Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN COPD

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen


Emergency di Instalasi Gawat Darurat RS Tk.II dr.Soepraoen Malang

Oleh :
Yosi Dwi Saputro
NIM. 130070300011011
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014

KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN COPD
1.

Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Nama lain dari COPD adalah Chronic Obstructive Airway Disease dan
Chronic Obstructive Lung Diseases (COLD).

2.

Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
A. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling
sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
B. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik

paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal
bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi
tersebut, maka jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus)
tanpa disertai adanya destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak
termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Tipe Emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema :
1. Emfisema centriolobular. Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan
kerusakan bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang
pada bronchiolus tetapi biasanya kantung alveolar tetap bersisa.
2. Emfisema anlobular (panacinar). Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan
biasanya termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut
centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada seorang perokok.
3. Emfisema paraseptal. Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang
mengakibatkan isolasi dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada
orang tua dan klien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin. Pada keadaan
lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner, seringkali Cor Pulmonal
(CHF bagian kanan) timbul.
3.

Penyebab dan Faktor Resiko


PPOK disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar bisa
dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOK.
Faktor resiko lainnya termasuk keadaan sosial-ekonomi dan status pekerjaaan yang
rendah, kondisi lingkungsn yang buruk karena dekat lokasi pertambangan, perokok
pasif, atau terkena polusi udara dan konsumsi alcohol yang berlebihan. Laki-laki dengan
usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak menderita PPOK.
Penyebab PPOK
a. Bronkitis Kronis
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :
1. Infeksi: stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae
2. Alergi
3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai
beberapa alat tubuh, yaitu :

1. Penyakit jantung menahun, baik pada katup maupun miocardium. Kongesti


menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi
bakteri mudah terjadi.
2. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronchus.
3. Dilatasi bronchus (bronchiectasis), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi
dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
4. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus
sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
b. Emphysema
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu:
1) Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan
alveoli dan saluran napas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat
hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan napas kecil
menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya
mungkin dapat menjadi membesar.
2) Hyperinflation paru pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali
kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
3) Terbentuknya bullae dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk
membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada
pemeriksaan X ray.
4) Kollaps jalan napas kecil dan udara terperangkap. Ketika klien berusaha untuk
ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya
jalan napas.
4.

Patofisiologi
Patofisiologi PPOK adalah sangat komplek dan komprehensif sehingga mempengaruhi
semua sistem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi gaya hidup
manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan pada alveolar
sehingga bisa mengubah fisiologi pernapasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi
tubuh secara keseluruhan.
Patofisiologi Bronchitis Kronik
Asap mengiritasi jalan napas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.
Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel
goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat.

Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting
dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Klien kemudian menjadi lebih
rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai
akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin
terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan
bronkiektasis.
Patofisiologi Emfisema
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding
alveolar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.
Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi
pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara
alveoli, kollaps jalan napas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil.
Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang
alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan
menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja napas meningkat dikarenakan
terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan
karbon dioksida.
Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi
penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat
emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal
kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan
merokok.
5.

Manifestasi Klinis
Gejala-gejala awal dari PPOK, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun merokok,
adalah batuk dan adanya lendir. Batuk biasanya ringan dan sering disalah-artikan
sebagai batuk normal perokok, walaupun sebetulnya tidak normal. Batuk kronik adalah
batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang
diberikan. Kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanpa
disertai batuk. Selain itu, Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien
terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi
dengan sesak napas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak
dikeluhkan. Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan
ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut British Medical Research Council
(MRC) (Tabel 2.1) (GOLD, 2009).

Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)


Skala
Sesak

Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas

1
2

Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat


Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik
tangga 1 tingkat

3
4

Berjalan lebih lambat karena merasa sesak


Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah
beberapa menit

Sesak bila mandi atau berpakaian

Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek, dahak menjadi kuning atau
hijau karena adanya nanah. Lama-lama gejala tersebut akan semakin sering dirasakan.
Bisa juga disertai mengi/bengek.
Pada umur sekitar 60 tahun, sering timbul sesak napas waktu bekerja dan
bertambah parah secara perlahan. Akhirnya sesak napas akan dirasakan pada saat
melakukan kegiatan rutin sehari-hari, seperti di kamar mandi, mencuci baju, berpakaian
dan menyiapkan makanan. Sepertiga penderita mengalami penurunan berat badan,
karena setelah selesai makan mereka sering mengalami sesak yang berat sehingga
penderita menjadi malas makan.
Pembengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung.
Pada stadium akhir dari penyakit, sesak napas yang berat timbul bahkan pada saat
istirahat, yang merupakan petunjuk adanya kegagalan pernapasan akut.
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri-ciri dari PPOK adalah malfungsi
kronis pada sistem pernapasan yang manifestasi awalnya adalah ditandai dengan
batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari. Napas
pendek sedang yang berkembang menjadi napas pendek akut. Batuk dan produksi
dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang
disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Biasanya, klien akan sering
mengalami infeksi pernapasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis,
sehingga pada akhirnya klien tersebut tidak akan mampu secara maksimal
melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab
pekerjaannya. Klien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak
mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu, klien PPOK banyak yang mengalami
penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan

karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh,
kehilangan selera makan,penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak
cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Klien PPOK, lebih membutuhkan
banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernapasan.
Derajat Keparahan COPD
Tingkat
0
beresiko
I
ringan
II
sedang
III
berat
IV
sangat berat

6.

Nilai FEV1 dan gejala


Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan
dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),
spirometri normal
FEV1/FVC < 70%, FEV1 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu,
ada gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, klien
biasanya bahkan belum merasa bahwa paru-parunya bermasalah
FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%, gejala biasanya mulai
progresif/memburuk, dengan napas pendek-pendek
FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang
yang mulai mempengaruhi kualitas hidup klien. Pada tahap ini klien
mulai mencari pengobatan karena mulai merasakan sesak napas
atau serangan penyakit.
FEV1/FVC < 70%; FEV1< 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi
kronis. Klien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1<
30%, tapi klien mengalami kegagalan pernapasan atau gagal
jantung kanan/ cor pulmonale. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat
terganggu dan serangan mungkin mengancam jiwa.

Pemeriksaan Fisik
Kondisi fisik yang bisa dijumpai pada klien dengan PPOK, bisa meliputi dyspnea,
warna kulit pucat, pernapasan mulut yang dangkal dan cepat, dan bernapas
menggunakan otot assesori atau tambahan.
PPOK menyebabkan peningkatan diameter anterior-posterior dada sehingga dada
tampak mengembung seperti tong. Karena mengalami kesulitan dalam menghirup
udara, maka klien memiliki fase ekspirasi yang diperpanjang (lebih dari empat detik).
Tes fungsi paru digunakan untuk mendiagnosa PPOK.
Ciri-ciri khusus klien yang menderita PPOK adalah mengalami penurunan aliran
udara ekspirasi. Pemerikasaan Sinar X di dada tidak digunakan untuk mendiagnosa
PPOK tahap awal karena studi radiografik biasanya normal dalam tahap yang masih
awal. Bersamaan dengan makin memburuknya kondisi klien, maka dengan bantuan
sinar X, akan tampak diafragma yang makin mendatar dan gambaran lusens semakin
meningkat.
Pada PPOK yang ringan, mungkin tidak ditemukan kelainan selama pemeriksaan
fisik, kecuali terdengarnya beberapa mengi pada pemeriksaan dengan menggunakan
stetoskop. Suara pernapasan pada stetoskop juga terdengar lebih keras. Biasanya foto
dada juga normal. Untuk menunjukkan adanya sumbatan aliran udara dan untuk

menegakkan diagnosis, dilakukan pengukuran volume penghembusan napas dalam 1


detik dengan menggunakan spirometri.
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis dan edema
tungkai. Pada perkusi biasanya ditemukan adanya hipersonor. Pemeriksaan auskultasi
dapat ditemukan fremitus melemah, suara napas vesikuler melemah atau normal,
ekspirasi memanjang, ronki, dan mengi (PDPI, 2003).
7.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)


Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). VEP1
merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan
memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

b. Radiologi (foto toraks)


Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau
hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung
pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil
pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan
radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya
atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan klien (GOLD).
c. Laboratorium darah rutin
d. Analisa gas darah
e. Mikrobiologi sputum (PDPI, 2003)
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan klasifikasi
(derajat) PPOK, yaitu (GOLD, 2009):
Klasifikasi PPOK
Klasifikasi
Penyakit
PPOK Ringan

PPOK Sedang

Gejala Klinis

Spirometri

-Dengan atau tanpa batuk

-VEP1 80% prediksi (nilai

-Dengan atau tanpa produksi sputum

normal spirometri)

-Sesak napas derajat sesak 1 sampai

-VEP1/KVP < 70%

derajat sesak 2
-Dengan atau tanpa batuk

-VEP1/KVP < 70%

-Dengan atau tanpa produksi sputum

-50% VEP1 < 80%

-Sesak napas derajat 3

prediksi

PPOK Berat

-Sesak napas derajat sesak 4 dan 5

-VEP1/KVP < 70%

-Eksaserbasi lebih sering terjadi

-30% VEP1 < 50%


prediksi

PPOK Sangat

-Sesak napas derajat sesak 4 dan 5

-VEP1/KVP <70%

Berat

dengan gagal napas kronik

-VEP1 < 30% prediksi, atau

-Eksaserbasi lebih sering terjadi

-VEP1 < 50% dengan gagal

-Disertai komplikasi kor pulmonale atau

napas kronik

gagal jantung kanan

8.

Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan PPOK adalah :

Mobilisasi dahak.
Ditujukan untuk mengurangi keluhan, batuk-batuk, ekspektorasi, sesak dengan cara
memberikan

obat-obat

yang

memudahkan

pengeluaran

sputum

dan

yang

melebarkan saluran napas.


(a). Ekspektoransia.
Pengenceran dan mobilisasi dahak merupakan tujuan pengobatan yang penting
pada keadaan eksaserbasi dan juga pada keadaan-keadaan menahun dan stabil
yang disertai jalan napas yang berat.
Ekspektoran oral kecuali glyseril guaicolat dalam dosis tinggi hanya mempunyai
nilai sedikit saja. Obat ini yang mengandung antihistamin malahan menyebabkan
pengentalan dahak. Antitusif tidak dianjurkan pada penderita ini.
(b). Obat-obat mukolitik
Dua jenis mukolitik yang paling banyak dipakai adalah Asetil cystein dan
Bromhexin. Asetil cystein yang diberikan pada oral, memberikan efek mukolitik
yang

cukup

banyak

efek

sampng

dibandingkan

aerosol

yang

sering

menimbulkan bronkospasme. Bromhexin sangat populer oleh penggunaannya


yang mudah (tablet, elixir,sirup).
(c) Nebulisasi.
Inhalasi uap air atau dengan aerosol melalui nebuliser, dan juga ditambahkan
dengan obat-obat bronkodilator dan mukolitik dengan atau tanpa Intermittent
Positive Pressure Breathing (IPPB).
(d) Obat-obat bronkodilator.
Merupakan obat utama dalam mengatasi obstruksi jalan napas. Adanya respon
terhadap bronkodilator yang dinilai dengan spirometri merupakan petunjuk yang
dapat digunakan untuk pemakaian obat tersebut.

Kortikosteroid.
Manfaat kortikosteroid masih dalam perdebatan pada pengobatan terhadap obstruksi
jalan napas pada PPOK namun mengingat banyak penderita bronkitis yang juga
menunjukkan gejala, seperti asma disertai hipertrofi otot polos bronkus. Snider,
menganjurkan percobaan dengan obat steroid oral dapat dilakukan pada setiap
penderita PPOK terutama dengan obstruksi yang berat apabila menunjukkan tandatanda sebagai berikut : Riwayat sesak dan wheezing yang berubah-ubah, baik
spontan maupun setelah pengobatan. Riwayat adanya atopi, sendiri maupun
keluarga, polip hidung, respon terhadap volume ekspirasi paksa satu detik pada
spirometri lebih dari 25% setelah uji bronkodilator. Eosinofil perifer lebih dari 5%.
Eosinofil sputum lebih dari 10%.
Prednison

diberikan

dalam

dosis

30

mg

selama

sampai

minggu.

Obat-obat dihentikan bila tidak ada respons. Methylprednisolon memberikan manfaat


pada bronkitis menahun yang disertai kegagalan pernapasan mendadak.
Antibiotik.
Peranan infeksi sebagai faktor penyebab timbulnya PPOK terutama pada bronkitis
menahun masih dalam perdebatan namun jelas infeksi berpengaruh terhadap
perjalanan penyakit bronkitis menahun dan terutama pada keadaan-keadaan dengan
eksaserbasi. Penyebab eksaserbasi tersering adalah virus, yang sering diikuti infeksi
bakterial. S. pneumonia dan H. influensa merupakan kuman yang paling sering
ditemukan pada penderita bronkitis menahun terutama pada masa eksaserbasi.
Antibiotika

yang

efektif

terhadap

eksaserbasi

infeksi

ampicillin,

tetracyclin,

cotrimoxazole, erythromycin, diberikan 1 - 2 minggu. Antibiotik profilaksik pemah


dianjurkan oleh karena dapat mengurangi eksaserbasi, tidak dapat dibuktikan
kegunaannya dalam pemakaian yang luas. Pengobatan antibiotik sebagai profilasi,
hanya bermanfaat pada mereka yang sering eksaserbasi harus pada musim
dingin/hujan. Perubahan dari sifat dahak merupakan petunjuk penting ada tidaknya
infeksi, dahak menjadi hijau atau kuning.

Pengobatan tehadap komplikasi.


Komplikasi yang sering ialah Hipoksemia dan Cor pulmonale. Pada penderita PPOK
dengan tingkat yang lanjut, telah terjadi gangguan terhadap fungsi pernapasan
dengan manifestasi hipoksemia dengan atau tanpa hiperkapnia. Pemberian oksigen
dosis rendah 1 - 2 liter/menit selama 12 - 18 jam sering dianjurkan, karena dapat
memperbaiki hipoksemia tanpa terlalu menaikkan tekanan CO2 darah akibat depresi
pernapasan. Diuretik merupakan pilihan utama pada penderita dengan cor
pulmonale yang disertai gagal jantung kanan. Pemberian digitalis harus hati-hati oleh

karena efek toksis mudah terjadi akibat hipoksemia dan gangguan elektrolit.

Fisioterapi dan inhalasi terapi.


Prinsip fisioterapi dan terapi inhalasi adalah :
- mengencerkan dahak
- memobilisasi dahak
- melakukan pernapasan yang efektif
- mengembalikan

kemampuan

fisik

penderita

ketingkat

yang

optimal.

Patofisiologi
Polusi bahan iritan (asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA)

Iritasi jalan napas

Hipersekresi lendir dan inflamasi

Peningkatan sel-sel goblet

Penurunan jumlah silia

Peningkatan produksi sputum

Ketidakefektifan
bersihan jalan napas

PPOK
Bronkiolus menyempit dan tersumbat

Penurunan nafsu makan

Napas pendek

Obstruktif alveoli

Penurunan BB drastis

Gangguan pola napas

Ketidakseimbangan

Alveoli mengalami

Ketidakefektivan pola napas

Infeksi

Resiko infeksi

nutrisi kurang dari kebutuhan

Kolaps

Penurunan ventilasi paru

Kerusakan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas


Kelemahan

ADL dibantu

Intoleransi aktivitas

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN
1. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT
Gejala :
Keletihan, kelelahan, malaise,
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
Keletihan
Gelisah, insomnia
Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
2. SIRKULASI
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung
Distensi vena leher
Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan
sianosis perifer
Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. INTEGRITAS EGO
Gejala :
Peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda :
Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
Mual/muntah
Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
Ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
meninjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
Turgor kulit buruk
Edema dependen
Berkeringat
Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema)
Palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)
5. HIGIENE
Gejala :

Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas


sehari-hari
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan
6. PERNAPASAN
Gejala :
Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit

nafas (asma); rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)


Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun)
selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi

sputum (hijau, putih, atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis kronis)
Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini meskipun

dapat menjadi produktif (emfisema)


Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam
jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara,

rami katun, serbuk gergaji)


Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus
Tanda :
Pernapasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang dengan

mendengkur, nafas bibir (emfisema)


Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan

hidung.
Dada: gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar,
lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area paru
pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan

atau tidak adanya bunyi nafas (asma)


Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema);

bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)


Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abu-abu keseluruhan;
warna merah (bronchitis kronis, biru mengembung). Pasien dengan emfisema
sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun

pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.


Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7. KEAMANAN
Gejala :
Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
Adanya/berulang infeksi
Kemerahan/berkeringat (asma)
8. SEKSUALITAS
Gejala : penurunan libido
9. INTERAKSI SOSIAL

Gejala :
Hubungan ketergantungan
Kurang sistem pendukung
Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress

pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


a.

Diagnosa keperawatan
Diagosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik
antara lain :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kontriksi bronkus
peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi.
3. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan napas pendek dan produksi
sputum.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi
sputum berlebih.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia,keletihan, pola napas tidak
efektif.

b.

Rencana Intervensi
Dari diagnosa di atas dapat di susun perencanaan sebagai berikut :
Diagnosa 1 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan kontriksi
bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi
bronkopulmonal.
Tujuan
Setelah

Kreteria hasil
Frekuensi napas

dilakukan

normal (16-

ASKEP selama

20x/menit)

Intervensi
Mandiri

Auskultasi bunyi
napas. Catat adanya

Rasional

Beberapa derajat
spasme bronkus

1x24

jam

diharapkan
bersihan
nafas

jalan
kembali

Tidak sesak
Tidak ada

sputum
Batuk berkurang

bunyi napas, mis.,

terjadi dengan

mengi, krekels, ronki

obstruksi jalan napas


dan dapat/tak
dimanifestasikan

efektif

adanya bunyi napas


adventisius, mis.,
penyebaran, krekels
basah, (bronchitis);
bunyi napas redup
dengan ekspirasi
mengi (emfisema);
atau tak adanya bunyi
napas (asma berat).

Kaji/pantau frekuensi

Takipnea biasanya ada

pernapasan. Catat

pada beberapa derajat

rasio

dan dapat ditemukan

inspirasi/ekspirasi.

pada penerimaan atau


selama stres/adanya
proses infeksi akut.
Pernapasan dapat
melambat dan
frekuensi ekpirasi
memanjang dibanding
inspirasi.

Peninggian kepala

Kaji pasien untuk

tempat tidur

posisi yang nyaman,

mempermudah fungsi

mis., peninggian

pernapsan dengan

kepala tempat tidur,

menggunakan

duduk

graviatsi. Namun

padasandaran

pasien dengan

tempat tidur.

distres berat akan


mencari posisi yang
paling mudah untuk
bernapas. Sokongan
tangan/kaki dengan
meja, bantal, dan
lain-lain membantu
menurunkan
kelemahan otot dan
dapat sebagai alat
ekspansi dada.

Pencetus tipe reaksi


alergi pernapasan

Pertahankan posisi

yang dapat mentriger

lingkungan

episode akut.

minimum, mis.,
debu, asap, dan ulu
bantal yang
berhubungan
dengan kondisi
individu.

Memberikan pasien
beberapa cara untuk

Dorong/bantu latihan

mengatasi dan

napas abdomen

mengontrol dispnea

atau bibir

dan menurunkan
jebakan udara.

Batuk dapat menetap


tetapi tidak efektif,

khususnya bila

Observasi

pasien lansia, sakit

karakteristik batuk,

akut, atau

mis., menetap, batuk

kelemahan. Batuk

pendek, basah.

paling efektif pada

Bantu tindakan untuk

posisi duduk tinggi

memperbaiki

atau kepala di bawah

keefektifan upaya

setelah perkusi dada.

batuk.

Hidrasi memebantu
menurunkan

Tingkatkan masukan

kekentalan sekret,

cairan sampai

mempermudah

3000ml/hari sesuai

pengeluaran.

toleransi jantung.

Pengguanaan cairan
hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus. Cairan
selama makan dapat
meningkatkan
distensi gaster dan
tekanan pada
diafragma.

Kolaborasi

Berikan obat sesuai

Merilekskan otot halus


dan menurunkan

indikasi.

kongesti lokal,

Bronkodilator,
-agonis:

menurunkan spasme

mis.,

jalan napas, mengi,

epinefrin

dan produksi mukosa.

(Adrenalin,

Obat-obat mungkin per

Vaponefrin); albuterol

oral, injeksi, atau

( Proventil, Ventolin);
terbutalin

(Brethine,

Brethaire);

isoetarin

inhalasi.

Menurunkan edema

(Brokosol,

mukosa dan spasme

Bronkometer);

otot polos dan dapat

Xantin,

juga menurunkan

mis.aminofilin,

kelemahan otot dan

oxtrifilin, teofilin.

meningkatkan
kontraktilitas
diafragma.

Kromolin

(intal),

flunisolida (Aerobid)

Menurunkan inflamasi
jalan napas lokal dan
edema dengan
menghambat efek
histamin dan mediator
lain

Steroid oral, IV, dan


inhalasi;

digunakan untuk

metilprednisolon

mencegah reaksi

(Medrol);

alergi atau

deksametason

menghambat

(Decadral);
antihistamin

Kortikosteroid

pengeluaran histamin,

mis.

menurunkan berat dan

Beklometason,

frekuensi spasme jalan

triamnisolon;

napas, inflasi
pernafasan dan
dispnea

Banyak antimikroba
dan diindikasikan

Antimikrobal;

untuk mengontrol
infeksi
pernapasan/pneumoni
a.

Analgesik,
batuk/antitusif

penekan
mis.,

Batuk menetap yang


melelahkan perlu
ditekan untuk

kodein,
dextrometorfan
DM,

produk

menghemat energi

(Benylin

dan memungkinkan

Comtrex,

Novahistine).

pasien istirahat.

Kelembaban
menurunkan

Berikan humidifikasi

kekentalan sekret

tambahan, mis.,

mempermudah

nebuliser ultranik,

pengeluaran dan

humidifier aerosol

dapat membantu

ruangan

menurunkan/mencega
h pembentukan
mukosa tebal pada
bronkus.

Drainase postural dan


perkusi bagian penting

Bantu pengobatan

untuk membuang

pernapasan mis.,

banyaknya

IPPB, fisioterapi

sekresi/kental dan

dada.

memperbaiki ventilasi
pada segmen dasar
paru. Catatan: dapat
meningkatkan spasme
bronkus pada asma.

membuat dasar untuk


pengawasan

Awasi/buat grafik

kemajuan/kemunduran

seri GDA, nadi

proses penyakit dan

oksimetri, foto dada.

komplikasi.

Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan


ventilasi perfusi.
Tujuan
Setelah

dilakukan
ASKEP
selama

24jam
diharapkan
tidak

pertukaran

Intervensi
Mandiri

jantung normal

Kaji frekuensi,

Rasional

Berguna dalam

(16-20 x/menit)
Tidak terdapat

kedalaman

evaluasi derajat

pernapasan. Catat

distress pernapasan

disritmia
Melaporkan

penggunaan otot

dan/atau kronisnya

aksesori, napas bibir,

proses penyakit.

penurunan

terjadi

gangguan

Kreteria
Frekuensi

dispnea
Menunjukkan

ketidakmampuan
bicara/berbincang.

gas.

perbaikan dalam

Tinggikan kepala

Pengiriman oksigen

laju aliran

tempat tidur, bantu

dapat diperbaiki

ekspirasi

klien untuk memilih

dengan posisi duduk

posisi yang mudah

tinggi dan latihan

untuk bernapas.

napas untuk

Dorong napas dalam

menurunkan kolaps

perlahan atau napas

hjalan napas, dispnea

bibir sesuai dengan

dan kerja napas.

kebutuhan/toleran
tubuh.

Kaji/awasi secara rutin

Sianosis mungkin

kulit dan warna

perifer (terlihat pada

membrane mukosa.

kuku) atau sentral


(terlihat di sekitar bibir
atau daun telinga).
Keabu-abuan dan
dianosis sentral
mengindikasikan
beratnya hipoksemia.

Auskultasi bunyi

Bunyi napas mungkin

napas, catat area

redup karena adanya

penurunan aliran

penurunan aliran

udara dan/atau bunyi

udara atau area

tambahan.

konsolidasi. Adany
mengi
mengindikasikan
spasme bronkus/
tertahannya sekret.
Krekels basah
menyebar
menunjukkan cairan
pada
interstisial/dekompens

asi jantung.
Awasi tingkat
kesadaran/status

Gelisah dan ansietas

mental. Selidiki

adalah manifestasi

adanya perubahan.

umum pada hipoksia.


GDA memburuk
disertai
bingung/somnolen
menunjukkan disfungsi
serebral yang

berhubungan dengan

hipoksemia.

Evaluasi tingkat
toleransi aktifitas.
Berikan lingkungan

Selama distres
pernapasan berat/

tenang dan kalem.

akut/ refraktori klien

Batasi aktifitas klien

secara total tidak

atau dorong untuk

mampu melakukan

tidur/istirahat di kursi

aktifitas sehari-hari

selama fase akut.

karena hipoksemia

Mungkinkan klien

dan dispnea. Istirahat

melakukan aktifitas

diselingi aktivitas

secara bertahap dan

perawatan masih

tingkatkan sesuai

penting dari program

toleransi individu.

pengobatan. Namun,
program latihan
ditunjukkan untuk
meningkatkan
ketahanan dan
kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea
berat, dan dapat
meningkatkan rasa

sehat.

Awasi tanda vital dan


irama jantung

Takikardia, disritmia,
dan perubahan TD
dapat menunjukkan
efek hipoksemia
sistemik pada fungsi
jantung.

Kolaborasi

Awasi/ gambarkan seri

PaCO2 biasanya

GDA dan nadi

meningkat (bronkitis,

oksimetri

emfisema) dan PaO2


secara umum
menurun, sehingga
hipoksia terjadi
dengan derajat lebih
kecil atau lebih besar.
Catatan: PaCO2
normal atau
meningkat
menandakan
kegagalan pernapasan

yang akan datang


selama asmatik.

Berikan oksigen

Dapat memperbaiki
atau mencegah

tambahan yang sesuai

memburuknya

dengan indikasi hasil

hipoksia. Catatan:

GDA dan toleransi

emfisema kronis,

klien.

mengatur pernapasan
klien ditentukan oleh
kadar CO2 dan
mungkin dikeluarkan
dengan peningkatan
PaO2 berlebihan.

Berikan penekan SSP

Digunakan untuk
mengontrol ansietas/

(mis., antiansietas,

gelisah yang

sedatif, atau narkotik)

meningkatkan

dengan hati-hati.

konsumsi
oksigen/kebutuhan,
eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena
dapat terjadi gagal
napas.

Bantu intubasi,

Terjadinya/kegagalan
napas yang akan

berikan/pertahankan

datang memerlukan

ventilasi mekanik, dan

upaya tindakan

pindahkan ke UPI

penyelamatan hidup.

sesuai instruksi untuk


klien.

Diagnosa 3 : Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan napas


pendek dan produksi sputum.
Tujuan
Setelah dilakukan

Kreteria
Melatih

Intervensi
Ajarkan klien

Rasional
Membantu klien

ASKEP selama .

pernapasan bibir

pernapasan

memperpanjang waktu

1x24

jam

dirapatkan dan

diafragmatik dan

ekspirasi. Dengan

diharapkan

pola

diafragmatik

pernapasan bibir

teknik ini klien akan

serta

dirapatkan.

bernapas lebih efisien

napas efektif

menggunakanny
a ketika sesak
napas dan saat

Berikan dorongan
untuk menyelingi

dan efektif.
Memberikan jeda
aktivitas akan

melakukan

aktivitas dengan

memungkinkan klien

aktivitas
Memperlihatkan

periode istirahat.

untuk melakukan

Biarkan klien

aktivitas tanpa distress

tanda-tanda

membuat

berlebih.

penurunan

beberapa

upaya bernapas

keputusan (mandi,

dan membuat

bercukur) tentang

jarak dalam

perawatannya

aktivitas.
Menggunakan

berdasarkan pada

pelatihan otototot inspirasi

Menguatkan dan

tingkat toleran

mengkondisikan otot-

klien.
Berikan dorongan

otot pernapasan.

seperti yang di

penggunaan

haruskan.

pelatihan otot-otot
pernapasan jika
diharuskan.

Diagnosa 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan produksi sputum berlebih.
Tujuan

Kriteria

Setelah dilakukan

ASKEP

selama

5x24

Intervensi

menunjukkan
perilaku

jam

Mandiri

Kaji kebiasaan
diet, masukan

mempertahankn

diharapkan

masukan

terpenuhinya

adekuat

kebutuhan nutrisi

sesuai kebutuhan.

makanan saat ini.

nutrisi

Catat derajat
kesulitan

Mengidentifikasi

makanan.

kebutuhan nutrisi

Evaluasi berat

individual

badan dan ukuran

Peningkatan

tubuh.

asupan masukan

Rasional

Klien distress
pernapasan akut
sering anoreksia
karena dispnea,
produksi sputum, dan
obat. Selain itu, klien
PPOM mempunyai
kebiasaan makan
buruk, meskipun

dari sepertiga

kegagalan pernapasan

porsi menjadi

membuat status

setengah porsi

hipermetabolik dengan

untuk setiap kali

peningkatan

makan

kebutuhan kalori.
Sebagai akibat klien
sering masuk RS
dengan beberapa

Auskultasi bising

derajat malnutrisi.

usus.

Orang yang
mengaliami emfisema
sering kurus dengan
perototan kurang.

Penurunan bising usus


menunjukkan
penurunan motilitas

gaster dan konstipasi

Berikan

(komplikasi umum)

perawatan oral

yang berhubungan

sering , buang

dengan pembatasan

secret, berikan

pemasukan cairan,

wadah khusus

pilihan makanan

untuk sekali pakai

buruk, penurunan

dan tisu.

aktivitas dan

Dorong periode

istirahat semalam

dan penampilan

1 jam sebelum

adalah pencegah

dan sesudah

utama terhadap nafsu

makan. Berikan

makan dan dapat

porsi kecil tapi

membuat mual dan

sering.

muntah dengan
peningkatan kesulitan

Hindari makanan
penghasil gas
dan minuman

hipoksemia.
Rasa tak enak, bau

napas.
Membantu
menurunkan

karbonat.

kelemahan selama
waktu makan dan
memberikan

Hindari makanan

kesempatan untuk

yang sangat

meningkatkan

panas atau

sangat dingin.
Timbang berat

masukan kalori total.


Dapat menghasilkan
distensi abdomen

badan sesuai

yang mengganggu

indikasi

napas abdomen dan


gerakan diafragma,
dan dapat

Kolaborasi

meningkatkan

Konsul ahli
gizi/nutrisi

dispnea.
Suhu ekstrem dapat

pendukung tim

mencetus/meningkatk

untuk

an spasme batuk.

memberikan
makanan yang
mudah di cerna,
secara nutrisi
seimbang,
mis.nutrisi

Berguna untuk
menentukan
kebutuhan kalori,
menyusun tujuan berat
badan, dan evaluasi

tambahan

keadekuatan rencana

oral/selang,

nutrisi.

nutrisi parental

Metode makan dan


kebutuhan kalori

Kaji pemeriksaan

didasarkan pada

laboratorium,

situasi/kebutuhan

mis.albumin

individu untuk

serum, transferin,

memberikan nutrisi

profil asam

maksimal dengan

amino, besi,

upaya minimal

pemeriksaan

klien/penggunaan

keseimbangan

energi

nitrogen, glukosa,
pemeriksaan
fungsi hati,
elektrolit. Berikan
vitamin/mineral/er

Mengevaluasi/mengat
asi kekurangan dan

lektrolit sesuai

mengawasi keefektifan

indikasi.

tiap nutrisi.

Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia,keletihan,


pola napas tidak efektif.
Tujuan
Setelah dilakukan

Kriteria
Melakukan

Intervensi
Dukung klien dalam

Rasional
Otot-otot yang

ASKEP selama .

aktivitas dengan

menegakkan

mengalami

3x24

napas pendek

regimen latihan

kontaminasi

lebih sedikit.
Mengungkapkan

teratur dengan cara

membutuhkan lebih

berjalan atau

banyak oksigen dan

seperti

perlunya untuk

latihan lainnya yang

memberikan beban

normal

melakukan latihan

sesuai, seperti

tambahan pada

berjalan perlahan.
Sarankan

paru-paru. Melalui

rencana latihan

konsultasi dengan

bertahap, kelompok

yang akan di

ahli terapi fisik

otot ini menjadi lebih

lakukan di rumah.
Berjalan dan

untuk menentukan

terkondisi, dan klien

program latihan

secara bertahap

dapat melakukan

spesifik terhadap

meningkatkan

lebih banyak tanpa

kemampuan klien.

waktu dan jarak

mengalami napas

Siapkan unit

berjalan untuk

pendek. Latihan

portable untuk

memperbaiki

yang bertahap

berjaga-jaga jika

memutus siklus yang

jam

diharapkan dapat

melakukan
aktivitas
orang

setiap hari dan

(sehat)

memperagakan

kondisi fisik.

latihan yang teratur,

diperlukan.

Minimal bisa
berjalan 10-15
meter.

melemahkan ini.

DIAGNOSA

1.

TUJUAN
KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran Klien mampu menunjukkan 1.
gas
dengan

berhubungan perbaikan oksigenasi.


pembatasan Kriteria hasil

2.

jalan napas, kelelahan 1.

Gas arteri dalam batas

otot

normal

pernapasan,

3.

peningkatan produksi 2.

Warna

mukus atau spasme

membaik (tidak cianosis)

bronkus.

kulit

RENCANA TINDAKAN
Observasi status pernapasan, hasil gas darah

RASIONAL
1.

RR : 12 24 x /menit

4.

Bunyi napas bersih

5.

Batuk (-)

6.

perkembangan

arteri, nadi dan nilai oksimetri

kegawatan pernapasan

Awasi perkembangan membran mukosa / kulit 2.

Gangguan Oksigenasi perifer

(warna)

tampak cianosis

Observasi tanda vital dan status kesdaran.

3.

perifer

3.

Memantau

Menentukan status pernapasan


dan kesadaran

4.

Evaluasi toleransi aktivitas dan batasi aktivitas

4.

Mengurangi penggunaan energi

klien

berlebihan yang membutuhkan

5.

Berikan oksigenasi yang telah dilembabkan

banyak Oksigen

6.

Pertahankan posisi fowler dengan tangan 5.

Memenuhi kebutuhan oksiegen

Ketidaknyamanan dada

abduksi dan disokong dengan bantal atau 6.

Meningkatkan

()

duduk condong ke depan dengan ditahan

suplay oksiegn

7.

Nadi 60 100 x/menit

meja.

8.

Dyspnea ()

7.

7.

Obat

depresan

kebebasan
akan

Kolaborasi untuk

mendepresi system pernapasan

a.

Berikan obat yang telah diresepkan

dan menyebabkan gagal napas

b.

Berikan obat depresan saraf dengan hatihati (sedatif/narkotik).

2.

Bersihan jalan napas Klien

dapat

mening-katkan 1.

Kaji kemampuan klien untuk memobilisasi 1.

Memantau

tingkat

kepatenan

tidak

sekresi, jika tidak mampu :

jalan napas dan meningkatkan

berhubungan dengan Kriteria hasil

a.

Ajarkan metode batuk terkontrol

kemampuan klien merawat diri /

ketidakadekuatan

b.

Gunakan

batuk,

efektif bersihan jalan napas


1.

peningkatan

Mampu
mendemonstrasikan

produksi
2.

Intake cairan adekuat

(jika

perlu

untuk

membersihkan/membebaskan

mengeluarkan sekret)

batuk terkontrol

mukus/peningkatan

suction

c.
2.

sekresi lendir

jalan napas

Lakukan fisioterapi dada

Secara rutin tiap 8 jam lakukan auskultasi 2.

Memantau kemajuan bersihan

dada untuk mengetahui kualitas suara napas

jalan napas

dan kemajuannya.
3.

Berikan obat sesuai dengan resep; mukolitik,

3.

ekspektorans
4.

Mengencerkan

secret

agar

mudah dikeluarkan

Anjurkan minum kurang lebih 2 liter per hari

4.

mengencerkan sekert

5.

Menghindarkan

bila tidak ada kontra indikasi


5.

Anjurkan klien mencegah infeksi / stressor


a.

bahan

iritan

Cegah ruangan yang ramai pengunjung

yang menyebabkan kerusakan

atau

jalan napas

kontak

dengan

individu

yang

menderita influenza

3.

Gangguan kebutuhan Klien


nutrisi

kurang

kebutuhan

akan

menunjukkan 1.

dari kemajuan/peningkatan status


tubuh nutrisi

b.

Mencegah iritasi : asap rokok

c.

Imunisasi : vaksinasi Influensa.

Kaji kebiasaan diit. Catat derajat kesulitan 1.

Klien

distress

makan/masukan. Evaluasi BB

sering

anoreksia.

pernapasan
Dan

juga

sering mempunyai pola makan

berhubungan dengan Kriteria hasil


ketidakadekuatan
intake
sekunder

a.

nutrisi

Klien

tidak

kehilangan

mengalami
BB

buruk.

Sehingga

cenderung Bb menurun

lebih 2.

Berikan peraaatan oral

2.

Kebersihan oral menghilangkan

lanjut

bakteri penumbuh bau mulut

Masukan makanan dan

dan

pernapasan, kesulitan

cairan meningkat

/nafsu makan

masukan

oral c.

Urine tidak pekat

sekunder

dari d.

Output urine meningkat.

anoreksia

e.

peningkatan

terhadap

yang

kerja b.

Membran

mukosa

lembab

3.

Hindari makanan penghasil gas dan minuman


karbont

4.

Sajikan menu dalam keadaan hangat

3.

eningkatkan

rangsangan

menimbulkan distensi abdomen


dan meningkatkan dispnea

4.

Menu hangat mempenga-ruhi


relaksasi spingkter / saluran

f.

Kulit tidak kering

pencrnaan

g.

Tonus otot membaik

mual/muntah berkurang
5.
5.

Anjurkan makan sedikit tapi sering


Kolaborasi tim nutrisi untuk menentukan diit

perut

respon

penuh

dan

menurunkan resiko mual


6.

6.

menegah

shg

Menentukan

diit

yang

sesuai perhitungan ahli gizi

tepat

DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Penerbit EGC.
Jakarta.
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan
/pendokumentasian Perawatan Klien. EGC.Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa:
Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC 15.
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih
bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC.
Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih
bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung,
Bandung.
Zulliesikawati.

2013.

Penyakit

Paru

Obstruksi

Kronis

(PPOK).

http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf diakses tanggal 15


Juni 2013.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22281/4/Chapter
%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22281/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai