersih
dan makanan dilindungi supaya tidak dihinggapi lalat, kecoa, dan serangga atau
binatang lain yang mungkin dapat membawa kontaminasi dari kotoran kucing.
Pengobatan terhadap ibu hamil yang terinfeksi akut dengan tujuan mengurangi
infeksi ke janin, dosis yang dianjurkan WHO adalah :13,14,15
1. Kombinasi antara sulfa, pirimethamin, dan asam folat dengan dosis :
a. Sulfonamide/ sulfadiazin 1000 mg per hari
b. Pirimethamin (Daraprim) 25 mg per hari
c. Asam folat 10 mg/ minggu (mencegah depresi sumsum tulang)
Dosis ini diberikan selama 4 minggu dan diulang lagi dengan interval 4
minggu dengan maksimum 3 siklus pemberian sampai terjadinya persalinan. Karena

11
teratogenik maka kombinasi pirimethamin dan sulfa baru dapat digunakan setelah
kehamilan 20 minggu.
2. Pada kehamilan trimester I digunakan spiramisin, suatu antibiotika golongan
makrolid dengan dosis 3x1 gram selama 4 minggu (9 juta unit) dan diulang tiap
4 minggu.
6. Pencegahan
a. Hindari kontak dengan kucing, tanah & daging mentah
b. Cuci tangan dengan sabun setelah memegang daging mentah & sebelum
makan
c. Jangan memegang mulut & mata pd waktu mengolah daging mentah
d. Cuci sayur/lalap & buah
e. Hindari kontak dg bahan-bahan yang mungkin tercemar kotoran kucing
f. Pakai sarung tangan saat berkebun16

12
B. RUBELLA
1. Definisi
Rubella atau campak jerman adalah infeksi virus RNA dari golongan
Togavirus yang ditandai dengan ruam merah muda, demam, dan pembesaran
kelenjar limfe. Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan morbiditas dan
mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat saat
kehamilan, dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan organ dan
mengakibatkan kecacatan.2,3,4,14

2. Patogenesis
Infeksi terjadi melalui selaput lendir saluran pernafasan bagian atas. Setelah tujuh
hari timbal viremia yang berlangsung sampai timbulnya antibodi pada hari ke 12-14.

13
Pembentukan antibodi bertepatan dengan timbulnya ruam. Setelah timbulnya ruam,
virus dapat ditemukan dalam nasopharing.

14
3. Gejala Klinis
Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trimestre
I. Mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam
kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan
kecacatan atau kelainan yang lain.
Infeksi ibu pada trimester II juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada
organ. Menetapnya virus dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat
menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika
dengan hematopoesis extra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, encefalitis,
pancreatitis interstitial, dan osteomielitis.

Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :


1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu:
a. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi
sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-
satunya gejala yang timbul.
b. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD, dan stenosis katup pulmonal.
c. Gangguan mata : katarak dan glukoma. Kelainan ini jarang berdiri
sendiri
d. Retardasi mental
2. Extended-sindroma rubella kongenital. Meliputi cerebral palsy, retardasi
mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus, dan
gangguan imunologi (hipogamaglobulin).
3. Delayed-sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan
Diabetes Mellitus tipe 1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru
muncul bertahun-tahun kemudian.

15
16
4. Diagnosis
Antibodi rubella biasanya lebih dahulu muncul saat timbul ruam. Diagnosis
rubella ditegakkan bila titer meningkat 4 kali saat fase akut, dan biasanya imunitas
menetap lama. Apabila pasien diperiksa beberapa hari setelah timbul ruam, diagnosis
dapat ditegakkan dengan analisis antibodi IgM anti rubella dengan menggunakan
sistem ELISA. IgM spesifik rubella dapat terlihat 1-2 minggu setelah infeksi primer
dan menetap selama 1-3 bulan. Adanya antibodi IgM menunjukkan adanya infeksi
primer, tetapi bila negatif belum tentu tidak terinfeksi.
Diagnosis prenatal ditegakkan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin
melalui CVS(chorionic villus sampling) atau kordosintesis. Konfirmasi infeksi fetus
pada trimester I dilakukan dengan menemukan adanya antigen spesifik rubella dan
RNA pada CVS. Metode ini adalah yang terbaik untuk isolasi virus pada hasil
konsepsi.

5. Penatalaksanaan
Tidak ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat mencegah viremia pada
orang-orang yang tidak kebal dan terpapar rubella. Bila didapatkan infeksi rubella
dalam uterus, sebaiknya ibu diterangkan tentang resiko dari infeksi rubella
kongenital. Dengan adanya kemungkinan terjadi defek yang berat dari infeksi pada
trimester I, pasien dapat memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila diagnosis dibuat
secara tepat.
Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya
dengan cara pemberian vaksinasi. Pemberian vaksinasi rubella secara subkutan
dengan virus hidup rubella yang dilemahkan dapat memberi kekebalan yang lama dan
bahkan bisa seumur hidup.
Rubella dapat dicegah dengan imunisasi MMR atau MR. Vaksin rubella dapat
diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak hamil. Vaksin rubella tidak
boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah

17
pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa virus rubella hidup yang dilemahkan
dapat beresiko menyebabkan kecacatan meskipun sangat jarang.
Imunisasi MMR diajurkan untuk dilakukan dua kali, yaitu pada usia 15 bulan dan
5 tahun. Pada orang yang belum pernah mendapat imunisasi MMR, vaksin ini dapat
diberikan kapan saja.

18
C. SITOMEGALOVIRUS
1. Definisi
Sitomegalovirus merupakan virus DNA dari golongan herpesviridae seperti :
Herpes simplex virus tipe 1 dan 2, Varicella-Zoster, Eipstein Barr virus. Karakteristik
virus dari golongan ini adalah kemampuannya untuk beradaptasi di dalam tubuh
manusia sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan masa latent atau dormant.
Virus ini merupakan penyebab utama infeksi kongenital, dan diperkirakan 0,2-2,2 %
janin yang terinfeksi intrauterin dapat fatal bagi janin dan bila bertahan hidup dapat
terjadi retardasi mental, buta atau tuli.2,3,7
Virus ini menyebabkan pembengkakan sel yang karakteristik sehingga terlihat
sel membesar (sitomegali) dan tampak sebagai gambaran mata burung hantu.

2. Patogenesis
Transmisi in-utero pada CMV dapat terjadi pada infeksi primer maupun pada
infeksi rekurens. Infeksi CMV primer terjadi pada individu yang baru pertama kali
terinfeksi dan dapat berlangsung sebagai infeksi simptomatis maupun asimptomatis.
Pada sebagian kasus infeksi CMV pada ibu hamil seringkali ditemukan tanpa gejala
atau asimptomatis. Infeksi CMV kongenital 30-40% lebih sering ditemukan pada
infeksi Primer. Virus akan menetap pada jaringan hospes dalam waktu yang tidak
terbatas. Infeksi laten terjadi bila virus yang menetap masuk ke dalam sel-sel dari
berbagai jaringan.

19
Infeksi CMV dapat terjadi secara rekuren pada penyakit tertentu maupun keadaan
supresi imun yang iatrogenik. Gejala klinis yang terdapat pada bayi dengan infeksi
CMV rekuren lebih ringan dibandingkan pada infeksi primer. Keadaan tersebut
terjadi karena imunitas ibu yang dapat melemahkan infeksi terhadap janin.
Infeksi CMV dapat dipengaruhi oleh usia kehamilan. Infeksi yang terjadi pada
usia kehamilan yang lebih muda akan menimbulkan manifestasi klinis yang lebih
berat sehingga prognosis pasien semakin buruk. Pada infeksi CMV kongenital, janin
yang terinfeksi sebelumnya telah mengalami infeksi pada plasenta yang selanjutnya
menyebar secara hematogen dan menginfeksi janin.

3. Gejala klinis
Hanya pada individu dengan penurunan daya tahan dan pada masa pertumbuhan
janin sitomegalovirus menampakkan virulensinya pada manusia. Tidak seperti virus
rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap saat dalam
kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis (trimester I) atau selama
periode pertumbuhan dan perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi kelainan
yang serius.
Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus dapat menyebabkan prematur,
mikrosefali, IUGR, kalsifikasi intrakranial pada ventrikel lateral dan traktus
olfaktorius, sebagian besar terdapat korioretinitis, juga terdapat retardasi mental,
hepatosplenomegali, ikterus, purpura trombositopeni, DIC.
Infeksi pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan
karena kegagalan pertumbuhan somatik atau pembentukan psikomotor. Bayi
cenderung normal tetapi tetap beresiko terjadinya kurang pendengaran atau retardasi
psikomotor.
Mortalitas infeksi kongenital cukup tinggi yaitu sebesar 20-30 % dan dari yang
bertahan hidup 90% akan menderita komplikasi lambat seperti retardasi mental, buta,
defisit psikomotor, tuli dan lain-lain. Gejala lambat juga timbul pada 5-15% dari
mereka yang lahir asimtomatik seperti gangguan pendengaran tipe sensorik sebelum
tahun kedua.

20
4. Diagnosis
Untuk dapat menegakkan diagnosis infeksi sitomegalovirus ibu dibutuhkan
antara lain
a. peningkatan titer antibodi anti sitomegalovirus sebesar lebih dari 4 kali
(konversi serologi)
b. adanya antibodi IgM ibu, atau
c. isolasi virus
Pada bayi baru lahir, kultur CMV dapat diambil dari urine dan cairan amnion.
TORCH screen antibody assays, terutama mengukur IgG, memerlukan 2 contoh
serum untuk diagnosis yang lebih tepat, yang pertama diambil pada neonatus saat
lahir, dan yang kedua pada umur 4-6 bulan. Penurunan titer antiboodi CMV
menunjukkan bahwa antibodi dari ibu ke janin, dialirkan melalui plasenta. Titer yang
menetap atau meninggi akan membantu diagnosis infeksi kongenital, perinatal atau
paska natal.
Bila ditemukan adanya IgM pada bayi baru lahir menujukkan suatu infeksi
kongenital, sedangkan IgG pada bayi dapat terjadi karena transfer pasif melalui
plasenta ibu.

21
Pemeriksaan penunjang lainnya untuk mendiagnosis abnormalitas fetus dalam
kandungan adalah dengan pemeriksaan USG. Melalui USG, dapat diketahui adanya
kalsifikasi intrakranial, IUGR, hidrosefalus, ventrikulomegali, oligohidramnion,
plasenta besar, asites, dan peritonitis mekoneum.
Karakteristik yang penting dan perlu diperhatikan pada infeksi maternal,
neonatal dan kongenital adalah kemampuan penyebaran infeksi pada lingkungan
sekitarnya. Bayi dengan infeksi sitomegalovirus kongenital dapat mengeluarkan virus
yang infeksius dari orofaring dan traktus urinarius. Untuk itu diharapkan ibu hamil
dengan seronegatif tidak melakukan kontak dengan bayi tersebut.

Kemungkinan peningkatan transmisi kongenital hanya bila :


a. Didapatkan titer virus yang tinggi (menandakan adanya infeksi yang baru
terjadi)
b. Adanya peningkatan lebih dari 4 kali antibodi spesifik.
c. Adanya antibodi IgM anti sitomegalovirus.

5. Penatalaksanaan
Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk mengatasi infeksi
maternal, dan karena resiko terjadinya morbiditas fetal adalah rendah pemeriksaan
penyaring serologis selama kehamilan mempunyai nilai yang terbatas. Berbeda
dengan infeksi virus rubella, antibodi sitomegalovirus tidak dapat melindungi
kemungkinan infeksi kongenital pada kehamilan yang berikutnya, sehingga kegunaan
vaksinasi untuk sitomegalovirus diragukan.
Yang penting dan perlu diperhatikan bagi wanita hamil yang seronegatif harus
mencegah agar tidak terlalu sering kontak dengan anak-anak usia 2-4 tahun terutama
yang diketahui menderita infeksi infeksi sitomegalovirus, dan selalu menjaga
kebersihan diri dengan membiasakan selalu mencuci tangan setelah kontak dengan
produk cairan anak-anak seperti muntahan, popok, dan lain-lain.

22
23
D. HERPES SIMPLEKS
1. Definisi
Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA
yang lain mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan
membentuk intranuclear inclusion body. Intranuclear inclusion body yang
matang perlu dibedakan dari sitomegalovirus. Karakteristik dari lesi ini adalah
adanya central intranuclear inclusion body eosinofilik yang ireguler yang
dibatasi oleh fragmen perifer dari kromatin pada tepi membran inti.
Berdasarkan perbedaan imunologis dan klinis, virus herpes simpleks dapat
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu :
a. virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non
genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat
menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-
anak dan sebagian besar seropositif telah didapat pada waktu umur 7
tahun.
b. virus herpes simples tipe 2 hampir secara ekslusif hanya ditemukan pada
traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.

2. Penyebaran

24
Virus herpes simpleks menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan
sebagian besar dengan kontak seksual. Dalam keadaan tanpa adanya antibodi, kontak
dengan partner seksual yang menderita lesi herpes aktif, sebagian besar akan
mengakibatkan panyakit yang bersifat klinis.
Penyebaran transplasenta sangat jarang terjadi dan masih belum jelas, tetapi
diduga tidak jauh berbeda dengna penularan virus herpes yang lain seperti
sitomegalovirus, Eipstein-Barr virus dan lain-lain.
Penularan pada bayi dapat terjadi bila janin yang lahir kontak dengan virus pada
ibu yang terinfeksi virus aktif dari jalan lahirnya dan ini merupakan penularan pada
neonatal yang paling sering terjadi. Meskipun demikian kejadian herpes neonatal
kecil sekali yaitu 1:25.000 kelahiran. Beberapa keadaan yang mempengaruhi
terjadinya herpes neonatal adalah banyak sedikitnya virus, kulit ketuban masih utuh
atau tidak, ada atau tidaknya lesi herpes genital, dan ada atau tidaknya antibodi virus
herpes simpleks. Pada ibu hamil dengan infeksi primer dan belum terbentuk antibodi
maka penularan dapat terjadi sampai 50% sedangkan pada infeksi rekuren hanya 2,5-
5%.

25
26
3. Gejala Klinik
Secara umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat dibagi dalam 2
bentuk yaitu :
a. Infeksi primer yang biasanya disertai gejala (simtomatik) meskipun dapat
pula tanpa gejala (asimtomatik). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena
adanya imunitas tertentu dari antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh
setelah menderita infeksi tipe 1 saat anak-anak. Masa inkubasi yang khas
selama 3-6 hari yang diikuti dengan erupsi papuler dengan rasa gatal, atau
pegal-pegal yang kemudian menjadi nyeri dan pembentukan vesikel
dengan lesi vulva dan perineum yang multipel dan dapat menyatu. Vesikel
yang terbentuk pada perineum dan vulva mudah terkena trauma dan dapat
terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi sekunder. Lesi pada vulva cenderung
menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat mengakibatkan disabilitas yang
berat.Dalam waktu 2-4 minggu, semua keluhan dan gejala infeksi akan
menghilang tetapi dapat kambuh lagi karena terjadinya reaktivasi virus dari
ganglion saraf.
b. Infeksi rekuren. Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, partikel-
partikel virus akan menyerang sejumlah ganglion saraf yang berhubungan
dan menimbulkan infeksi laten yang berlangsung lama. Infeksi laten
dimana partikel-partikel virus terdapat dalam ganglion saraf secara berkala
akan terputus oleh reaktivasi virus yang disebut infeksi rekuren yang
mengakibatkan infeksi yang asimtomatik secara klinis (pelepasan virus)
dengan atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi ini umumnya tidak banyak,
tidak begitu nyeri serta melepaskan virus untuk periode waktu yang lebih
singkat (2-5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi pada infeksi primer,
dan secara khas akan timbul lagi pada lokasi yang sama. Walaupun sering
terlihat pada infeksi primer, infeksi serviks tidak begityu sering terjadi pada
infeksi virus yang rekuren.
Infeksi primer pada ibu dapat menular pada janin melalui plasenta atau lewat
koriopamnion yang utuh dan dapat menyebabkan abortus spontan, prematuritas,

27
ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip infeksi pada sitomegalovirus seperti
mikrosefali, korioretinitis, IUGR. Janin hampir selalu terinfeksi oleh virus yang
dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis bawah setelah ketuban pecah atau saat
bayi dilahirkan.
Infeksi herpes pada bayi baru lahir mempunyai salah satu dari ketiga bentuk
berikut ini .
a. Diseminata (70%), menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru,
hepar, adrenal, dan lain-lain dengan kematian lebih dari 50% yang
disebabkan DIC atau pneumonitis, dan yang berhasil hidup sering
menderita kerusakan otak. Sebagian besar bayi yang terseranng bayi
prematur.
b. Lokalisata (15%) dengan gejala pada mata, kulit, dan otak dengan
kematian lebih rendah dibanding dengan bentuk diseminata, tetapi bila
tidak diobati 75% akan menyebar dan menjadi bentuk diseminata yang
fatal. Bentuk ini sering berakhir dengan kebutaan dan 30% disertai
kelainan neurologis.
c. Asimtomatik hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes
neonatal.

28
29
4. Diagnosis
Ditemukannya virus dalam kultur jaringan merupakan pemeriksaan goldstandar
(Tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan
badan inklusi intranuklear ). Sayangnya pemeriksaan ini cukup mahal dan
membutuhkan waktu lebih dari 48 jam. Cara yang lebih cepat adalah dengan
memeriksa adanya antibodi secara ELISA, dengan sensitivitas 97,5 % dan spesifitas
98% meskipun waktu yang dibutuhkan tetap lebih dari 24 jam.

5. Penatalaksanaan

30
Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA
yang lain mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan
membentuk intranuclear inclusion body. Ibu yang terkena virus herpes genitalia dan
bayi yang lahir dengan herpes neonatal dapat diobati dengan acyclovir atau
vidarabine yang aman terhadap kehamilan maupun pada bayinya.
Karena beratnya ancaman infeksi virus herpes pada neonatus, persalinan
perabdominam dianjurkan pada kasus-kasus dengan dugaan lesi herpes pada genitalia
atau dengan kultur atau Pap smear terakhir yang memperlihatkan hasil positif untuk
virus herpes. Kultur hanya dilakukan pada ibu dengan lesi herpetik yang
mencurigakan. Bila tidak terdapat lesi, persalinan dapat dilakukan pervaginam.
Bayi yang lahir dengan ibu atau bapak yang sedang terserang herpes genital
atau oral dapat dirawat gabung dengan ibu, dan dapat diberikan ASI bila tidak ada
lesi pada puting dan dihindari kontak langsung dengan setiap lesi yang ada.
Sejak tahun 1980an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk infeksi herpes
dengan acyclovir. Acyclovir dapat digunakan dalam beberapa bentuk preparat antara
lain krim untuk topikal, powder untuk intravena, kapsul oral dan suspensi oral.
Preparat tiopikal digunakan dengan dioleskan pada daerah terinfeksi setiap 3 jam, 6
kali perhari, selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus yang berat
dengan dosis 5 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari.
Kapsul oral acyclovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu : Pengobatan infeksi
primer, pengobatan infeksi ulang yang berat dan penekanan rekurensi yang serinng
dan berat. Dosis pemberian acyclovir oral adalah 200 mg, 5 kali perhari selama 10
hari.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksinasi yang efektif untuk infeksi virus
herpes simpleks, meskipun pada model binatang didapatkan vaksin yang efektif untuk
mencegah infeksi dan untuk mengurangi pembentukan fase laten di ganglion saraf.

31
32
BAB III
PEMBAHASAN

TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simpleks ) merupakan


suatu istilah yang dipakai untuk untuk beberapa penyakit dimana gejala klinis hampir
mirip.Torch ini bisa terjadi pada setiap orang tetapi yang paling berbahaya bila
menyerang ibu hamil.Selain itu juga bisa membahayakan janin yang dikandungnya.
Torch ditularkan melalui hewan peliharaan yang ada di sekitar kita seperti
anjing,kucing,burung merpati,tikus, ayam ,penularan juga melalui percikan ludah ,
dan melalui hubungan seksual. Sehingga jika torch yang diderita ibu hamil dapat
menular ke janin secara transplasental yang dapat menyebabkan beberapa hal seperti
abortus spontan, hidrosefalus dan juga kelainan kongenital lainnya.Kadang ibu hamil
tidak menyadari dirinya terinfeksi torch dan kurang adanya penyuluhan dan informasi
tentang infeksi torch ini.

Pada dasarnya penyakit TORCH bukanlah penyakit yang tidak dapat disembuhkan
tetapi harus diwaspadai terutama pada ibu hamil karena akibat yang dapat terjadi
pada janin seperti cacat fisik, cacat mental atau pun abortus spontan. Cara efektif
untuk mendeteksi TORCH dengan melakukan uji laboratorium sebab gejala yang
timbul tidak spesifik

Toxoplasma gondii dapat menular ke manusia melalui beberapa rute, Cara


penularan lain yang sangat penting adalah pada jalur maternofetal. Ibu yang
mendapat infeksi akut saat kehamilannya dapat menularkannya pada janin melalui
plasenta. Risiko terjadinya infeksi janin dalam rahim meningkat menuru lamanya atau
umur kehamilan. Pada ibu yang mendapat infeksi sebelum terjadinya konsepsi sangat
jarang menularkannnya pada janin. Meskipun resiko infeksi meningkat sesuai umur
kehamilan, tetapi > 90% dari infeksi yang didapat saat trimester III biasanya tidak
memberikan gejala saat bayi lahir. Pemeriksaan yang baru dan saat ini sering
digunakan adalah dengan enzyme-linnked immunosorbent assay (ELISA).Infeksi

33
toksoplasma pada ibu hamil dapat dicegah dengan cara menghindari tertelannya kista
atau ookista berbentuk spora dengan menjaga kebersihan diri.
Rubella atau campak jerman adalah infeksi virus RNA dari golongan Togavirus
yang ditandai dengan ruam merah muda, demam, dan pembesaran kelenjar limfe
Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trimester I.
Mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan
janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau
kelainan yang lain. Diagnosis rubella ditegakkan bila titer meningkat 4 kali saat fase
akut, dan biasanya imunitas menetap lama. Rubella dapat dicegah dengan imunisasi
MMR atau MR. Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita
yang tidak hamil. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau
akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa
virus rubella hidup yang dilemahkan dapat beresiko menyebabkan kecacatan
meskipun sangat jarang.
Infeksi CMV dapat dipengaruhi oleh usia kehamilan. Infeksi yang terjadi pada
usia kehamilan yang lebih muda akan menimbulkan manifestasi klinis yang lebih
berat sehingga prognosis pasien semakin buruk. Pada infeksi CMV kongenital, janin
yang terinfeksi sebelumnya telah mengalami infeksi pada plasenta yang selanjutnya
menyebar secara hematogen dan menginfeksi janin. Yang penting dan perlu
diperhatikan bagi wanita hamil yang seronegatif harus mencegah agar tidak terlalu
sering kontak dengan anak-anak usia 2-4 tahun terutama yang diketahui menderita
infeksi infeksi sitomegalovirus anak-anak dengan infeksi sitomegalovirus kongenital
dapat mengeluarkan virus yang infeksius dari orofaring dan traktus urinarius. Untuk
itu diharapkan ibu hamil dengan seronegatif tidak melakukan kontak dengan bayi
tersebut.
Virus herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA
yang lain mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan
membentuk intranuclear inclusion body. Virus herpes simpleks adalah merupakan
virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain mempunyai karakteristik melakukan
replikasi didalam inti sel dan membentuk intranuclear inclusion body.

34
Setiap perempuan yang sedang merencanakan pernikahan, kehamilan
sebaiknya lakukan pemeriksaan terhadap infeksi torch sehingga sedini mungkin
diketahui apa dirinya terinfeksi torch atau tidak, dan bisa dilakukan upaya – upaya
pencegahan misalanya dengan pemberian vaksin dan pengobatan yang adekuat agar
kehamilan dapat dipertahankan. Dan bayi yang dilahirkan diharapkan tidak ada
kelainan kongenital.

35
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto


Megalo Virus (CMV), dan Herpes Simplex Virus.Infeksi maternal oleh
mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kelainan kongenital, persalinan
preterm, IUFD, infeksi neonatal. Selain itu infeksi maternal juga dapat menyebabkan
pneumonia, kelainan mata, infeksi SSP pada neonatal, kelainan jantung, serta tuli.

Dengan mengetahui seberapa bahayanya TORCH dapat meningkatakan


kewaspadaan diri kita terhandap penularan dari penyakit tersebut dngan menjaga pola
hidup sehat , memasak makanan dengan baik , dan menjaga kebersihan serta menjaga
kebersihan hewan peliharaan agar tidak menjadi sumber penyebaran dari TORCH .

4.2 Saran

Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui media dan
cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghin dari kemungkinan tertular. Hidup
bersih dan makan makanan yang dimasak dengan matang. Rencanakan
skrining TORCH untuk pranikah untuk menghindari kemungkinan tertular infeksi
TORCH

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedersen B.S, Infeksi TORCH pada kehamilan, Departemen of Obstetric and


Gynaecology, national Hospital, University of Oslo, Norway.
2. Nies BM, Lien JM, Grossman JH III. TORCH Virus-induced Fetal Disease, in.
Reece EA, Hobbins JC, Mahoney MJ. Medicine of the Fetus and Mother.
Philadelpia : JB Lippincott Co, 200 ; 349-52.
3. Cunningham FG, Mac Donald PC, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap LC
III. William’s Obstetrics. 19th ed. Connecticut : Prentice-Hall International Inc,
2018 : 1281-97.
4. Friedman EA, Acker DB, Sachs BP. Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
Obstetri (terjemahan). Edisi kedua. Jakarta ; Binarupa Aksara, 2019, 150-60.
5. Sweet RL, Gibbs RS. Infection Diseases of The Female Genital Tract. 3rd ed.
Baltimore: Williams & Wilikins, 2019; 35-308.
6. Ritchie AC. Boyd’s Textbook of Pathology. 9th ed. 1: 502-3.
7. Rahman MS, Rahman J. Toxoplasma in Pregnancy in Keith LG, Berger GS,
Edelman DA. Uncommon Infectious and Special Topics. 2018; 2: 45-55.
8. Chandra G. Toxoplasma Gondii : Aspek Biologi, Epidemiologi, Diagnosis dan
Penatalaksanaannya. Medika. 2019, No 1; 297-304.
9. Saifuddin AB, ed. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : JNPKKR – POGI – Yayasan Bina Pustaka-Sarwono
Prawirohardjo, 2018; 221-9.
10. Hadijanto B. Toksoplasmosis dalam Kehamilan. Simposium Kemajuan Obstetri
III. Semarang : POGI Cab. Semarang, 2016.
11. Monif GRG. TORCH syndrome. Omaha : IDI Publications, 2019.
12. Gandahusada S, Sutanto I. Kumpulan Makalah Simposium Toxoplasmosis.
Jakarta : FK UI, 2019.
13. Ibnu Pranoto, Pengaruh Toksoplasmosis pada Kehamilan, SMF Obstetri &
Ginekologi, FK UGM, RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta, 2018.

37
14. Jawetz F. Melnick J.L, Adelberg E.A, Famili Virus Paramyxo dan Virus Rubella,
dalam Review of Medical Microbiology, 18th edition, 2018, Lange Medical
Publication, California.
15. Hadono S.T, Penyakit Menular dalam Ilmu Kandungan, Edisi Kedua, 2018,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
16. Rubella (German Measles) from The Centers for Disease Control and Prevention,
Imunization Information-Riubella (German Measles) Overview. Date Last Rewd,
March 9, 2019
17. Herman B., Perry S.K., The Twelve Month Pregnancy, by arrangement with
RGA Publising. Inc.
18. Praseno, Iman. S., Loehoeri, S., Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini
Toksoplasmosis dan Citomegalovirus pada Anak dan Dewasa, dalam Siang
Klinik, IDI cab. Sleman DIY, 2020.

38

Anda mungkin juga menyukai