Anda di halaman 1dari 13

Batuk Kronik Berulang

Nuha Afiifah Parwoko_12100119051_17_2019

1. Pendahuluan
1.1 Definisi Batuk
Batuk adalah respons refleks dari saluran pernapasan bawah terhadap stimulasi
reseptor batuk di mukosa saluran pernapasan.1
Batuk kronik menurut american academy of pediatrics (AAP) di definisikan
sebagai batuk harian dengan durasi setidaknya 4 minggu.2
1.2 Definisi Batuk Kronik Berulang
Batuk kronik berulang (BKB) adalah keadaan klinis oleh berbagai penyebab
dengan gejala batuk yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan/atau batuk
yang berulang sedikitnya 3 episode dalam 3 bulan berturut, dengan atau tanpa
disertai gejala respiratorik atau non-respiratorik lainnya.3

2. Batuk Kronik Berulang


2.1 Etiologi
Batuk kronik dan/atau berulang merupakan batuk yang sulit diatasi apabila
tidak diketahui etiologinya sehingga penanganan yang diberikan hanya terbatas
pada simtomatis saja. Penyebab batuk kronik tersering pada anak adalah asma,
ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) berulang baik atas atau bawah dan RGE
(refluks gastroesofagus).3
Tabel 1. Etiologi batuk kronik berdasarkan tanda dan gejala1
Gejala & tanda Kemungkinan etiologi
Temuan auskultasi (wheeze, krepitasi/ Asma, bronkitis, penyakit kongenital, aspirasi
crackles, suara napas berbeda) benda asing
Karakteristik batuk (batuk tersedak, Abnormal kongenital paru
batuk dimulai dari lahir)
Deformitas dinding dada Penyakit paru kronik
Batuk berdahak setiap hari Bronkitis kronik, penyakit paru supuratif
Dyspnea (exertional atau rest) Penurunn fungsi paru dari penyakit paru atau
jantung kronik
Gagal tumbuh Penurunan fungsi paru, imunodefisiensi,
cystic fibrosis
Sulit makan (termasuk tersedak dan Penurunan fungsi paru dan aspirasi
muntah)
Hemoptysis Bronkitis, aspirasi benda asing, trauma suction
Tabel 2. Etiologi batuk kronik menurut kelompok usia 3
Bayi Balita Anak besar & remaja
Kelainan kongenital  Aspirasi benda asing  Asma
 Trakeomalasia  Post infectious cough  Merokok
 Bronkomalasia  Asma (pasif/aktif)
 Vascular ring  Tuberkulosis  Postnasal drip
 Fistula trakeo-  Pertusis  Infeksi (viral,
esofagus  Otitis media kronik bakterial, atipikal,
Infeksi  Refluks fungal)
 Pertusis gastroesofagus  Tuberkulosis
 Klamidia  Bronkiektasis: post  Otitis media kronik
 RSV infectious, primary  Bonkiektasis
 Adenovirus ciliary dyskinesia,  Psikogen
 Parainfluenza sindrom  Tumor
Asma imunodefisiensi  Primary ciliary
Aspirasi Kronik dyskinesiav
 Gangguan  Sindrom
menelan (lambat imunodefisiensi
kembang, palsi
serebral,
gangguan SSP)
 Refluks
gastroesofagus
Lain-lan
 Merokok pasif
 Polusi lingkungan

2.2 Epidemiologi
Batuk menjadi salah satu keluhan paling umum untuk berkunjung ke dokter
dan sekitar 29,5 juta kunjungan rawat jalan tahunan. Batuk kronik pada anak terjadi
5% sampai 10%.2 Berdasarkan riskesdas 2013 karakteristik penduduk dengan ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut) yang termasuk penyebab batuk kronik tertinggi
pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%).2,4

2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko batuk kronik pada anak bisa terjadi karena zat-zat iritatif seperti
debu, asap rokok, dan aspirasi benda asing kedalam saluran pernapasan dengan
adanya riwayat tersedak, batuk bersifat paroksismal, wheezing di salah satu
hemitoraks, dan stridor pada anak balita.5,6
2.4 Klasifikasi
Pembagian batuk pada anak dapat di kelompokan menjadi tiga yaitu batuk akut
yang berlangsung <2 minggu, batuk kronik yang berlangsung selama 2 minggu atau
lebih, dan batuk kronik berulang yang berlangsung >3 kali dalam 3 bulan berturut-
turut dalam setahun dengan/tanpa gejala respiratori dan non-respiratori.3,6

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi


Patogenesis mengenai BKB sangat luas karena etiologi masing-masing
penyakit bisa spesifik dan tidak spesifik. Batuk sendiri suatu refleks kompleks yang
melibatkan banyak sistem organ. Batuk akan timbul apabila ada stimulus pada
reseptor batuk yaitu sensory nerve ending dan C fiber yang dapat di stimulasi
dengan rangsangan suhu (dingin), kimia (gas) oleh capsaicin reseptor yang terletak
di epitel respiratori dan bisa bertambah jumlahnya bila pasien mempunyai batuk
kronik, mekanik (sekret, tekanan), dan mediator lokal (histamin, prostaglandin, dan
leukotrien) reseptor batuk sendiri terletak di seluruh saluran pernapasan seperti
faring, laring, bronkiolus juga selain saluran pernapasan seperti gaster dan esofagus.
Ion kation channel dan C fiber akan mengirimkan sinyal afferent nerve ending yang
akan ditangkap oleh reseptor capsaicin lalu sinyal sensorik melalui vagus nerve dan
superior laryngeal nerve dikirimkan ke brainstem pada nucleus tractus solitarius
(cough center). Vocal cord adduksi yang akan mendorong terjadinya oklusi dari
saluran pernapasan atas, expiratory muscle kontraksi hingga tekanan intratoraks
300 mmHg yang secara tiba-tiba membuat laring kontraksi dan rapid expiration
flow, otot polos bronkiolus kontraksi bersamaan dengan terjadinya kompresi
saluran pernapasan, penyempitan lumen dan maximal velocity exhalation sehingga
bisa terjadinya batuk. Efektor batuk bergantung terhadap rangsangan, bila
rangsangan terjadi secara berulang maka akan timbul batuk berulang sedangkan
bila rangsangan terus menerus maka yang timbul menjadi batuk kronik.3,7

2.6 Diagnosis kriteria


Bila menghadapi pasien dengan batuk kronik, pendekatan diagnostik
dengan pemahaman mekanisme dan anatomi refleks batuk sangat membantu.
Penerapan cara tersebut dapat mengidentifikasi sekitar 90% kasus, dengan
keberhasilan terapi yang lebih kurang sama tingginya.
Tabel 3. Anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang anak BKB3,6
Anamnesis Pemeriksaan fisis Pemeriksaan penunjang
 Umur awitan  Tumbuh kembang  Darah tepi rutin:
 Karakteristik batuk  Status nutrisi peningkatan leukosit,
 Saat timbul batuk  Jari tabuh(clubbing netrofil (infeksi
 Gejala penyerta fingers) bakteri), limfosit
 Faktor pencetus  Tanda-tanda sinusitis (infeksi virus),
 Pengaruh  Tanda-tanda alergi: eosinofil (alergi
lingkungan dan geographic tongue, penyebab BKB)
cuaca allergic shinners,  Uji tuberkulin
 Respon terhadap dennie crease  Pencitraan
terapi sebelumnya  Toraks:  Spirometri
asimetri,kelainan  Bronkoskopi, dua
bentuk (pectus tipe yaitu
excavatum, pectus bronkoskopi rigid
carinatum), diagnosis sumbatan
hipersonor, redup, benda asing dan
ronki, mengi. fleksibel diagnosis
selain benda asing.

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari batuk kronik berulang dengan batuk kronik terkadang
sulit di bedakan, diagnosis banding batuk kronik berulang diantaranya:
1. asma;
2. drainase dari saluran pernapasan atas;
3. aspirasi benda asing;
4. infeksi berulang respiratory tract pada pasien defesiensi imun;
5. chiari malformation;
6. idiopathic pulmonary hemosiderosis;
7. hipersensivitas pneumonitis.1
Pembagian batuk kronik secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu batuk kronik non spesifik (isolated) tanpa adanya wheezing pada anak yang
relatif tampak sehat dan batuk kronik spesifik karena terdapat kelainan respiratorik
yang serius.3,8(Tabel 4)
Tabel 4. Diagnosis banding batuk kronik pada anak3,8,9
Non- spesifik Spesifik
Anak relatif tampak sehat Penyakit dasar nyata
 Bronkitis akut viral Penyakit paru supuratif kronik
berulang  Aspirasi paru berulang
 Batuk pasca infeksi  Benda asing
 Pertussis and tussis like  Bronkiektasis
cough  Defisiensi imun
 Asma  Diskinesia silia primer, lesi respiratorik
 Postnasal drip  Trakeobronkomalasia
 Psikogen  Tuberkuloasis (kompresi oleh KGB)
 Tumor, kolaps lobus, kista, sekuestrasi

2.8 Tatalaksana
Pada umumnya tatalaksana antara anak dengan dewasa tidak dapat
disamakan, karena keduanya memiliki perbedaan dari segala aspek. Perbedaan
yang sangat jelas adalah anak masih mengalami proses tumbuh kembang, selain itu
pola penyakit respiratorik pada anak berbeda nyata dengan orang dewasa.
Keberhasilan dari tatalaksana batuk kronik berulang sangat bergantung
terhadap keberhasilan diagnosis penyebabnya. Oleh karena itu usaha paling keras
dalam tata laksana batuk kronik adalah dalam penentuan diagnosis secara
sistematik dan tepat.
Langkah pertama yang dapat dilakukan dengan penghentian pajanan yang
dapat menyebabkan batuk kronik berulang seperti asap, gas, rokok, dan lain-lain.
Kepada orangtua dan pasien dapat diberikan penjelasan untuk menenangkan nya,
karena batuk kronik biasanya memerlukan waktu 4-8 minggu untuk sembuh.
Farmakoterapi untuk batuk dibagi dalam dua jenis, yaitu (a) antitusif untuk
mencegah, mengendalikan, dan menekan batuk, atau (b) protusif untuk membuat
batuk lebih efektif. Terapi antitusif terindikasi bila batuk tidak mempunyai manfaat,
misalnya batuk yang timbul akibat rangsangan di faring. Antitusif nonspesifik
ditujukan kepada gejala bukan kepada penyebab atau mekanisme batuknya, oleh
karena itu terapi antitusif perannya sangat terbatas. Obat ini terindikasi hanya bila
terapi definitif dan spesifik tidak dapat diberikan, baik karena etiologinya tidak
diketahui, batuk yang demikian hebat atau bila terapi definitif tidak akan berhasil,
misalnya batuk karena kanker paru. Peran terapi antitusif terbatas karena besar
kemungkinan identifikasi etiologi batuk, dan terapi spesifik bisa berhasil. Protusif
terindikasi bila batuknya bermanfaat dan perlu diberdayakan, yaitu pada kelainan
respiratorik yang menghasilkan banyak sekresi, misalnya bronkiektasis, bronkitis,
pneumonia, atelektasis paru.
Dari beberapa studi yang dievaluasi beberapa obat protusif yang dinyatakan
efektif adalah salin hipertonik, erdostein, dan terbutalin.
Rekomendai untuk diagnosis dan tata laksana batuk pada anak yaitu UKK
respirologi IDAI tahun 2017, obat batuk yang dapat diberikan untuk anak adalah:
1. Madu
Diberikan pada usia anak lebih dari 1 tahun, madu lebih efektif dibandingkan
dengan placebo atau difenhidramin atau madu memiliki level of evidence 1A.
Penelitian menunjukkan bahwa madu sangat efektif sebagai medikasi non-spesifik
batuk akut pada anak-anak dengan dosis efektif: usia <5 tahun 2,5 ml, usia 5-12
tahun 5 ml, dan usia >12 tahun 10 ml.10
2. Mukoaktif
Mukoaktif adalah obat yang dapat mengubah komponen visko-elastisitas mukus
untuk membantu bersihan jalan napas sehingga tidak terjadi timbunan atau
sumbatan dari mukus. Mukoaktif meliputi:
a. Mukolitik, mengurangi kekentalan mukus dengan memutus ikatan
polimer mukus (n-asetilsistein, ambroksol, erdostein). Mukolitik lebih
efektif dibanding plasebo untuk batuk akut dengan level of evidence 1A;
b. Mukokinetik, membersihkan jalan napas atau mengubah interaksi
mukus epitel (bronkodilator, surfaktan, ambroksol);
c. Mukoregulator, menghambat produksi dan/atau sekresi mukus seperti
antikolinergik;
d. Ekspetoran, meningkatkan hidrasi dari mukus dengan meningkatkan
sekresi air disaluran respiratori dan/atau penambahan air secara
langsung pada sediaan obat seperti guaifenesin.
Berikut Pharmacology properties untuk obat mukoaktif:
1) Ambroksol
 Indikasi, sebagai sekretolitik pada gangguan saluran pernapasan akut
dan kronus khususnya pada eksaserbasi nronkitis kronis dan bronkitis
asmatik dan asma bronkial.
 Peringatan, hanya dapat digunakan selama kehamilan (terutama
trimester awal) dan menyusui jika memang benar-benar diperlukan;
ambroksol tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang lama tanpa
konsultasi dokter, dalam beberapa kasus insufisiensi ginjal, akumulasi
dari metabolit ambroksol terbentuk dihati
 Interaksi, pemberian bersamaan dengan antibiotik menyebabkan
peningkatan penerimaan antibiotik kedalam jaringan paru-paru.
 Kontraindikasi , hipersensitif terhadap ambroksol
 Efeksamping, reaksi pada saluran cerna dan alergi pada kulit
 Dosis, anak diatas 12 tahun: ½ tablet 2-3 kali sehari. Anak s/d 2
tahun:0,5 mL(10 tetes) 2 kali sehari; anak 6-12 tahun:2-3 kali sehari 1
sendok takar; 2-6 tahun: 3 kali sehari ½ sendok takar; dibawah 2 tahun:
2 kali sehari ½ sendok takar.
2) Asetilsistein
 Indikasi, terapi hipersekresi mukus kental dan tebal pada saluran
pernapasan
 Peringatan, pasien yang sulit mengeluarkan sekret, penderita asma
bronkial, berbahaya untuk pasien asma bronkial akut
 Kontraindikasi, hipersensifitas terhadap N-asetilsistein
 Efeksamping, pada penggunaan sistemik menimbulkan reaksi seperti
urtikaria dan bronkospasme
 Dosis, nebulasi 1 ampul 1-2 kali sehari selama 5-10 hari
3) Erdostein
 Indikasi, mukolitik, pembasah pada afeksi saluran nafas akut dan kronis
 Peringatan, hamil, menyusui, DM
 Kontraindikasi, pasien sirosis hati dan kekurangan enzim crystathionine
sintetase (dengan klirens keratin <25 ml/min)
 Efeksamping, tidak ditemukan efek terhadap saluran pencernaan dan
efek sistemik
 Dosis, anak: berat badan 15-19 kg: 175 mg 2 kali sehari; 20-30 kg: 175
mg 3 kali sehari; >30 kg: 350 mg 2 kali sehari.
Gambar 2.1 Resep obat ambroksol dan asetilsistein

3. Kortikosteroid, gunakan sistemik untuk serangan asma dan croup dan


gunakan topikal untuk rinosinusitis dan rinitis alergi. Pasien dengan
eksaserbasi asma berat mungkin memerlukan pemberian metil-prednisolon
i.v atau prednisone oral. Setelah pasien mengalami perbaikan, dosis obat
dapat dikurangi bertahap, dan penghentian dalam masa 1-2 minggu.
a. Prednisone
Mekanisme kerja prednison sistemik dengan mengubah ekspresi gen,
mensupresi imun sistem dengan mereduksi aktivitas dan volume dari
sistem limfa . Kontraindikasi pada pasien infeksi jamur dan menerima
obat imunosupresan. Peringatan terhadap pasien dengan penyakit
jantung, myasthenia gravis, hamil dan menyusui dengan kategori FDA
C dan D. Dosis anak: 1 mg/kg 2 kali sehari selama 5 hari, diikuti dengan
0,5 mg/kg 2 kali sehari selama 5 hari yang selanjutnya 0,5 mg/kg 1 kali
sehari selama 11 sampai 21 hari setelah makan.
Gambar 2.2 Resep obat prednison pada anak BKB

4. Antihistamin, generasi kedua atau ketiga bermanfaat pada batuk karena


rinitis alergi. Salah satu obat untuk rinitis alergi yaitu:
Montelukas, dengan indikasi rinitis alergi dosis anak: tablet 10 mg 1 kali
sehari, jika memiliki riwayat asma maka diminum pada sore hari namun,
jika tidak diminum pada pagi hari. Mekanisme kerja obat ini selektif
terhadap reseptor leukotrin dengan durasi yang panjang. Menginhibisi
cysteinyl leukotriene type-1 (CysLT1). Durasi obat ini lebih dari 24 jam
dengan farmakokinetik penyerapan 73% tablet kunyah dan 64% tablet
konvensional. Efek samping yang terjadi perubahan tingkah laku seperti
agitasi, cemas, depresi, dan mimpi yang abnormal. Kategori kehamilan
FDA kategori B.

Gambar 2.3 Resep obat montelukas pada anak BKB

5. Antibiotik, di rekomendasikan untuk infeksi respiratori karena bakteri


(faringitis streptokokus, ronosinusitis bakterial akut, otitis media akut),
gunakan antibiotik golongan penisilin (amoksisilin, amoksisilin klavulanat).
Pertussis atau pneumonia atipik gunakan antibiotik makrolida.3,5
a. Penisilin
Termasuk obat yang menginhibisi sintesis dan dinding sel dan termasuk
antibiotik golongan β-laktam, obat yang termasuk golongan ini yaitu: methicillin,
dicloxacillin, ampicillin, amoxicillin, dan carbenicillin. Mempunyai mekanisme
kerja dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk
sintesis dinding mikroba. Indikasi obat ini menangani infeksi dari pnemokokus,
meningikokus, difteri. Efek samping, terjadi hipersensifitas, diare yang paling
sering, gangguan trombosit. Dosis anak: <40 kg: 20-60 mg/kg tiga kali sehari dan
dimakan setelah makan. Kategori untuk kehamilan FDA kategori B.3,5,6,11,12

Gambar 2.4 Resep obat amoksisilin pada anak BKB

2.9 Islamic Insert Medical Curriculum


Penelitian miceli sopo membuktikan bahwa rasa madu yang manis bisa
menjelaskan sebagian sifat antitusifnya. Faktanya terdapat hubungan anatomi yang
dekat antara serabut saraf sensorik yang menimbulkan batuk dan serabut saraf
gustatory agar rasanya manis, zat-zat madu menginduksi interaksi antara serat-serat
ini dan menghasilkan efek antitusif dengan mecegah, menekan, dan mengendalikan
batuk melalui mekanisme sistem saraf pusat.10
Manusia telah menggunakan madu untuk pengobatan, sejak zaman kuno.
Madu telah disebutkan dalam literatur kerajaan-kerajaan kuno, seperti; Sumeria,
Babilonia, Mesir, dan India. Kaum muslimin menggunakan madu sebagai nutrisi
dan obat, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, “.... Dari perut lebah itu keluar
minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat
yang menyembuhkan bagi manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir.” (QS. An- Nahl: 69).13
Daftar Pustaka

1. Maschinen B, Investition A, Beschaffungen G, Ersatzbeschaffungen B,


Mittelherkunft S. Nelson Textbook of Pediatrics, Twentieth Edition. 20th
editi. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2016.hlm. 2027-29
2. Kasi AS, Kamerman-Kretzmer RJ. Cough. Pediatric Review. 2019;40(4):
hlm.157–67.
3. Setyanto DB. Batuk Kronik pada Anak: masalah dan tata laksana. Sari
Pediatrik. 2016;6(2):64.
4. Ri KK. Infodatin Anak Balita. kemenkes RI, Pusat data dan informasi.
Jakarta, Indonesia.; 2015.hlm. 1–8.
5. Andarini I. Update Management of cough in children. Paediatric Children
Health. 2019; hlm. 1–7.
6. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Menuju diagnosis: pemeriksaan
apa yang perlu dilakukan? 2015.
7. Kasper, Dennis. Fauci, Anthony. Harrison’s Principle of Internal Medicine
20th ed [Internet]. Mc Graw Hill Education. 2018; hlm.230-32. Tersedia
dari: https://t.me/MBS_MedicalBookStore
8. Srivasta A, Bhatt J. Management of Childhood Cough. Epidemiology
Clinic centreentre [Internet]. 2018;07(Cdc):1–6. Tersedia dari:
file:///C:/Users/User/Downloads/management of heart failure (2).pdf
9. Alsubaie H, Al-Shamrani A, Alharbi AS, Alhaider S. Clinical practice
guidelines: Approach to cough in children: The official statement endorsed
by the Saudi Pediatric Pulmonology Association (SPPA). Int J Pediatric
Adolescent Medicine [Internet]. 2015;2(1):38–43. Tersedia dari:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijpam.2015.03.001
10. Miceli Sopo S, Greco M, Monaco S, Varrasi G, Di Lorenzo G, Simeone G.
Effect of multiple honey doses on non-specific acute cough in children. An
open randomised study and literature review. Allergol Immunopathology
(Madr) [Internet]. 2015;43(5):449–55. Tersedia dari:
http://dx.doi.org/10.1016/j.aller.2014.06.002
11. G Katzung, Bertram; goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee A,
Perdana. Farmakologi Dasar & Klinik. twelve edi. Masters S, editor. Vol.
53, Journal of Chemical Information and Modeling. Mc Graw Hill Medical;
2012.
12. Karen W. Lippincott Illustated Reviews: Pharmacology Seventh Edition.
Seventh Ed. Radhakrishnan, Rajan; Feild C, editor. Philadelphia: Wolters
Kluwer Lippincott Williams & Wilkins; 2019.
13. Safarsyah AI. Hadis Nabi SAW Tentang Obat Dalam Tinjauan Ilmu
Kedokteran Modern. Al-Dzikra J Stud Ilmu al-Qur’an dan al-Hadits.
2019;12(2):165–88.

Anda mungkin juga menyukai