Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS

Disusun Oleh :

Nova Wahyuni Nim :1821012

Reni Wulandari Nim:1821013

(PSIK A SEMESTER V)

Dosen Pembimbing:

Ns.Awaluddin,M.Kep

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN

STIKes TENGKU MAHARATU

PEKANBARU

2020\2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah swt Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah Allah swt, kami dapatmenyelesikan
makalah ‘’ ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS‘’ ini sebagaimana tugas yang telah
diberikan. Pada kesempatan ini tidak lupa kami sampailan ucapan terima kasih kepada bapak Ns.
Awaluddin, M.Kep selaku dosen bidang yang senantiasa membimbing dan menyumbangkan
ilmunya kepada kami. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan juga
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.

Penyusun juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, kekeliruan, dan masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran atas penulisan
makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca

Pekanbaru, 1 November 2020


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga
tengah, tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Djaafar, Z.A, 2007). OMA
biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi dan
anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan dengan belum
matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA, makin besar
resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA karena anatomi saluran
eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal. (Djaafar, Z.A,
2007).
OMA lebih sering terjadi yang lebih muda (0 sampai 5 tahun) dibandingkan pada
kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur 6 bulan, sekitar 25% dari
semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur 1 tahun gambaran ini
meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada umur 5 tahun menjadi
91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor resiko berulangnya
episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA yang terjadi dalam
rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari keseluruhan ISPA
(rhinitis, bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan pertimbangan
tingginya insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah diperkirakan sebelumnya.
(Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada
telinga tengah yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas.
(WHO, 2010). Adapun bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa. Meskipun
sering terjadi, kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat membaik dengan perhatian
khusus (watchful waiting) tanpa perlu diberikan antibiotic tertentu, kecuali terdapat
adanya indikasi lain. (Byland, dkk, 2007).
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Telinga

Secara anatomi, telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:


1. Telinga Luar
Auricle: untuk menangkap gelombang suara dan mengarahkannya ke dalam
Meatus Auditorius Externa
Liang telinga (Meatus Auditorius Externa) : Mengarahkan bunyi untuk masuk ke
telinga tengah
2. Telinga Tengah
Membran timpani membentang  Terdiri dari jaringan fibrosa elastic berbentuk
bundar dan cekung. Untuk mengubah bunyi menjadi getaran
 Tulang pendengaran (osikel: malleus, incus, stapes) : untuk menghantarkan
getaran yang diterima dari membran tympani ke jendela oval.
Tuba eustachii: untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan
di dalam telinga tengah
3. Telinga Dalam
Koklea berfungsi sebagai sistem pendengaran karena mengandung reseptor untuk
mengubah suara yang masuk menjadi impuls saraf sehingga dapat didengar.
Aparatus vestibularis berfungsi sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari tiga
buah canalis semisirkularis, dan organ otolit yaitu sacculus dan utriculus
2.2 Definisi
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran dan
keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan
normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar.(Roger watson, 2002, 102)

Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah. Saat bakteri
melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga
terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya saluran. (Mansjoer,
2001, 76).Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).

Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Mansjoer, Arif, 2001).Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2005)

2.3 Etiologi
1.      Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media yang
menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga akan terganggu
2.      ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya (misal : sinusitis,
hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika). Pada anak-anak, makin sering
terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA
dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
3.      Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah Streptococcus
peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan bakteri piogenik lain, seperti
Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
2.4 Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang
diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di telinga tengah.
Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan kemungkinan refluks sekresi
esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat steril. Cara masuk bakteri pada kebanyakan
pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Bakteri
juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi membran tymphani. Eksudat purulen biasanya
ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

2.5 Manifestasi Klinis


1.      Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat,
tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga
tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
a.       Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
b.      Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
c.       Demam
d.      Anoreksia
e.       Limfadenopati servikal anterior
Stadium Otitis Media Akut
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu:
1)      Stadium oklusi tuba eustakhius
Adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan tengah, karena
adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar
dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
2)      Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau seluruh
membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3)      Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane timpani
menonjol kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sakit, suhu meningkat, rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang,
maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler dan timbulnya trombophlebitis pada vena
kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa. Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek
dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi ruptur.
4)      Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi
ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar, pada
keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan anak tidur nyenyak.
Keadaan ini disebut Otitis Media Akut Stadium Perforasi.
5)      Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah perforasi
maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh baik atau virulensi
kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa pengobatan.

2.      Otitis Media Serosa


Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga
atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika tuba
eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai
abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah.
Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.

3.      Otitis Media Kronik


Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada
kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan
edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane
timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di
belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.
Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric
pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran.
Komplikasi yang terjadi :
1)        Sukar menyembuh
2)        Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
3)        Ketulian sementara atau menetap
4)        Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial(meningitis, abses otak), thrombosis sinus
lateralis.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:
1. Penyakit muncul secara mendadak (akut)
2. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda: menggembungnya
membran timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya gerakan membran
timpani, adanya bayangan cairan dibelakang membran timpani, dan adanya
cairan yang keluar dari telinga.
3. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda:
kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang mengganggu
tidur dan aktivitas
Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:
2.1.1 Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk
melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang
telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi
kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
2.1.2 Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani
pasien terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan
bergerak apabila diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat
disebabkan oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau
timpanosklerosis. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA.
Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
2.1.3 Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas
membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan
konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga
dapat mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi
tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang telinga
luar.Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi
cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan
dilakukan hanya dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama
beberapa detik, dan alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga
bagian tengah.

2.1.4 Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau
pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan
pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan
untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik.
2.1.5 Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran
tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke
depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+),
bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)
2.1.6 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila
bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga
mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
2.1.7 Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan
pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih
dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya
disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
2.7 Penatalaksanaan Medis
1. Berdasarkan stadium
1.1 Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan obat
tetes hidung.
1.1.1 HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
1.1.2 HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun atau
dewasa.
1.1.3 Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
1.2 Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran timpani sudah
hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk terapi awal,
diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam darah.
1.2.1 Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
1.2.2 Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.2.3 Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.3 Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan agar nyeri
dapat berkurang.
1.4 Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
1.5 Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini
dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret
diduga telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di follow up selama 1
sampai 3 bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
2. Tindakan
2.1 Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur
ini adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang
pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau
korda timpani. Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat
menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai
penatalaksanaan rutin.
2.2 Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga
tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-
inferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang
terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan
ukuran kecil dan steril. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya
komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien
imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif.

2.8 Komplikasi

1.             Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secarabenar dan adekuat
dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengahtermasuk ke otak, namun ini jarang terjadi
setelah adanya pemberianantibiotik.

2.             Mastoiditis

3.             Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani

4.             Keseimbangan tubuh terganggu

5.             Peradangan otak kejang


BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Kasus
An.. N (12 tahun) datang ke RS diantar ibunya. An.N mengeluh nyeri telinga dan
ketajaman pendengarannya menurun pada telinga sebelah kiri disertai dengan keluarnya kotoran
telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu. Setelah dilakukan pengkajian, didapatkan hasil
sebagai berikut: Dalam satu tahun terakhir, klien sudah 2x mengalami ISPA. Akhir-akhir ini klien
sering mengalami batuk, pilek, demam. Hasil TTV TD: 110/80mmHg, HR: 100x/m, RR: 20x/m,
S: 39 derajat celcius. Klien mengatakan sering mengorek kuping dengan bagian bawah/ujung
peniti bahkan pernah sampai berdarah. Hasil pemeriksaan otoskopis diperoleh membrane
timpani tampak merah, menggelembung, dan mengalami perforasi. Klien diberikan terapi
antibiotic sprectum luas dan obat tetes telinga. Klien bertanya bagaimana bisa terkena penyakit
ini. Diagnose medis klien otitis media.

Pengkajiana. Anamnesa Nama


klien, No.
3.2 Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif


1. Klien mengeluh Ketajaman 1. Hasil TTV:
pendengarannya menurun pada TD : 110/80 mmHg
telinga sebelah kiri disertai dengan HR : 100 x/menit
keluarnya kotoran telinga yang RR : 20 x/menit
berbau sejak 2 minggu yang lalu T : 39°C
2. Dalam satu tahun terakhir, klien 2. Hasil pemeriksaan otoskopis
sudah 2x mengalami ISPA. diperoleh membran timpani tampak
3. Klien mengatakan sering mengorek- merah, sering menggelembung dan
ngorek kuping dengan bagian mengalami perforasi
bawah/ujung peniti sampai dngan 3. Klien diberikan terapi antibiotic
berdarah spectrum luas, dan obat tetes telinga
4. Klien mengeluh akhir-akhir ini klien 4. Klien bertanya bagaimana bisa
sering mengalami batuk, pilek, dan terkena penyakit ini
demam 5. Diagnosa medis klien otitis media

Data Tambahan : Data Tambahan :


5. Klien mengatakan nyeri seperti 6. Klien terlihat meringis kesakitan
diusuk-tusuk dibagian telinganya
6. Klien mengatakan nyeri berlangsung
lama

Data Fokus Masalah Etiologi


Data Subjektif : Nyeri Akut Agens cidera fisik
1. Klien mengatakan
nyeri seperti diusuk-
tusuk dibagian
telinganya
2. Klien mengatakan
nyeri berlangsung
lama
Data Objektif :
1. Klien terlihat meringis
kesakitan
2. Hasil pemeriksaan
otoskopis diperoleh
membran timpani
tampak merah, sering
menggelembung dan
mengalami perforasi
Data Subjektif : Risiko Infeksi Kurang pengetahuan
1. Klien mengeluh terhadap pajanan
Ketajaman patogen
pendengarannya
menurun pada telinga
sebelah kiri disertai
dengan keluarnya
kotoran telinga yang
berbau sejak 2 minggu
yang lalu
2. Klien mengatakan
sering mengorek-
ngorek kuping dengan
bagian bawah/ujung
peniti sampai dngan
berdarah
3. Klien mengeluh akhir-
akhir ini klien sering
mengalami batuk,
pilek, dan demam

Data Objektif :
1. T : 39°C
2. Hasil pemeriksaan
otoskopis diperoleh
membran timpani
tampak merah, sering
menggelembung dan
mengalami perforasi
3. Klien diberikan terapi
antibiotic spectrum
luas, dan obat tetes
telinga
4. Diagnosa medis klien
otitis media

Data Subjektif : Defisiensi Pengetahuan Kurang sumber


1. Klien mengeluh pengetahuan
Ketajaman
pendengarannya
menurunpada telinga
sebelah kiri disertai
dengan keluarnya
kotoran telinga yang
berbau sejak 2 minggu
yang lalu
2. Klien mengatakan
sering mengorek-
ngorek kuping dengan
bagian bawah/ujung
peniti sampai
berdarah
3. Klien mengeluh akhir-
akhir ini klien sering
mengalami batuk,
pilek, dan demam
Data Objektif :
1. Klien bertanya
bagaimana bisa
terkena penyakit ini

3.3 Diagnosa
1. Nyeri akut b.d agens cidera fisik
2. Risiko infeksi d.d kurang pengetahuan terhadap pajanan pathogen
3. Defisiensi pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan
3.4 Intervensi

Hari/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi
Tgl Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan MANDIRI
agens cidera fisik keperawatan selama 1x24 Manajemen Nyeri :
jam, masalah nyeri dapat 1. Gali bersama pasien
teratasi. faktor-faktor yang
Kriteria hasil : dapat menurunkan
1. Klien tidak atau memperberat
meringis kesakitan nyeri
2. Klien tidak 2. Kendalikan faktor
mengeluh nyeri lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan
3. Dukung istirahat yang
adekuat untuk
menurunkan nyeri
KOLABORASI:
Kolaborasi dengan dokter
untuk memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri (obat
analgesik)

2. Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan tindakan MANDIRI


kurang keperawatan selama 3x24 Perawatan Telinga
pengetahuan jam, masalah resiko infeksi 1. Monitor fungsi
terhadap pajanan dapat teratasi. auditori
pathogen Kriteria hasil : 2. Monitor struktur
1. Tidak ada kotoran anatomi telinga untuk
telinga berlebih tanda dan gejala
pada telinga infeksi
2. Tidak terdapat 3. Lakukan tes
batuk, pilek, dan pendengaran dengan
demam tepat
3. Membran timpani 4. Bersihkan telinga luar
tidak merah, menggunakan
menggelembung washlap
dan tidak 5. Monitor tumpahan
mengalami kotoran telinga yang
perforasi berlebihan
4. Hasil TTV : 6. Pertimbangkan irigasi
T : 39°C telinga untuk
mengangkat kotoran
telinga berlebih
7. Instruksikan klien
untuk tidak
menggunakan objek-
objek asing, misalnya
ujung cotton bud,
jepitan rambut, dan
benda lainnya) untuk
pengorekan kotoran
telinga
KOLABORASI
2 Pemberian obat tetes
telinga, jika
diperlukan

3. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan MANDIRI


pengetahuan b.d keperawatan selama 1x24 1. Perawat menjelaskan
kurang sumber jam, masalah defisiensi cara perawatan telinga
pengetahuan pengetahuan dapat teratasi. yang benar
Kriteria hasil : 2. Anjurkan klien untuk
1. Klien mengetahui tidak menggunakan
mengapa bisa benda asing atau tajam
Ketajaman ke telinga
pendengarannya 3. Jelaskan kepada
menurun pasien dan keluarga
2. Klien memahami bagaimana penyakit
cara perawatan otitis media dapat
telinga yang benar terjadi.

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah,
tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang disebabkan karena masuknya bakteri
patogenik ke dalam telinga tengah. Bakteri penyebab otitis media antara lain Staphylococcus
aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa. Terdapat 5 stadium
dalam OMA yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan
stadium resolusi. OMA biasa terjadi terutama pada bayi atau anak karena anatomi saluran
eustachi yang masih relatif pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal.

4.2 Saran
Bagi keluarga pasien dapat lebih perhatian kepada pasien dan mendukung serta
memberi motivasi kesembuhan penyakit pasien. Perawat harus berusaha melakukan
pendekatan yang efektif sehingga dapat tercipta rasa percaya/trust pasien terhadap
perawat. Perawat dapat lebih cermat dan teliti dalam melakukan asuhan keperawatan
keluarga terutama pada pengkajian pada pasien. Bagi pelayanan kesehatan dapat lebih
aktif membantu warga dan menyediakan pelayanan kesehatan yang mendukung dalam
semua hal, termasuk ketersediaan alat

DAFTAR PUSTAKA
Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
Bandung : STIKes Santo Borromeus.

Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth . 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa :
Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9.
Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai