Anda di halaman 1dari 28

PERMASALAHAN PELAYANAN KEDOKTERAN

FORENSIK DI MASA PANDEMI COVID-19

Oleh:

Fhara Thessa Jelvi


Ria Dwi Utami
Arie Milandayani

Pembimbing:

dr. Arwan, M.Ked. For, SpFM.

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR

KJF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahuwata’ala atas rahmat dan
hidayah-Nya dapat terselesaikan dengan baik referat dengan judul “Permasalahan Pelayanan
Kedokteran Forensik di Masa Pandemi COVID-19”. Referat ini disusun sebagai salah satu
tugas selama masa kepanitraan klinik ilmu kedokteran forensik dan Studi Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Penulis menyampaikan bahwa disusunnya referat ini tidak mungkin dapat
diselesaikan tanpa bantuan, dorongan dan kerjasama berbagai pihak lain yang membantu
penulis dalam menyelesaikannya, sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada:
1. dr. Arwan, M.Ked.For, Sp.FM selaku dosen pembimbing referat.
2. Seluruh staf Rumah Sakit Bhayangkara Pekanbaru
3. Rekan-rekan kepanitraan klinik senior bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis
mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penyusunannya. Penulis juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan dari referat ini di kemudian hari.
Akhir kata dari penulis, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Atas perhatian
yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3

2.1 Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) .................................................................... 3

2.2 Pelayanan Kedokteran Forensik ................................................................................. 5

2.2.1 Forensik Patologi ..................................................................................................... 5

2.2.1.1 Persiapan Sebelum Penatalaksanaan Jenazah Suspek COVID-19 ....................... 6

2.2.1.2 Pemeriksaan Jenazah........................................................................................... 10

2.2.1.3 Otopsi .................................................................................................................. 14

2.2.2 Forensik Klinik ......................................................................................................15

2.3 Dampak COVID-19 terhadap aspek etikamedikolegal ............................................17

2.4 Permasalahan pelayanan kedokteran forensik di masa Pandemi .............................. 19

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................21

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Cuci Tangan 6 Langkah (WHO) .......................................................................... 6

Gambar 2.2 Cara Pemasangan dan Pelepasan APD (WHO) ................................................... 7

Gambar 2.3 Alat Pelindung Diri Level 1 ................................................................................. 8

Gambar 2.4 Alat Pelindung Diri Level 2 ................................................................................. 9

Gambar 2.5 Alat Pelindung Diri Level 3 ...............................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Bekalang

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2

merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diindentifikasi sebelumnya pada

manusia. Ada 2 jenis coronavirus yang menyebabkan timbulnya gejala berat seperti Middle

East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut Berat/Severe Acute

Respiratory Syndrome (SARS). Gejala berat yang dapat menyebabkan Pneumonia sindrom

pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian.1

Kasus COVID-19 dilaporkan muncul pertama kali pada tanggal 31 Desember 2019 di

kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Pada tanggal 7 Januari 2020, China mengidentifikasi

kasus tersebut sebagai jenis baru coronavirus. World Health Organization menentapkan

kejadian tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia

(KKMD/Public Health Emergency Of International Concern (PHEIC) pada tanggal 30

Januari 2020. COVID-19 ditetapkan WHO sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020.1

WHO melaporkan sampai dengan 30 Juni 2020, secara global didapatkan 10.185.374

kasus konfirmasi dengan 503.862 kematian diseluruh dunia. Negara yang paling tinggi kasus

kematian adalah Amerika Serikat, United Kingdom, Italia, Prancis dan Spanyol. Indonesia

melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020.1 Sampai tanggal 5

Oktober 2020 terdapat 303.498 kasus konfirmasi COVID-19 dengan angka 11.151 kematian.2

Pelayanan kesehatan di bidang kedokteran forensik, meliputi forensik patologi maupun

forensik klinik terdiri dari forensik patologi yaitu pemeriksaan kematian dan otopsi.

1
2

Sedangkan forensik klinik terdiri dari pemeriksaan trauma, pemeriksaan kasus kekerasan

terhadap wanita dan anak serta pemeriksaan kesehatan.3 Pelayanan kedokteran forensik pada

waktu pandemi ini banyak menimbulkan permasalahan. Terjadinya pandemi COVID-19

mempengaruhi aspek di bidang kedokteran yaitu keterbatasan sarana dan prasarana seperti

ketiadaan alat pelindung diri (APD) dan kekurangan tenaga medis.

1.2 Rumusan Masalah

Referat ini membahas mengenai permasalahan pelayanan kedokteran forensik di masa

pandemi covid.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan sebagai berikut:

1. Memahami permasalahan pelayanan kedokteran forensik di masa pandemi covid.

2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah dibidang kedokteran khususnya di Bagian

Ilmu Kedoketaran Forensik.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan referat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang

permasalahan pelayanan kedokteran forensik di masa pandemi covid.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang

disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Virus tersebut adalah suatu kelompok virus yang

dapat menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan sampai berat. Ada dua jenis

coronavirus yang dapat menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat pada

penderita. Penyakit yang disebabkan oleh dua jenis coronavirus tersebut adalah Middle East

Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).1

COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family coronavirus. Coronavirus

merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Coronavirus

tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua

subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat

genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma

coronavirus.2

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum

pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh

WHO China Country Office sebagai kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di

Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada 31 Desember 2019. Cina mengidentifikasi

pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai jenis baru coronavirus

(COVID-19) pada 7 Januari 2020. Virus penyebab COVID-19 ini adalah salah satu jenis

coronavirus strain baru yang dinamakan SARS-CoV-2. Indonesia melporkan kasus

pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 dengan jumlah terus bertambah hingga

saat ini.1

3
4

Coronavirus merupakan zoonosis yaitu virus yang ditransmisikan dari hewan ke

manusia. Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet

cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia, sedangkan COVID-19 diketahui dapat

ditularkan dari kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa

ditemukan untuk Coronavirus.1,3 Alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan dari

manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet, rute feses dan oral.3

COVID-19 dapat ditransmisikan melalui udara, hal ini dapat terjadi dalam keadaan kusus

dimana prosedur atau perawatan sportif yang menghasilkan aerosol intubasi endotrakel,

bronkoskopi, Suction terbuka, pemberian pengobatan nebulisasi, ventilasi manual sebelum

intubasi.1

Virus ini terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, dengan gejala

klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai gejala berat seperti SARS atau

MERS serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Semua orang secara umum

rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis baru dapat terjadi pada pasien

immunocompromise dan populasi normal, bergantung paparan jumlah virus. Jika kita

terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat menimbulkan penyakit

walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal. Orang-orang dengan sistem imun lemah

seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih

cepat dan lebih parah. Infeksi Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang

lemah terhadap virus ini lagi sehingga dapat terjadi re-infeksi.2,3

Gejala-gejala yang timbul biasanya bersifat ringan dan muncul secara bertahap.

Beberapa orang yang terinfeksi tidak menimbulkan gejala apapun dan tetap merasa sehat.

Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah dan batuk kering.

Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri
5

kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan atau

ruam kulit. Masa inkubasi SARCOV-2 berlangsung antara 1 hingga 14 hari, dengan rata-

rata 5-6 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom

pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang

dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami

kesulitan bernapas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua

paru.1

2.2 Pelayanan Kedokteran Forensik

Ilmu kedokteran forensik dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah satu

cabang spesialistik ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk

kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Ruang lingkup ilmu kedokteran forensik di

Indonesia dapat digolongkan menjadi forensik patologi dan forensik klinik.4

2.2.1 Forensik Patologi

Forensik patologi adalah cabang ilmu kedokteran yang menerapkan ilmu pengetahuan

dan teknologi kedokteran pada pemeriksaan jenazah dan segala hal yang berhubungan

dengan kematian guna kepentingan peradilan. Patologi forensik merupakan salah satu cabang

patologi yang berkaitan dengan penentuan penyebab kematian berdasarkan pemeriksaan pada

mayat (autopsi). Ruang lingkup forensik patologi terbagi menjadi dua yaitu pemeriksaan

jenazah dan otopsi.5


6

2.2.1.1 Persiapan Sebelum Penatalaksanaan Jenazah Suspek COVID-19

Persiapan sebelum penatalaksanaan jenazah suspek COVID-19 meliputi cara mencuci

tangan 6 langkah berdasarkan WHO sesuai dengan gambar 1.1 dibawah ini :

Gambar 2.1 Cuci Tangan 6 Langkah (WHO)


7

Setelah mencuci tangan dilanjutkan dengan pemasangan APD kemudian pelepasan

APD berdasarkan dengan panduan WHO, sesuai dengan gambar 1.2 dibawah ini :

Gambar 2.2 Cara Pemasangan dan Pelepasan APD (WHO)

Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri adalah alat yang dipakai untuk melindungi petugas atau pasien

dari paparan darah, cairan tubuh sekresi maupun ekskresi yang terdiri dari sarung tangan,

masker bedah atau masker N95, gaun, apron, pelindung mata (goggles), face sield (pelindung

wajah), pelindung/penutup kepala dan pelindung kaki. Macam-macam Alat Pelindung Diri

(APD). Alat pelindung diri pada pelayanan kesehatan terdiri atas beberapa level, yaitu APD

level 1, APD level 2 dan APD level 3.6


8

a. Alat pelindung diri level 1 terdiri dari masker bedah 3 ply dan sarung tangan

karet sekali pakai.

Gambar 2.3 Alat Pelindung Diri Level 1

b. Alat pelindung diri level 2 terdiri dari masker bedah 3 ply, gaun, sarung tangan

karet sekali pakai, pelindung mata (goggles), face sield (pelindung wajah) dan

headcap.
9

Gambar 2.4 Alat Pelindung Diri Level 2

c. Alat pelindung diri level 3 terdiri dari masker N95, gaun, boots/sepatu karet

dengan pelindung sepatu, pelindung mata, face shield, sarung tangan bedah karet

steril sekali pakai, headcap dan apron.


10

Gambar 2.4 Alat Pelindung Diri Level 3

2.2.1.2 Pemeriksaan Jenazah

Pemeriksaan jenazah didahului dengan pemeriksaan luar tanpa melakukan tindakan

invasif, meliputi pemeriksaan bungkus jenazah, pakaian satu persatu atau lapis demi lapis,

deskripsi rinci bagian seluruh tubuhnya dan pemeriksaan perlukaan atau cedera. Tujuan

pemeriksaan ini adalah untuk menentukan identitas mayat dan menentukan pola cedera

dengan mengidentifikasi adanya luka atau tanda-tanda kekerasan, tanda-tanda tenggelam atau

keracunan, serta mencari kelainan lainnya dan tanda-tanda kematian sekunder yang mungkin

berkaitan dengan peristiwa kematian korban.7 Coronavirus dapat menyebar melalui jenazah

korban positif COVID-19.7 Hal ini dikarenakan Coronavirus belum sepenuhnya mati setelah
11

pasien meninggal. Belum ada jurnal yang pasti mengatakan kapan Coronavirus hilang

sepenuhnya dari tubuh jenazah, tetapi beberapa sumber menyatakan bahwa virus dapat

bertahan dalam tubuh jenazah dalam waktu 1 hingga 2 minggu. Waktu itu terhitung jika

jenazah tidak dimakamkan, sehingga risiko penyebaran ini muncuk sebelum jenazah

dimakamkan.7,8

Pedoman penatalaksaan jenazah suspek COVID-19 berdasarkan Perhimpunan Dokter

Forensik Indonesia (PDFI) ditujukan bagi pelayanan jenazah dengan kriteria sebagai berikut :

1. Jenazah dari dalam rumah sakit dengan diagnosis ISPA, ISPB, pneumonia, ARDS

dengan atau tanpa keterangan kontak dengan penderita COVID-19 yang mengalami

perburukan kondisi dengan cepat.

2. Jenazah pasien dengan pemantauan (PDP) dari dalam rumah sakit sebelum keluar

hasil swab.

3. Jenazah dari luar rumah sakit, yang memiliki riwayat yang termasuk kedalam kriteria

orang dalam pengawasan (ODP) atau pasien dalam pemantauan (PDP). Hal ini

termasuk pasien DOA (Death On Arrival) rujukan dari rumah sakit lain.

Langkah-langkah :

1. Pemindahan dan penjemputan jenazah

a. Tindakan swab nasofaring atau pengambilan sampel lainnya dilakukan oleh

petugas yang ditunjuk di ruang perawatan sebelum jenazah dijemput oleh petugas

kamar jenazah.

b. Jenazah ditutup disumpal lubang hidung dan mulut menggunakan kapas, hingga

dipastikan tidak ada cairan yang keluar.


12

c. Bila ada luka akibat tindakan medis, maka dilakukan penutupan dengan plaster

kedap air.

d. Petugas kamar jenazah yang akan menjemput jenazah, membawa :

1. Alat pelindung diri (APD) berupa : masker surgical, goggle/kacamata

pelindung, apron pelastik dan sarung tangan atau handscoen non steril.

2. Kantong jenazah. Bila tidak tersedia kantong jenazah, disiapkan plastic

pembungkus

3. Brankar jenazah dengan tutup yang dapat dikunci

e. sebelum petugas memindahkan jenazah dari tempat tidur perawatan ke brankar

jenazah, dipastikan bahwa lubang hidung dan mulut sudah tertutup serta luka-luka

akibat tindakan medis sudah tertutup plastic pembungkus. Kantong jenazah harus

tertutup sempurna.

f. Setelah itu jenazah dapat dipindahkan ke brankar jenazah, lalu brankar di tutup

dan dikunci rapat.

g. Semua APD yang digunakan selama pemindahan jenazah dibuka dan dibuang

diruang perawatan.

h. Jenazah dipindahkan ke kamar jenazah. Selama perjalanan, petugas tetap

menggunaka masker surgical.

i. Surat Keterangan Kematian atau Sertifikat Medis Penyebab Kematian dibuat oleh

dokter yang merawat dengan melingkari jenis penyakit penyebab kematian,

sebagai penyakit menular.

j. Jenazah hanya dipindakan dari brankar jenazah ke meja pemulasaran jenazah

dikamar jenazah oleh petugas yang menggunakan APD lengkap.


13

II. Definfeksi Jenazah di Kamar Jenazah

a. Petugas kamar jenazah harus memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai

tatalaksana pada jenazah yang meninggal dengan penyakit menular, terutama pada

kondisi pandemic COVID-19.

b. Pemulasaran jenazah dengan penyakit menular atau sepatutnya diduga meninggal

karena penyakit menular harus dilakukan desinfeksi terlebih dahulu.

c. Desinfeksi jenazah dilakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi untuk itu, yaitu

dokter spesialis forensic dan medikolegal dan teknisi forensic dengan menggunakan

APD lengkap :

1. Shoe cover atau sepatu boots

2. Apron. Apron gown lebih diutamakan

3. Masker N95

4. Penutup kepala atau Headcap

5. Goggle atau faceshield

6. Handscoen non steril

d. Bahan desinfeksi jenazah dengan penyakit menular menggunakan larutan

formaldehyde 10% atau lebih dengan paparan minimal 30 menit dengan teknik

intraarterial (bila memungkinkan) intracavitas dan permukaan saluran pernafasan.

Setelah dilakukan tindakan desinfeksi, dipastikan tidak ada cairan yang menetes atau

keluar dari lubang-lubang tubuh. Bila terdapat penolakan penggunaan formaldehyde

maka dipertimbangkan penggunaan chlorine dengan pengenceran 1:9 atau 1:10, untuk

teknik inracavitas dan permukaan saluran nafas.

e. Semua lubang hidung dan mulut ditutup atau disumpal dengan kapas hingga

dipastikan tidak ada cairan yang keluar.


14

f. Pada jenazah yang masuk dalam kriteria mati tidak wajar, maka desinfeksi jenazah

dilakukan setelah prosedur forensic selesai dilaksanakan.

Pemeriksaan luar jenazah dibagi dalam 3 kelompok besar pemeriksaan, yaitu

pemeriksaan identifikasi, pemeriksaan perubahan-perubahan setelah kematian (tanatologi)

serta pemeriksaan tanda-tanda kekerasan.9

2.2.1.3 Otopsi

Otopsi adalah pemeriksaan medis terhadap mayat dengan membuka rongga kepala,

leher, dada, perut dan panggul serta bagian tubuh lain bila diperlukan, disertai dengan

pemeriksaan jaringan dan organ tubuh di dalamnya, baik secara fisik maupun dengan

pemeriksaan laboratorium.10

Pemeriksaan Mayat dan Atau Bedah Mayat

a. Setiap jenazah yang akan dilakukan pemeriksaan mayat dana tau bedah mayat

diperlakukan sebagai jenazah infeksius.

b. Petugas pemeriksa jenazah hendaknya melakukan wawancara dengan keluarga terkait

kondisi jenazah sebelum meninggal untuk mencari tanda-tanda yang sesuai dengan

kriteria ODP maupun PDP.

c. Bila jenazah yang akan diperiksa masuk dalam kriteria ODP maupun PDP, petugas

mengedukasi keluarga tentang tindakan disfensi setelah pemeriksaan mayat dan atau

bedah mayat

d. Bila bedah mayat tidak langsung dilakukan atau masih menunggu beberapa waktu,

maka setelah selesai dilakukan pemeriksaan mayat atau pemeriksaan luar, dilakukan
15

penutupan lubang hidung dan mulut dengan kapas hingga rapat, dimasukkan kedalam

kantong jenazah, dan dimasukkan kedalam freezer jenazah.

e. APD yang digunakan pada saat pemeriksaan mayat atau pemriksaan luar terdiri dari :

1. Shoecap atau sepatu boots

2. Apron plastic

3. Masker surgical

4. Penutup kepala atau headcap

5. Kacamata atau goggle atau faceshield

6. Sarung tangan atau handscoen

f. APD yang digunakan pada saat pemeriksaan bedah mayat atau pemeriksaan dalam

terdiri dari :

1. Shoecap atau sepatu boots

2. Apron lengan panjang atau gaun

3. Masker N95

4. Penutup kepala atau headcap

5. Kacamata atau goggle atau faceshield

6. Sarung tangan atau handscoen

2.2.2 Forensik Klinik

Forensik klinik adalah cabang ilmu kedokteran forensik yang mempelajari segala

sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan kedokteran dan kesehatan serta pemberian jasa

konsultasi medikolegal terhadap individu, praktisi hukum, klien (termasuk polisi) apabila ada

unsur tindakan pidana dan pengadilan.8

Secara umum forensik klinik dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

1. Medikolegal
16

Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu, yaitu medico

yang berarti ilmu kedokteran dan legal yang berarti ilmu hukum. Medikolegal berpusat pada

standar pelayanan medis dan standar pelayanan operasional dalam bidang kedokteran dan

hukum-hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum-hukum yang bersifat khusus seperti

kedokteran dan kesehatan pada khususnya.12

2. Penganiayaan fisik

Penganiayaan fisik adalah perlakuan sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan, dan

sebagaainya) yang dilakukan seseorang dengan unsur kesengajaan yang membuat rasa sakit

pada orang lain atau luka pada tubuh orang lain.

Langkah-langkah pemeriksaan korban kekerasan fisik

a. Periksa apakah terdapat Surat Permintaan Visum (SPV) dari kepolisian. Bila ada,

periksa keabsahan SPV dan pemeriksaan yang diminta.

b. Jelaskan dan mintakan persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan (informed

consent) kepada korban (direct consent) atau orang tua/wali yang mengantar.

c. Lakukan anamnesis secara menyeluruh. Bila anak diatas tiga tahun dilakukan

privacy setting dengan melakukan penggalian informasi secara langsung ke

korban anak tanpa di dampingi orang tua/wali yng mengantar.

d. Lakukan pemeriksaan fisik umum dan khusus pada lokasi tubuh yang mengalami

kekerasan. Pada pemeriksaan lokal, luka-luka difoto dan dicatat. Secara naratif,

luka dilukiskan sesuai dengan sistematika penulisan luka (lokasi luka, koordinat

luka, jenis luka, gambaran luka, ukuran luka, dan sekitar luka)

e. Foto dan catat seluruh pemeriksaan penunjang yang dilakukan.13


17

3. Kejahatan seksual

Kejahatan seksual yang diatur dalam undang-undang diantaranya adalah perkosaan

dan pencabulan. Pada kasus kejahatan seksual, tugas dokter adalah mencari adanya tanda-

tanda kekerasan dan adanya tanda-tanda persetubuhan. Pembuktian persetubuhan dilakukan

dengan dua cara yaitu membuktikan adanya penetrasi (penis) ke dalam vagina dan atau

anus/oral dan membuktikan adanya ejakulasi ataau adanya air mani didalam vagina atau

anus. Penetrasi penis kedalam vagina dapat mengakibatkan robekan selaput dara atau bila

dilakukan dengan kasar dapat merusak selaput lendir daerah vulva dan vagina ataupun

laserasi, terutama daerah posterior fourchette.Robekan selaput dara akan bermakna jika masih

baru, masih menunjukkan kemerahan disekitar robekan. Pembuktian persetubuhan yang lain

adalah dengan memeriksa cairan mani didalam liang vagina korban. Dari pemeriksaan cairan

mani akan diperiksa sel spermatozoa dan cairan mani sendiri.14

4. Kekerasan dalam rumah tangga

Kekerasan dalam rumah tangga menurut undang-undang PKDRT No.23 Tahun 2004

adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.15

2.3 Dampak COVID-19 terhadap aspek etikamedikolegal

Pada masa pandemi COVID-19, dokter tetap bekerja sesuai dengan kompetensi yang

dimiliki. Namun pada beberapa kondisi, seperti kasus emergensi pada masa COVID-19,

dokter mungkin dibutuhkan untuk bekerja di luar level kompetensi yang dimiliki.

Berdasarkan General Medical Practice dari General Medical Council (GMC) menyatakan

bahwa dokter harus bekerja dengan aman, untuk itu dokter harus bekerja berdasarkan
18

panduan yang sudah disepakati. Dalam melakukan pekerjaan dengan aman, dokter

membutuhkan alat pelindung diri (APD) yang memadai dan sesuai dengan standar. Setiap

tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter harus ada catatan atau medical record,

sehingga apabila di kemudian hari diperlukan dapat digunakan sebagai penjelasan terhadap

keputusan ataupun tindakan yang dilakukan.16

Dalam kode etik kedokteran Indonesia, setiap dokter wajib selalu memelihara

kesehatannya agar dapat bekerja dengan baik (pasal 20). Cakupan pasal ini termasuk tindakan

perlindungan diri, cuci tangan setelah memeriksa pasien, menggunakan masker untuk

perlindungan penularan lewat udara dan prosedur pencegahan lainnya. Selain itu, dalam

KODEKI tahun 2012 pasal 2 disebutkan bahwa setiap dokter wajib memperjuangkan

dipenuhinya fasilitas, sarana, dan prasarana yang sesuai dengan pedoman nasional pelayanan

kedokteran. Dalam situasi dimana fasilitas pelayanan kesehatan tidak optimal, pengambilan

keputusan profesional wajib dilakukan dengan disertai perilaku profesional terbaik dokter

demi kepentingan terbaik pasien. Dalam KODEKI tahun 2012 juga dijelaskan kewajiban

dokter untuk menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dan atau janji dokter

(pasal 2) dan setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya

(pasal 17).17,18

Dengan adanya COVID-19, dokter tidak diharapkan dapat memberikan pelayanan

apabila dapat membahayakan dirinya ataupun orang lain, namun doter harus secepatnya

memberikan solusi dan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat membantu dalam kasus

COVID-19. Dalam hal ini APD wajib digunakan, namun selain itu terdapat dilema apakah

APD tersebut standar atau tidak. Sehingga terdapat pertanyaan “apakah dokter tanpa APD

dapat menolak pasien?”. Prinsip utama pada masa COVID-19 adalah semua pihak termasuk
19

masyarakat diwajibkan menggunakan masker. Dokter dalam menjalankan tugasnya wajib

menggunakan APD sesuai standar peruntukannya baik berdasarkan waktu dan tempat. Dokter

dan semua pihak wajib mengusahakan APD sesuai dengan standar peruntukannya.19

Dalam kasus dimana dokter dengan APD yang tidak tersedia sesuai dengan standar,

dokter tidak boleh menolak, namun dapat mempertimbangkan untuk menunda pengobatan

yang bersifat elektif, menjaga jarak minimal 2 meter, melakukan tindakan tambahan yang

diperlukan seperti memisahkan ruangan, merujuk ke sarana yang lebih lengkap (APD), serta

dokter harus mendokumentasikan hal-hal yang telah dipuruskan dalam rekam medis. Jika

dalam keadaan gawat darurat dan akses tempat pengobatan lain tidak tersedia, dapat

dipertimbangkan untuk tetap membantu tenaga medis yang relatif tidak berisiko, tetap

menggunakan APD yang tersedia, segera merujuk bila kegawatdaruratan sudah teratasi,

menerapkan sanitasi dan personal hygiene, dokumentasikan tindakan dan keputusan yang

diambil dalam rekam medis.19

2.4 Permasalahan pelayanan kedokteran forensik di masa Pandemi

Undang-undang kesehatan telah mengatur tentang pelayanan kedokteran forensik dan

fasilitas kesehatan sebgai tempat praktek termasuk kedalam subjek yang diatur dalam

undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran, undang-undang nomor 44

tahun 2009 tentang rumah sakit serta regulasi lainnya. Tantangan yang dihadapi yaitu

melibatkan fasilitas kesehatan diantaranya kompetensi dokter dan tenaga kesehatan, standar

rujukan termasuk rujuk balik dan fasilitas kesehatan.3

Permasalahan kasus pelayanan kedokteran forensik berdampak pada tenaga medis.

Menurut penelitian yang dilakukan di China, dampak pelayanan kedokteran forensik bagi

tenaga medis dapat menyebabkan stres, kecemasan, gejala depresi, insomnia, penolakan,
20

kemarahan dan ketakutan.20 Oleh sebab itu pada masa pandemi saat ini dibutuhkan

penjaringan tenaga kesehatan yang kompeten.


BAB III

KESIMPULAN

1. COVID-19 merupakan virus terbaru yang memiliki mortalitas tinggi dan tingkat

penyebaran yang tinggi.

2. Terdapat permasalahan pada kedokteran forensik di masa`pandemi COVID-19.

3. Penatalaksaan jenazah covid-19, khususnya pemeriksaan mayat dan atau bedah mayat

harus sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Forensik

Indonesia (PDFI).

4. Sikap dan tindakan dokter harus memperhatikan keselamatan diri, pasien dan komunitas.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan dan

PengendalianCoronavirus Diesease (COVID-19). Kementerian Kesehatan RI

Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian penyakit. Jakarta: Maret 2020.

2. Kementrian kesehatan republik Indonesia situasi terkini perkembangan coronavirus

disease 2020. Available from: https://covid19.kemenkes.go.id/situasi-infeksi-

emerging/info-corona-virus/situasi-terkini-perkembangan-coronavirus-disease-covid-

19-9-september-2020/#.X1rpXPgxeyU.

3. Syukriani Y. Layanan Kedokteran Forensik di Tingkat Primer. Pehimpunan Dokter

Forensik Indonesia. 2017.

4. Ohoiwutun Y.A. Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Dependensi Hukum pada

Ilmu Kedokteran). Jakarta. 2000.

5. Mallo NTS, Tololiu CC, Kristanto EG. Keragaman Kasus Patologi Forensik di RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari Sudut Pandang SKDI 2012 Periode Juli 2015-

Juni 2016. Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi Manado:2016.

6. Gugus tugas percepatan penanganan COVID-19.Standar alat pelindung diri (APD)

untuk penanganan COVID-19 di Indonesia.Jakarta : April 2020

7. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical features of

patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet. 24 Jan

2020.

8. Isnanto RR. Buku Ajar Etika Profesi. Program Studi Sistem Komputer Fakultas

Teknik Universitas Diponegoro. 2020.

9. Rustyadi D, Henky, Yulianti K, Alit IBP. Ilmu Kedoteran Forensik dan Medikolegal.

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: 2017.

22
10. Mallo NTS, Tololiu CC, Kristanto EG. Keragaman Kasus Patologi Forensik di RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari Sudut Pandang SKDI 2012 Periode Juli 2015-

Juni 2016. Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi Manado:2016.

11. Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia. Modul Kedokteran

Forensik. Jakarta:2019.

12. Oxford University Hospitals. COVID-19 Safe Ways of Working – A visual guide to

safe PPE. NHS. 2020. Available from:

http://www.gov.uk/government/publications/wuhan-novel-coronavirus-infection-

prevention-and-control.

13. Rustyadi D, Henky, Yulianti K, Alit IBP. Ilmu Kedoteran Forensik dan Medikolegal.

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: 2017.

14. Susanti R. Paradigma Baru Peran Dokter dalam Pelayanan Kedokteran Forensik.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas:2012.

15. Kemenkes RI. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Yogyakarta:Pustaka Mahardika;2011.

16. General Medical Council. Coronavirus (COVID-19) - Our Advice for Doctors. 2020.

Available from: https://www.gmc-uk.org/ethical-guidance-for-doctors/good-medical-

practice.

17. Oktavira BA. Jerat Hukum bagi Penyebar Identitas Pasien Positif COVID-19. 2020.

Available from: https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5e7c4201bb923/

jerat-hukum-bagi-penyebar-identitas -pasien-positif-covid-19/#_ftn1.

18. Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia. Panduan Penatalaksanaan Jenazah Suspek

COVID-19. Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2020.

23
19. Afandi Dedi. Bolehkah Dokter tanpa APD Menolak Pasien? Tinjauan Aspek Etik di

Masa Pandemi Covid-19. 18 April 2020.

20. Zhang J, Wu W, Zao X, Zhang W. Recomended psychological srisis intervention

response to the 2019 novel coronavirus pneumonia outbreak in China: a model of

West China Hospital. Precision Clinical Medicine. 2020;3(1):3-8

24

Anda mungkin juga menyukai