Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN PERUBAHAN

FISIOLOGIS SISTEM PERNAFASAN

Dosen Pengampu : Yulisetyaningrum., S.Kep.,Ners.,M.Si.Med

Di susun Oleh :

KELOMPOK 3

ANGGOTA :

1. FERA ARDELIA ( 920173019 )


2. ISTIDIAH PUSPANING TIYAS ( 920173025 )
3. NURUNNAJAH AZZAHRO ( 920173028 )
4. M. ALFIAN NUR MAJID ( 920173031 )
5. NAIMATUL FARIDA ( 920173034 )
6. PUTRI NOFITASARI ( 920173039 )
7. PANJI NUR PRASETYAADI ( 920173141 )

S1 – ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya. Yang telah melimpahkan rahmat hidayah
serta inayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelasaikan makalah tentang Makalah
Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Perubahan Fisiologis Sistem Pernafasan.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat mempelancar dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca. Karna kebenaran hanya milik Allah SWT dan yang salah, dosa,
khilaf hanya milik kami.

Kudus, 11 Agustus 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..............................................................................................................

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG .........................................................................................................


1.2 RUMUSAN MASALAH ....................................................................................................
1.3 TUJUAN ..............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LANSIA ....................................................................................................


B. PERUBAHAN ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN PADA LANSIA
C. GANGGUAN-GANGGUAN PADA SISTEM PERNAFASAN LANSIA ..................
D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN PERUBAHAN
FISIOLOGIS PERNAFASAN ...........................................................................................

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN ...................................................................................................................

3.2 SARAN .................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi-fisiologi dan dapat timbul pula penyakit-
penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin
meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun
meningkat. Pada tahun 2010 jumlah warga lanjut usia (lansia) di Indonesia akan
mencapai 19.079.800 jiwa (BAPPENAS, BPS, UNFPA. 2005) pada tahun 2014 akan
berjumlah 22.232.200 jiwa atau 9,6% dari total penduduk dan pada tahun 2025 akan
meningkat sampai 414% dibandingkan tahun 2004 (WHO, 2005).
Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara masuk dan keluar
dari paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan karbondiaoksida. Sistem
pernafasan atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus-sinus, dan faring. Sistem
pernafasan bawah meliputi trakhea, bronkus-bronkus, dan paru.
Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang membatasi/rib cage (sebagai
“dinding”) dan diafragma (sebagai “lantai”). Mediastinum membagi dua rongga pleura.
Tiap paru terletak di dalam satu rongga pleura, yang dilapisi dengan membran serosa
disebut pleura. Pleura parietal menutupi permukaan dalam dinding thoraks dan meluas
hingga diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis menutupi permukaan luar paru dan
meluas hingga fisura antara lobus. Membran pleura mensekresi cairan pleura dalam
jumlah sedikit, yang menciptakan kelembaban dan mantel licin untuk lubrikasi saat
bernafas. Paru terbagi atas beberapa lobus yang terpisah dengan jelas. Paru kanan terdiri
dari tiga lobus : lobus superior, media dan inferior. Paru kiri hanya memiliki dua lobus:
lobus superior, dan inferior. Dasar setiap paru terletak di atas permukaan diafragma.
Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu perubahan
pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan
tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat.
Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia
khususnya Indonesia diantaranya adalah  penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut
laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian
pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab
kematian pada balita. Pneumonia dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila
diumpamakan kematian anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam,
anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat  pneumonia, yang
mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh dunia. Insiden pneumonia di negara
berkembang adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun (10-20%). Sedangkan insiden TBC,
WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah  penderita
TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada
tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia  juga dikaitkan dengan
penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti diabetes melitus, penyakit jantung,
malnutrisi, dan penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan
penurunan fungsi sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada
gagal jantung kongestif yang disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang
sehingga kolonisasi kuman pernafasan mudah berkembangbiak. Pasien yang sebelumnya
sering mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi
mengalami aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua
obat tersebut menekan rangsang batuk dan kerja clearance mukosilier (WHO, 2010).
Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih  panjang, biaya rawat yang
lebih besar serta sering timbulnya komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan
kualitas hidup. Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut menjadi
pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia sering tidak khas yang
menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi meningkatnya resistensi mikroba
terhadap antibiotika. Adapun  peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah
ataupun menangani gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan lansia adalah
memberikan pendidikan kesehatan pada lansia untuk mencegah terjadinya gangguan yang
lebih kronis dan memberikan tindakan keperawatan sesuai wewenang kita sebagai
seorang perawat sesuai indikasi yang diderita oleh lansia (Geffen, 2011).

1.2 RUMUSAN MASALAH


A. Apakah Pengertian Lansia?
B. Bagaimana Perubahan Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Pada Lansia?
C. Bagaimana Gangguan-Gangguan Pada Sistem Pernafasan Lansia?
D. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Perubahan Fisiologis
Pernafasan?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui Apakah Pengertian Lansia.
2. Untuk mengetahui Bagaimana Perubahan Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Pada
Lansia.
3. Untuk mengetahui Bagaimana Gangguan-Gangguan Pada Sistem Pernafasan Lansia.
4. Untuk mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Perubahan
Fisiologis Pernafasan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LANSIA
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang
yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari siapapun. Usia tua
adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana
seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau
beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2012).
Wheeler, mengungkapkan usia tua tidak hanya dilihat dari  perhitungan
kronologis atau berdasarkakan kalender saja, tetapi juga menurut kondisi kesehatan
seseorang ( health age ). Sehingga umur sesungguh nya dari seseorang merupakan
gabungan dari ketiga - tiganya (Nugroho, 2011).

B. PERUBAHAN ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN PADA


LANSIA
Berikut adalah penjelasan tentang penyakit pernapasan pada lansia yang dimulai
dengan penjelasan tentang perubahan anatomic dan fisiologik jantung:
1) Perubahan anatomik pada respirasi
Efek penuaan tersebut dapat terlihat dari perubahan-perubahan yang terjadi
baik dari segi anatomi maupun fisiologinya. Perubahan-perubahan anatomi pada
lansia mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi
sel, jaringan atau organ. Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan terhadap
perubahan fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk mempertahankan
homeostasis. Penuaan terjadi secara bertahap sehingga saat seseorang memasuki
masa lansia, ia dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Perubahan
anatomik sistem respirastory akibat penuaan adalah sebagai berikut :
a) Paru-paru kecil dan kendur.
b) Pembesaran alveoli.
c) Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu
d) Kelenjar mucus kurang produktif 
e) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi
f) Penurunan sensivitas sfingter esophagush.
g) Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangani.
h) Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Penurunan
sensivitas kemoreseptor.

(Stanley, 2012).

2) Perubahan Fisiologik pada pernapasan


Menurut Stanley, 2012 perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi pada
lansia, yaitu:
a) Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan muntah pada
lansia menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan pada sistem
respiratory. Hal ini terjadi karena saluran pernafasan tidak akan segera
merespon atau bereaksi apabila terdapat benda asing didalam saluran
pernafasan karena reflex batuk dan muntah pada lansia telah
mengalami penurunan.
b) Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal ini menyebabkan jumlah
udara (O2) yang dapat masuk ke dalam saluran pernafasan menurun dan
menyebabkan terjadinya peningkatan kerja pernafasan guna memenuhi
kebutuhan tubuh.
c) Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot pernafasan. Kedua hal ini
menyebabkan pengembangan paru tidak terjadi sebagai mestinya sehingga
klien mengalami kekurangan suplay O2 dan hal ini dapat menyebabkan
kompensasi penigkatan RR yang dapat menyebabkan kelelahan otot-otot
pernafasan pada lansia.
d) Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan
alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen yang menyebabkan
klien kekurangan suplay O2.
e) Penurunan mortilitas esophagus dang aster serta hilangnya tonus sfringter
kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami aspirasi yang apabila
terjadi dapat mengganggu fisiologis pernafasan.
f) Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil menyebabkan
ruangatau permukaan difusi gas berkurang bila dibandingkan dengan dewasa.
3) Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru
Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat  beberapa
faktor yang dapat memperburuk fungsi paru, Faktor-faktor yang memperburuk
fungsi paru antara lain :
a) Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan
saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi
clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya
penyakit paru.
b) Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang.
Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan
(finding perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat
penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi)
dan timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif.
c) Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat
otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa atau volume paru akan
relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia
lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang
menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor
paru dan sebagainya. Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan
olah raga secara intensif.
d) Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari
pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan  pengaruh
faal paru adalah:
 Pembedahan toraks (jantung dan paru)
 Pembedahan abdomen bagian atas.
 Anestesi atau jenis obat anastesi tertentu
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan
proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler
paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah
menimbulkan komplikasi paru : atelektasis, infeksi atau sepsis dan
selanjutnya mudah terjadi kematian, karena timbulnya gagal nafas.
(Dharmojo dan Martono, 2011)
4) Penyakit pernapasan pada Usia Lanjut
Pada proses menua terjadi penurunan compliance dinding dada, tekanan
maksimalinspirasi dan ekspirasi menurun dan elastisistas jaringan paru juga
menurun. Pada pengukuranterlihat FEV1, FVC menurun, PaO 2 menurun, V/Q
naik. Penurunan ventilasi alveolar, merupakanrisiko untuk terjadinya gagal napas.
Selain itu terjadi perubahan berupa (Lukman, 2012):
a) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara
inspirasiberkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
b) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga
potensialterjadi penumpukan sekret.
c) Penurunan aktivitas paru ( inspirasi & ekspirasi ) sehingga jumlah udara
pernafasan yangmasuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan
yang tenang kira kira 500 ml.
d) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal
50m²), menyebabkan terganggunya prose difusi.
e) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses
oksigenasi darihemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
f) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga
menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
g) Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium
dari salurannafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

Penyebab kegawatan napas pada lansia meliputi obstruksi jalan napas atas,
hipoksi karenapenyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumotoraks, pneumonia
aspirasi, rasa nyeri, bronkopneumonia, emboli paru, dan asidosis metabolik. Akan
tetapi penyakit respirasi yang sering terjadi pada lansia adalah pneumonia,
tuberkulosis paru, sesak napas, nyeri dada.

C. GANGGUAN-GANGGUAN PADA SISTEM PERNAFASAN LANSIA


Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang sering ada 4
macam: pneumonia, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM),dan karsinoma paru.
1) Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan
saluran nafas dan tidak banyak mengalamiperubahan dalam masa observasi
beberapa waktu. PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup
bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOM merupakan kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru. Termasuk dalam kelompok PPOM adalah
bronkitis kronis, emfisemaparu dan penyakit saluran nafas perifer.
2) Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan
faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang
berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras,
defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari
masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat
dan faktor merokokdianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini.
3) Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis
terminal.  Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel
(bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.
Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi
banyak yang terjebak. dalam alveolus dan terjadilah penumpukan
udara (airtrapping).  Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak
nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan
mengalami gangguan.
4) Gambaran klinik.
Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang
mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus.
Gambaran klinik bila diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua
tipe pokok: (1) mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue
bloater type);  dan (2) gambaran klinik predominant ke arah emfisema (pink
puffer type).
5) Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik),
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik danpemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak nafas waktu
aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan penyakitnya
lambat, maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin
tidak ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yangmemanjang merupakan petunjuk
kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan
penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafasmelemah, terdengar suara mengi yang
lemah.Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan
edema kaki, mites dan jari tabuh.
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk
mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi
saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaandengan spirometri (spirogram) atau
memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu
menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter.
Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I) merupakan
pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat digunakan
untuk melihat beratnya obstruksisaluran nafas. Tingkatan hemoglobin dalam darah itu
dapat memperkirakan adanya Polycytemia, yang mengakibatkan terjadinya Hypoxemia
secara perlahan-lahan.
Tingkatan PPOM menurut National Institute Of Health Lung and Blood, Bethesda 2001.

TINGKATA
NILAI / DERAJAT PERSENTASI VEP I
N

Spirometry Normal

0 Resiko Gejala menaun (batuk, produksi


sputum)

I Ringan ≥ 80 %
II Sedang < 80 %

III Berat < 30 %

6) Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikau faktor-faktor yang
dapat memperjelek perjalanan penyakit, yanghams dicegah terjadinya pada penderita.
Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya diusahakan
.meniadakannya atau menguranginya. Faktor-faktor yang dapat memperjelek keadaan
penyakit penderita, misalnya :
Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya
kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor genetik, infeksi
(saluran nafas) dan perubahan cuara.
Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi
komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat
perlu dilakukan.
Tahap perjalanan penyakit.
Perjalanan penyakit PPOM lambatprogresif. Oleh karena itu perlu diketahui
apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif perjalanannya. Penyakit lain di
luar paru, misalnya sinusitis, faringitis dan sebagainya. Tujuan penatalaksanaan PPOM
adalah:
a) Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga pada fase kronik.
b) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
d) Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :        
e) Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara..
f) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
g) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba
tidakperlu diberikan. Pemberian anti-mikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
h) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih
kontroversial.
i) Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul)
 Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
 Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
 Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus
j) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan
oksiogen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat:
1 — 2 liter/menit.
k) Tindakan rehabilitasi.
Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi Aktivitas-aktivitas berikut :
 Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret
bronkus.
 Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa
melakukanpernafasan yang paling efektif baginya
 Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan  tujuan
uatukmemulihkan kesegaran jasmaninya.
 Vocational guidance :  usaha yang dilakukan terhadap pendeiita agar
dapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
 Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian
diripenderita dengan penyakit yang dideritanya.
7) Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur
anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan terhadap
timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan
meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi,
menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya
menghentikan kebiasaanmerokok, minum alkohol dan sebagainya.
Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan
dengan Fara yang lazim.
a) Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan
menghambatmengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya
dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk
menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi
ini kurang berefek (Mangunegoro, 2010. Didalam bukuR.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 2010)
b) Usaha mencegah timbulnya TB paru.
Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person
denganpenderita TB paru atau mengbindari Fara-cara penularan lainnya.
c) Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap
timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu
dilakukanpemantauan secara berkala: (1) pemeriksaan foto rontgen toraks, dan
(2) pemeriksaan faal paru, paling tidak setahua sekali. Sangat dianjurkan bagi
mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki)menghindari
atau segera berhenti merokok (Mangunegoro, 2010.Didalam buku R.Boedi-
Dharmojo dan H.Hadi Martono. 2010)

D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN PERUBAHAN


FISIOLOGIS PERNAFASAN
Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM  pada lansia dikarenakan
penyakit ini sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Kesehatan
Pasien Geriatri hal 39 tahun 2000).
A) Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada
kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan
juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor
pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang
muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya
antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada,
Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu
pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan
perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan gerakan
Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika
mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup
waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing
(dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-
hari karena  sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress
pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas
sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi social
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas
fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).

B) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM menurut
(Kushariyadi:2011), antara lain :
1. Ketidakefektifan  Bersihan Jalan Napas
Berhubungan dengan :
 Infeksi
 Trauma
 Kerusakan perseptual / kognitif
 Bronkospasme
 Peningkatan produksi sekret,sekresi tertahan,tebal,sekresi kental
 Penurunan energi / kelemahan
2. Kerusakan Pertukaran Gas
Berhubungan dengan :
 Perubahan aliran darah
 Perubahan kapasitas angkut oksigen oleh darah
 Perubahan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronkus, dan jebakan udara).
 Kerusakan membran alveo-kapiler.
3. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Berhubungan dengan :\
 Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau
menyerap makanan karena faktor biologis dan psikologis.
 Dipsnea.
 Kelemahan.
 Efek samping obat.
 Produkasi sputum.
 Anoreksia, mual/muntah.
4. Risiko Tinggi Terhadap Infeksi
Faktor risiko meliputi :
 Kurangnya pengetahuan untuk menghindar dari lingkungan
patogen.Tidak adekuatnya pertahanan utama (kulit luka, penurunan
kerja silia, menetapnya sekret).
 Tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, penigkatan pemajanan
pada lingkungan).
 Proses penyakit kronis.Malnutrisi.
5. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) mengenai kondisi, pengobatan
Berhubungan dengan:
 Kurang informasi/tidak mengenal ssumber informasi
 Salah mengerti tentang informasi
 Kurang mengingat/keterbatasan kognitif
C. Intervensi / Perencanaan
1. Ketidakefektifan  Bersihan Jalan Napas
Berhubungan dengan :
 Infeksi
 Trauma
 Kerusakan perseptual / kognitif
 Bronkospasme
 Peningkatan produksi sekret,sekresi tertahan,tebal,sekresi kental
 Penurunan energi / kelemahan
Kriteria hasil / kriteria evaluasi :
 Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan bunyi napas bersih
 Menunjukan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas,misal,batuk
efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi Keperawatan :
1)  Bunyin nafas. Catat adanya bunyi napas, misal, mengi, ronhi, dan krekels.
2) Kaji frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi
3) Bantu untuk mengambil posisi batuk yang nyaman dan ajarkan teknik batuk
yang efektif.
4) Lakukan vibrasi pada daerah yang sesuai selama ekshalasi
5) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/ hari sesuai toleranasi jantung,
memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan sebagai pengganti makanan
6) Berobat sesuai indikasi.
Bronkodilator, misal, agonis: epineprin(adrenalin, paponeprin), albuterol
(proventil ,pentolin), terbutalin (brethinine, brethaire), isoetarin (bronkosol,
bronkometer)
2. Kerusakan Pertukaran Gas
Berhubungan dengan :
 Perubahan aliran darah
 Perubahan kapasitas angkut oksigen oleh darah
 Perubahan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronkus, dan jebakan udara).
 Kerusakan membran alveo-kapiler.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan/situasi.
 Berkurang atau tidak adanya gangguan status mental dan istirahat.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot bantu napas,
pernapasan bibir, ketidakmampuan bicara
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu memilih posisi yang mudah untuk
bernapas. Dorong napas dalam perlahan/napas bibir sesuai kebutuhan atau
toleransi klien.
3) Dorong mengeluarkan sputum, lakukan penghisapan bila diindikasikan.
4) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan tenang. Batasi aktivitas
atau dorong untuk tidu/istirahat di kursi selama fase akut. Lakukan aktivitas
bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi.
5) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi klien.
6) Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik.
3. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Berhubungan dengan :
 Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau
menyerap makanan karena faktor biologis dan psikologis.
 Dipsnea.
 Kelemahan.
 Efek samping obat.
 Produkasi sputum.
 Anoreksia, mual/muntah.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
 Menunjukan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
 Mengonsumsi diet tinggi kalori yang seimbang (±2400 kalori).
 Menunjukan perilaku atu perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
2) Auskultasi bunyi usus
3) Berikan perawatan oral sering, buang sekrekt, berikan wadah khusus untuk
sekali pakai dan tisu.
4) dorong periode istirahat semalam, serta 1 jam sebelum dan sesudah makan.
Berikan makan porsi kecil tapi sering.
5) Ajarkan dan awasi penggunaan makan sehari-hari.
6) Konsul ahli gizi/nutrisi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna,
nutrisi seimbang, misal, nutrisi tambahan oral atau selang, serta secara
parenteral.
4. Risiko Tinggi Terhadap Infeksi
Faktor risiko meliputi :
 Kurangnya pengetahuan untuk menghindar dari lingkungan
patogen.Tidak adekuatnya pertahanan utama (kulit luka, penurunan
kerja silia, menetapnya sekret).
 Tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, penigkatan pemajanan
pada lingkungan).
 Proses penyakit kronis.Malnutrisi.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
 Menyatakan pemahaman penyebab atau faktor risiko.
 Tidak mengalami infeksi.
 Mengidentifikasi intervensi utuk mencegah atau menurunkan risiko
infeksi.
 Menunjukan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang aman.
Intervensi Keperawatan :
1) Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan
masukan cairan adekuat.
2) Observasi warna, karakter, nau aputum.
3) . Tunjukan dan bantu tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan teknik
cuci tangan yang benar dan penggunaan sarung tangan bila
memegang/membuang tisu, serta wadah sputum.
4) Dapatkan spesimen sputum dengan batuk/penghisapan untuk pewarnaan
kuman gram, kultur, atau sensitivitas.
5. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) mengenai kondisi, pengobatan
Berhubungan dengan:
 Kurang informasi/tidak mengenal ssumber informasi
 Salah mengerti tentang informasi
 Kurang mengingat/keterbatasan kognitif
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
 Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
 Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan
hubungan dengan faktor penyebab.
 Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.
Intervensi Keperawatan :
1) Jelaskan tentang proses penyakit. Dorong klien atau keluarga untuk
mengajukan pertanyaan.
2) Intruksikan klien untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum.
3) Tunjukan teknik penggunaan dosis inhaler seperti cara memegang, interval
semprotan 2-5 menit, bersihkan inhaler.
4) Diskusikan untuk menghindari orang yang terinfeksi pernafasan. Tekankan
perlunya vaksinasi influenza.
5) Diskusikan faktor yang meningkatkan kondisi, misal, udara terlalu kering,
angin, lingkungan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, dll. Dorong klien
atau keluarga mencari cara mengontrol.
6) Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dengan periode istirahat untuk
mencegah kelemahan, menghemat energi selama aktivitas menggunakan nafas
bibir, posisi berbaring.
7) Rujuk untuk evaluasi perawatan dirumah. Berikan rencana perawatan dan
pengkajian dasar fisik untuk perawatan.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pada usia lanjut terjadi penularan analomi - fisiologi paru dan saluran nafas,


antara lain berupa pengurangan elastic recoilparu; kecepatan arus ekspirasi, tekanan
oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri atau
hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh
terhadaptimbulnya penyakit paru

Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran


nafas akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan
terhadap timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah,PPOM.  Untuk mencegab
melanjunya penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga
atau latihan fisik yang teratur, selain meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju
penurunan fungsiparu dapat diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara berkala.

3.2 SARAN

Untuk Lansia menghindari faktor resiko :

1) Anjurkan klien untuk tidak merokok


2) Anjurkan klien untuk cukup istirahat
3) Anjurkan klien untuk menghindari allergen
4) Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
5) Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup

Untuk keluarga memberikan dukungan :

1. Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien


2. Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien
3. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

DAFTAR PUSTAKA
Darmojo B, Martono H. 2011. Buku ajar geriatri edisi ke-3. Jakarta: balai penerbit
fakultas kedokteran universitas indonesia.

Herdman, T. Heather.2012. diagnosis keperawatan: definisi danklasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC

Lukman HM. 2012. Kegawat darutanan pada pasien geriatri. In: buku ajar ilmu
penyakit dalam. Interna publishing: jakarta. Ed V jilid 1.

Nanda. 2012. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA Nort American


Nursing Diagnosis Association NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hardy

Nugroho, 2013., Keperawatan Gerontik. EGC, Jakarta

Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare.2010.Buku Ajar Keperawatan Gerontik,


ed 2.Jakarta:EGC

Watson, 2011., Perawatan pada Lansia. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai