Anda di halaman 1dari 31

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT


CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD) DI RUANG
CATLEYA RUMAH SAKIT dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh
Regita Prameswari, S.Kep
NIM 182311101114

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JUNI, 2019
2

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN

Laporan pendahuluan disusun oleh:

Nama : Regita Prameswari, S.Kep


NIM : 182311101114
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) di Ruang Catleya Rumah Sakit dr. Soebandi
Kabupaten jember
Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:
Hari :
Tanggal :

Jember, Juni 2019

Mahasiswa

Regita Prameswari, S.Kep


NIM 182311101114

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang Catleya
Universitas Jember RSD dr. Soebandi
3

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... 1

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................... 3

LAPORAN PENDAHULUAN ...................................................................... 4

A. Konsep Teori Penyakit ......................................................................... 4


a. Anatomi Fisiologi System Pernafasan ........................................... 4
b. Definisi Penyakit ............................................................................ 6
c. Epidemiologi .................................................................................. 6
d. Etiologi ........................................................................................... 7
e. Klasifikasi ...................................................................................... 8
f. Pataofisiologi / Patologi ................................................................ 9
g. Manifestasi Klinis .......................................................................... 9
h. Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 10
i. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis ................. 11
B. Clinical Pathway .................................................................................. 13
C. Proses Keperawatan ............................................................................. 14
a. Pengkajian ...................................................................................... 14
b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin Muncul ............................. 21
c. Intervensi/Nursing Care Plan ......................................................... 21
D. Discharge Planning .............................................................................. 28
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. 29
4

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP TEORI PENYAKIT


a. Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima
lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi
beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang
yang disebut mediastinum (Saftarina dkk, 2017).

Gambar Paru-paru
Fungsi paru yang utama adalah untuk proses respirasi, yaitu
pengambilan O2 dari luar masuk ke dalam saluran napas dan terus ke dalam
darah. Oksigen digunakan untuk proses metabolisme dan CO2 yang terbentuk
pada proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke udara luar. Proses respirasi
terdiri atas tiga tahap yaitu ventilasi, difusi, dan perfusi. Ventilasi adalah proses
5

keluar dan masuknya udara ke dalam paru serta keluarnya CO2 dari alveoli ke
udara luar (Naser dkk., 2016).
Menurut Gold (2017), ada empat volume paru utama dan 4 kapasitas
paru utama yang merupakan penjumlahan 2 atau lebih volume paru adalah
sebagai berikut:
1. Volume Utama
a. Volume tidal (VT) yaitu jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari
paru pada pernapasan biasa. Pada orang normal dengan berat badan 70 kg
dalam keadaan istirahat biasanya mempunyai VT sebesar 500 ml.
b. Volume cadangan inspirasi (VCI) yaitu jumlah udara yang masih dapat
masuk ke dalam paru pada saat inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa.
Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg besarnya sekitar 3 liter
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) yaitu jumlah udara yang dikeluarkan
secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa. Pada orang dewasa
dengan berat 70 kg besarnya sekitar 1,5 liter.
d. Volume residu (VR) yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah
ekspirasi maksimal. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg besarnya
1 liter.
2. Kapasitas Paru
a. Kapasitas paru total (KPT) yaitu jumlah total udara dalam paru setelah
inspirasi maksimal atau merupakan penjumlahan keempat volume utama
paru. Pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg besarnya sekitar 6 liter.
b. Kapasitas vital (KV) yaitu jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal
setelah inspirasi maksimal atau merupakan penjumlahan VT, VCI, dan
VCE. Pada orang dewasa normal dengan berat badan 70 kg besarnya sekitar
5 liter.
c. Kapasitas inspirasi (KI) yaitu jumlah udara maksimal yang dapat masuk ke
dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa atau merupakan penjumlahan VT
dan VCI. Pada orang dewasa normal dengan berat badan 70 kg besarnya
sekitar 4 liter.
6

d. Kapasitas residu fungsional (KRF) yaitu jumlah udara dalam paru pada
akhir ekspirasi biasa atau merupakan penjumlahan VCE dan VR. Pada
orang dewasa normal dengan berat badan 70 kg besarnya sekitar 2,5 liter.

b. Definisi Penyakit
COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease), yang di Indonesia
biasa dikenal dengan PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik
merupakan penyakit yang menyerang paru-paru manusia.
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003).
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan
aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan
udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas racun yang berbahaya (Robbins et al., 2010 dalam
Saminan, 2014).

c. Epidemiologi
PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama, yang jarang
terekpose karena kurangnya informasi yang diberikan. Di Amerika Serikat
data tahun 2015 menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sebesar 10,1% pada
laki-laki sebesar 11,8% dan untuk perempuan 8,5%. Sedangkan mortalitas
menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000
penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini meningkat 32,9% dari
tahun 1979 sampai 1994. Prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara
diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%)
dan China (6,5%) (Oemiati, 2013).
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang penyakit PPOK. Pada
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak
dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan
7

angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki


peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Dari hasil
Kemenkes RI (2015) menunjukkan bahwa prevalensi PPOK di Indonesia
sebanyak 3,7%. Angka kejadian penyakit ini meningkat dengan
bertambahnya usia dan lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding
perempuan (3,3%).

d. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya PPOK adalah (Kemenkes RI,
2015).
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran napas
5. Bersifat genetic yaitu defisiensi α-1 antitripsin
Sedangkan menurut Kemenkes RI (2015), terdapat beberapa faktor Resiko
PPOK antara lain:
1. Pajanan dari partikel antara lain :
a. Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di
negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi
mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Perokok pasif juga
menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan
peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-
gas berbahaya.
b. Polusi indoor
Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek
misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar
minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Polutan indoor
yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari
memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah
8

menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi
dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasif.
c. Polusi outdoor
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang
paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu,
bahan asap pembakaran/pabrik/tambang.
d. Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran
dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari
kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja,
industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta,
sebagainya diperkirakan mencapai 19% 25.
2. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetic
memberikan kontribusi 1 – 3% pada pasien PPOK.
3. Riwayat infeksi saluran napas berulang
Infeksi saluran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ
saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran
napas akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit
saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacat-
a sampai pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya
PPOK.

e. Klasifikasi
Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru
Indonesia) tahun 2005 dalam Oemiati (2013) maka PPOK dikelompokkan
menjadi:
1. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum dan dengan sesak napas derajat nol sampai satu.
Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 80% prediksi
(normal) dan VEP1/KVP < 70 %.
9

2. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan
atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan
pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP <
80% prediksi.
3. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau
empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai
komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan. Adapun hasil
spirometri menunjukkan VEP1/KVP < 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau
VEP1> 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil
pemeriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan
normokapnia atau hipoksemia dengan hiperkapnia.

f. Pataofisiologi / Patologi
Pada bronkotis kronik dan emfisema terjadi penyempitan saluran nafas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan
menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang
berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit, berkelok-kelok, dan
berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran
nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjer mucus.
Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh
berkurangnya elastisitas paru (Mansjoer 1999 dalam Muhtar, 2017).

g. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PPOK menurut Mansjoer 1999 dalam Muhtar (2017),
antara lain.
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk
bernafas.
10

h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pasien PPOK adalah
sabagai berikut (Lindayani dan Tedjomartono, 2017).
1. Uji Faal Paru dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-bronchodilator)
Uji faal paru berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan
penyakit, dan menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting untuk
memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas dalam
berbagai tingkat. Spirometri digunakan untuk mengukur volume maksimal
udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal.
2. Foto Torak PA dan Lateral
Foto torak PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit paru lain. Pada penderita emfisema dominan didapatkan gambaran
hiperinflasi, yaitu diafragma rendah dan rata, hiperlusensi, ruang retrosternal
melebar, diafragma mendatar, dan jantung yang menggantung/penduler
(memanjang tipis vertikal). Sedangkan pada penderita bronkitis kronis
dominan hasil foto thoraks dapat menunjukkan hasil yang normal ataupun
dapat terlihat corakan bronkovaskuler yang meningkat disertai sebagian
bagian yang hiperlusen.
3. Analisa Gas Darah (AGD)
Pada PPOK tingkat lanjut, pengukuran analisa gas darah sangat penting
dilakukan dan wajib dilakukan apabila nilai FEV1 pada penderita
menunjukkan nilai < 40% dari nilai prediksi dan secara klinis tampak tanda-
tanda kegagalan respirasi dan gagal jantung kanan seperti sianosis sentral,
pembengkakan ekstrimitas, dan peningkatan jugular venous pressure.
Analisa gas darah arteri pada bronkitis kronis analisis gas darah
menunjukkan hipoksemi yang sedang sampai berat pada pemberian oksigen
100%.
4. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan bakteriologi Gram pada sputum diperlukan untuk mengetahui
pola kuman dan memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas
11

berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK


di Indonesia.
5. Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya faktor pencetus
seperti leukositosis akibat infeksi pada eksaserbasi akut, polisitemia pada
hipoksemia kronik.
6. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan Electrocardiogram (EKG) digunakan untuk mengetahui
komplikasi pada jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi
pulmonal.

i. Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis


1. Terapi farmakologi
a. Bronkodilator
Beta2-agonist kerja pendek dengan atau tanpa antikolinergik kerja pendek
merupakan terapi bronkodilator utama pada pasien PPOK dengan eksaserbasi.
b. Glukokortikoid
Sistemik glukokortikoid pada pasien PPOK dapat menurunkan waktu
eksaserbasi dan memperbaiki fungsi paru. Selain itu juga memperbaiki
oksigenasi, risiko kejadian berulang, kegagalan terapi dan lamanya dirawat di
rumah sakit.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik berdasarkan gejala klinis infeksi bakteri seperti
peningkatan produksi dan konsistensi sputum. Lama pemberian antibiotik
adalah 5-7 hari. Pemilihan antibiotik berdasarkan resistensi bakteri lokal,
biasanya dimulai dengan terapi empiris aminopenicillin dengan asam clavulanic,
macrolide atau tetracycline.
d. Terapi pendukung
Terapi ini diberikan berdasarkan kondisi pasien seperti kebutuhan
keseimbangan cairan, diuretik, antikoagulan apabila terdapat indikasi
ataupenyakit komorbid diikuti dengan edukasi berhenti merokok.
12

2. Terapi Non Farmakologi


a. Edukasi dan self managemen
Tujuannya adalah untuk memotivasi dan membuat pasien tetap berpikir
positif dalam mengahadapi penyakitnya. Selain itu, juga membantu pasien
memodifikasi faktor risiko yang dapat sebagai pencetus eksaserbasi. Pasien juga
diharapkan dapat melakukan penanganan apabila gejala muncul.
b. Aktivitas fisik dan program rehabilitasi paru
Pada pasien dengan PPOK, terjadi penurunan aktivitas. Oleh karena itu
perlu memilih aktivitas agar tidak terjadi eksaserbasi melalui beberapa program.
Program rehabilitasi termasuk pelatihan aktivitas fisik, konseling nutrisi,
berhenti merokok, dan edukasi. Program latihan fisik dapat mengurangi gejala
yang muncul saat melakukan aktivitas berat serta dapat meningkatkan efek kerja
obat.
c. Vaksinasi
Vaksinasi pneumococcus, PCV13 dan PPSV23 direkomendasikan pada
pasien dengan umur > 65 tahun. PPSV23 juga direkomendasikan pada pasien
PPOK umur muda dengan penyakit komorbid gagal jantung kronik atau
penyakit paru lainnya.
d. Terapi oksigen
Terapi oksigen harus dititrasi pada pasien dengan hipoksemia dengan
saturasi target 88-92%. Ketika memulai terapi oksigen, analisa gas darah harus
dilakukan untuk mengetahui oksigenasi tanpa retensi karbodioksida dan/atau
asidosis yang memburuk.
e. Terapi ventilasi
Terapi ini diberikan pada pasien dengan hiperkapnia yang terjadi setiap
hari dan sering hospitalisasi, dimana terapi sistemik tidak menunjukkan
perbaikan.
13

B. CLINICAL PATHWAY

Faktor predisposisi:
asap rokok, polutan, Asap Rokok
stress oksidatif, genetik
tumbuh kembang,
sosial ekonomi
Radikal bebas dan iritan
meningkatakan, akan menempel
pada silia

Produksi mukus meningkat

Inflamasi pada....
Stres oksidatif

Peroksida lipid
pembesaran kelenjar Bronkitis
mukus dan
hyperplasia sel goblet kronis
Kerusakan sel
sehingga terjadinya
Mengaktifkan makrofag pada batuk dan produksi
mukus berlebih Air trapping
saluran nafas

Sesak nafas, nafas


Melepas faktor kemotatik neutofil
pendek Suplai O2 jaringan
(interleukin 8 dan leukotrien B4,
TNF, Monocyte chemotactic peptide rendah
(MCP)-1 dan reactive oxygen Ketidakefe Gangguan
species (ROS)) metabolisme
ktifan pola Gangguan jaringan
Merangsang neutrofil nafas
pola tidur
melepas protease Produksi ATP
menurun
Merusak jaringan ikat
parenkim paru
Defisit energi
Emfisema dan memicu stimulasi
hipersekresi mukus, serta menurunnya
elastisitas paru
Lelah, lemah

Gangguan
pertukaran gas Intoleransi Keletihan
aktivitas
14

C. PROSES KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Nama Perawat :
Tempat Pengkajian :
Tanggal dan waktu :
I. Identitas Klien
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin,
umur, alamat, suku bangsa, agama, No. registrasi, pendidikan, pekerjaan,
tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik
Diagnosa medik jelas yaitu PPOK, bisa karena bronkitis kronik atau
emfisema.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien biasanya mengeluh adanya
sesak nafas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami
pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami penyakit
tertentu, khususnya penyakit yang mengenai paru. Selain itu penting
diketahui adanya alergi obat, makanan atau yang lain, riwayat imunisasi,
kebiasaan pasien, yang biasanya penderita PPOK lifestyle nya kurang
baik, misalnya riwayat merokok atau lain-lain. riwayat obat-obatan yang
digunakan juga harus diketahui.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada
yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang
lain yang ada di dalam keluarga.
15

Genogram
Pada genogram minimal tiga generasi, satu tingkat diatas klien dan satu
tingkat dibawah klien.
III. Pengkajian Keperawatan
No Komponen Pengkajian
1 Pola persepsi Perawat harus melakukan anamnesis kepada pasien tentang
dan persepsi sehat-sakit, pengetahuan status kesehatan pasien
pemeliharaan saat ini, perilaku untuk mengatasi kesehatan dan pola
kesehatan pemeliharaan kesehatan.
2 Pola nutrisi Perawat mengkaji mengenai Kebiasaan jumlah makanan,
dan jenis dan jumlah (makanan dan minuman), pola makan 3
metabolisme hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan,
nafsu makan. Biasanya pada klien dengan PPOK akan
mengalami penurunan nafsu makan yang disertai adanya
mual muntah, maka mempengaruhi asupan nutrisi pada
tubuh yang berakibat adanya penurunan BB dan penurunan
massa otot.
3 Pola Pola eliminasi klien yang harus dikaji oleh perawat:
eliminasi a. Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc),
warna, bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol
BAK, adanya perubahan lain
b. Kebiasaan pola buang air besar :frekuensi, jumlah (cc),
warna, bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol
BAB, pengggunaan obat-obatan untuk melancarkan
BAB, adanya perubahan lain, adadarah dalam feces dan
di rektum.
c. Kemampuan perawatan diri : kekamar mandi,
kebersihan diri
d. Penggunaan bantuan untuk ekskresi
e. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen,
16

rektum, danusus)
Pada pasien dengan PPOK terjadi penurunan kemampuan
atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
sehai-hari. Sehingga kebersihannya buruk dan bau badan.
4 Pola aktivitas Pola aktivitas dan latihan perlu dikaji karena pada klien
dan latihan dengan PPOK mengalami keletihan, dan kelemahan dalam
melakukan aktivitas gangguan karena adanya dispnea yang
dialami.
5 Pola tidur Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis
dan istirahat salah satunya adalah gangguan pola tidur, pasien
diharuskan tidur dalam posisi semi fowler. Sedangkan
pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat karena
untuk mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh
aktivitas yang berlebih.
6 Pola Kognitif Tingkat kesadaran, orientasi, daya penciuman, daya
dan rasa, daya raba, daya pendengaran, daya penglihatan,
konseptual nyeri (PQRST), faktor budaya yang mempengaruhi
nyeri, cara-cara yang dilakukan pasien untuk
mengurangi nyeri, kemampuan komunkasi, tingkat
pendidikan, luka. Pada pasien dengan PPOK yang perlu
dikaji yaitu seberapa besar keingintahuan pasien untuk
mengatasi sesak yang dirasakan. Biasanya mereka
mengeluhkan batuk produktif/non produktif, dan sesak
nafas.
7 Pola persepsi Perawat harus mengkaji pasien mengenai Keadaan sosial :
diri pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial, Identitas
personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki, Keadaan fisik, segala sesuatu
yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak), Harga
diri : perasaan mengenai diri sendiri, Ancaman terhadap
17

konsep diri (sakit, perubahan fungsi dan peran). Pada


pasien dengan PPOK ini akan terjadi perubahan jika pasien
tidak memahami cara yang efektif untuk mengatasi
masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi
(Body Image, identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga
diri).
8 Pola peran Perawat mengkaji Peran pasien dalam keluarga, pekerjaan
dan dan sosial, kepuasan peran pasien, pengaruh status
hubungan kesehatan terhadap peran, pentingnya keluarga,
pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang
terdekat pasien, pola hubungan orang tua dan anak.
Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan
mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun
interpersonal.
9 Pola Masalah seksual, dekripsi prilaku seksual, pengetahuan
seksualitas terkait seksualitas dan reproduksi, dan efek status
dan kesehatan terhadap seksualitas. Masalah riwayat
reproduksi gangguan fisik dan psikologis terkait seksualitas.
10 Pola toleransi perawat perlu mengkaji sifat pencetus stress yang
coping- stress dirasakan baru-baru ini, tingkat stress yang dirasakan serta
strategi mengatasi stress yang biasa digunakan. Pada klien
dengan PPOK biasanya masalah akan timbul jika pasien
tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya,
termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan
yang intensif.
11 Pola tata nilai Latar belakang etnik dan budaya pasien, status ekonomi,
dan perilaku kesehatan terkait nilai atau kepercayaan, tujuan
kepercayaan hidup pasien, pentingnya agama bagi pasien, akibat
penyakit terhadap aktivitas keagamaan.

IV. Pemeriksaan fisik


18

a. Kedaan umum: baik


b. Kesadaran : CM
c. Tanda tanda vital: Tekanan darah (terjadi peningkatan tekanan darah),
pernafasan (sesak nafas), nadi, dan suhu.
d. Pemeriksaan fisik pasien PPOK dapat bervariasi dari tidak ditemukan
kelainan sampai kelainan jelas dan tanda inflasi paru.
1. Inspeksi
a. Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup/mencucu)
Sikap seseorang yang bernafas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Ini diakibatkan oleh mekanisme tubuh yang berusaha
mengeluarkan CO2 yang tertahan di dalam paru akibat gagal nafas kronis.
b. Penggunaan alat bantu napas
Penggunaan otot bantu napas terlihat dari retraksi dinding dada, hipertropi
otot bantu nafas, serta pelebaran sela iga
c. Barrel chest
Barrel chest merupakan penurunan perbandingan diameter antero posterior
dan transversal pada rongga dada akibat usaha memperbesar volume paru. Bila
telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai.
d. Pink puffer
Pink puffer adalah gambaran yang khas pada emfisema, yaitu kulit
kemerahan pasien kurus, dan pernafasan pursed-lips breating.
e. Blue bloater
Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronis, yaitu pasien
tampak sianosis sentral serta perifer, gemuk, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru.
2. Palpasi
Pada palpasi dada didapatkan vokal fremitus melemah dan sela iga
melebar. Terutama dijumpai pada pasien dengan emfisema dominan.
3. Perkusi
19

Hipersonor akibat peningkatan jumlah udara yang terperangkap, batas


jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah terutama
pada emfisema.
4. Auskultasi
Suara nafas vesikuler normal atau melemah, terdapat ronki dan atau mengi
pada waktu bernafas biasa atau pada ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang,
bunyi jantung terdengar jauh.
e. Data Tambahan pada pengkajian PPOK (Engram 1999 dalam Lindayani dan
Tedjomarto, 2017).
1. Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang:
1) Merokok produk tembakau (faktor-faktor penyebab utama).
2) Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
3) Riwayat alergi pada keluarga.
4) Riwayat asma pada masa kanak-kanak.
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi,
seperti alergen (serbuk, debu, kulit, serbuk sari, jamur) stress emosional,
aktivitas fisik berlebihan, polusi udara, infekasi saluran nafas, kegagalan
program pengobatan yang dianjurkan.
3. Pemeriksaan fisik yang berdasarkan pengkajian sistem pernafasan
(Apendiks A) yang meliputi:
1) Manifestasi klasik dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah:
a) Peningkatan dispnea (paling sering ditemukan).
b) Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal,
mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
c) Penurunan bunyi nafas.
d) Takipnea.
e) Ortopnea.
2) Gejala – gejala menetap pada proses penyakit dasar :
a. Asma
1) Batuk (mungkin produktif atau non produktif) dan perasaan dada
seperti terikat.
20

2) Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa


stetoskop.
3) Pernafasan cuping hidung.
4) Ketakutan dan diaforesis.
b. Bronkitis
1) Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang
biasanya terjadi pada pagi hari dan sering diabaikan oleh perokok
(disebut batuk perokok).
2) Inspirasi ronkhi kasar (crackles) dan mengi.
3) Sesak nafas.
c. Bronkitis (Tahap Lanjut)
1) Penampilan sianosis (karena polisitemia yang terjadi akibat dari
hipoksemia kronis)
2) Pembengkakan umum atau penampilan “puffy” (disebabkan oleh
udema asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmonal),
secara klinis, pasien ini umumnya disebut “blue bloaters”.
d. Emfisema
1) Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter toraks
anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
2) Fase ekspirasi memanjang.
e. Emfisema (Tahap Lanjut)
(1) Hipoksemia dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis pasien ini sering
digambarkan secara klinis sebagai “pink puffers“.
(2) Jari-jari tabuh.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi.
2) Pemeriksaan fungsi paru menunjukkan peningkatan kapasitas paru-paru
total (KPT) dan volume cadangan paru (VC), penurunan kapasitas vital
(KV), dan volume ekspirasi kuat (VEK).
3) Jumlah Darah Lengkap menunjukkan peningkatan hemoglobin,
hematokrit, dan jumlah darah merah (JDM).
21

4) Kultur sputum positif bila ada infeksi.


5) Esei imunoglobin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum
(Immunoglobulin E) jika asma merupakan salah satu komponen dari
penyakit tersebut.

b. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul


Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis antara lain:
a. Ketidakefektifan pola nafas (00032)
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031)
c. Intoleransi Aktivitas (00092)

c. Intervensi/Nursing Care Plan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Intervensi
Keperawatan Hasil

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 3320-Terapi Oksigen


Pola Napas tindakan keperawatan 1. Bersihkan mulut,
Definisi: Inspirasi selama 2 jam hidung, dan sekresi
dan/atau ekspirasi diharapkan pola nafas trakea dengan tepat
yang tidak pasien menjadi efektif. 2. Pertahankan kepatenan
memberi ventilasi Kriteria Hasil: jalan nafas
adekuat. 0415-Status Pernafasan 3. Berikan oksigen
1. Frekuensi pernafasan tambahan
dari skala 1 (deviasi 4. Monitor aliran oksigen
berat dari kisaran 5. Monitor efektifitas
normal) ditingkatkan terapi oksigen dengan
menjadi skala 4 tepat
(deviasi ringan dari 6. Pantau adanya tanda-
kisaran normal). tanda keracunan
2. Irama pernafasan dari oksigen dan kejadian
22

skala 1 (deviasi berat antelektasis


dari kisaran normal) 7. Monitor peralatan
ditingkatkan menjadi oksigen untuk
skala 4 (deviasi memastikan bahwa alat
ringan dari kisaran tersebut tidak
normal). mengganggu upaya
3. Kedalaman inspirasi pasien untuk bernafas
dari skala 1 (deviasi 8. Monitor kecemasan
berat dari kisaran pasien yang berkaitan
normal) ditingkatkan dengan kebutuhan
menjadi skala 4 mendapatkan terapi
(deviasi ringan dari oksigen’
kisaran normal). 9. Monitor kerusakan
4. Kepatenan jalan nafas kulit terhadap adanya
dari skala 1 (deviasi gesekan perangkat
berat dari kisaran oksigen
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4 3350-Monitor
(deviasi ringan dari Pernafasan
kisaran normal). 1. Monitor kecepatan,
5. Dipsneu saat istirahat irama, kedalaman dan
dari skala 1 (sangat kesulitan bernafas
berat) ditingkatkan 2. Monitor suara nafas
menjadi skala 4 tambahan seperti
(ringan). ngorok atau mengi
6. Dipsneu dengan 3. Monitor pola nafas
aktivitas ringan dari 4. Auskultasi suara nafas
skala 1 (sangat berat) setelah tindakan, untuk
ditingkatkan menjadi dicatat
skala 4 (ringan). 5. Monitor nilai fungsi
7. Akumulasi sputum paru, terutama
23

dari skala 1 (sangat kapasitas vital pariu,


berat) ditingkatkan volume inspirasi
menjadi skala 4 maksimal, volume
(ringan). ekspirasi maksimal
8. Suara nafas tambahan selama 1 detik (FEV1)
dari skala 1 (sangat dan FEV1/FVC sesuai
berat) ditingkatkan dengan data yang
menjadi skala 4 tersedia
(ringan). 6. Monitor peningkatan
kelalahan, kecemasan
dan kekurangan udara
pada pasien
7. Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
8. Monitor sekresi
pernafasan pasien
9. Monitor keluhan sesak
nafas, termasuk
kegiatan yang
meningkatkan atau
memperburuk sesak
nafas tersebut
10. Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya, nebulizer)
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 3120-Stabilisasi dan
Bersihan Jalan tindakan keperawatan Membuka Jalan Nafas
Nafas. selama 2 jam diharapkan 1. Cuci tangan
Definisi: pasien akan 2. Gunakan alat pelindung
Ketidakmampuan mempertahankan jalan diri (sarung tangan,
membersihkan nafas yang paten dengan kacamata, dan masker)
24

sekresi atau bunyi nafas bersih atau sesuai kebutuhan


obstruksi dari jelas. 3. Pilih dengan cara yang
saluran nafas Kriteria Hasil: tepat ukuran dan tipe
untuk 0410-Status tube orofaringeal dan
mempertahankan Pernafasan: Kepatenan nasofaringeal
bersihan jalan Jalan Nafas 4. Posisikan pasien dan
nafas. 1. Frekuensi pernafasan kepala sesuai
dari skala 1 (deviasi kebutuhan
berat dari kisaran 5. Monitor status
normal) ditingkatkan pernafasan, sesuai
menjadi skala 4 dengan kebutuhan
(deviasi ringan dari
kisaran normal). 3140-Manajemen Jalan
2. Irama pernafasan dari Nafas
skala 1 (deviasi berat 1. Buka jalan nafas
dari kisaran normal) dengan teknik chin lift
ditingkatkan menjadi atau jaw thrust, sebagai
skala 4 (deviasi mana mestinya
ringan dari kisaran 2. Posisikan pasien untuk
normal). memaksimalkan
3. Kedalaman inspirasi ventilasi
dari skala 1 (deviasi 3. Lakukan fisioterapi
berat dari kisaran dada, sebagaimana
normal) ditingkatkan mestinya
menjadi skala 4 4. Buang secret dengan
(deviasi ringan dari memotivasi pasien
kisaran normal). untuk melakukan batuk
4. Kemampuan untuk dan menyedot lender
mengeluarkan secret 5. Motivasi pasien untuk
dari skala 1 (deviasi bernafas pelan, dalam,
berat dari kisaran berputar dan batuk
25

normal) ditingkatkan 6. Instruksikan bagaimana


menjadi skala 4 agar bisa melakukan
(deviasi ringan dari batuk efektif
kisaran normal). 7. Posisikan untuk
5. Suara nafas tambahan meringankan sesak
dari skala 1 (Sangat nafas
berat) ditingkatkan 8. Monitor status
menjadi skala 4 pernafasan dan
(Ringan). oksigenasi,
6. Dispnea saat istirahat sebagaimana mestinya
dari skala 1 (sangat
berat) ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan).
3. Intoleransi Setelah dilakukan 0180-Manajemen Energi
Aktivitas tindakan keperawatan 1. Kaji status fisiologis
Definisi: selama 2 x 24 jam pasien yang
Ketidakcukupan diharapkan pasien dapat menyebabkan
energy psikologis melakukan aktivitas kelelahan sesuai
atau fisiologis seperti biasa dan tidak dengan konteks usia
untuk mudah merasa lelah. dan perkembangan
mempertahankan Kriteria Hasil: 2. Tentukan
atau 0005-Toleransi jenis/banyaknya
menyelesaikan Terhadap Aktivitas aktivitas yang
aktivitas 1. Saturasi oksigen dibutuhkan menjaga
kehidupan sehari- ketika beraktivitas ketahanan
hari yang harus dari skala 1 (sangat 3. Monitor intake/asupan
atau yang ingin terganggu) nutrisi untuk
dilakukan. ditingkatkan menjadi mengetahui sumber
skala 4 (sedikit energy yang adekuat
terganggu). 4. Konsultasi dengan ahli
26

2. Frekuensi nadi ketika gizi bagaimana cara


beraktivitas dari skala meningkatkan asupan
1 (sangat terganggu) energy dari makanan
ditingkatkan menjadi 5. Monitor system
skala 4 (sedikit kardiorespirasi pasien
terganggu). selama kegiatan
3. Frekuensi pernafasam 6. Monitor/catat waktu
ketika beraktivitas dan lama istirahat/tidur
dari skala 1 pasien
ditingkatkan menjadi 7. Batasi stimuli
skala 4. lingkungan yang
4. Kemudahan bernafas mengganggu untuk
ketika beraktivitas memfasilitasi relaksasi
dari skala 1 (sangat 8. Anjurkan aktivitas fisik
terganggu) (mis, ambulasi, ADL)
ditingkatkan menjadi sesuai dengan
skala 4 (sedikit kemampuan (energy)
terganggu). pasien
5. Kemudahan dalam
melakukan aktivitas 1100-Manajemen Nutrisi
hidup harian 1. Tentukan status gizi
(Activities of Daily pasien dan kemampuan
Living/ADL) dari (pasien) untuk
skala 1 (sangat memenuhi kebutuhan
terganggu) gizi
ditingkatkan menjadi 2. Instruksikan pasien
skala 4 (sedikit mengenai kebutuhan
terganggu). nutrisi
6. Kemampuan untuk
berbicara ketika
melakukan aktivitas
27

fisik dari skala 1


(sangat terganggu)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit
terganggu).
28

D. DISCHARGE PLANNING
Discharge palnnin yang dapat dilakukan diantaranya yaitu:
1. Edukasi terkait aktivitas keseharian yang bisa dilakukan
2. Mengajarkan batuk efektif, relaksasi napas dalam, dan posisi yang sesuai
dengan kondisi pasien
3. Edukasi terkait penggunaan alat pelindung diri seperti masker.
4. Mengajarkan cara mencuci tangan yang baik dan benar serta kapan harus
dilakukan.
29

Evidence Based Nursing untuk pasien dengan COPD


Pulmonary rehabilitation, physical activity, respiratory failure and palliative
respiratory care
Pasien dengan PPOK/COPD memiliki gangguan terhadap aktivitas seperti
mudah lelah dan keletihan. Jurnal ini memberikan tinjauan komprehensif terhadap
penelitian yang menyelidiki semua aspek rehabilitasi paru dan latihan, aktivitas
fisik dan perilaku menetap, kegagalan pernapasan kronis serta perawatan
pernapasan paliatif yang diterbitkan pada 2017. Para penderita PPOK diperlukan
latihan kekuatan dan rehabilitasi paru, pelatihan olahraga dikombinasikan dengan
oksigen suplementasi atau ventilasi non-invasif, aktivitas fisik dan perilaku yang
bertahap, modulasi nutrisi, rehabilitasi awal selama penyakit kritis, pada pasien
yang dirawatdi rumah diperlukan homecare yangbaik, dan pada penyakit pada
tahap paliatif diperlukan paliative care untuk COPD.
30

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., H. K. Butcher., J. M. Dochterman., & C. M. Wagner. Nursing


Interventions Classification (NIC) Edisi 6. (2013). Nursing Interventions
Classification (Edisi Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.
GOLD. 2017. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention: A
Guide for Healthcare Professionals. Sydney: Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease.
Kelliat, dkk., 2018. Nanda-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020. Ed. 11. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis
kesehatan paru di Indonesia. Jakarta: Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan.
Lindayani, Luh Putu dan Tedjamarto. 2017. Penyakit Obetruktif Paru Kro
Mansjoer, A. et.al. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Ed.3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Moorhead, S., M. Johnson, M. L. Maas, & E. Swanson. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi 5. (2013). Nursing Outcomes Classification (Edisi
Bahasa Indonesia). Indonesia. ELSEVIER.
Mukhtar, Miftakhul, Wulandari, Dan Rizky. 2017. Pengaruh Penambahan Active
Cycle Of Reathing Technique Pada Latihan Endurance Terhadap
Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Ppok Di Rumah Sakit Khusus
Paru Respira Yogyakarta. Jurnal Univeristas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Naser, F. Medison, I. dan Erly. 2016. Gambaran Derajat Merokok pada Penderita
PPOK di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil. Jurnal Fk. Unand.
Oemiati, R. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88. Serial Online.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/download/3130/
3104
31

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia .2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik


(PPOK), Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Serial
Online. http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
Saftarina, F., Anggraini, D. dan Ridho, M. 2017. Penatalaksanaan Penyakit Paru
Obstuktif Kronis pada Laki-Laku Usia 66 Tahun Riwayat Perokok Aktif
dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga di Kecamatan Tanjung Sari Natar.
Jurnal Universitas Lampung.
Saminan. 2014. Efek Paparan Partikel Terhadap Kejadian Penyakit Paruobstruktif
Kronik (Ppok). Idea Nursing Journal Vol. V No. 1 2014 ISSN : 2087 –
2879. Serial Online.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/viewFile/1620/1492
Spruit MA, Rochester CL, Pitta F, et al. Pulmonary rehabilitation, physical
activity, respiratory failure and palliative respiratory care
Thorax 2019;74:693-699

Anda mungkin juga menyukai