Anda di halaman 1dari 4

a.

Pengertian
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lainnya akibat
adanya penimbunan bilirubin dalam tubuh, ikterus akan tampak visual jika kadar
bilirubin lebih dari 5-7 mh/dL (Sutjahjo,2015). Keadaan ini merupakan tanda
penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit
darah.
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum
adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit
dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih
(Sukadi,2008). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan
kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran
kadar bilirubin serum total.

b. Penyebab
Menurut Sembiring, 2017, penyebab ikterus antara lain :
1. Peningkatan produksi bilirubin yang disebabkan oleh incompatibilitas darah
fetomaternal (Rh, ABO)
2. Peningkatan penghancuran bilirubin yang disebabkan oleh defisiensi enzim
kongenital (G6PD, galaktosemia), perdarahan tertutup, sepsis
3. Peningkatan jumlah hemoglobin
4. Peningkatan sirkulasi enterohepatik yang disebabkan oleh keterlambatan
pasase mekonium, ileus mekonium, puasa/keterlambatan minum, atresia
5. Perubahan Clearence bilirubin hati yang disebabkan oleh imaturasi
6. Perubahan fungsi dan perfusi hati yang disebabkan oleh asfiksia, hipoksia,
hipotermi, hipoglikemi, sepsis,obat-obatan, dan hormon
7. Obstruksi hepatik yang disebabkan oleh anomali kongenital stasis biliaris

c. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%)
terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain
seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan
hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian
mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan
memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang
disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan
melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi,
direk) (Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut
masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus
,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat
diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya
diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian
dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai
senyawa larut air bersama urin (Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan
hati (karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam
jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga
akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin
tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar
2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian
menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray et al,2009).

d. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang timbul dari ikterus menurut Surasmi, 2003 yaitu :
1. Letargis (lemas)
2. Kejang
3. Tidak mau menghisap
4. Pembesaran pada hati
5. tampak ikterus : sklera, kuku, kulit, dan membran mukosa
6. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap

e. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu iketrus fisiologis dan patologis.
1. Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta
tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi kern ikterus.
Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
a) Timbul pada hari kedua dan ketiga
b) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari
d) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%
e) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
2. Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya
sebagai berikut :
a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5%
pada neonatus kurang bulan
c) Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari
d) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
e) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, 2009. hlm. 29)

f. Pencegahan
Untuk mengurangi terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai berikut :
1. bayi dalam waktu 30 menit diletakkan ke dada ibunya selama 30-60 menit
2. posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar
3. berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan
mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi
bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali
sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.
4. bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari.
5. jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar
karena akan mengurangi asupan susu.
6. monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air kecil bayi
paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali
sehari.

g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien ikterus sebagai berikut (Hidayat, 2008):
1. Fototerapi
Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinarr yang
menggunakan lampu, lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih dari 500 jam
untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan lampu
2. Transfusi Tukar
Merupakan cara yang dilakukan untuk mencegah peningkatan kadar bilirubin
dalam darah. Pemberian transfusi tukar dilakukan apabila kadar bilirubin indirek
20mg%, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg/jam, anemia berat
dengan gejala gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg%, dan uji
coombs direk positif
3. Anjurkan memberi bayi susu dengan sering dan sejak din, lebih dari 8x/24 jam
untuk membantu mencegah ikterus
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium secara signifikan fraksi bilirubin direk dan
indirek, Hb, hitung retikulosit, golongan darah
5. Mencegah peningkatan kadar bilirubin dengan meningkatkan kerja enzim dengan
pemberian phenobarbital 1-2 mg/ Kg BB
6. Pada bayi yang mengalami ikterus dengan kadar bilirubin tidak terlalu tinggi dan
ikterus pada tingkatan 1 dan 2 dapat dijemur dibawah sinar matahari pagi anatara
jam 7-9 pagi selama 15 menit dengan posisi kepala membelakangi matahari dan
yang ditutup hanya kemaluan, sinar matahari dapat merubah bilirubin indirek
menjadi bilirubin yang mudah dibuang.

DAFTAR PUSTAKA
Arief, Z.R & Weni, K.S. (2009). Neonatus & Asuhan Keperawatan Anak. Cetakan
pertama. Yogyakarta: Nuha Medika.
Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Stark A. R., 2008. Neonatal
Hyperbilirubinemia in Manual of Neonatal Care. Philadelphia:
Lippincort Williams and Wilkins, pp 181; 194; 202; 204; 210
Hidayat, Azis Alimul, 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Murray, R.K., et al. 2009. Edisi Bahasa Indonesia Biokimia Harper. 27th edition.
Alih bahasa Pendit, Brahm U. Jakarta : EGC pp 299
Sacher, Ronald, A., Richard A., McPherson. 2004. Tinjaun Klinis Hasil
Pemeriksaan Laborotorium. 11th ed. Editor bahasa Indonesia: Hartonto,
Huriawati. Jakarta: EGC pp 271- 72; 275-76; 363-64
Sembiring, Juliana Br. 2017. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra
Sekolah. Jakarta : Depublish
Sukadi, A. Hiperbilirubinemia.2008. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Surasmi, A., Handayani S.,Kusuma H. 2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.
Jakarta: EGC
Sutjahjo, Ari. 2015. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga
University Press (AUP)

Anda mungkin juga menyukai