Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN III (TRANSFER)

CHRONIC PULMONARY OBSTUCTIVE (COPD)

Aliyah Hafsah 1022032058


Ambar Prasetiyo 1022032003
Arif Hidayatullah 1022032006
Asri Sumianingsih 1022032007
Dean Febriawan 1022032012
Deasyvia Romadona 1022032013
Delia Putri Amanda 1022032014
Linda Dwi Indriyani 1022032029
Muhamad Fikih 1022032038
Resa Rizki Firdaus 1022032046
Resta Dwi Apni 1022032047
Siti Halimah 1022032052
Siti Meriani Sarfindah 1022032053

PROGRAM STUDI ILMU


KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS
FALETEHAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul “Makalah
Ilmu Dasar Keperawatan : Chronic Pulmonary Obstructive (COPD)“. Dalam
menyusun Makalah ini, Kami telah dibimbing dengan baik oleh para dosen dan
beberapa pihak lainnya Oleh karena itu sebagai bentuk rasa syukur, Kami ucapkan
terima kasih kepada :
1. Tasbihul Anwar, S.Kep.,Ns.,M.Kep, Selaku Dosen / Koordinator mata kuliah
Ilmu Dasar Keperawatan III (Transfer)
2. Kepada Rekan-rekan Seperjuangan kami dikelas S1 Ilmu Keperawatan Trasfer

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan


Makalah ini, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan pada Makalah selanjutnya.

Serang, 14 Oktober 2022

Penulis

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

Cover
Kata Pengantar..............................................................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1. Latar Belakang........................................................................................................................1
2. Masalah...................................................................................................................................2
3. Tujuan.....................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................3
A. Definisi....................................................................................................................................3
B. Etiologi....................................................................................................................................3
C. Klasifikasi...............................................................................................................................5
D. Manifestasi..............................................................................................................................6
E. Komplikasi..............................................................................................................................6
F. Penatalaksanaan......................................................................................................................7
G. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................................................8
H. Patofisiologi............................................................................................................................9
I. Pathway...................................................................................................................................9
J. Klasifikasi.............................................................................................................................10

BAB III Penutup......................................................................................................................12


1. Kesimpulan.........................................................................................................................12
2. Saran.....................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia terletak di antara 6˚ Lintang Utara (LU) sampai 11˚ Lintang
Selatan (LS) dan 95˚ sampai 141˚ Bujur Timur (BT), Terletak diantara 2
benua yaitu Benua Australia dan Benua Asia, serta berada diantara 2 Samudra
yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Indonesia merupakan negara
kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1996), Dengan luas daratan sebesar 1.916.862,2 km2 dan
luas perairannya sebesar 3.257.483 km2 yang terbentang dari Sabang sampai
Merauke. Dengan estimasi jumlah penduduk sebanyak lebih dari 270jta jiwa
pada tahun 2020 dan menjadikan Negara Indonesia sebagai Negara ke 4
dengan jumlah penduduk terbanyak didunia ( Profil Kesehatan Indonesia,
KEMENKES, 2020).
Dengan penyebaran penduduk yang kurang merata disetiap daerahnya,
serta peranan perkembangan ekonomi sosial yang tidak merata juga
menyebabkan kualitas kesehatan yang dimiliki oleh setiap daerah berbeda-
beda menjadi kurang baik untuk beberapa daerah dengan presentase kepadatan
penduduk yang tinggi. Hal ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan
diantaranya masalah kesehatan yang berkaitan dengan sistem pernafasan
seperti salah satunya yaitu Chronic Pulmonary Obstructive (COPD) atau biasa
disebut juga dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) masuk dalam kelompok penyakit
tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan
semakin tingginya pajanan faktor resiko, seeperti pejamu yang diduga
berhubungandengan kejadian PPOK. Semakin banyaknya jumlah perokok
khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam
ruanganmaupun diluar ruangan dan di tempat kerja (Pedoman Pengendalian
PPOK, KEPMENKES 1022, 2008).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK) merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di dunia.
Sebanyak 3,23 juta kematian di tahun 2019 dengan merokok sebagai penyebab
utamanya. Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi
penurunan dari 2007 ke 2013, bahkan cenderung meningkat dari 34,2 persen
tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013 ( RIKESDAS Nasional, 2013).

1
2

B. MASALAH
Berdasarkan apa yang diperoleh dari latar belakang, maka dapat
dirumuskan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis?
2. Bagaimana konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis?
3. Bagaimana penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis?

C. TUJUAN
Tujan dalam penulisan makalah ininBerdasarkan apa yang dari penjabaran
dan penjelasan masalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa itu Penyakit Paru Obstruktif Kronis
2. Untuk mengetahui Bagaimana konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis
3. Untuk megetahui Bagaimana penatalaksanaan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah sekumpulan penyakit
paru- paru yang menghambat aliran udara ketika menarik nafas. Kerusakan
atau gangguan pada saluran nafas dan menimbulkan kesulitan bernapas.
Empisema dan bronkitiskronis adalah dua penyakit utama PPOK. Penyakit
Paru Obstruksi Kronik (PPOK)merupakan penyebab kematian kelima terbesar
di Amerika Serikat. Penyakit inimenyerang lebih dari 25% populasi dewasa.
(Smeltzer & Bare, 2001).Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah
istilah keliru yang sering dikenakan pada pasien yang menderita emfisema,
bronkitis kronis, atau campuran darikeduanya. Ada banyak pasien yang
mengeluh bertambah sesak napas dalam beberapatahun dan ditemukan
mengalami batuk kronis, toleransi olahraga yang buruk, adanyaobstruksi jalan
napas paru yang terlalu mengembang dan gangguan pertukaran
gas.Kecenderungan pasien tersebut memiliki emfisema atau bronkitis kronis
sering sulitdiketahui, dan penggunaan istilah penyakit paru obstruktif kronis
menjadi label yangmudah dan tidak menjelaskan untuk menghindari perlunya
membuat diagnosis tidak jelas dengan data yang tidak adekuat.

B. ETIOLOGI
1. Asap Rokok
Dari berbagai partikel gas yang noxius atau berbahaya, asap rokok
merupakan salah satu penyebab utama, kebiasaan merokok merupakan
faktor resiko utama dalam terjadinya PPOK.3 Asap rokok yang dihirup
serta merokok saat kehamilan juga berpengaruh pada kejadian PPOK
karena mempengaruhi tumbuh kembang paru janin dalam uterus. Sejak
lama telah disimpulkan bahwa asap rokok merupakan faktor risiko utama
dari bronkitis kronis dan emfisema. Serangkaian penelitian telah
menunjukkan terjadinya percepatan penurunan volume udara yang
dihembuskan dalam detik pertama dari manuver ekspirasi paksa (FEV1)
dalam hubungan reaksi dan dosis terhadap intensitas merokok, yang
ditunjukkan secara spesifik dalam bungkus-tahun (rata-rata jumlah
bungkus rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan jumlah total tahun
merokok). Walaupun hubungan sebab akibat antara merokok dan
perkembangan PPOK telah benar-benar terbukti, namun reaksi dari
merokok ini masih sangat bervariasi. Merokok merupakan prediktor
signifikan yang paling besar pada FEV1, hanya 15% dari variasi FEV1

3
4

yang dapat dijelaskan dalam hubungan bungkus-tahun. Temuan ini


mendukung bahwa terdapat faktor tambahan dan atau faktor genetik
sebagai kontributor terhadap dampak merokok pada perkembangan
obstruksi jalan nafas.3,6
2. Paparan Pekerjaan
Meningkatnya gejala-gejala respirasi dan obstruksi aliran udara dapat
diakibatkan oleh paparan debu di tempat kerja. Beberapa paparan
pekerjaan yang khas termasuk penambangan batu bara, panambangan
emas, dan debu kapas tekstil telah diketahui sebagai faktor risiko
obstruksi aliran udara kronis.1,6
3. Polusi Udara
Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala respirasi pada orang-
orang yang tinggal di daerah padat perkotaan dibandingkan dengan
mereka yang tinggal di daerah pedesaan, yang berhubungan dengan
meningkatnya polusi di daerah padat perkotaan. Pada wanita bukan
perokok di banyak negara berkembang, adanya polusi udara di dalam
ruangan yang biasanya dihubungkan dengan memasak, telah dikatakan
sebagai kontributor yang potensial.5,6
4. Infeksi Berulang Saluran Respirasi
Infeksi saluran respirasi telah diteliti sebagai faktor risiko potensial dalam
perkembangan dan progresivitas PPOK pada orang dewasa, terutama
infeksi saluran nafas bawah berulang. Infeksi saluran respirasi pada masa
anak-anak juga telah dinyatakan sebagai faktor predisposisi potensial pada
perkembangan akhir PPOK.3,6
5. Kepekaan Jalan Nafas dan PPOK
Kecenderungan meningkatnya bronkontriksi sebagai reaksi terhadap
berbagai stimulus eksogen, termasuk methakolin dan histamin, adalah
salah satu ciri- ciri dari asma. Bagaimanapun juga, banyak pasien PPOK
juga memiliki ciri- ciri jalan nafas yang hiperesponsif. Pertimbangan akan
tumpang tindihnya seseorang dengan asma dan PPOK dalam kepekaan
jalan nafas, obstruksi aliran udara, dan gejala pulmonal mengarahkan
kepada perumusan hipotesis Dutch yang menegaskan bahwa asma,
bronkitis kronis, dan emfisema merupakan variasi dari dasar penyakit yang
sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan genetik untuk
menghasilkan gambaran patologis yang nyata.1,6
6. Defisiensi α1 Antitrypsin (α1AT
Defisiensi α1AT yang berat merupakan faktor risiko genetik terjadinya
PPOK. Walaupun hanya 1-2% dari pasien-pasien PPOK yang mewarisi
defisiensi α1AT, pasien-pasien ini menunjukkan bahwa faktor genetik
memiliki pengaruh terhadap kecenderungan untuk berkembangnya PPOK.
5

α1AT adalah suatu anti-protease yang diperkirakan sangat penting untuk


perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami oleh bakteri,
leukosit PMN, dan monosit.

C. EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh belahan dunia.
Dari berbagai penelitian epidemiologi, penderita PPOK diperkirakan
mencapai 10% pada populasi usia 40 tahun atau lebih. Risiko PPOK
meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Prevalensi global diperkirakan berkisar antara 7-19%. Prevalensi pada
laki-laki diperkirakan lebih tinggi dibandingkan wanita. Hal ini kemungkinan
terjadi karena angka merokok pada pria lebih tinggi.
 Global
Pada tahun 2019, WHO menempatkan PPOK di peringkat ke-3 sebagai
penyebab kematian paling sering di seluruh dunia, terutama di negara
berkembang.[1,9] Di Asia Tenggara diperkirakan prevalensi PPOK
sebesar 6,3% dengan prevalensi tertinggi ada di negara Vietnam
(6,7%).
PPOK diperkirakan terjadi lebih banyak pada laki-laki (11,8%)
dibandingkan wanita (8,5%). Di Amerika Serikat, prevalensi emfisema
dilaporkan sebesar 18 kasus per 1000 orang dan bronkitis kronis
sekitar 34 kasus per 1000 orang.[2]

 Indonesia
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 melaporkan bahwa
orang yang merokok setiap hari mencakup 24,3% penduduk usia di
atas 10 tahun. Dalam Riskesdas ini, diperkirakan bahwa prevalensi
PPOK di Indonesia sebanyak 3,7%.

 Mortalitas
PPOK merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di dunia. WHO
melaporkan bahwa PPOK menyebabkan 3,23 juta kematian pada tahun
2019. Hampir 90% kematian PPOK terjadi pada kelompok usia di
bawah 70 tahun. Tingkat kematian yang lebih tinggi dilaporkan pada
negara berpenghasilan rendah dan menengah, seperti Indonesia.
Selain kematian, PPOK juga akan mengganggu kualitas hidup pasien.
PPOK menyebabkan gejala pernapasan yang persisten dan progresif,
termasuk kesulitan bernapas, batuk, dan produksi dahak. Pasien PPOK
sering mengalami eksaserbasi dan akan mengalami penurunan
6

produktivitas bermakna dalam hidupnya.[10,24]

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala akan mengarahkan dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater)
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers)

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut


1. Kelembahan badan
3. Baruk
4. Sesak nafas
5. Sesak nafas saat aktivitas dan napas berbunyi
6. Mengi atau wheeze
7. Eksplorasi yang memanjang
8. Bentuk dada tong( Barrel Chest) pada penyakit lanjut
9. Penggunaan otot bantu pernapasan
10. Suara napas melemah
11. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
12. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

E. KOMPLIKASI
a) Gagal jantung
Keadaan dimaa jantung tidak mampu memompa darah untuk mecukupi
kebutuhan metabolisme tubuh. Terutama gagal jantung kanan akibar
oenyakit paru, harus diobservasi terutama pada klien
dengan dyspnea berat
b) Asidosis Respratory
Merupkan suatu penyakit yang dapat timbul karena terjadi pengingkatan
nilai PaCO2 ( hiperkapnia). Biasanya timbul dengan gejala nyeri kepala
atau pusing, lesu, dan lelah.
c) Hipoxemia
Merupakan penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg dengan nilai
saturasi oksigen <85%. Pada awalnya paisen akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsistensi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
sianosis
d) Cardiac Disritmia
Adalah penyakit yang timbul akibat dari Hipoxemia, penyakit jantung
lain,efek obat atau asidosis respiratory
7

e) Infeksi Pernafasan
infeksi ini terjadi karena peningkatan produksi mukus yang berlebih,
peningkatan rangsangan otot yang polos bronkial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan beban kerja otot pernafasan
sehingga timbul dypsnea ( Kusumawat, 2013).

F. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan pada PPOK stabil:
1. Mengurangi gejala
a. Menghilangkan gejala
b. Memperbaiki toleransi latihan
c. Memperbaiki kualitas hidup
2. Mengurangi risiko
a. Mencegah progresifitas penyakit
b. Mencegah dan mengobati eksaserbasi
c. Mengurangi kematian

Penatalaksanaan PPOK secara umum meliputi:


 Edukasi
 Berhenti merokok
 Obat-obatan
 Rehabilitasi
 Terapi oksigen
 Ventilasi mekanis
 Nutrisi
Menurut Kowalak et all (2011)
Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik secara khas
meliputi:
1. Pemberian obat bronkodilator, anti-inflamasi, antihistamin,
ekspektoran untuk menurunkan bronkospasme dan meningkatkan kerja
mukosilier dalam membersihkan secret dari jalan napas.
2. Drainase postural untuk membantu mengalirkan secret.
3. Terapi oksigen dengan konsentrasi rendah jika diperlukan (pemberian
dengan oksigen dengan kecepatan aliran yang tinggi pada PPOK dapat
menimbulkan narcosis).
4. Penggunaan alat pelembab udara untuk mengencerkan secret (Kowalak,
et all 2011)
8

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Muttaqin (2012), pemeriksaan diagnostik pada pasien Penyakit
Paru Obstruktif Kronik dilakukan dengan :
1. Pengukuran Fungsi Paru
a. Kapasitas inspirasi menurun
b. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis dan asma.
c. FEV1 (Forced Expiratory Volume in One Second) selalu menurun,
mengindikasikan derajat obstruksi progesif penyakit paru obstruksi kronis.
d. FVC (Forced Vital Capacity) awal normal kemudian menjadi menurun,
pada bronchitis dan asma
e. TLC (Total Lung Capacity) normal sampai meningkat sedang
(predominan pada emfisema)
2. Analisa Gas Darah PaO2 menurun PCO2 meingkat, sering menurun
pada asma. Nilai Ph normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan
sekunder.
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Hemoglobin (Hb) dan hematocrit (Ht) polisitemia sekunder. jumlah
darah merah meningkat.
a. Eosinofil dan total IgE serum meningkat
b. Pulsse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun
c. Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretic 16
5. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan gram kuman atau kultur adanya
infeksi campuran. Kuman pathogen yang bisa ditemukan adalah
Streptococcus Pneumonia, Hemophylus influenza, dan Monawella
Catamhalis
6. Pemeriksaan Radiologi Thoraks foto (AP dan Lateral) Menunjukan
adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area paru –
paru. Pada emfisem paru didapatkan diafragma engan letak yang rendah
dan mendatar, ruang udara retrosternal lebih besar (foto lateral). Jantung
tampak bergantung, memanjang dan menyempit.
7. Pemeriksan Bronkhogram Menunjukan dilatasi bronchos . Kolap
bronkhiale pada ekspirasi kuat.
8. EKG Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise
jantung. Bila sudsh terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan
dan P-pulmonal pada hantaran II, III dan Avf. Voltase QRS rendah VI
rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB (Right Bundle Branch
Block) inkomplet (Muttaqin, 2012)
9

H. PATOFISIOLOGI
PPOK di tandai dengan obstruksi progresif lambat pada jalan nafas.
Penyakit ini merupakan salah satu eksaserbasi periodic, sering kali berkaitan
dengan infeksi pernapasan, dengan peningkatan gejala dyspnea dan produksi
sputum. Tidak seperti proses akut yang memungkinkan jaringan paru pulih,
jalan napas dan parenkim paru tidak kembali ke normal setelah ekserbasi;
Bahkan, penyakit ini menunjukkan perubahan destruktif yang progresif.
Meskipun salah satu atau lainya dapat menonjol PPOK biasanya
mencakup komponen bronchitis kronik dan emfisema, dua proses yang jauh
berbeda. Penyakit jalan napas kecil, penyempitan bronkiola kecil, juga
merupakan bagian kompleks PPOK. Melalui mekanisme yang berbeda, proses
ini menyebabkan jalan napas menyempit, resistensi terhadap aliran udara
untuk meningkat, dan ekpirasi menjadi lambat dan sulit.

I. Pathway PPOK

Asap rokok, polusi udara, riwayat infeksi


saluran pernafasan

Peradangan bronkus

Kelenjar mensekresi lendir dan sel geblet


meningkat

Elanstis paru

Penyakit paru obstru

Produksi secret berlebihan

Batuk tidak efektif

Terjadi akumulasi secret berlebihan


10

Recoil elastis jalan nafas menurun Obstruksi jalan nafas

Batuk, sesak nafas


Kolaps bronkiolus

Dinding alvelous mengalami kerusakan

POLA NAFAS
TIDAK
EFEKTIF

GANGGUAN PERTUKARAN GAS

J. Klasifikasi PPOK
Mengutip dari Ratih Oemiati 2013, berdasarkan kesepakatan para pakar
(PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK
dikelompokkan ke dalam :
a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau
tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai
satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya me-nunjukkan VEP1
≥ 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70 %

b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau


batuk. Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan
derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan
VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi

c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad
tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih
11

sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal


jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP
< 70 %, VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal
napas kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa
gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau
hipokse-mia dengan hiperkapnia.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit Chronic Pulmonary Obstructive (COPD) atau biasa
disebut juga dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Penyakit
Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah sekumpulan penyakit paru- paru yang
menghambat aliran udara ketika menarik nafas. Kerusakan atau gangguan pada
saluran nafas dan menimbulkan kesulitan bernapas. Empisema dan
bronkitiskronis adalah dua penyakit utama PPOK. Penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) adalah istilah keliru yang sering dikenakan pada pasien yang menderita
emfisema, bronkitis kronis, atau campuran darikeduanya. Ada banyak pasien
yang mengeluh bertambah sesak napas dalam beberapatahun dan ditemukan
mengalami batuk kronis, toleransi olahraga yang buruk, adanyaobstruksi jalan
napas paru yang terlalu mengembang dan gangguan pertukaran
gas.Kecenderungan pasien tersebut memiliki emfisema atau bronkitis kronis
sering sulitdiketahui, dan penggunaan istilah penyakit paru obstruktif kronis
menjadi label yangmudah dan tidak menjelaskan untuk menghindari perlunya
membuat diagnosis tidak jelas dengan data yang tidak adekuat.

B. SARAN
 Masyarakat
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang bahayanya merokok sehingga dapat
menghindari resiko terhadap segala jenis masalah pada sistem pernafasan
terutama pada resiko Penyakit Paru Obstuktif Kronis.

 Mahasiswa
Perbanyak pengetahuan dan pemahanam tentang berbagai konsep-konsep dasar
penyakit yang ada agar dapat memberikan edukasi dan informasi kepada
masyarakat yang awam.

12
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/XI/2008,


Tentang : Penyakit Paru Obstruktif Kronis.

Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI, Desember 2013, Jakarta

Nurmayati, Agung Waluyo, dkk. 2019. Pengaruh Fisioterapi Dada, Batuk Efektif,
dan Nebulizer Terhadap Peningkatan Saturasi Oksegen Dalam Darah
Pada Pasien PPOK. Vol 3, Nomor 1. Desember 2019

Oemiati, Ratih, 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronis.


Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013, Jakarta

Wolters Kluwer Health / Lippincot William & Wilkins. Brunner & Suddarth’s
Text Boox Of Medical – Surgical Nursing 12th Edition. Aptara, Inc

http://eprints.umpo.ac.id/5328/3/BAB%202.pdf

https://staff.ui.ac.id/system/files/users/ratnawati01/miscellaneous/artikel_buku_pdpi_ppo
k_td.pdf

http://eprints.umpo.ac.id/5328/3/BAB%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai