Disusun Oleh:
1.Eko Kurniawan
2.Dida Rusadi Wirawinata
3.Bakhaudin Randy
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas.
Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun
didapat. Kelainan fungsi paru yang terjadi pada pasien bronkiektasis sangat bervariasi
dan tingkatan beratnya tergantung pada luasnya kerusakan parenkim paru dan
seberapa jauh beratnya komplikasi yang telah terjadi. Diagnosis bronkiektasis
kadang-kadang sukar ditegakkan walaupun sudah dilakukan pemeriksaan lengkap.
Diagnosis penyakit ini kadang-kadang mudah diduga, yaitu hanya dengan anamnesis
saja. Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada
luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi
lanjut.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari Bronkiektasis?
iii
BAB II
A. PENGERTIAN
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infksi paru dan obobstruksi bronkus: aspirasi
benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan
akibat tumor, pembulu darah yang bedilatasi, dan pembesran nodus limfe. Individu
mungkin mempunyai predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akibat infeksi
pernapasan pada masa kanak-kanaknya, campak, influenza tuberculosis, dan gangguan
imunodefisiensi. Setelah pembedahan, bronkiektasis dapat terjadi ketika pasien tidak
mampu untuk batuk secara efektif, dengan akibat lendir menyumbat bronchial dan
mengarah pada atelektasis.
Bronkiektasis
1
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Bronkiektasis silindris
2. Bronkiektasis fusiform
3. Bronkiektasis kistik atau sakular.
C. ETIOLOGI
Bronkiektatis biasanya didapat pada masa kanak-kanak. Kerusakan bronkus pada
penyakit ini hampir selalu disebabkan infeksi. Penyebab infeksi adalah H. influenza dan
P. aeruginosis. Infeksi oleh bakteri lain, seperti klesiela dan staphylococcus aureus
disebabkan oleh absent atau terlambatnya pemberian antibiotic pada pengobatan
pneumonia. Bronkiektasis ditemukan pula pada pasien dengan nifeksi human
immunodeficiency virus (HIV) atau virus lainya, seperti adenovirus atau virus influenza.
Factor penyabab noninfeksi yang dap menyebabkan penyakit ini adalah paparan subtansi
toksis, misalnya terhirupnya gas toksik ( amonia, aspirasi asam dari cairan lambung, dan
lain-lain). Kemungkinan adanya factor imun yang terlibat belum diketahui denga pasti
karena bromkiektasis dapat ditemukan pula pada paien colitis ulseratif, rheumatoid
artritis, dan sindrom sjogren.
Factor paredisposisi terjadi bronkiektasis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Kekuarangan mekanisme pertahanan yang didapat atau congenital, bisanya
kelainan imunologi berupa kekurangan globulin yaitu kaealainan imunitas seluler
atau kekurangan α-lantitripsin.
2. Kelaianan struktur congenital seperti fibrosisi kistik, sindrom kartagener,
kekurangan kartilago bronkis, dan kifoskoliosis congenital.
3. Penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing, atau tuberculosis paru.
2
D. PATOFISIOLOGI
Infeksi merusak dinding bronchial, menyebabkan kehilangan struktur.
Penduduknya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki.
Dinding bronki menjadi teregang secara permanent akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke
jarringan peribronkial, sehinga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang
berditalasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya setempat, menyerang labus
atau segmen paru. Lobus yang paling lebih sering terkena.
Retensi sekresi dan obstruksi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya
menyebabkan alveoli di sebelah distal obstrujsi mengalami kolaps (atelektasis). Jarring
parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yuang berfungsi.
Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas
vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas
paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidak seimbangan
ventilasi –perfusi) dan hipoksemia.
3
E. WOC
Bronkiektasis
4
E. MANIFESTASI KLINIS
cir-ciri gejala bronkiektasis temasuk batuk kronik dan pembentukan
sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak. Spesimen sputum akan secara
khas “membentuk lapisan” menjdi tiga lapisan dari atas : lapisan atas berbusa,
lapisan tengah yang bening, dna lapisan bawah berpartikel tebal. Sebagian besar
pasien dengan penyakit ini juga mengalami hemoptisis. Jari tubuh juga amat umum
karena insufisiensi pernapasan. Pasien hampir pasti mengalami infeksi paru
berulang.
Bronkiektasis tidak mudah didiagnosa karena gejala-gejalanya dapat
terstruktur denga bronchitis kronik. Tanda yang pasti adalah riwayat batuk produktif
yang berkepanjangan, denga sputum yang secara konsisten negative tehada tuber
basil. Diangnosis ditegakan denga dasar bronkografi dan bronkoskopi dan CT-scan,
yang menunjukan ada atau tidaknya dilatasi bronchial.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Sputum biasanya berlapis tiga. Lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah
adalah sereus, dan lapisan bawah terdiri dari pus dan sel-sel rusak. Sputum yang
berbau busuk menunjukan infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi
menunjukan hasil dalam batas normal, demikian pula dengan pemeriksaan urin
dan EKG, kecucali pada kasus lanjut.
2. pemeriksaan radiologi
foto torak normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Bisanya
didapatkan corakan paru menjadi lebih besar dan batas-batas corakan menjadi
kabur, daerah yang terkena corakan tampak mengelompok, kadang-kadang ada
gambaran sarang tawon serta gambaran kistis yang berdiameter sampai 2 cm
dan kadang-kadang terdapat garis-garis prmukaan udara.
G. DIANOGSIS
Gejala-gejala pasien dan temuan klinis saat pemeriksaan. Fisik
memberikan petunjuk awal pada masalah pasien. Pemeriksaan diagnostic lainya
termasuk rotgen dada, pemeriksaan fungsi pulmonary (terutama spirometri), gas-gas
daerah arteri (untuk mengkaji fungsi ventilasi dan pertukaran gas pulmunari), serta
hitung darah lengkap (HDL).
5
Pemeriksaan fungsi pulmonary biasanya menunjukan peningkatan kapasitas paru
total (TCL) dan volume residual (RV). Terjadi penularan dalam kapasitas vital (VC)
dan volume ekspirasi kuat (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang
dialami pasien dalam mendorong udara ke luar dari paru-paru. Hemoglobin dan
hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Roentgen dada menunjukan
hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung
normal. Dengan berkembangnya penyakit, gas-gas darah arteri dapat menunjukan
hipoksia ringan denga hiperkapnia.
H. PENATALAKSANAAN
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk:
1. Meningkatkan pengeluaran sekret trakeobronkial. Drainase postural dan
latihan fisioterapi untuk pernapasan dan batuk yang produktif, agar secret
dapat dikeluarkan secara maksimal.
2. Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan antibiotic
berdasarkan pemeriksan bakteri dari aputum dan resistensinya. Sementara
menunggu hari biakan kuman, dapat diberikfan antibiotik spektum luas seperti
ampisilin, kontrimoksazol, dan amoksisilin. Antibiotik diberikan sampai
produktif sputum minimal dan tidak purulen. Pengobatan diperlukan untuk
waktu yang lama biola infeksi paru yang diderita telah lanjut.
3. Mengembalikan aliran udara pada saluran napas yang mengalami obstruksi.
Bronkodilator diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme, juga untuk
memperbaiki drainase sekret. Alat pelembab dan nebulizer dapat dipakai
untuk melembabkan secret. Bronkoskopis kadan-kadang perlu untuk
mengangkatan benda asing atau sumbatan mukus. Pasien dianjurkan untuk
menghindari rangsangan bronkus dari asap rokok dan polusi udara yang
tercemar berat dan mencegah pemakaian obat sedatif dan obat yang menekan
reflek bkatuk.
4. Operasi hanya dilakukan bila pasien tidak menunjukan perbaikan klinis yang
jelas setelah mendapat pengobatan konsevatif yang adekuat selama 1 tahun
atau timbul hemoptisis yang pasif. Pertimbangan operasi berdasarkan fungsi
pernapasan, umur, keadaan mental, luasnya bronkiektasis, keadaan bronkus
pasien lainnya, kemampuan ahli bedah, dan hasil terhadap pengobatan.
6
BAB II
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BRONKIEKTASIS
7
Esei imunoglobolin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah
fungsi abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
Tes hemoglobolin.
EKG ( peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF dan aksis vertikal.
5. Kaji persepsi diri pasien
6. Kaji berat badan dan masukan rata-rata cairan dan diet.
B. Diagnosa keperawatan
1. Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
atau sekresi kental
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan
kerusakan alveoli
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah,produksi sputum, dispneu
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan proses penyakit kronis,
malnutrisi.
5. Ansietas berhubungan dengan takut kesulitan bernafas selama fase eksaserbasi,
kurang pengetahuan tentang pengobatan yang akan dilaksanakan
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas
C. Intervensi.
1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret, sekret kental.
Tujuan :
Mempertahakan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria hasil :
Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas( batuk yang
efektif, dan mengeluarkan secret.
Rencana Tindakan :
1. Kaji /pantau frekuensi pernafasan.Catat rasio inspirasi dan ekspirasi
R/ Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada
penerimaan atau selam stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
8
R/ Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak
dimanisfestasikan adanya bunyi nafas.
3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada
sandaran tempat tidur
R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan
mempergunakan gravitasi. Dan mempermudah untuk bernafas serta membantu
menurunkan kelemahan otot-otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
4. Bantu latihan nafas abdomen atau bibir
R/ Untuk mengatasi dan mengontrol dispneu dan menurunkan jebakan udara
5. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
R/ Mengetahui keefktifan batuk
6. Tingkatan masukan cairan samapi 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta
berikan hangat dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,mempermudah
pengeluaran.cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan antara
makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekana diafragma.
7. Berikan obat sesuai indikasi
R/ Mempercepat proses penyembuhan.
9
R/ Sputum menganggu proses pertukaran gas serta penghisapan dilakukan bila
batuk tidak efektif.
4. Awasi tingkat kesadaran / status mental
R/ Manisfestasi umum dari hipoksia
5. Awasi tanda vital dan status jantung
R/ Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi
jantung
6. Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi
R/ Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas
serta tindakan untuk penyelamatan hidup.
Rencana tindakan :
1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta
timbang berta badan tiap minggu.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya kemajuan atau penyimpangan dari yang
diharapkan
2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama
waktu makan
R/ suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan
anoreksia
3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan
dikonsumsi
R/ Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.
4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat
infus.
R/ untuk mengatasi dehidrasi pada pasien
10
malnutrisi.
Tujuan : Tidak terjadi/ adanya gejala –gejala infeksi
Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi suhu tbuh berkisar 36-37 0c,Sel darah putih 5000-
10000/mm.batuk produktif tidak ada.
Rencana intervensi :
1. Pantau suhu pasien tiap 4 jam, hasil kultur sputum dan hasil pemeriksaan leokusit
serta warna dan konsistensi sputum
R/ Untuk mengidentifikasi kemajuan yang dapat dicapai dan penyimpangan dari
sasaran yang diharapkan ( infeksi yang mungkin terjadi ).
2. Lakukan pemeriksaan sputum untuk pemeriksaan kultur.
R/Dapat membantu menegakkan diagnosa infeksi saluran nafas dan
mengidentifikasi kuman penyebabnya.
3. Berikan nutrisi yan adekuat
R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahan
terhadap infeksi.
4. Berikan antibiotik sesuai anjuran dan evaluasi keefektifannya
R/ Sebagai pencegahan dan pengobatan infeksi dan mempercepat proses
penyembuhan.
11
ketika pasien mengalami distress dan lakukan pendekatan dengan pasien secara
tenang dan menyakinkan.
R/ Pasien dapat menerima sedikit informasi dalam keadaan gelisah dan terlalu
banyak informasi dapat meningkatkan ansietas dan memberitauhkan apa yang
diharpkan makakan dapat membantu penurunan ansietas.
3. Gunakan obat sedatif sesui dengan yang diresepkan.
R/ Obat penenang dapat mengontrol tingkat ansietasnya.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin
disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infksi paru dan obobstruksi bronkus:
12
aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan
tekanan akibat tumor, pembulu darah yang bedilatasi, dan pembesran nodus limfe.
Individu mungkin mempunyai predisposisi terhadap bronkiektasis sebagai akibat
infeksi pernapasan pada masa kanak-kanaknya, campak, influenza tuberculosis, dan
gangguan imunodefisiensi. Setelah pembedahan, bronkiektasis dapat terjadi ketika
pasien tidak mampu untuk batuk secara efektif, dengan akibat lendir menyumbat
bronchial dan mengarah pada atelektasis. Ciri-ciri gejala bronkiektasis termasuki
batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak
2. SARAN
1. Kepada Pasien
a. Agar tetep menurut dengan kata kata dokter atau tenaga medis lainnya
b. Selalu melaksanakan diet yang telah di tetapkan oleh dokter yang
berhubungan dengan penyakitnya
c. Mau berterus terang kepada keluarga dengan tenaga medis mengenai
penyakitnya
2. Kepada Pihak Keluarga
a. Tetap Memantau Kesehatan Pasien Dan Kebutuhan pasien
b. Selalu memotivasi pasien
3. Kepada Pihak Perawat Dan Tenaga Medis Lainnya
a. Latih komunikasi terhadap psien sehingga pasien merasa nyaman
b. Tetap memantau keadaan dan kebutuhan pasien
c. Pertimbangkan intervensi yang akan di lakukan dengan kondisi pasien
13
DAFTAR PUSTAKA
14