Disusun oleh :
Kelompok 2
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah-Nya sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas Keperawatan Medikal Bedah dengan Asuhan keperawatan
Pada Pasien PPOK.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terimakasih kepada dosen
pembimbing Ibu Cecilya Kustanti, S.Kep.,Ns., M.Kep yang telah memberikan
banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam pross penyusunan
asuhan keperawatan ini. Rasa terimakasih juga hendak kami ucapkan kepada
rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga asuhan keperawatan ini bisa selesai
pada waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari bahwa didalam penyusuhan asuhan keperawatan ini jauh
dari kata sempurna. Sehingga kami mengharapkan saran serta masukan dari para
pembaca demi tersusunnya asuhan keperawatan yang lebih baik lagi. Akhir kata,
kami berharap agar auhan keperawatan ini bisa memberikan banyak manfaat
khususnya untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan.
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER……………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………
A. Latar Belakang…………………………………………...
B. Tujuan……………………………………………………
A. Definisi …………………………………………………
B. Etiologi …………………………………………………
C. Manifestasi Klinis ………………………………………
D. Patofisiologi …………………………………………….
E. Komplikasi ………………………………………………
F. Pemeriksaan Penunjang …………………………………
A. Kasus ……………………………………………………
B. Pengkajian Keperawatan ……………………………….
C. Pengelompokan Data Senjang ………………………….
D. DAnalisa Data ………………………………………….
E. Diagnose Keperawatan …………………………………
F. Rencana Keperawatan ………………………………….
A. Kesimpulan ……………………………………………..
B. Saran ……………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversibel, progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi
yang abnormal terhadap partikel dan gas berbahaya. Pada PPOK ini terjadi
obstruksi dan hambatan aliran udara kronik yang disebabkan oleh bronkitis
kronik, emfisema atau keduanya. Pada kenyataanya kedua keadaan ini baik
bronkitis kronik dan emfisema biasanya terjadi secara bersamaan sebagai
konsekuensi dari penyebab yang paling sering yaitu asap rokok.1,2 Gejala
klinis PPOK antara lain batuk, produksi sputum, sesak napas dan aktiviti
terbatas. Menurut WHO, PPOK merupakan penyebab kematian ke-4 dan akan
menjadi masalah global untuk masa yang akan datang. Meningkatnya usia
harapan hidup manusia dan dapat diatasinya penyakit degeneratif lainnya
maka PPOK akan menjadi gangguan kualiti hidup di usia 2 lanjut. Bidang
industri yang tidak dapat dipisahkan dengan polusi udara dan lingkungan
serta kebiasaan merokok merupakan penyebab utama.2 Bronkitis kronik dan
emfisema sejauh ini merupakan penyebab obstruksi aliran udara kronik,
sedangkan penyebab lain bronkiektasis dan bronkiolitis. Jumlah pasien PPOK
di Amerika Serikat diperkirakan 10 juta orang dan diperkirakan 24 juta orang
lainnya mempunyai gangguan fungsi paru yang dicurigai PPOK. Pada tahun
2000 PPOK tercatat sebagai penyebab kematian 119.054 orang dan secara
statistik meningkat 128% dibanding tahun 1980.1 Tahun 1997 Yunus
memberikan gambaran kasus PPOK yang dirawat di RS Persahabatan, yaitu
104 kasus yang didiagnosis PPOK ternyata hanya 65 kasus yang memenuhi
kriteria PPOK berdasarkan kriteria ATS, penderita terbanyak berusia antara
71-80 yaitu 33,9 dan kurang dari 50 tahun hanya 7,7% serta sebagian besar
penderita adalah laki-laki. Pada orang normal penurunan faal paru yaitu
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 28 ml pertahun, sedangkan
pada pasien PPOK antara 50-80 ml. Di RS Persahabatan sebagai pusat
rujukan paru nasional, PPOK menduduki peringkat ke-5 dari jumlah
penderita yang berobat jalan serta menduduki peringkat ke 4 dari jumlah
penderita yang dirawat.3 Menurut National Population Health Study (NPHS)
51% penderita dengan PPOK mengeluh bahwa sesak napas menyebabkan
keterbatasan aktiviti di rumah, kantor dan lingkungan sosial. Penyakit ini
menimbulkan gangguan kualiti hidup dan kapasiti fungsional penderita
bahkan sampai menyebabkan kematian.4,5 Saat ini PPOK merupakan
penyakit bukan infeksi ke-2 tersering di dunia yang menyebabkan kematian
2,75 juta orang pertahun dan diperkirakan menjadi 2 kali lipat pada tahun
2030.6 Penatalaksanaan pasien sebaiknya berdasarkan panduan dan
disesuaikan dengan gejala dan tingkat gangguan kemampuan. Salah satu
strategi penatalaksanaan PPOK adalah dengan rehabilitasi paru. Terdapat
bukti dari randomised controlled trials (RCTs) terhadap manfaat rehabilitasi
paru yang menunjukkan perbaikan sesak napas, kapasiti latihan dan kualiti
hidup. National Institute for Health and Clinical Excellence telah
merekomendasikan bahwa rehabilitasi paru harus diberikan pada seluruh
penderita PPOK yang mengalami gangguan fungsi paru.5 Rehabilitasi paru
merupakan program penatalaksanaan pasien PPOK yang terpadu terdiri dari
berbagai disiplin ilmu mencakup dokter, fisioterapis, perawat pernapasan, staf
gizi, pekerja sosial dan konsultan rokok.7 Manfaat rehabilitasi paru terhadap
peningkatan kapasiti fungsional dan kualiti hidup pasien PPOK sudah
terbukti.5,8 Setelah dilakukan evaluasi oleh beberapa peneliti didapatkan
penurunan kapasiti fungsional dan kualiti hidup apabila program rehabilitasi
ini dihentikan.9,10,11 Penelitian mengenai manfaaat rehabiliitasi paru
terhadapa kapasiti fungsional dan kualiti hidup pernah dilakukan di RS
Persahabatan oleh Riyadi tahun 2005 dengan jangka waktu 6 minggu
didapatkan peningkatan kapasiti fungsional dan kualiti hidup pasien PPOK.8
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dilakukan penelitian
ini yang pengambilan sampelnya secara simple random sampling diberikan
perlakuan rehabilitasi paru selama 12 minggu. Dilihat apakah perlakuan ini
dapat meningkatkan atau mempertahankan kapasiti fungsional dan kualiti
hidup pasien PPOK dengan melakukan uji jalan 6 menit dan SGRQ secara 2
tahap, yaitu setelah perlakuan 6 minggu dan 12 minggu.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran dari PPOK dan untuk
penatalaksanaan pada kondisi PPOK di Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
Beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis pada kondisi
PPOK adalah :
a. Mengetahui definisi PPOK
b. Mengetahui penyebab PPOK
c. Mengetahui tanda dan gejala PPOK
d. Mengetahui komplikasi PPOK
e. Mengetahui pemeriksaan penunjang PPOK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Disease adalah suatu kondisi yang ditandai oleh keterbatasan
aliran udara yang tidak reversibel sempurna. PPOK mencakup emfisema,
bronkitis kronis, dan penyakit saluran napas kecil (small airway disease).
Emfisema adalah suatu keadaan terjadi destruksi dan pembesaran pada
alveolus pada paru. Bronkitis kronis ditandai dengan batuk kronis dan
sputum, serta penyakit saluran napas kecil yaitu suatu kondisi penyempitan
bronkiolus kecil (Loscalzo, 2015). PPOK adalah suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai dengan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit tersebut
adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema paru. Gabungan dari
ketiga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL) dan
Chronic Obstructive Lung Disease (COLD) (Somantri, 2012). Dari
pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa PPOK/COPD adalah suatu
keadaan penyakit kronis pada paru yang meliputi adanya emfisema, bronkitis
kronis, dan asma bronkial dengan penyakit yang berlangsung lama dan
ditandai dengan resistensi aliran udara.
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah : Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
adalah seperti susah bernapas, kelemahan badan, batuk kronik, nafas
berbunyi, mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum dalam saluran nafas
dalam waktu yang lama. Salah satu gejala yang paling umum dari Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sesak nafas atau dyosnea. Pada tahap
lanjutan dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dypsnea dapat
memburuk bahkan dapat dirasakan ketika penderita sedang istirahat atau
tidur.
Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari penyakit ini
adalah sesak nafas yang berlangsung terus menerus. Menurut Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Internasional (2012), pasien dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami perubahan bentuk dada.
Perubahan bentuk yang terjadi yaitu diameter bentuk dada antero-posterior
dan transversal sebanding atau sering disebut barrel chest. Kesulitan bernafas
juga terjadi pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu
bernafas dengan menggunakan otot bantu pernafasan dalam jangka waktu
yang lama, maka akan terjadi hipertropi otot dan pelebaran di sela-sela iga
atau daerah intercostalis. Bila telah mengalami gagal jantung kanan, tekanan
vena jugularis meninggi dan akan terjadi edema pada ekstremitas bagian
bawah. Hal ini menandakan bahwa terlah terjadi penumpukan cairan pada
tubuh akibat dari gagalnya jantung memompa darah dan sirkulasi cairan ke
seluruh tubuh. Palpasi tektil fremitus tada emfisema akan teraba lemah,
perkusi terdengar suara hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, dan hepar terdorong ke bawah. Bunyi nafas vesikuler normal atau
melemah, ronkhi pada waktu nafas biasa atau ekspirasi paksa. Ekspirasi akan
terdengar lebih panjang dari pada inspirasi dan bunyi jangtung juga terdengar
menjauh.
D. Patofisiologi
Hambatan aliran udara yang progresif memburuk merupakan perubahan
fisiologi utama pada PPOK yang disebabkan perubahan saluran nafas secara
anatomi di bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru
dikarenakan adanya suatu proses peradangan atau inflamasi yang kronik dan
perubahan struktural pada paru. Dalam keadaan normal, radikal bebas dan
antioksidan berada dalam keadaan dan jumlah yang seimbang, sehingga bila
terjadi perubahan pada kondisi dan jumlah ini maka akan menyebabkan
kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan
kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit paru. Pajanan
terhadap faktor pencetus PPOK yaitu partikel noxius yang terhirup bersama
dengan udara akan memasuki saluran pernapasan dan mengendap hingga
terakumulasi.
Partikel tersebut mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa
bronkus sehingga menghambat aktivitas silia. Akibatnya pergerakan cairan
yang melapisi mukosa berkurang dan menimbulkan iritasi pada sel mukosa
sehingga merangsang kelenjar mukosa, kelenjar mukosa akan melebar dan
terjadi hiperplasia sel goblet sampai produksi mukus berlebih. Produksi
mukus yang berlebihan menimbulkan infeksi serta menghambat proses
penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu siklus yang menyebabkan
terjadinya hipersekresi mukus. Manifestasi klinis yang terjadi adalah batuk
kronis yang produktif. Dampak lain yang ditimbulkan partikel tersebut dapat
berupa rusaknya dinding alveolus. Kerusakan yang terjadi berupa perforasi
alveolus yang kemudian mengakibatkan bersatunya alveoulus satu dan yang
lain membentuk abnormal largeairspace.
Selain itu terjadinya modifikasi fungsi anti-protease pada saluran
pernafasan yang berfungsi untuk menghambat neutrofil, menyebabkan
timbulnya kerusakan jaringan interstitial alveolus. Seiring terus
berlangsungnya iritasi di saluran pernafasan maka akan terjadi erosi epitel
serta pembentukan jaringan parut. Akan timbul juga metaplasia skuamosa dan
penebalan lapisan skuamosa yang menimbulkan stenosis dan obstruksi
ireversibel dari saluran nafas.
Walaupun tidak menonjol seperti pada asma, pada PPOK juga dapat
terjadi hipertrofi otot polos dan hiperaktivitas bronkus yang menyebabkan
gangguan sirkulasi udaraPada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar
mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos
pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Pada emfisema ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli yang menyebabkan berkurangnya daya regang elastis paru. Terdapat
dua jenis emfisema yang relevan terhadap PPOK, yaitu emfisema pan-asinar
dan emfisema sentri-asinar. Pada jenis pan-asinar kerusakan asinar bersifat
difus dan dihubungkan dengan proses penuaan serta pengurangan luas
permukaan alveolus. Pada jenis sentri-asinar kelainan terjadi pada bronkiolus
dan daerah perifer asinar, yang erat hubungannya dengan asap rokok.
E. Komplikasi
1. Infeksi Saluran Napas
2. Pneumothoraks Spontan
Pneumothoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya belb
(kantong udara dalam alveoli) pada penderita emfisema. Pecahnya belb itu
dapat menyebabkan pneumothoraks tertutup dan membutuhkan
pemasangan selang dada (chest tube) untuk membantu paru mengembang
kembali (Black, 2014).
3. Dypsnea
Seperti asma, bronchitis obstruktif kronis, dan emfisema dapat
memburuk pada malam hari. Pasien sering mengeluh sesak nafas yang
bahkan muncul saat tidur (one set dyspnea) dan mengakibatkan pasien
sering terbangun dan susah tidur kembali di waktu dini hari. Selama tidur
terjadi penurunan tonus otot pernafasan sehingga menyebabkan
hipoventilasi dan resistensi jalan nafas meningkat, dan akhirnya pasien
menjadi hipoksemia (Black, 2014).
4. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan tingkat PO2<55
mmHg dengan nilai saturasi O2<85%. Pada awalnya pasien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa.
Pada tahap lanjut akan timbul gejala seperti sianosis (Permatasari,2016).
5. Asidosis Respiratori
6. Kor Pulmonale
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Chest X-ray : dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma
mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda
vaskuler/bullae (emfisema), peningkatan bentuk bronkovaskuler
(bronchitis), dan normal ditemukan saat periode remisi (asma) (Soemantri,
2008).
2. Uji Faal Paru Dengan Spirometri dan Bronkodilator (postbronchodilator) :
berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit,
dan menentukan prognosis pasien. Pemerikasaan ini penting untuk
memperlihatkan secara objektif adanya obstruktif saluran pernafasan
dalam berbagai tingkat. Spirometri digunakan untuk mengukur volume
maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi maksimal atau dapat
disebut forced vital capacity (FVC). Spirometri juga berfungsi untuk
mengukur volume udara yang dikeluarkan pada satu detik pertama atau
disebut juga forced expiratory volueme in 1 second (FEV1). Rasio dari
kedua pengukuran inilah (FEV1/FVC) yang sering digunakan untuk
menilai fungsi paruparu. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) secara khas akan menunjukkan penurunan dari FEV1 dan FVC
serta nilai dari rasio pengukuran FEV1/FVC pembatasan aliran udara yang
tidak sepenuhnya reversibel. Pengujian ini dilakukan pada saat penderita
atau pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) pada masa stabil atau
tidak dalam masa ekserbasi akut. Dan hasil pemeriksaan spirometri setelah
pemberian bronkodilator dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) berdasarkan derajat obstruksinya.
Klasifikasi penyakit paru ini berdasarkan GOLD (2017) sebagai berikut :
a. Stage I (Ringan) : pemeriksaan spirometri post-bronchodilator
menunjukkan hasil rasio FEV1/FVC<70% dan nilai FEV1 ≥80% dari
nilai prediksi.
b. Stage II (Sedang) : rasio FEV1/FVC<70% perkiraan nilai FEV1
diantara 50-80% dari nilai prediksi.
c. Stage III (Berat) : rasio FEV1/FVC<70% dan nilai FEV1
menunjukkan diantara 30-50% dari nilai prediksi.
d. Stage IV (Sangat Berat) : rasio FEV1/FVC<70% dan nilai FEV1
diperkirakan kurang dari 30% ataupun kurang dari 50% dengan
kegagalan respiratorik kronik.
3. TLC (Total Lung Capacity) : meningkat pada bronchitis berat dan
biasanya pada asma, menurun pada penderita emfisema (Soemantri, 2008).
4. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 menurun
dan PCO2 normal meningkat (pada bronchitis kronis dan emfisema).
Sering kali menurun pada asma dengan pH normal atau asidosis, alkaiosis
respiratori ringan sekunder akibat terjadinya hiperventilasi (emfisema
sedang dan asma) (Soemantri, 2008).
5. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi,
kolaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran
kelenjar mukus (bronchitis) (Muttaqin, 2014).
6. Pemeriksaan Darah Lengkap : dapat menggambarkan adanya peningkatan
hemoglobin (emfisema berat) dan peningkatan eosinofil (asma) (Muttaqin,
2014).
7. Kimia Darah : menganalisis keadaan alpha 1-antitypsin yang
kemungkinannya berkurang pada emfisema primer (Muttaqin, 2014).
8. Sputum Kultur : pemeriksaan pada bakteriologi gram pada sputum pasien
yang diperlukan untuk mengetahui adanya pola kuman dan untuk
menentukan jenis antibiotik yang paling tepat. Infeksi saluran pernafasan
yang berulang merupakan penyebab dari ekserbasi akut pada penderita
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (Muttaqin, 2014).
9. Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi pemeriksaan ECG (Elektro
Kardio Graph) yang difungsikan untuk mengetahui adanya komplikasi
yang terjadi pada organ jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau
hipertensi pulmonal. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan namun jarang
dilakukan yaitu uji latih kardiopulmoner, uji provokasi brunkus, CT-scan
resolusi tinggi, ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha 1-antitrypsin
(Putra PT dkk, 2013).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus
Tuan A berumur 50tahun, datatang ke RS bersama istrinya Ny.E
dengan keluhan batuk berdahak dan sesak napas sejak 2 hari yang lalu di
sertai sakit perut kembung sudah berobat ke puskesmas, tidak ada perubahan.
Tn.A sering sesak napas jika kelelahan. Aktivitas pasien sehari-hari adalah
tukang tambal ban. Pasien mengatakan keluarga Tn.A tidak pernah menderita
batuk dan sesak napas seperti di alami Tn.A sekarang ini.
Makan 3x1 sehari seporsi sedang habis dan minum air putih 8
gelas/hari. Selama di RS makan diet yang tersedia habis ½ piring. BAB
2x/hari, BAK 3s/d 4x/hari selama di RS BAB 1x sehari, BAK 4-5X sehari.
Setelah di kaji pernafasam spontan tidak menggunakan alat bantu.
Kardiovaskuler merasakan berdebar-debar skala ketergantungan, bila
kecapekan melakukan kegiatan tambal ban. Selama sakit keadaan aktivitas
sehari-hari di bantu oleh keluarga. Napas terasa sesak 26x/menit tidak
memaka alat bantu. Berdasarkan pemeriksaan fisik kesadaran compos medis,
TB 167cm, BB 75 kg, TD : 130/100 mmHg, Nadi : 88x/mnt, suhu 36C, RR:
25x/menit, skala nyeri 2 (0-10).
Pasien mendapat pemeriksaan radiologi EKG dengan intervention sinus
tachicardi R/S Invansion area vetneem Vs and V6 abnormal EKG dan
pemeriksaan Rontgen Thorax Pa View dengan interpretasi bronchitis Pleural
Reaction bilateral besar cor normal Trachea an mediastinum di tengah tak
tampak penebalan hilus, sistem tulang tak tampak kelainan. Pasien mendapat
pemberian terapi Inf asering 12Tpm rute IV, inj Cofetaxcim dosis 2x125
gram rute IV, Inj Methilprednisolon dosis 2x25 gram rute IV, Inj Lasix
1x20mg rute IV, valsartan 1x80mg rute IV, vectrine kapsul 3x300ml rute
oral, nebul combivent 2,1/2 ml/8 jam.
B. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama :Islam
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh batuk berdahak dan sesak napas sejak 2 hari yang
lalu di sertai sakit perut kembung sudah berobat ke puskesmas, tidak
ada perubahan. Tn.A sering sesak napas jika kelelahan.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengeluhkan batuk berdahak dan sesak napas sejak 2 hari
yang lalu
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan keluarga Tn.A tidak pernah menderita batuk dan
sesak napas seperti di alami Tn.A sekarang ini.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Compos mentis
b. Tanda-Tanda Vital
TD : 130/100mmHg
N : 88x/menit
RR : 25x/menit
Suhu : 36°C
C. Pengelompokan Data Senjang
D. Analisa Data
DO:
a. Kardiovaskuler
merasakan berdebar-
debar skala
ketergantungan bila
kecapekan aktivitas
tambal ban
b. Nafas terasa sesak
26x/menit, tidak
memakai alat bantu
TD: 130/100mmHg
N: 88x/menit
RR: 25x/menit
Skala nyeri: 2 (0-10)
E. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
ditandai dengan Kardiovaskuler merasakan berdebar-debar skala
ketergantungan bila kecapekan aktivitas tambal ban, Nafas terasa sesak
26x/menit, tidak memakai alat bantu, TD: 130/100mmHg, N: 88x/menit,
RR: 25x/menit, Skala nyeri: 2 (0-10).
2. Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
F. Rencana Keperawatan
B. Saran
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit dapat
mencapai kesembuhan optimal dengan cara segera diobati, penyakit ini juga
dapat menyebabkan kematian jika terjadi keterlambatan pengobatan. Dalam
hal ini, pasien dan keluarga diharapkan dapat mengetahui factor pencetus dan
gejala yang timbul, sehingga pasien dan keluarga dapat segera memeriksakan
diri ke pelayanan kesehatan terdekat apabila dirasakan terdapat gejala dari
penyakit paru obstruktif kronik. Penulis juga menyarankan agar pasien dan
keluarga dapat menerapkan teknik relaksasi (nafas dalam) dan batuk efektif.
Jika masalah terjadi berula
21
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, A., dkk. 2016. Manfaat Rehabilitasi Paru dalam Meningkatkan atau
Mempertahankan Kapasitas Fungsional dan Kualitas Hidup Pasien
Penyakit Paru Obstruksi Kronik di RSUP Persahatan. Jurnalrespirologi,
1-13.