Anda di halaman 1dari 12

TIN1AUAN PUSTAKA

1. BRONKIEKTASIS
A. Pengertian.
Bronkiektasis merupakan kelainan morIologis yang terdiri dari pelebaran bronkus
yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular
dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)
Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang
disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang,aspirasi benda
asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan
obstruksi ( Hudak & Gallo,1997).
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-
vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).













Gambar 1. Bronkiektasis

B. Epidemiologi
Di negara-negara Barat, kekerapan bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3 di
antara populasi. Kekerapan setinggi itu ternyata mengalami penurunan yang berarti setelah
dapat ditekannya Irekuensi kasus-kasus inIeksi paru dengan pengobatan memakai
antibiotik. Di Indonesia belum ada laporan tentang angkaangka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan
diderita oleh laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak,
bahkan dapat merupakan kelainan Kongenital.


. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan akibat
proses inIeksi. Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita pneumonia
yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan
komplikasi pertusis maupun inIluenza yang diderita semasa anak, tubekulosis paru dan
sebagainya.

. Patogenesis
Patogenesis bronkiektasis tergantung Iaktor penyebabnya. Apabila bronkiektasis
timbul kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat hubungannya dengan Iaktor
genetik serta Iaktor pertumbuhan dan perkembangan Ietus dalam kandungan. Pada
bronkiektasis yang didapat, patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada
beberapa Iaktor yang diduga ikut berperan, antara lain Iaktor obstruksi bronkus, Iaktor
inIeksi pada bronkus atau paru, Iaktor adanya beberapa penyakit tertentu seperti Iibrosis
paru, asthmatic pulmonary eosinophilia dan Iaktor intrinsik dalam bronkus atau paru. Pada
inIeksi, inIeksi yang mendahului bronkiektasis adalah inIeksi bakterial, yaitu
mikroorganisme penyebab pneumonia atau bronkitis yang mendahuluinya. Dikatakan
bahwa hanya inIeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
bronkus sehingga terjadi bronkiektasis, sedangkan inIeksi virus tidak dapat. Boleh jadi
bahwa pneumonia atau bronkitis yang mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh inIeksi
virus.
Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai inIeksi sekunder pada lesi (daerah
bronkiektasis). Secara praktis apabila sputum pasien bronkiektasis bersiIat mukoid dan
putih jernih, menandakan tidak atau belum ada inIeksi sekunder. Sebaliknya apabila
sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah warnanya menjadi
kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi inIeksi sekunder. Untuk
menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Sputum berbau
busuk menandakan adanya inIeksi sekunderoleh kuman anaerob.
Skema Patofisiologi :
Bronkiektasis

Kekurangan Mekanisme Kelainan struktur konginetal Penyakit paru primer
Pertahanan yang didapat/ (Iibrosis kistik,sindroma kar- tomur paru, benda
Konginetal (Ig gama tagener,kurangnya kartilago asing, Tb paru
Antitripin alIa 1 ) bronkus )
Kekurangan Mekanisme
Pertahanan yang didapat/
Konginetal (Ig gama
Antitripin alIa 1 )
Mekanisme Kelainan
struktur konginetal
(Iibrosis kistik, sindroma
kartagener, kurangnya
kartilago bronkus )
Penyakit paru primer
tomur paru, benda asing,
Tb paru
Pnemoni berulang Terkumpulnya secret
Obstruksi sal.naIas

Kerusakan permanen Kuman berkembang dan Atelektasis,penyerap-
pada dinding bronkus inIeksi bakteri pada din- an udara di perenchim
ding bronkus dan sekitarnya tersumbat

Kerusakan pada jaringan otot Tek. Intra pleura lebih
dan elastin negatiI dari tek atmosIir

Kerusakan bronkus yang menetap Bronkus dilatasi



Ketidak eIektiIan batuk Kemampuan bronkus untuk kontraksi pengumpulan secret,inIeksi
berkurang dan selama ekspirasi sekunder dan terjadi irku-
menghilang. lus.

Inhalasi uap dan gas,aspirasi
Cairan lambung
Kemampuan mengeluarkan Mudah terjadi inIeksi
Bagian Paru /lobus medium kanan sektrek menurun
Ligna lobus atas kiri,segmen basal
Bronkiektasis yang menetap

E. ambaran Klinis
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda, 69
penderita berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-kanak, 60
dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun. Gejalanya
tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.

. Tanda dan ejala
1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari,setelah
tiduran dan berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada
gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300
cc, disertai demam, tidak ada naIsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri
Pnemoni berulang
Obstruksi sal.naIas Terkumpulnya secret
Kerusakan permanen
pada dinding bronkus
Kuman berkembang
dan inIeksi bakteri
pada dinding bronkus
Atelektasis, penyerapan
udara di perenchim dan
sekitarnya tersumbat
Tek. Intra pleura lebih
negatiI dari tek.atmosIir
Kerusakan pada jaringan
otot dan elastin
Bronkus dilatasi Kerusakan bronkus yang menetap
Ketidak eIektiIan batuk pengumpulan
secret,inIeksi
sekunder dan
terjadi sirkulus
Kemampuan bronkus
untuk kontraksi berkurang
dan selama ekspirasi
menghilang
Inhalasi uap dan gas,aspirasi
Cairan lambung
Mudah terjadi inIeksi Kemampuan mengeluarkan
sekret menurun
Bronkiektasis yang menetap
pleura, dan lemah badan kadang-kadang sesak naIas dan sianosis, sputum sering
mengandung bercak darah,dan batuk darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 kasus.

Kelainan isik
Pada saat pemeriksaan Iisik, mungkin pasien sedang mengalami batuk batuk
dengan pengeluaran sputum, sesak napas, demam atau sedang batuk darah. Tanda-tanda
Iisik umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, maniIestasi klinis
komplikasi bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lanjut dapat ditemukan tanda-tanda
kor pulmonal kronik maupun payah jantung kanan.
Kelainan paru yang timbul tergantung pada beratnya serta tempat kelainan
bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah Iokal atau diIus. Pada pemeriksaan Iisis paru,
kelainannya harus dicari pada tempat-tempat predisposisia. Pada bronkiektasis biasanya
ditemukan ronki basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya
menetap dari waktu ke waktu atau ronki basah ini hilang sesudah pasien mengalami
drainase postural dan timbul lagi di waktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang
amat luas dan kelainannya berat dapat menimbulkan kelainan berikut: terjadi retraksi
dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah paru yang terkena serta dapat terjadi
pergeseran mediastinum ke daerah paru yang terkena. Bila terdapat komplikasi pneumonia
akan ditemukan kelainan Iisik sesuai dengan pneumonia. hee:ing sering ditemukan bila
terjadi obstruksi bronkus.
Pemeriksaan Iisik berdasarkan Iokus pada sistem pernaIasan yang meliputi :
Kaji Irekuensi dan irama pernaIasan
Inpeksi warna kulit dan warna membran mukosa
Auskultasi bunyi naIas
Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernaIas :
Mengangkat bahu pada saat bernaIas
#etraksi otot-otot abdomen pada saat bernaIas
PernaIasan cuping hidung
Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
Kaji bila nyeri dada pada pernaIasan
Kaji batuk (apakah produktiI atau nonproduktiI). Bila produktiI tentukan warna
sputum.
Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu
Kaji tingkat kesadaran.

Kelainan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada pasien ini umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut
dan sudah mulai ada insuIisiensi paru dapat ditemukan polisitemia sekunder. Bila
penyakitnya ringan gambaran darahnya normal. Sering ditemukan anemia yang
menunjukkan adanya inIeksi kronik atau ditemukan leukositosis yang menunjukkan
adanya inIeksi supuratiI.
Pemeriksaan sputum dengan pengecatan langsung dapat dilakukan untuk
menentukan kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum dan uji
sensitivitas terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya inIeksi
sekunder. Perlu dicurigai adanya inIeksi sekunder apabila terdapat perubahan warna
sputum.

Kelainan radiologis
Gambaran radiologi khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista-kista
kecil dengan 1luid level, mirip seperti gambaran sarang tawon (honeycomb appearance)
pada daerah yang terkena. Gambaran seperti ini hanya ditemukan pada 13 kasus.
Kadang-kadang gambaran radiologis paru pada bronkiektasis menunjukkan adanya bercak-
bercak pneumonia, Iibrosis atau kolaps (atelektasis), bahkan kadang-kadang gambaran
seperti pada paru normal (pada 7 kasus). Gambaran bronkiektasis akan jelas pada
bronkogram.

. Pemeriksaan iagnostik
1. Pemerisaan Laboratorium.
Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri
dalam sputum.
Bila terdapat inIeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan
mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan
Ilora normal dari nasoIaring, streptokokus pneumoniae, hemoIilus inIluenza,
stapilokokus aereus,klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa.
Apabila ditemukan sputum berbau busuk menunjukkan adanya inIeksi kuman
anaerob.
Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis
menunjukkan adanya supurasi yang aktiI dan anemia menunjukkan adanya inIeksi
yang menahun.
Pemeriksaan urina
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang
bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum
biasanya dalam batas normal Kadan bisa meningkat atau menurun.
Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada
komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus
ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan
penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya
disertai insuIisiensi pernaIasan yang dapat mengakibatkan :
Ketidakseimbangan ventilasi dan perIusi
Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
Hipoksemia
Hiperkapnia
Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui Iaktor predisposisi dilakukan pemerisaan:
Pemeriksaan imunologi
Pemeriksaan spermatozoa
Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).

2. Pemeriksaan #adiologi.
O oto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan
menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta
gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai
lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya
menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru
kanan.
O Pemeriksaan bronkograIi
BronkograIi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk
mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita dengan pneumoni
yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan
klinis setelah mendapat pengobatan konservatiI atau penderita dengan hemoptisis
yang masiI.
BronkograIi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah pemberian antibiotik dan
postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret..

. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati inIeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
O Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau
amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian
O Drainage postural dan latihan Iisioterapi untuk pernaIasan.serta batuk yang eIektiI
untuk mengeluarkan sekret secara maksimal
Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk mencegah
bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat
untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta
nebulizer untuk melembabkan sekret.
Terdiri atas dua kelompok yaitu pengobatan konservatiI dan pengobatan
pembedahan.
Pengobatan konservatiI terdiri daripada :
1. Pengelolaan umum :
- menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
- memperbaiki drainase secret bronkus
- melakukan drainase postural
- Mencairkan sputum yang kental
- Mengatur posisi tempat tidur pasien
- Mengontrol inIeksi saluran naIas

2. Pengelolaan khusus
- kemoterapi pada bronkiektasis
- drainase secret dengan bronkoskop
- Pengobatan simptomatik
- pengobatan obstruksi bronkus
- pengobatan hipoksia
- pengobatan hemoptisis
- pengobatan demam
- pengobatan pembedahan

I. Komplikasi
1. Bronkitis kronik
2. Pneunomia dengan atau tanpa atelektasis
3.Pleuritis
4.EIusi pleura atau empiema (jarang)
5.Abses metastasis di otak
6.Hemoptisis
7.Sinusitis
8.Kor pulmonal kronik
9.Kegagalan pernaIasan
10.Amiloidosis

1. Pencegahan
Pengobatan dengan antibiotic atau cara-cara lain secara tepat terhadap
semua bentuk pneumonia yang timbul pada anak, akan dapat mencegah
(mengurangi) timbulnya bronkiektasis.
Tindakan vaksinasi terhadap pertusis dan lain-lain (inIluenza, pneumonia)
pada anak dapat pula diartikan sebagai tindakan preventiI terhadap timbulnya
bronkiektasis.

K. Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringannya serta
luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara
tepat (konservatiI ataupun pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya
tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena
pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis, dan lain-lain. Pada kasus-
kasus tanpa komplikasi bronchitis kronik berat dan diIus biasanya disabilitasnya
yang ringan.

2. PNEUMONIA
A. Pengertian
Secara klinis pneumonia dideIinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh ycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru
yang disebabkan olehh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan lain) disebut pneumositis. Pneumonia terutama disebabkan oleh bakteri, baik
bakteri Gram positiI maupun Gram negatiI. Belakangan ini laporan dari beberapa kota di
Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatiI.

B. Patogenesis
Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan
ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara
daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
#esiko inIeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk
sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan saluran napas:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi di permukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi. Secara
inhalasi terjadi pada inIeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan
selanjutnya terjadi proses inIeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas kemudian
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan
permulaan inIeksi dari sebagian besar inIeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret
oroIaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alcohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi oroIaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi, sehingga aspirasi
dari sebagian kecil sekret dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi
pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran napas bagian atas sama dengan di
saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis
mikroorganisme yang sama

. iagnosis
ambaran Klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang
disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan isik
Temuan pemeriksaan Iisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang tertinggal waktu bernapas, pada palpasi Iremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler
sampai bronchial yang mungkin disertai ronki bahas halus yang kemudian menjadi ronki
basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
oto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa inIiltrate sampai konsolidasi
dengan 'air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan interstisial serta gambara kaviti.
oto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh S pneumonie, P aeruginosa sering memperlihatkan inIiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi
pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/uL dan pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak,
kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positiI pada 20-25 penderita yang tidak
diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

. Penatalaksanaan
Pemeriksaan bakteri dapat dengan cara pewarnaan gram dan sputum, pewarnaan
gram cairan pleura, kultur sputum, kultur darah dan cairan pleura. Kadang-kadang sukar
untuk memperoleh sputum yang baik pada pneumoniausia lanjut, karena itu dapat
digunakan antibiotik secana empirik. Dapat juga dilakukan upaya diagnostik secara invasiI
seperti aspirasi transtrakeal, aspirasi endotrakeal dan bronkoskopi. Hasil yang didapat pada
tindakan diagnostik invasiI ini tergantung dan keahlian me lakukan prosedur, dibutuhkan
nilai yang akurat secara mikro biologi.
Pada pneumonia oleh pneumococcus, penisilin adalah obat pilihan utama. Pada
pneumonia ringan dapat diberikan peroral, tetapi pada pneumonia berat dengan
malabsorbsi perlu diberikan dengan cara parenteral, dosis dapat lebih dari 1.2 juta unit per
hari. Pada bakteremi tidak dibenarkan pemberian penisilin dosis tinggi guna untuk
menghindari eIek samping penisilin seperti anemi hemolitik. Pada penderita yang alergi
terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin. Pemberian eritromisin intravena dapat
mengakibatkan nausea, vomitus, tromboIlebitis dan kehilangan pendengaran yang
reversibel terutama pada usia lanjut dengan Iungsi ginjal menurun. Pemberian seIalosporin
harus hati-hati pada penderita alergi terhadap penisilin sebab dapat terjadi reaksi
hipersensitiI si1ang.
Terjadinya demam berulang umumnya karena reaksi obat atau terjadi superinIeksi
yang terjadi hari keempat sampai ketujuh pengobatan.
Pneumonia oleh emophilus influenzae
Obat antibiotik yang terpilih adalah ampisilin. Pada penderita yang resisten
terhadap ampisilin dapat diberikan ceIonicid atau ceIuroxime sodium. Pilihan lain adalah
penisilin atau seIalosporin. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan kloramIenikol
atau trimetoprim-sulIametoksasol.
Pada pneumonia oleh gram negatiI dianjurkan terapi dengan dua obat yaitu
aminoglikosid dan seIalosporin generasi ketiga. EIek samping neIrotoksik dan ototoksik
dapat dikurangi dengan memeriksa kadar dalam serum. Kadar tertinggi dalam serum pada
tobramisin sulIat dan gentamisin sulIat 89 ug/ml dan 30 ug/ml untuk amikasin sulIat.
Pneumonia oleh strain staphylococcus
Diterapi dengan oksasilin, naIsilin dan seIalotin. Pada pneumonia oleh karena
Staphylococcus maka vankomisin adalah obat pilihan utama.
Pneumonia oleh Legionella
Sebagai obat pilihan utama yaitu entromisin. Bila klinis tidak ada kemajuan dapat
ditambahkan riIampisin yang bekerja sinergis dengan eritromisin.
Pleuropneumoni oleh bakteri anaerob
Paling baik diterapi dengan penisilin dan pilihan lain yaitu klindamisin.
Klindamisin sering memberi hasil yang cepat dan baik pada penderita yang sebelumnya
diterapi dengan penisilin.
Berdasarkan penelitian maka standar lama pengobatan pada pneumonia oleh
pneumococcus tanpa komplikasi adalah 7-10 hari; untuk bakteri anaerob 2 minggu, pada
Hemophilus inIluenza lebih dan 2 minggu karena lesi yang biasanya luas, 2-3 minggu
untuk batang gram negatiI atau Streptococcus aureus dan 3 minggu untuk Legionella.
Dalam penatalaksanaan harus diperhatikan nutrisi, jumlah kalori yang dibutuhkan
baik parenteral atau melalui pipa lambung . Cairan dan elektrolit perlu dinilai karena pada
pneumonia dapat terjadi hiponatremi atau hipernatremi. InIeksi meningkatkan katabolisme
protein dan melemahkan sistem imunitas humoral dan seluler.
Sistim respirasi harus diperhatikan, bila terjadi hipoksemi dapat diberi oksigen.
Pemberian oksigen dapat dinilai dengan analisis gas darah, karena keracunan oksigen dapat
melemahkan gerakan mukosiliar dan menyebabkan Iibrosis.
isioterapi diperlukan untuk pengeluaran sputum dan juga untuk mencegah
terjadinya dekubitus serta mencegah terjadinya kontraktur .
ATAR PUSTAKA :

AlsaggaI Hood, dkk. 2004. uku Afar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru K
Unair. Surabaya.

Aditama Tjandra Yoga. 2005. Pato1isiologi atuk. Bagian Pulmonologi akultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru #S Persahabatan. Jakarta.

Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement oI
Physical Medicine and #ehabilitation. Texas

Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan
/pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.

Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division oI Pulmonary Medicine,
Department oI Internal Medicine, University oI Manitoba. www.emedicine.com


Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit KUI,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai