Oleh:
Pembimbing:
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahuwata’ala atas rahmat dan
hidayah-Nya dapat terselesaikan dengan baik referat dengan judul “Permasalahan Pelayanan
Kedokteran Forensik di Masa Pandemi COVID-19”. Referat ini disusun sebagai salah satu
tugas selama masa kepanitraan klinik ilmu kedokteran forensik dan Studi Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Penulis menyampaikan bahwa disusunnya referat ini tidak mungkin dapat
diselesaikan tanpa bantuan, dorongan dan kerjasama berbagai pihak lain yang membantu
penulis dalam menyelesaikannya, sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada:
1. dr. Arwan, M.Ked.For, Sp.FM selaku dosen pembimbing referat.
2. Seluruh staf Rumah Sakit Bhayangkara Pekanbaru
3. Rekan-rekan kepanitraan klinik senior bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis
mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penyusunannya. Penulis juga mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan dari referat ini di kemudian hari.
Akhir kata dari penulis, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Atas perhatian
yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diindentifikasi sebelumnya pada
manusia. Ada 2 jenis coronavirus yang menyebabkan timbulnya gejala berat seperti Middle
East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut Berat/Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS). Gejala berat yang dapat menyebabkan Pneumonia sindrom
Kasus COVID-19 dilaporkan muncul pertama kali pada tanggal 31 Desember 2019 di
kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Pada tanggal 7 Januari 2020, China mengidentifikasi
kasus tersebut sebagai jenis baru coronavirus. World Health Organization menentapkan
Januari 2020. COVID-19 ditetapkan WHO sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020.1
WHO melaporkan sampai dengan 30 Juni 2020, secara global didapatkan 10.185.374
kasus konfirmasi dengan 503.862 kematian diseluruh dunia. Negara yang paling tinggi kasus
kematian adalah Amerika Serikat, United Kingdom, Italia, Prancis dan Spanyol. Indonesia
melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020.1 Sampai tanggal 5
Oktober 2020 terdapat 303.498 kasus konfirmasi COVID-19 dengan angka 11.151 kematian.2
forensik klinik terdiri dari forensik patologi yaitu pemeriksaan kematian dan otopsi.
1
2
Sedangkan forensik klinik terdiri dari pemeriksaan trauma, pemeriksaan kasus kekerasan
terhadap wanita dan anak serta pemeriksaan kesehatan.3 Pelayanan kedokteran forensik pada
mempengaruhi aspek di bidang kedokteran yaitu keterbatasan sarana dan prasarana seperti
pandemi covid.
Manfaat dari penulisan referat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang
TINJAUAN PUSTAKA
disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Virus tersebut adalah suatu kelompok virus yang
dapat menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan sampai berat. Ada dua jenis
coronavirus yang dapat menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat pada
penderita. Penyakit yang disebabkan oleh dua jenis coronavirus tersebut adalah Middle East
merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen. Coronavirus
coronavirus.2
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Penyakit ini pertama kali dilaporkan oleh
WHO China Country Office sebagai kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di
Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina pada 31 Desember 2019. Cina mengidentifikasi
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai jenis baru coronavirus
(COVID-19) pada 7 Januari 2020. Virus penyebab COVID-19 ini adalah salah satu jenis
pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 dengan jumlah terus bertambah hingga
saat ini.1
3
4
manusia. Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet
cats) ke manusia dan MERS dari unta ke manusia, sedangkan COVID-19 diketahui dapat
ditularkan dari kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa
ditemukan untuk Coronavirus.1,3 Alur Coronavirus dari hewan ke manusia dan dari
manusia ke manusia melalui transmisi kontak, transmisi droplet, rute feses dan oral.3
COVID-19 dapat ditransmisikan melalui udara, hal ini dapat terjadi dalam keadaan kusus
dimana prosedur atau perawatan sportif yang menghasilkan aerosol intubasi endotrakel,
intubasi.1
Virus ini terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, dengan gejala
klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai gejala berat seperti SARS atau
MERS serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa. Semua orang secara umum
rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis baru dapat terjadi pada pasien
immunocompromise dan populasi normal, bergantung paparan jumlah virus. Jika kita
terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat menimbulkan penyakit
walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal. Orang-orang dengan sistem imun lemah
seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih
cepat dan lebih parah. Infeksi Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang
Gejala-gejala yang timbul biasanya bersifat ringan dan muncul secara bertahap.
Beberapa orang yang terinfeksi tidak menimbulkan gejala apapun dan tetap merasa sehat.
Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah dan batuk kering.
Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri
5
kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan atau
ruam kulit. Masa inkubasi SARCOV-2 berlangsung antara 1 hingga 14 hari, dengan rata-
rata 5-6 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom
pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang
dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami
kesulitan bernapas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua
paru.1
Ilmu kedokteran forensik dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah satu
cabang spesialistik ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk
kepentingan penegakan hukum dan keadilan. Ruang lingkup ilmu kedokteran forensik di
Forensik patologi adalah cabang ilmu kedokteran yang menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran pada pemeriksaan jenazah dan segala hal yang berhubungan
dengan kematian guna kepentingan peradilan. Patologi forensik merupakan salah satu cabang
patologi yang berkaitan dengan penentuan penyebab kematian berdasarkan pemeriksaan pada
mayat (autopsi). Ruang lingkup forensik patologi terbagi menjadi dua yaitu pemeriksaan
tangan 6 langkah berdasarkan WHO sesuai dengan gambar 1.1 dibawah ini :
APD berdasarkan dengan panduan WHO, sesuai dengan gambar 1.2 dibawah ini :
Alat pelindung diri adalah alat yang dipakai untuk melindungi petugas atau pasien
dari paparan darah, cairan tubuh sekresi maupun ekskresi yang terdiri dari sarung tangan,
masker bedah atau masker N95, gaun, apron, pelindung mata (goggles), face sield (pelindung
wajah), pelindung/penutup kepala dan pelindung kaki. Macam-macam Alat Pelindung Diri
(APD). Alat pelindung diri pada pelayanan kesehatan terdiri atas beberapa level, yaitu APD
a. Alat pelindung diri level 1 terdiri dari masker bedah 3 ply dan sarung tangan
b. Alat pelindung diri level 2 terdiri dari masker bedah 3 ply, gaun, sarung tangan
karet sekali pakai, pelindung mata (goggles), face sield (pelindung wajah) dan
headcap.
9
c. Alat pelindung diri level 3 terdiri dari masker N95, gaun, boots/sepatu karet
dengan pelindung sepatu, pelindung mata, face shield, sarung tangan bedah karet
invasif, meliputi pemeriksaan bungkus jenazah, pakaian satu persatu atau lapis demi lapis,
deskripsi rinci bagian seluruh tubuhnya dan pemeriksaan perlukaan atau cedera. Tujuan
pemeriksaan ini adalah untuk menentukan identitas mayat dan menentukan pola cedera
dengan mengidentifikasi adanya luka atau tanda-tanda kekerasan, tanda-tanda tenggelam atau
keracunan, serta mencari kelainan lainnya dan tanda-tanda kematian sekunder yang mungkin
berkaitan dengan peristiwa kematian korban.7 Coronavirus dapat menyebar melalui jenazah
korban positif COVID-19.7 Hal ini dikarenakan Coronavirus belum sepenuhnya mati setelah
11
pasien meninggal. Belum ada jurnal yang pasti mengatakan kapan Coronavirus hilang
sepenuhnya dari tubuh jenazah, tetapi beberapa sumber menyatakan bahwa virus dapat
bertahan dalam tubuh jenazah dalam waktu 1 hingga 2 minggu. Waktu itu terhitung jika
jenazah tidak dimakamkan, sehingga risiko penyebaran ini muncuk sebelum jenazah
dimakamkan.7,8
Forensik Indonesia (PDFI) ditujukan bagi pelayanan jenazah dengan kriteria sebagai berikut :
1. Jenazah dari dalam rumah sakit dengan diagnosis ISPA, ISPB, pneumonia, ARDS
dengan atau tanpa keterangan kontak dengan penderita COVID-19 yang mengalami
2. Jenazah pasien dengan pemantauan (PDP) dari dalam rumah sakit sebelum keluar
hasil swab.
3. Jenazah dari luar rumah sakit, yang memiliki riwayat yang termasuk kedalam kriteria
orang dalam pengawasan (ODP) atau pasien dalam pemantauan (PDP). Hal ini
termasuk pasien DOA (Death On Arrival) rujukan dari rumah sakit lain.
Langkah-langkah :
petugas yang ditunjuk di ruang perawatan sebelum jenazah dijemput oleh petugas
kamar jenazah.
b. Jenazah ditutup disumpal lubang hidung dan mulut menggunakan kapas, hingga
c. Bila ada luka akibat tindakan medis, maka dilakukan penutupan dengan plaster
kedap air.
pelindung, apron pelastik dan sarung tangan atau handscoen non steril.
pembungkus
jenazah, dipastikan bahwa lubang hidung dan mulut sudah tertutup serta luka-luka
akibat tindakan medis sudah tertutup plastic pembungkus. Kantong jenazah harus
tertutup sempurna.
f. Setelah itu jenazah dapat dipindahkan ke brankar jenazah, lalu brankar di tutup
g. Semua APD yang digunakan selama pemindahan jenazah dibuka dan dibuang
diruang perawatan.
i. Surat Keterangan Kematian atau Sertifikat Medis Penyebab Kematian dibuat oleh
tatalaksana pada jenazah yang meninggal dengan penyakit menular, terutama pada
c. Desinfeksi jenazah dilakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi untuk itu, yaitu
dokter spesialis forensic dan medikolegal dan teknisi forensic dengan menggunakan
APD lengkap :
3. Masker N95
formaldehyde 10% atau lebih dengan paparan minimal 30 menit dengan teknik
Setelah dilakukan tindakan desinfeksi, dipastikan tidak ada cairan yang menetes atau
maka dipertimbangkan penggunaan chlorine dengan pengenceran 1:9 atau 1:10, untuk
e. Semua lubang hidung dan mulut ditutup atau disumpal dengan kapas hingga
f. Pada jenazah yang masuk dalam kriteria mati tidak wajar, maka desinfeksi jenazah
2.2.1.3 Otopsi
Otopsi adalah pemeriksaan medis terhadap mayat dengan membuka rongga kepala,
leher, dada, perut dan panggul serta bagian tubuh lain bila diperlukan, disertai dengan
pemeriksaan jaringan dan organ tubuh di dalamnya, baik secara fisik maupun dengan
pemeriksaan laboratorium.10
a. Setiap jenazah yang akan dilakukan pemeriksaan mayat dana tau bedah mayat
kondisi jenazah sebelum meninggal untuk mencari tanda-tanda yang sesuai dengan
c. Bila jenazah yang akan diperiksa masuk dalam kriteria ODP maupun PDP, petugas
mengedukasi keluarga tentang tindakan disfensi setelah pemeriksaan mayat dan atau
bedah mayat
d. Bila bedah mayat tidak langsung dilakukan atau masih menunggu beberapa waktu,
maka setelah selesai dilakukan pemeriksaan mayat atau pemeriksaan luar, dilakukan
15
penutupan lubang hidung dan mulut dengan kapas hingga rapat, dimasukkan kedalam
e. APD yang digunakan pada saat pemeriksaan mayat atau pemriksaan luar terdiri dari :
2. Apron plastic
3. Masker surgical
f. APD yang digunakan pada saat pemeriksaan bedah mayat atau pemeriksaan dalam
terdiri dari :
3. Masker N95
Forensik klinik adalah cabang ilmu kedokteran forensik yang mempelajari segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan kedokteran dan kesehatan serta pemberian jasa
konsultasi medikolegal terhadap individu, praktisi hukum, klien (termasuk polisi) apabila ada
1. Medikolegal
16
Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua aspek ilmu, yaitu medico
yang berarti ilmu kedokteran dan legal yang berarti ilmu hukum. Medikolegal berpusat pada
standar pelayanan medis dan standar pelayanan operasional dalam bidang kedokteran dan
hukum-hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum-hukum yang bersifat khusus seperti
2. Penganiayaan fisik
sebagaainya) yang dilakukan seseorang dengan unsur kesengajaan yang membuat rasa sakit
a. Periksa apakah terdapat Surat Permintaan Visum (SPV) dari kepolisian. Bila ada,
consent) kepada korban (direct consent) atau orang tua/wali yang mengantar.
c. Lakukan anamnesis secara menyeluruh. Bila anak diatas tiga tahun dilakukan
d. Lakukan pemeriksaan fisik umum dan khusus pada lokasi tubuh yang mengalami
kekerasan. Pada pemeriksaan lokal, luka-luka difoto dan dicatat. Secara naratif,
luka dilukiskan sesuai dengan sistematika penulisan luka (lokasi luka, koordinat
luka, jenis luka, gambaran luka, ukuran luka, dan sekitar luka)
3. Kejahatan seksual
dan pencabulan. Pada kasus kejahatan seksual, tugas dokter adalah mencari adanya tanda-
dengan dua cara yaitu membuktikan adanya penetrasi (penis) ke dalam vagina dan atau
anus/oral dan membuktikan adanya ejakulasi ataau adanya air mani didalam vagina atau
anus. Penetrasi penis kedalam vagina dapat mengakibatkan robekan selaput dara atau bila
dilakukan dengan kasar dapat merusak selaput lendir daerah vulva dan vagina ataupun
laserasi, terutama daerah posterior fourchette.Robekan selaput dara akan bermakna jika masih
baru, masih menunjukkan kemerahan disekitar robekan. Pembuktian persetubuhan yang lain
adalah dengan memeriksa cairan mani didalam liang vagina korban. Dari pemeriksaan cairan
Kekerasan dalam rumah tangga menurut undang-undang PKDRT No.23 Tahun 2004
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
Pada masa pandemi COVID-19, dokter tetap bekerja sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki. Namun pada beberapa kondisi, seperti kasus emergensi pada masa COVID-19,
dokter mungkin dibutuhkan untuk bekerja di luar level kompetensi yang dimiliki.
Berdasarkan General Medical Practice dari General Medical Council (GMC) menyatakan
bahwa dokter harus bekerja dengan aman, untuk itu dokter harus bekerja berdasarkan
18
panduan yang sudah disepakati. Dalam melakukan pekerjaan dengan aman, dokter
membutuhkan alat pelindung diri (APD) yang memadai dan sesuai dengan standar. Setiap
tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter harus ada catatan atau medical record,
sehingga apabila di kemudian hari diperlukan dapat digunakan sebagai penjelasan terhadap
Dalam kode etik kedokteran Indonesia, setiap dokter wajib selalu memelihara
kesehatannya agar dapat bekerja dengan baik (pasal 20). Cakupan pasal ini termasuk tindakan
perlindungan diri, cuci tangan setelah memeriksa pasien, menggunakan masker untuk
perlindungan penularan lewat udara dan prosedur pencegahan lainnya. Selain itu, dalam
KODEKI tahun 2012 pasal 2 disebutkan bahwa setiap dokter wajib memperjuangkan
dipenuhinya fasilitas, sarana, dan prasarana yang sesuai dengan pedoman nasional pelayanan
kedokteran. Dalam situasi dimana fasilitas pelayanan kesehatan tidak optimal, pengambilan
keputusan profesional wajib dilakukan dengan disertai perilaku profesional terbaik dokter
demi kepentingan terbaik pasien. Dalam KODEKI tahun 2012 juga dijelaskan kewajiban
dokter untuk menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah dan atau janji dokter
(pasal 2) dan setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya
(pasal 17).17,18
apabila dapat membahayakan dirinya ataupun orang lain, namun doter harus secepatnya
memberikan solusi dan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat membantu dalam kasus
COVID-19. Dalam hal ini APD wajib digunakan, namun selain itu terdapat dilema apakah
APD tersebut standar atau tidak. Sehingga terdapat pertanyaan “apakah dokter tanpa APD
dapat menolak pasien?”. Prinsip utama pada masa COVID-19 adalah semua pihak termasuk
19
menggunakan APD sesuai standar peruntukannya baik berdasarkan waktu dan tempat. Dokter
dan semua pihak wajib mengusahakan APD sesuai dengan standar peruntukannya.19
Dalam kasus dimana dokter dengan APD yang tidak tersedia sesuai dengan standar,
dokter tidak boleh menolak, namun dapat mempertimbangkan untuk menunda pengobatan
yang bersifat elektif, menjaga jarak minimal 2 meter, melakukan tindakan tambahan yang
diperlukan seperti memisahkan ruangan, merujuk ke sarana yang lebih lengkap (APD), serta
dokter harus mendokumentasikan hal-hal yang telah dipuruskan dalam rekam medis. Jika
dalam keadaan gawat darurat dan akses tempat pengobatan lain tidak tersedia, dapat
dipertimbangkan untuk tetap membantu tenaga medis yang relatif tidak berisiko, tetap
menggunakan APD yang tersedia, segera merujuk bila kegawatdaruratan sudah teratasi,
menerapkan sanitasi dan personal hygiene, dokumentasikan tindakan dan keputusan yang
fasilitas kesehatan sebgai tempat praktek termasuk kedalam subjek yang diatur dalam
tahun 2009 tentang rumah sakit serta regulasi lainnya. Tantangan yang dihadapi yaitu
melibatkan fasilitas kesehatan diantaranya kompetensi dokter dan tenaga kesehatan, standar
Menurut penelitian yang dilakukan di China, dampak pelayanan kedokteran forensik bagi
tenaga medis dapat menyebabkan stres, kecemasan, gejala depresi, insomnia, penolakan,
20
kemarahan dan ketakutan.20 Oleh sebab itu pada masa pandemi saat ini dibutuhkan
KESIMPULAN
1. COVID-19 merupakan virus terbaru yang memiliki mortalitas tinggi dan tingkat
3. Penatalaksaan jenazah covid-19, khususnya pemeriksaan mayat dan atau bedah mayat
harus sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Forensik
Indonesia (PDFI).
4. Sikap dan tindakan dokter harus memperhatikan keselamatan diri, pasien dan komunitas.
21
DAFTAR PUSTAKA
emerging/info-corona-virus/situasi-terkini-perkembangan-coronavirus-disease-covid-
19-9-september-2020/#.X1rpXPgxeyU.
4. Ohoiwutun Y.A. Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Dependensi Hukum pada
5. Mallo NTS, Tololiu CC, Kristanto EG. Keragaman Kasus Patologi Forensik di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari Sudut Pandang SKDI 2012 Periode Juli 2015-
7. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet. 24 Jan
2020.
8. Isnanto RR. Buku Ajar Etika Profesi. Program Studi Sistem Komputer Fakultas
9. Rustyadi D, Henky, Yulianti K, Alit IBP. Ilmu Kedoteran Forensik dan Medikolegal.
22
10. Mallo NTS, Tololiu CC, Kristanto EG. Keragaman Kasus Patologi Forensik di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari Sudut Pandang SKDI 2012 Periode Juli 2015-
11. Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik Indonesia. Modul Kedokteran
Forensik. Jakarta:2019.
12. Oxford University Hospitals. COVID-19 Safe Ways of Working – A visual guide to
http://www.gov.uk/government/publications/wuhan-novel-coronavirus-infection-
prevention-and-control.
13. Rustyadi D, Henky, Yulianti K, Alit IBP. Ilmu Kedoteran Forensik dan Medikolegal.
14. Susanti R. Paradigma Baru Peran Dokter dalam Pelayanan Kedokteran Forensik.
Yogyakarta:Pustaka Mahardika;2011.
16. General Medical Council. Coronavirus (COVID-19) - Our Advice for Doctors. 2020.
practice.
17. Oktavira BA. Jerat Hukum bagi Penyebar Identitas Pasien Positif COVID-19. 2020.
jerat-hukum-bagi-penyebar-identitas -pasien-positif-covid-19/#_ftn1.
23
19. Afandi Dedi. Bolehkah Dokter tanpa APD Menolak Pasien? Tinjauan Aspek Etik di
24