A. Definisi
Bronkiektasis adalah keadaan yang ditandai dengan dilatasi kronik bronkus dan
bronkiolus ukuran sedang (kira-kira percabangan keempat sampai ke sembilan). (Sylvia dan
Lorraine, 2006).
Bronkiektasis adalah dilatasi kronis yang abnormal serta destruksi dinding bronkus,
dan dapat terjadi diseluruh percabangan trakeobronkial. (Kowalak, Welsh, Mayer, 2011)
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkhiolus kronis permanen. dilatasi
bronkus terjadi secara setempat sampai pada jalan area bafas yang memasok bagian
parenkim paru-paru. (Irman Soemantri, 2008).
Bronkietaksis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan
oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing,
muntahan, atau benda-benda dari saluran pernafasan atas, dan tekanan akibat tumor,
pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. Individu mungkin
mempunyai predisposisi terhadap bronkietaksis sebagai akibat infeksi pernafasan pada masa
kanak-kanaknya, campak, influenza, tuberkulosis, dan gangguan immunodefisiensi. Setelah
pembedahan, bronkiektaksis dapat terjadi ketika pasien tidak mampu untuk batuk secara
efektif, dengan akibat lender menyumbat bronchial dan mengarah pada atelektasis. (sumber
buku pustaka)
B. Etiologi
1. Infeksi pernafasan
a. Campak
b. Pertusis
c. Infeksi adenovirus
d. Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas br>- Influenza
e. Tuberkulosa
f. Infeksi jamur
g. Infeksi mikoplasma
2. Penyumbatan bronkus
a. Benda asing yang terisap
b. Pembesaran kelenjar getah bening
c. Tumor paru
d. Sumbatan oleh lendir
3. Cedera penghirupan
a. Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
b. Menghirup getah lambung dan partikel makanan
4. Keadaan genetik
a. Fibrosis kistik
b. Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener
c. Kekurangan alfa-1-antitripsin
5. Kelainan imunologik
a. Sindroma kekurangan imunoglobulin
b. Disfungsi sel darah putih
c. Kekurangan koplemen
d. Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa
6. Keadaan lain
a. Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)
b. Infeksi HIV
c. Sindroma Young (azoospermia obstruktif)
d. Sindroma Marfan.
7. Kelainan congenital
a. Sindrom Kartagener. Contohnya sinusitis paranasal atau situs inversus)
b. Mengenai hamper semua cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
C. Patofisiologi
Infeksi yang masuk ke tubuh merusak dinding bronchial, menyebabkan kehilangan
struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat
menyumbat bronki dinding bronchial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat.
Infeksi meluas kejaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiaktasis sakular,
setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas
melalui bronkus.
Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang
paling bawah lebih sering terkena. Penumpukan secret dan timbulnya obstruksi pada
akhirnya menyebabkan alveoli distal menjadi terobstruksi dan kolaps (atelektasis). Jaringan
parut akibat peradangan atau fibrosis akan menggantikan fungsi dari jaringan paru-paru.
Pada saat ini kondisi pasien berkembang kea rah insufisensi pernapasan dengan tanda
menurunya kapasitas vital, penururnan ventilasi, dan peningkatan rasioresidual volume
terhadap kapasitas total paru-paru.
Adanya kerusakan akan menyebabkan bercampurnya gas inspirasi (ventilasi-perfusi
imbalance) dan terjadi hipoksemia.
D. Klasifikasi
a.
E. Manifestasi klinis
1. Batuk kronik yang menahun dengan sputum yang banyak dan berlangsung lama ataupun
telah menahun. Bronkiektasis dan bronchitis kronik mempunyai gejala hampir sama
dengan bronchitis kronik. Yang membedakannya brinkiektasis mempunyai riwayat batuk
produktif yang berkepanjangan.
2. Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50 % kasus bronkiektasisi. Kelainan ini
terjadi akibat nekrosi atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah (pecah)
dan timbul perdarahan. Perdarahan terdiri dari ringan dan parah. Jika parah, nekrosis
mengenai cabang arti bronkialis.
3. Jari-jari tabuh. Hal ini karena terjadi insufisiensi pernapasan.
4. pneumonia
5. Gagal jantung kanan
6. Edema. Penimbunan cairan pada kaki.
7. Pembesaran vena jugularis karena pemompaan tidak berjalan dengan efektif.
8. Malnutrisi, seperti nafsu makan berkurang, absorpsi lambat, dan sebagainya.
F. Komplikasi
1. Bronkitis kronik.
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis. Bronkiektasis sering megalami infeksi
berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran napas bagian atas.
3. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama denan timbulnya pneumonia. Umumnya
merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura/empiema (jarang)
5. Abses metastasis di otak akibat dari septicemia oleh kuman penyebab infeksi supuratif
pada bronkus.
6. Hemoptisis. Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis),
cabang arteri (arteri bronkalis)atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi hemoptisis
hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat darurat. Sering pula
hemoptisis massif yang sulit dilatasi ini merupakan penyebab kematian utama pasien
bronkiektasis.
7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komlikasi
bronkiektasis pada saluran pernapasan.
8. Kor pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini serin terjadi pada pasien bronkiektasis yang
berat dan lanjut ataua mengenai beebrapa bagian paru. Pada kasus ini bila anastomosis
cabang-cabang arteri dan vena pumonalis pada dinding bronkus akan terjadi gangguan
oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, dan selanjutnya terjadi hipoksemia.
Padakeadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal. Selanjutnnya terjadi gagal jantung
kanan.
9. Kegagalan pernapasan merupakan komlikasi paling akhir yang timbul pada pasien
bronkiektasis yang berat dan luas.
10. Amiloidosis. Keadaan ini merupakan perubahan degenerative sebagai komlikasi klasik
dan jarang terjadi. Pasien yang mengalami komlikasi amiloidosis ini sering ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam
sputum. Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen
dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat
menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus
influenza, stapilokokus aereus,klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa.
Apabila ditemukan sputum berbau busuk
anaerob.
2. Pemeriksaan darah tepi.
serta
gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai
lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya
menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
2. Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk
mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita dengan pneumoni yang
terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis
setelah mendapat pengobatan konservatif
H. Penatalaksanaan
Objektif dari pengobatan adalah untuk mencegah dan mengontrol infeksi serta untuk
meningkatkan drainase bronchial untuk membersihkan bagian paru yang sakit atai paruparu dari sekresi yang berlebihan.
1. Pembedahan
2. Antibiotic
3. Terapi O2 fisioterapi dada
4. Drainase secret dengan bronkoskop
5. Kemoterapi
6. Infeksi dikendalikan dengan terapi antimikroba didasarkan pada hasil pemeriksaan
sensitivitas pada organisme yang di kultur dari sputum. Pasien mungkin dimasukkan ke
dalam regimen antibiotic yang berbeda pada interval yang bergantian. Beberapa dokter
meresepkan antibiotic sepanjang musim dingin atau ketika terjadi infeksi saluran
pernafasan atas. Pasien harus divaksinasi terhadap influenza dan pneumonia
pneumokokus.
7.
Drainase postural dari tuba bronchial mendasari semua rencana pengobatan karena
drainase area bronkiektaksis oleh pengaruh gravitasi mengurangi jumlah sekresi dan
tingkat infeksi. (kadang-kadang sputum mukopurulen harus dibuang dengan
bronkoskopi). Daerah dada yang sakit mungkin diperkusi atau di tepuk-tepuk untuk
membantu melepaskan sekresi. Drainase postural pada awalnya dilakukan untuk
periode singkat dan kemudian ditingkatkan dengan pasti.
8.
Bronkodilator dapat diberikan pada individu yang juga mengalami penyakit obstruksi
jalan nafas. Pasien dengan bronkiektasis hampir selalu mempunyai kaitan dengan