Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BRONKIEKTASIS

Disusun Oleh:
1.Eko Kurniawan
2.Dida Rusadi Wirawinata
3.Bakhaudin Randy

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2011
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah akhirnya atas ridhoNya upaya


untuk menyusun makalah berjudul BRONKIEKTASIS .Dorongan utama menyusun
makalah ini terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan sehingga dapat
terselesaikan dengan baik tanpa ada halangan suatu apapun yang berarti bagi
penyusun. Dengan berbagai keterbatasan, penyusun berupaya menghimpun berbagai
referensi terbatas.
Untuk itulah pada kesempatan ini penyusun makalah mengucapkan terima
kasih yang sebesar - besarnya, baik dukungan moril maupun materiil kepada semua
pihak, teman - teman sekelompok serta dosen pembimbing yang telah memberikan
banyak masukan sehingga pada akhirnya dapat diselesaikan. Akhirnya tidak banyak
kata yang dapat mewakili semua inspirasi ini kecuali harapan, mudah - mudahan
laporan tersebut dapat memberikan manfaat khususnya bagi siapa saja yang berkaitan
dengan kesehatan kebutuhan dasar manusia. Disamping penyusun juga menyadari
masih banyak kekurangan pada diri penyusun sehingga adanya kritik yang
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini

Jombang, 16 Oktober 2011

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas.
Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun
didapat. Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat bervariasi
dan tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan
seberapa jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Diagnosis bronkiektasis
kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah dilakukan pemeriksaan lengkap.
Diagnosis penyakit ini kadang-kadang mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis
saja. Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada
luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi
lanjut.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari Bronkiektasis?

2. Apa klasifikasi dari Bronkiektasis?

3. Apa Etiologi dari penyakit Bronkiektasis?

4. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit Bronkiektasis?

5. Apa Woc dari Bronkiektasis?

6. Apa manifestasi klinik dari Bronkiektasis?

7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada Bronkiektasis?

8. Apa diagnosis dari Bronkiektasis?

9. Bagaimana penatalaksanaan pada Bronkiektasis?

iii
BAB II

A. PENGERTIAN
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infksi paru dan obobstruksi bronkus: aspirasi
benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan
akibat tumor, pembulu darah yang bedilatasi, dan pembesran nodus limfe. Individu
mungkin mempunyai predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akibat infeksi
pernapasan pada masa kanak-kanaknya, campak, influenza tuberculosis, dan gangguan
imunodefisiensi. Setelah pembedahan, bronkiektasis dapat terjadi ketika pasien tidak
mampu untuk batuk secara efektif, dengan akibat lendir menyumbat bronchial dan
mengarah pada atelektasis.

Bronkiektasis

1
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Bronkiektasis silindris
2. Bronkiektasis fusiform
3. Bronkiektasis kistik atau sakular.

C. ETIOLOGI
Bronkiektatis biasanya didapat pada masa kanak-kanak. Kerusakan bronkus pada
penyakit ini hampir selalu disebabkan infeksi. Penyebab infeksi adalah H. influenza dan
P. aeruginosis. Infeksi oleh bakteri lain, seperti klesiela dan staphylococcus aureus
disebabkan oleh absent atau terlambatnya pemberian antibiotic pada pengobatan
pneumonia. Bronkiektasis ditemukan pula pada pasien dengan nifeksi human
immunodeficiency virus (HIV) atau virus lainya, seperti adenovirus atau virus influenza.
Factor penyabab noninfeksi yang dap menyebabkan penyakit ini adalah paparan subtansi
toksis, misalnya terhirupnya gas toksik ( amonia, aspirasi asam dari cairan lambung, dan
lain-lain). Kemungkinan adanya factor imun yang terlibat belum diketahui denga pasti
karena bromkiektasis dapat ditemukan pula pada paien colitis ulseratif, rheumatoid
artritis, dan sindrom sjogren.
Factor paredisposisi terjadi bronkiektasis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kekuarangan mekanisme pertahanan yang didapat atau congenital, bisanya
kelainan imunologi berupa kekurangan globulin yaitu kaealainan imunitas seluler
atau kekurangan α-lantitripsin.
2. Kelaianan struktur congenital seperti fibrosisi kistik, sindrom kartagener,
kekurangan kartilago bronkis, dan kifoskoliosis congenital.
3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing, atau tuberculosis paru.

2
D. PATOFISIOLOGI
Infeksi merusak dinding bronchial, menyebabkan kehilangan struktur.
Penduduknya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki.
Dinding bronki menjadi teregang secara permanent akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke
jarringan peribronkial, sehinga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang
berditalasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya setempat, menyerang labus
atau segmen paru. Lobus yang paling lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya
menyebabkan alveoli di sebelah distal obstrujsi mengalami kolaps (atelektasis). Jarring
parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yuang berfungsi.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas
vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas
paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidak seimbangan
ventilasi –perfusi) dan hipoksemia.

3
E. WOC

Bronkiektasis

Kekurangan Mekanisme Kelainan struktur konginetal Penyakit paru primer


Pertahanan yang didapat/ (fibrosis kistik,sindroma kar- (tomur paru, benda –
Konginetal (Ig gama tagener,kurangnya kartilago asing, Tb paru
Antitripin alfa 1 ) bronkus )

Pnemoni berulang Terkumpulnya secret Obstruksi sal.nafas

Kerusakan permanen Kuman berkembang dan Atelektasis,penyerap-


pada dinding bronkus infeksi bakteri pada din- an udara di perenchim
ding bronkus dan sekitarnya tersumbat

Kerusakan pada jaringan otot Tek. Intra pleura lebih


dan elastin negatif dari tek atmosfir

Kerusakan bronkus yang menetap Bronkus dilatasi

Ketidak efektifan batuk kemampuan bronkus untuk kontraksi pengumpulan secret,infeksi


berkurang dan selama ekspirasi sekunder dan terjadi sirku-
menghilang. lus.

Inhalasi uap dan gas,aspirasi


Cairan lambung
Kemampuan mengeluarkan Mudah terjadi infeksi
Bagian Paru /lobus medium kanan sektrek menurun
Ligna lobus atas kiri,segmen basal
Kedua lobus bawah Bronkiektasis yang menetap

4
E. MANIFESTASI KLINIS
cir-ciri gejala bronkiektasis temasuk batuk kronik dan pembentukan
sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak. Spesimen sputum akan secara
khas “membentuk lapisan” menjdi tiga lapisan dari atas : lapisan atas berbusa,
lapisan tengah yang bening, dna lapisan bawah berpartikel tebal. Sebagian besar
pasien dengan penyakit ini juga mengalami hemoptisis. Jari tubuh juga amat umum
karena insufisiensi pernapasan. Pasien hampir pasti mengalami infeksi paru
berulang.
Bronkiektasis tidak mudah didiagnosa karena gejala-gejalanya dapat
terstruktur denga bronchitis kronik. Tanda yang pasti adalah riwayat batuk produktif
yang berkepanjangan, denga sputum yang secara konsisten negative tehada tuber
basil. Diangnosis ditegakan denga dasar bronkografi dan bronkoskopi dan CT-scan,
yang menunjukan ada atau tidaknya dilatasi bronchial.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Sputum biasanya berlapis tiga. Lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah
adalah sereus, dan lapisan bawah terdiri dari pus dan sel-sel rusak. Sputum yang
berbau busuk menunjukan infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi
menunjukan hasil dalam batas normal, demikian pula dengan pemeriksaan urin
dan EKG, kecucali pada kasus lanjut.
2. pemeriksaan radiologi
foto torak normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Bisanya
didapatkan corakan paru menjadi lebih besar dan batas-batas corakan menjadi
kabur, daerah yang terkena corakan tampak mengelompok, kadang-kadang ada
gambaran sarang tawon serta gambaran kistis yang berdiameter sampai 2 cm
dan kadang-kadang terdapat garis-garis prmukaan udara.

G. DIANOGSIS
Gejala-gejala pasien dan temuan klinis saat pemeriksaan. Fisik
memberikan petunjuk awal pada masalah pasien. Pemeriksaan diagnostic lainya
termasuk rotgen dada, pemeriksaan fungsi pulmonary (terutama spirometri), gas-gas
daerah arteri (untuk mengkaji fungsi ventilasi dan pertukaran gas pulmunari), serta
hitung darah lengkap (HDL).

5
Pemeriksaan fungsi pulmonary biasanya menunjukan peningkatan kapasitas paru
total (TCL) dan volume residual (RV). Terjadi penularan dalam kapasitas vital (VC)
dan volume ekspirasi kuat (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang
dialami pasien dalam mendorong udara ke luar dari paru-paru. Hemoglobin dan
hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Roentgen dada menunjukan
hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung
normal. Dengan berkembangnya penyakit, gas-gas darah arteri dapat menunjukan
hipoksia ringan denga hiperkapnia.

H. PENATALAKSANAAN
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk:
1. Meningkatkan pengeluaran sekret trakeobronkial. Drainase postural dan
latihan fisioterapi untuk pernapasan dan batuk yang produktif, agar secret
dapat dikeluarkan secara maksimal.
2. Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan antibiotic
berdasarkan pemeriksan bakteri dari aputum dan resistensinya. Sementara
menunggu hari biakan kuman, dapat diberikfan antibiotik spektum luas seperti
ampisilin, kontrimoksazol, dan amoksisilin. Antibiotik diberikan sampai
produktif sputum minimal dan tidak purulen. Pengobatan diperlukan untuk
waktu yang lama biola infeksi paru yang diderita telah lanjut.
3. Mengembalikan aliran udara pada saluran napas yang mengalami obstruksi.
Bronkodilator diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme, juga untuk
memperbaiki drainase sekret. Alat pelembab dan nebulizer dapat dipakai
untuk melembabkan secret. Bronkoskopis kadan-kadang perlu untuk
mengangkatan benda asing atau sumbatan mukus. Pasien dianjurkan untuk
menghindari rangsangan bronkus dari asap rokok dan polusi udara yang
tercemar berat dan mencegah pemakaian obat sedatif dan obat yang menekan
reflek bkatuk.
4. Operasi hanya dilakukan bila pasien tidak menunjukan perbaikan klinis yang
jelas setelah mendapat pengobatan konsevatif yang adekuat selama 1 tahun
atau timbul hemoptisis yang pasif. Pertimbangan operasi berdasarkan fungsi
pernapasan, umur, keadaan mental, luasnya bronkiektasis, keadaan bronkus
pasien lainnya, kemampuan ahli bedah, dan hasil terhadap pengobatan.

6
BAB II
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BRONKIEKTASIS

A. Pengkajian data dasar


1. Riwayat atau adeanya faktor-faktor penunjang
 Merokok produk tembakau sebagai factor penyebab utama
 Tinggal atau bekerja daerah dengan polusi udara berat
 Riwayat alergi pada keluarga
 Ada riwayat asam pada masa anak-anak
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor pencetus eksaserbasi seperti :
 Allergen ( serbuk, debu, kulit, serbuk sari atau jamur)
 Sress emosional
 Aktivitas fisik yang berlebihan
 Polusi udara
 Infeksi saluran nafas
 Kegagalan program pengobatan yang dianjurkan
3. Pemeriksaan fisik berdasarkan focus pada system pernafasan yang meliputi :
 Kaji frekuensi dan irama pernafasan
 Inpeksi warna kulit dan warna menbran mukosa
 Auskultasi bunyi nafas
 Pastikan bila pasien menggunakan otot-otot aksesori bila bernafas :
 Mengangkat bahu pada saat bernafas
 Retraksi otot-otot abdomen pada saat bernafas
 Pernafasan cuping hidung
 Kaji bila ekspansi dada simetris atau asimetris
 Kaji bila nyeri dada pada pernafasan
 Kaji batuk (apakah produktif atau nonproduktif). Bila produktif tentukan
warna sputum.
 Tentukan bila pasien mengalami dispneu atau orthopneu
 Kaji tingkat kesadaran.
4. Pemeriksaan diagnostik meliputi :
 Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
 Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume cadangan
 Klutur sputum positif bila ada infeksi

7
 Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
 Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah
fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
 Tes hemoglobolin.
 EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.
5. Kaji persepsi diri pasien
6. Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.

B. Diagnosa keperawatan
1. Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
atau sekresi kental
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan
kerusakan alveoli
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah,produksi sputum, dispneu
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis,
malnutrisi.
5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi,
kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas

C. Intervensi.
1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret, sekret kental.
Tujuan :
Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil :
Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang
efektif, dan mengeluarkan secret.
Rencana Tindakan :
1. Kaji /pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi dan ekspirasi
R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada
penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas

8
R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak
dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada
sandaran tempat tidur
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu
menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara
5. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
R/ Mengetahui keefktifan batuk
6. Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta
berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah
pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara
makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.
7. Berikan obat sesuai indikasi
R/ Mempercepat proses penyembuhan.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan


kerusakan alveoli.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Kriteria :
GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12-
24x/mt,bunyi nafas bersih, tidak ada batuk,frekuensi nadi 60-100x/mt,tidak
dispneu.
Rencana Tindakan :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan serta catat penggunaan otot aksesori
R/ untuk mengevaluasi derajat distress pernafsan/ kronisnya suatu penyakit.
2. Tingikan kepala tempat tidur dan Bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas .Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
R/ Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas
untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
3. Dorong untuk pengeluaran sputum/ penghisapan bila ada indikasi

9
R/ Sputum menganggu proses pertukaran gas serta penghisapan dilakukan bila
batuk tidak efektif.
4. Awasi tingkat kesadaran / status mental
R/ Manisfestasi umum dari hipoksia
5. Awasi tanda vital dan status jantung
R/ Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi
jantung
6. Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi
R/ Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas
serta tindakan untuk penyelamatan hidup.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual


muntah,produksi sputum, dispneu
Tujuan : Peningkatan dalam status nutrisi dan berta badan pasien
Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau
mempertahankan berat badan.

Rencana tindakan :
1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta
timbang berta badan tiap minggu.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang
diharapkan
2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama
waktu makan
R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan
anoreksia
3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan
dikonsumsi
R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.
4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat
infus.
R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis,

10
malnutrisi.
Tujuan : Tidak terjadi/ adanya gejala –gejala infeksi
Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih 5000-
10000/mm.batuk produktif tidak ada.
Rencana intervensi :
1. Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil pemeriksaan leokusit
serta warna dan konsistensi sputum
R/ Untuk mengidentifikasi kemajuan yang dapat dicapai dan penyimpangan dari
sasaran yang diharapkan ( infeksi yang mungkin terjadi ).
2. Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur.
R/Dapat membantu menegakkan diagnosa infeksi saluran nafas dan
mengidentifikasi kuman penyebabnya.
3. Berikan nutrisi yan adekuat
R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahan
terhadap infeksi.
4. Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya
R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses
penyembuhan.

5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi,


kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan.
Tujuan : Hilangnya ansietas
Kriteria hasil : Ekspresi wajah rileks, frekuensi nafas antara 12-24 x/mt,frekuensi
nadi 60-100x/mt.
Intervensi Keperawatan :
1. Selama periode distress pernafasan akut :
 Batasi jumlah dan frekuensi pengunjung
 Mulai berikan oksigen lewat kanula sebanyak 2 ltr/mt
 Demontrasikan untuk kontrol pernafasan
 Ijinkan seseorang untuk menemani pasien
 Pertahankan posisi fowler dengan posisi lengan menopang
R/ Membantu pasien untuk mengontrol keadaannya dengan meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan jumlah udara yang masuk paru-paru
2. Hindari pemberian informasi dan instruksi yang bertele-tele/sederhana mungkin

11
ketika pasien mengalami distress dan lakukan pendekatan dengan pasien secara
tenang dan menyakinkan.
R/ Pasien dapat menerima sedikit informasi dalam keadaan gelisah dan terlalu
banyak informasi dapat meningkatkan ansietas dan memberitauhkan apa yang
diharpkan makakan dapat membantu penurunan ansietas.
3. Gunakan obat sedatif sesui dengan yang diresepkan.
R/ Obat penenang dapat mengontrol tingkat ansietasnya.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas


Tujuan :Klien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil :
Menurunnya keluhan tentang napas pendek dan lemah dalam melaksanakan
aktivitas
Rencana Tindakan
1. Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas
R/ Mengidentifikasi kemabali penyimpangan tujuan yang diharapkan
2. Berikan bantuan dalam melaksanakan aktivitas sesuai yang diperlukan dan
dilakukan secara bertahap
R/ Dapat mengurangi pengunaan energi yang berlebihan
3. Anjurkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang mudah
dikunyah.
R/ Makanan dalam porsi besar sasah dikunyah dan memerlukan banyak energi

BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infksi paru dan obobstruksi bronkus:

12
aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan
tekanan akibat tumor, pembulu darah yang bedilatasi, dan pembesran nodus limfe.
Individu mungkin mempunyai predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akibat
infeksi pernapasan pada masa kanak-kanaknya, campak, influenza tuberculosis, dan
gangguan imunodefisiensi. Setelah pembedahan, bronkiektasis dapat terjadi ketika
pasien tidak mampu untuk batuk secara efektif, dengan akibat lendir menyumbat
bronchial dan mengarah pada atelektasis. Ciri-ciri gejala bronkiektasis termasuki
batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak

2. SARAN
1. Kepada Pasien
a. Agar tetep menurut dengan kata kata dokter atau tenaga medis lainnya
b. Selalu melaksanakan diet yang telah di tetapkan oleh dokter yang
berhubungan dengan penyakitnya
c. Mau berterus terang kepada keluarga dengan tenaga medis mengenai
penyakitnya
2. Kepada Pihak Keluarga
a. Tetap Memantau Kesehatan Pasien Dan Kebutuhan pasien
b. Selalu memotivasi pasien
3. Kepada Pihak Perawat Dan Tenaga Medis Lainnya
a. Latih komunikasi terhadap psien sehingga pasien merasa nyaman
b. Tetap memantau keadaan dan kebutuhan pasien
c. Pertimbangkan intervensi yang akan di lakukan dengan kondisi pasien

13
DAFTAR PUSTAKA

Mc Closcey Joanne dkk,1995. Nursing Intervension Classification (NIC): London


Johnson Marion dkk,1997. Nursing Autcomes Classification (NOC): America
Bilal Habib, 2005/2006. Panduan Diagnosa Nanda, Prima Medica: Jakarta
Doenges Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan , EGC: Jakarta
Santosa, Budi, 2006. Panduan diagnosa keperawatan (nanda) prima medika:
Yogyakarta
Smeltzer, Suzanne.C & Renda G. Bare, 2001. keperawatan medikal bedah, EGC:
Jakiarta

14

Anda mungkin juga menyukai