Oleh:
Yohana Alvionita Trixie, S.Ked
2108020046
Pembimbing:
dr. Hendriette I. Mamo, Sp.OG(K)FM
i
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 2108020046
Bagian : Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Laporan kasus ini disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian komprehensif di Bagian Ilmu
Kebidanan dan Kandungan RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
Pembimbing Klinik
Ditetapkan di : Kupang
Waktu : April 2023
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, perlindungan, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul Dengue Hemoragic Fever Grade 3 In Pregnancy di Bagian Ilmu
Kebidanan dan Kandungan RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes-Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana. Penulisan laporan kasus ini tidak lepas dari bantuan,
dukungan, dan bimbingan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Hendriette I. Mamo, Sp.OG(K)FM sebagai pembimbing klinik yang
telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dalam
menyusun laporan kasus ini.
2. Segenap Staf Medis Fungsional (SMF) Bagian Ilmu Kebidanan dan
Kandungan RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes-Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana.
3. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun laporan
kasus.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini jauh dari kata sempurna
oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi banyak orang.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
2.3 Patofisiologi.................................................................................................. 11
4
2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 28
5
DAFTAR GAMBAR
6
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Metode Diagnostik Laboratorium untuk Deteksi Infeksi Dengue ... 20
7
BAB 1
PENDAHULUAN
Infeksi dengue adalah penyakit demam yang disebabkan oleh empat serotipe
virus dengue yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4 dari genus Flavivirus,
famili Flaviviridae. Demam berdarah adalah penyakit virus yang menyebar oleh
nyamuk Aedes aegypti(1). Tingkat keparahan klinis penyakit ini memiliki spektrum
yang luas dan menurut World Health Organization (WHO) infeksi dengue
diklasifikasikan ke dalam infeksi dengue dengan atau tanpa tanda-tanda bahaya dan
dengue berat. Infeksi dengue merupakan penyakit endemik di Asia Tenggara. Infeksi
dengue biasanya terjadi pada anak-anak, namun akhir-akhir ini kejadiannya semakin
meningkat di dewasa termasuk jumlah ibu hamil yang terjangkit demam berdarah
meningkat(1,2).
Menurut WHO, demam berdarah terjadi pada lebih dari 100 negara di daerah
tropis dan paratropis. Setiap tahun, terdapat 50 juta kasus baru demam berdarah. Pada
tahun 2010, diperkirakan terjadi 390 juta infeksi dengue di seluruh dunia, dengan 96
juta presentasi klinis dan mengakibatkan 21.000 kematian(2). Infeksi virus dengue
(DENV), meningkat secara substansial dalam beberapa tahun terakhir dengan jumlah
kasus hampir dua kali lipat dalam satu decade. Presentase kejadian diperkirakan dari
Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Secara global, kejadian DBD meningkat
8
dari 30.668.000 (1990) menjadi 56.879.000 (2019). Di Asia Tenggara terdapat
7.700.000 kasus DBD pada tahun 2019. Berdasarkan data ini, angka kejadian DBD
lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dengan rasio kejadian
wanita dibandingkan dengan pria pria sebesar 1,08 pada tahun 2019(4).
Berdasarkan data DBD yang tinggi pada Asia Tenggara terutama wanita,
maka daerah endemis DBD sangat berisiko tinggi terjadi pada wanita usia subur
terutama ibu hamil. Risiko kejadian pada ibu hamil yang meningkat, dapat
mengakibatkan hasil janin yang merugikan seperti kelahiran prematur, berat badan
lahir rendah, lahir mati dan keguguran telah dikaitkan dengan infeksi DENV pada ibu
kejadian yang lebih tinggi pada wanita sangat penting untuk memiliki pemahaman
yang jelas tentang perubahan fisiologis dalam kehamilan dan perkembangan alami
dalam kehamilan(4).
Infeksi DBD di kehamilan dapat mengakibatkan morbiditas ibu dan mortalitas. Usia
kehamilan terjadinya demam berdarah tampaknya memiliki peran awal atau akhir
kehamilan memiliki prognosis yang buruk. Perawatan untuk infeksi dengue pada
persalinan(2,4).
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi dengue merupakan penyakit demam akut dengan gejala yang termasuk
tinggi terus menerus demam 3 hari atau lebih, sakit kepala, retroorbital sakit perut,
mialgia, sakit perut dan muntah. Infeksi dengue merupakan penyakit demam yang
disebabkan oleh empat serotipe virus dengue yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3,
dan DENV-4 dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Tanda-tanda yang ada
Pada tahun 1997, demam berdarah simptomatik dibagi menjadi Dengue Fever
(DF) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)/ Dengue Hemoragic Fever (DHF). DBD
(Kelas I - IV), dengan kelas III dan IV dikenal sebagai DSS (Dengue Shock
2.2 Epidmiologi
Terdapat 5,6 juta kasus DBD yang dilaporkan pada tahun 2019 secara global.
Angka ini meningkat 8 kali lipat dari tahun 2000, dimana hanya terdapat 505.430
kasus yang dilaporkan. Angka kematian pun menjadi meningkat dari 960 pada tahun
2000 menjadi 4032 pada tahun 2015(1,3). Walaupun diketahui bahwa 70% kasus DBD
wilayah lain. Data Asia Tenggara menunjukkan bahwa 7.700.000 kasus DBD
10
dilaporkan pada tahun 2019. Angka kejadiannya meningkat 36,5% dari 1990, dengan
4.890.000 kasus. Meskipun demikian, tidak ada data yang tersedia untuk melihat
2.3 Patofisiologi
antara virus dan faktor inang yang belum dapat dipaham secara pasti. Seringkali,
lebih dari satu jenis DENV di wilayah geografis pada satu waktu, dianggap sebagai
salah satu faktor risiko untuk perkembangan penyakit yang lebih berat pada suatu
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tertentu. Akan tetapi nfeksi selanjutnya
(infeksi sekunder) oleh serotipe lain akan meningkatkan risiko berkembang menjadi
tergantung pada keseimbangan antara genetik dan imunologi inang serta faktor virus
dan lingkungan. Penyebab infeksi dengue karena adanya aktivasi sistem kekebalan
untuk melepaskan sitokin dan kemokin, autofagositosis sel endotel dan apoptosis sel
berbagai sistem organ yang menyebabkan syok dan disfungsi multiorgan dan menjadi
11
oleh infeksi primer mengikatkan virus yang kemudian memiliki potensi lebih besar
untuk menginfeksi sel pembawa reseptor Fc. Fenomena ini disebut Antibody-
ibu (yang memiliki kelahiran hidup) menunjukkan bahwa demam berdarah selama
kehamilan meningkatkan risiko tiga kali lipat kematian ibu. Demam berdarah
meningkatkan risiko kematian ibu sebesar 450 kali bila dibandingkan dengan
kematian ibu hamil tanpa DBD. Peningkatan risiko ini terjadi kebanyakan selama
demam berdarah akut. Preeklampsia adalah penyebab kematian pada 25% pasien
dengan demam berdarah dibandingkan dengan 19% pada kelompok tanpa DBD(7,8).
Mekanisme hubungan antara DBD dan kematian ibu tidak jelas. Satu
penjelasan yang mungkin adalah aspek klinis penyakit PEB yang meningkatkan
dan keterlambatan dalam pengobatan penyakit yang dapat berkembang menjadi syok
berdarah tidak disebutkan secara khusus dalam penelitian. Kemungkinan itu adalah
12
virus dengue mengarah ke jalur etiologi yang sama dari modifikasi inflamasi dari
jaringan plasenta(7,8).
1. Transmisi Vertikal(7,8)
jarang terjadi, terutama jika ibu tidak menunjukkan gejala. Namun, sebuah studi yang
18,5-22,7%. Dengue dideteksi oleh IgM atau virus dalam plasenta, tali pusat atau
darah tepi bayi baru lahir. Tingkat penularannya lebih tinggi pada trimester ketiga.
menunjukkan bahwa virus juga dapat ditularkan melalui ASI. Presentasi klinis
transmisi vertikal demam berdarah pada neonatus dapat ringan (demam) hingga berat
(DBD, DSS, kematian), dengan gejala berupa demam, ruam, diikuti hepatomegali,
2. Fetal Malformation(7,8)
Tidak ada hubungan antara DBD dengan malformasi janin. Pada trimester
anak, dengan peningkatan risiko 1,5 hingga hampir 3 kali lipat mengembangkan cacat
tabung saraf, cacat jantung bawaan, dan cacat celah mulut pada ibu dengan demam d
trimester pertama.
13
3. Neurodevelopmental Disorder(7)
(kehilangan epitel trofoblas, edema pada stroma vili, chorangiosis, infark) dan
badan lahir rendah yang merupakan dampak negatif yang paling umum pada janin
dengan ibu yang menderita demam berdarah selama kehamilan sebesar 20%.
5. Stillbirth(6,7)
janin setelah penularan virus secara vertikal. Studi yang dilakukan di Guyana Prancis
menunjukkan bahwa risiko lahir mati meningkat ketika ibu memiliki gejala infeksi
dengue, sementara di Thailand menunjukkan risiko lahir mati yang lebih tinggi.
Setelah usia kehamilan 20 minggu, pemantauan gawat janin perlu dilakukan. Sebagai
yang dikonfirmasi selama kehamilan, wanita dengan infeksi sekunder memiliki hasil
14
ibu dan bayi yang lebih buruk. Studi lain yang dilakukan di Meksiko menunjukkan
bahwa demam berdarah meningkatkan risiko persalinan sesar dan kematian ibu pada
pervaginam saat menderita demam berdarah tidak memiliki peningkatan risiko hasil
kebutuhan intervensi bedah. Intervensi bedah seperti operasi caesar dan persalinan
pervaginam dengan alat bantu akan meningkatkan risiko perdarahan. Infeksi selama
persalinan juga akan meningkatkan risiko gawat janin. Perbedaan dalam hasil ini
menunjukkan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian sebelum yang lebih pasti
kesimpulan dapat dibuat pada apakah demam berdarah mempengaruhi hasil neonatal
dan ibu.
Indonesia dari 41 peserta, satu berkembang menjadi kematian dan yang lain
Dalam studi di Thailand terdapat peningkatan risiko dua kali lipat untuk
15
demam berdarah dan keguguran/pelahiran prematur. Pedoman Malaysia juga
mencatat hubungan antara infeksi pada trimester ketiga dan kelahiran prematur. Pada
pasien dalam fase kritis DBD. Jika memungkinkan, persalinan harus ditunda
Namun, tidak ada bukti yang cukup untuk membuktikan penggunaan steroid dalam
Indonesia melaporkan satu-satunya solusio plasenta yang terjadi pada usia kehamilan
Dengue merupakan penyakit sistemik dan dinamis dengan klinis yang luas
mulai dari asimptomatik, klinis ringan hingga berat. Gambaran klinis infeksi DENV
berupa sindrom mirip flu ringan, disebut sebagai demam berdarah (DF) hingga
termasuk demam, mual, muntah, ruam, nyeri dan nyeri, Sedangkan pada DSS
perdarahan hebat dan syok dapat terjadi. Jika tidak diobati, angka kematian mencapai
16
20%. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan penyakit demam
berdarah terdiri dari tiga kategori penyakit berupa demam yang tidak berdiferensiasi,
Kelas I – IV, dengan tingkat III dan IV didefinisikan sebagai DSS. Klasifikasi kasus
WHO yang direvisi diperkenalkan pada tahun 2009 yang menggantikan klasifikasi
peringatan, demam berdarah dengan tanda peringatan (nyeri perut, muntah terus-
kebocoran plasma berat, perdarahan hebat atau kegagalan organ). Sekitar 25% pasien
yang terinfeksi akan mengalami gejala, yaitu mayoritas akan mengalami demam
demam akut dengan 2 atau lebih dari tanda-tanda atau gejala berikut:(9,10)
• Nyeri retro-orbital
• Myalgia
• Arthralgia
• Ruam
• Leukopenia dan
17
• Perdarahan
Gejala mulai 5–7 hari (dengan kisaran 3–10 hari) setelah gigitan dari nyamuk
infektif. Viremia dapat dimulai 1-5 hari sebelum timbulnya gejala dan dapat bertahan
hingga 1 minggu. Sebagian kecil penderita demam berdarah (5% atau kurang)
berkembang menjadi demam berdarah yang berat. Fase kritis terjadi sekitar waktu
penurunan suhu tubuh, biasanya pada hari ke 3-7, dan berhubungan dengan
kebocoran plasma terutama ke dalam rongga pleura dan peritoneum. Gambaran klinis
utama yang membedakan DF dari DBD dan sindrom syok dengue (DSS) adalah
peningkatan permeabilitas vaskular, yang jika tidak dikenali atau tidak ditangani
2.6 Diagnosis
dalam presentasi klins. Oleh karena itu, tes laboratorium dapat dapat digunakan untuk
sebagai spektrum yang luas dari presentasi klinis, mulai dari penyakit demam ringan
hingga sindrom berat, bisa membuat diagnosis yang akurat menjadi sulit. Jenis tes
yang dilakukan tergantung pada tahapan penyakit(11,12). Selama infeksi awal (<5 hari),
demam berdarah mungkin didiagnosis dengan isolasi virus, deteksi RNA (NAAT:
18
asam nukleat tes amplifikasi) atau deteksi antigen seperti NS1. Setelah periode ini
(>5 hari setelah infeksi), DENV RNA dan antigen dapat tidak lagi dapat dideteksi
(IgM atau IgG) sesuai pada tahap ini. Antigen NS1 mungkin terdeteksi pada beberapa
1. Isolasi Virus
Spesimen klinis yang digunakan untuk isolasi virus berupa darah lengkap, serum,
berdarah selama fase akut infeksi (<5 hari) dan dapat mendeteksi DENV RNA dalam
spesimen klinis dalam waktu 24-48 jam setelah infeksi. Teknik ini termasuk RT-
berbasis PCR cepat dan akurat, dibutuhkan nilai laboratorium dengan spesialisasi
3. Detection of antigens
Tes ELISA dan imunokromografi cepat (IC) seperti target NS1 mampu
mendeteksi infeksiDENV primer dan sekunder hingga 9 hari setelah onset penyakit.
Secara umum, NS1 memiliki utilitas diagnostik yang baik untuk skrining dan
konfirmasi infeksi DENV. Tes ini memiliki sensitivitas rendah selama infeksi
19
4. Serological tests
Tes serologis seperti uji penghambatan hemaglutinasi (HI) dan ELISA untuk
mendeteksi IgM dan IgG lebih banyak digunakan untuk diagnosis demam berdarah di
negara berkembang, karena mudah dilakukan, relatif murah dan spesimen yang
dibutuhkan stabil pada suhu kamar. Tes ini digunakan dari akhir minggu pertama dan
seterusnya. Serokonversi antibodi IgM atau IgG adalah standar secara serologis untuk
mengkonfirmasi infeksi dengue. Kehadiran IgM atau tingginya IgG dalam serum
infeksi dengue karena kinetika yang bervariasi dari setiap biomarker. Hingga saat ini,
tidak ada tes tunggal yang bisa mendiagnosis infeksi pada berbagai tahap. Pendekatan
pemulihan. Tes kombinasi termasuk deteksi antigen NS1 dikombinasikan dengan IgG
dan IgM(9,11).
20
IgG ELISA HI
IgG detection IgG rapid tests
(lateral flow)
Abbreviations: Ag, antigen; ELISA, enzyme-linked immunosorbent assay; HI,
hemagglutination inhibition assay; IgG, immunoglobulin G; IgM, immunoglobulin M;
MAC, immunoglobulin M antibody capture; NS1, nonstructural protein 1; RT-PCR,
reverse-transcription polymerase chain reaction.
2.7 Tatalaksana
Saat ini tidak ada perawatan atau obat khusus untuk demam berdarah. Pilihan
keparahan gejala. Terapi cairan adalah salah satu terapi dalam manajemen demam
berdarah, berupa penggantian cairan secara oral pada DF ataupun pada demam
berdarah yang berat pemberian cairan intravena harus dilakukan untuk mencegah
membantu dalam memberikan peringatan klinis yang jelas sebagai tanda prediksi
penyakit, jika implementasikan di klinik cepat dan tepat, dengan laboratorium yang
yang kuat untuk pemantauan yang efektif mengenai DBD yang tampak pada Gambar
2.1(10,12).
21
Gambar 2.1 Manajemen Demam Berdarah Berdasarkan Panduan WHO
grup, maka dijelaskan pada Tabel 2.2 Dan Gambar 2.1 sebagai berikut :(10,12)
22
setiap jam (normal : • Hindari induksi persalinan/operasi pada
0,5ml/kg/jam) fase ini
DBD dengan syok (Grup • Ambil darah untuk, untuk • Pasien membutuhkan manajemen di
C) mengetahui HCT, SGOT, ICCU
SGPT, Elektrolit dan gula • Manajemen cairan untuk mencegah
darah komplikasi lebih lanjut
• Cairan Bolus diberikan berupa NS 10cc
/kg selama 15 menit sebelum transfusi
dan bolus kedua sebanyak 10ml/kg untuk
1 berikutnya jam selama transfuse
• Transfusi trombosit profilaksis tidak
direkomendasikan kecuali persalinan
tidak dapat dihindari dari tiba dengan
kurung waktu 6 jam dan jumlah trombosit
> 50000/CC, dan 75000/cc untuk
persalinan operatif
• Stabil secara klinis dengan jumlah
trombosit yang rendah atau sangat rendah
pada fase kritis / pemulihan tidak
membutuhkan transfusi trombosit
• Transfusi trombosit umumnya dihindari
kecuali ada perdarahan yang signifikan
atau jumlah trombosit < 20.000
• Persalinan operatif hanya atas indikasi
kebidanan.
• Hindari induksi dan pembedahan karena
adanya luka/trauma selama fase kritis
demam berdarah dengan trombositopenia
dan kebocoran plasma merupakan risiko
terjadinya pendarahan
• Persalinan harus dilakukan di rumah sakit
dengan fasilitas darah/komponen darah
dan tim dokter kandungan terampil dan
serta tersedianya neonatologis
23
Gambar 2.2 Alogaritma Tatalaksana DBD Menurut WHO
24
BAB 3
LAPORAN KASUS
Umur : 28 tahun
Status : Menikah
Alamat : Oesapa
Agama : Hindu
No MR : 568584
VK : 20.50 WITA
3.2 Anamnesis
DHF + Abdominal pain. Awalnya pasien mengeluhkan demam sejak 3 hari yang lalu
(18/03/2023) pada sore hari. Keluhan Demam dirasakan hilang timbul, disertai
dengan keluhan nyeri menelan, nyeri ulu hati dan pandangan kabur. Keesokan
pasien meminum obat paracetamol tablet dan demam pasien sempat menurun.
Namun keluhan demam muncul kembali keesokan harinya (20/03/2023) pukul 10.00
pagi dan saat diukur suhu dirumah 39.1 C, disertai dengan perdarahan yang keluar
25
dari gusi sehingga pasien pergi ke RS Dedari jam 11.00 Wita. Keluhan saat di triase :
Lemas (+) sesak (+) nyeri sendi (+), pandangan kabur (+) nyeri ulu hati (+) mual (-)
muntah (-) perut kencang-kencang (-), nyeri perut tembus belakang(-), keluar air air
tak tertahankan (-), keluar lendir darah (-), gerak janin dirasa aktif
3. Hamil ini :
HPHT : 04/08/2022
TP : 11/05/2023
UK : 33-34 minggu
26
3.3 Pemeriksaan Fisik
VK → Triase
c. Thoraks
27
2.3.3 Status obstetrik
HIS : -
2.4.1 USG
28
USG 14/03/2023
Janin T/H, perempuan
UK 33-34 minggu
TP : 29/04/2023
USG 20/03/2023
Janin T/H
UK 34w3d
TP : 28/04/2023
29
Rapid Test HIV 1 Non Reaktif Non Reaktif
HBsAg Rapid Test Non Reaktif Non Reaktif
Syphilis Ab test Negatif Negatif
3.5 Diagnosis
G3P1-11 33-34 minggu T/H + Syok hipovolemik perbaikan ec DBD grade III +
3.6 Tatalaksana
DPJP :
Sp.PD :
• Omeprazole 2x40 mg
30
3.6 Follow Up
31
Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-)
Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Cembung, BU (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 dtk, edema (-/-)
32
CTG 21/03/2023
33
Kesadaran : Compos Mentis Sp.PD :
TD : 110/70 mmHg Drip KCL lanjut
S : 36.4°C Inj. OMZ 2x40 mg
N : 86 x/menit Tranfusi PRC 1 bag/hari
RR : 22 x/menit Premed inj dipenhiramin 1 amp
SpO2 : 98% Livron B plex 2x1 tab
DJJ: 128 dpm Chana 3x1
HIS : - Asam folat 2x1
Gerak janin aktif
Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-)
Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Cembung, BU (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 dtk, edema (-/-)
34
RR : 20 x/menit Lansoprasol 1x30mg
SpO2 : 97% PO :
DJJ: 136 dpm Livron B plex 2x1 tab
HIS : - Chana 3x1
Gerak janin aktif Asam folat 2x1
Mata: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), Lansoprasol 1x30m
mata cekung (-/-)
Leher: Pemb. KGB (-), pemb. Tiroid (-)
Paru: Ves (+/+), rh (-/-), wh(-/-)
Cor: S1S2 T/R, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: Cembung, BU (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 dtk, edema (-/-)
35
Abdomen: Cembung, BU (+) normal
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 dtk, edema (-/-)
36
BAB 4
PEMBAHASAN
serotipe virus dengue yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4 dari genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Pada kasus didapatkan ibu hamil berusia 28 tahun
dirujuk ke RSUD W.Z. Johannes dengan diagnosis G3P1-11 33-34 minggu T/H +
dengan atau tanpa tanda-tanda bahaya dan dengue berat. Infeksi dengue merupakan
penyakit endemik di Asia Tenggara. Infeksi dengue biasanya terjadi pada anak-anak,
ibu hamil yang terjangkit demam berdarah meningkat. Menurut WHO, demam
berdarah terjadi pada lebih dari 100 negara di daerah tropis dan paratropis.
penunjang sesuai dengan standar pelayanan di RSUD. W.Z. Johannes Kupang. Pasien
datang dengan kondisi syok sehingga diberikan tatalaksana awal syok dan dilanjutkan
perbaikan dan pasien dipulangkan setelah kondisi pasien membaik. Pada kasus ini,
walaupun telah dilakukan penanganan sesuai dengan kondisi yang dialami, akan
Pasien ibu hamil merupakan rujukan dari RS Dedari dengan diagnosis Suspek DF dd
37
DHF. Secara teori, diketahui bahwa langkah dalam mendiagnosis DHF melalui
didapatkan keluhan demam hilang timbul, nyeri menelan, nyeri ulu hati dan
obat paracetamol tablet, walaupun demam sempat menurun. Namun keluhan demam
muncul kembali dengan suhu 39.1 C, disertai dengan perdarahan yang keluar dari
konjungtiva anemis serta nyeri tekan abdomen. Secara klinis, kondisi pasien
mendukung kearah diagnosis Demam Berdarah, akan tetapi pasien tidak dilakukan
gejala demam yang dialami pasien sekitar 3-4hari merupakan waktu yang tepat untuk
dilakukan pemeriksaan NS1 atau IgM anti dengue yang akan terdeteksi.
Cefotaxime padahal berdasarkan alur tatalaksana DBD pada ibu hamil, pasien alur
penanganan DBD memiliki terapi utama berupa resusitasi cairan karena secara teori,
terjadi kebocoran plasma pada pasien DHF sehingga diperlukan cairan pengganti
untuk membantu kondisi kekurangan cairan yang terjadi pada pasien. Secara teori,
dijelaskan bahwa pemberian antibiotik pada pasien ibu hamil, dilakukan apabila
38
terdapat indikasi infeksi pada pasien. Namun, pada pasien ini tidak ditemukan adanya
5620/mm3. Sedangkan keluhan demam yang terjadi pada pasien disebabkan oleh
demam berdarah. Pada pemeriksaan urine diketahui pula bahwa tidak menunjukkan
diperlukan.
39
BAB 5
KESIMPULAN
Pada kasus didapatkan ibu hamil berusia 28 tahun yang datang dirujuk ke
RSUD W.Z. Johannes dengan kondisi syok akibat kondisi Demam Berdarah yang
pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis dan target terapi yang dilakukan
pada pasien. Walaupun terdapat beberapa pemeriksaan yang belum lengkap, namun
40
DAFTAR PUSTAKA
41
C. Maternal, Fetal, and Neonatal Outcomes in Pregnant Dengue Patients in
Mexico. Biomed Res Int. 2018;2018.
10. Kusuma NA, Kusuma AANJ. Dengue hemorrhagic fever in pregnancy
complicated with placenta abruption and vertical transmission: A case report.
Bali Med J. 2017;6(3):100.
11. Brar R, Sikka P, Suri V, Singh MP, Suri V, Mohindra R, et al. Maternal and
fetal outcomes of dengue fever in pregnancy: a large prospective and
descriptive observational study. Arch Gynecol Obstet [Internet].
2021;304(1):91–100. Available from: https://doi.org/10.1007/s00404-020-
05930-7
12. Rajuddin ., Nogroho L. Management for Dengue Hemorrhagic Fever in
Pregnancy: A Case Report. 2020;183–7.
42