Disusun Oleh :
(PSIK A SEMESTER V)
Dosen Pembimbing:
Ns.Awaluddin,M.Kep
PEKANBARU
2020\2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah swt Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah Allah swt, kami dapatmenyelesikan
makalah ‘’ ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS‘’ ini sebagaimana tugas yang telah
diberikan. Pada kesempatan ini tidak lupa kami sampailan ucapan terima kasih kepada bapak Ns.
Awaluddin, M.Kep selaku dosen bidang yang senantiasa membimbing dan menyumbangkan
ilmunya kepada kami. Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman dan juga
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.
Penyusun juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan, kekeliruan, dan masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran atas penulisan
makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah. Saat bakteri
melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga
terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya saluran. (Mansjoer,
2001, 76).Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).
Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Mansjoer, Arif, 2001).Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2005)
2.3 Etiologi
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media yang
menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga akan terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya (misal : sinusitis,
hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika). Pada anak-anak, makin sering
terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA
dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
3. Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah Streptococcus
peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan bakteri piogenik lain, seperti
Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
2.4 Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang
diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di telinga tengah.
Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan kemungkinan refluks sekresi
esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat steril. Cara masuk bakteri pada kebanyakan
pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Bakteri
juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi membran tymphani. Eksudat purulen biasanya
ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
2.1.4 Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau
pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan
pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan
untuk mengidentifikasi patogen yang spesifik.
2.1.5 Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran
tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke
depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+),
bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)
2.1.6 Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila
bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga
mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
2.1.7 Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan
pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih
dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya
disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
2.7 Penatalaksanaan Medis
1. Berdasarkan stadium
1.1 Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan obat
tetes hidung.
1.1.1 HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
1.1.2 HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun atau
dewasa.
1.1.3 Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
1.2 Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran timpani sudah
hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk terapi awal,
diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam darah.
1.2.1 Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
1.2.2 Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.2.3 Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.3 Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan agar nyeri
dapat berkurang.
1.4 Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
1.5 Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini
dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret
diduga telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di follow up selama 1
sampai 3 bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
2. Tindakan
2.1 Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur
ini adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang
pendengaran, dan tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau
korda timpani. Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat
menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan bahaya sebagai
penatalaksanaan rutin.
2.2 Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga
tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-
inferior membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang
terang, corong telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan
ukuran kecil dan steril. Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya
komplikasi supuratif, otalgia berat, gagal dengan terapi antibiotik, pasien
imunokompromis, neonatus, dan pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif.
2.8 Komplikasi
1. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secarabenar dan adekuat
dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengahtermasuk ke otak, namun ini jarang terjadi
setelah adanya pemberianantibiotik.
2. Mastoiditis
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Kasus
An.. N (12 tahun) datang ke RS diantar ibunya. An.N mengeluh nyeri telinga dan
ketajaman pendengarannya menurun pada telinga sebelah kiri disertai dengan keluarnya kotoran
telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu. Setelah dilakukan pengkajian, didapatkan hasil
sebagai berikut: Dalam satu tahun terakhir, klien sudah 2x mengalami ISPA. Akhir-akhir ini klien
sering mengalami batuk, pilek, demam. Hasil TTV TD: 110/80mmHg, HR: 100x/m, RR: 20x/m,
S: 39 derajat celcius. Klien mengatakan sering mengorek kuping dengan bagian bawah/ujung
peniti bahkan pernah sampai berdarah. Hasil pemeriksaan otoskopis diperoleh membrane
timpani tampak merah, menggelembung, dan mengalami perforasi. Klien diberikan terapi
antibiotic sprectum luas dan obat tetes telinga. Klien bertanya bagaimana bisa terkena penyakit
ini. Diagnose medis klien otitis media.
Data Objektif :
1. T : 39°C
2. Hasil pemeriksaan
otoskopis diperoleh
membran timpani
tampak merah, sering
menggelembung dan
mengalami perforasi
3. Klien diberikan terapi
antibiotic spectrum
luas, dan obat tetes
telinga
4. Diagnosa medis klien
otitis media
3.3 Diagnosa
1. Nyeri akut b.d agens cidera fisik
2. Risiko infeksi d.d kurang pengetahuan terhadap pajanan pathogen
3. Defisiensi pengetahuan b.d kurang sumber pengetahuan
3.4 Intervensi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga tengah,
tuba eustachi, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang disebabkan karena masuknya bakteri
patogenik ke dalam telinga tengah. Bakteri penyebab otitis media antara lain Staphylococcus
aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa. Terdapat 5 stadium
dalam OMA yaitu stadium oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi, dan
stadium resolusi. OMA biasa terjadi terutama pada bayi atau anak karena anatomi saluran
eustachi yang masih relatif pendek, lebar, dan letaknya lebih horizontal.
4.2 Saran
Bagi keluarga pasien dapat lebih perhatian kepada pasien dan mendukung serta
memberi motivasi kesembuhan penyakit pasien. Perawat harus berusaha melakukan
pendekatan yang efektif sehingga dapat tercipta rasa percaya/trust pasien terhadap
perawat. Perawat dapat lebih cermat dan teliti dalam melakukan asuhan keperawatan
keluarga terutama pada pengkajian pada pasien. Bagi pelayanan kesehatan dapat lebih
aktif membantu warga dan menyediakan pelayanan kesehatan yang mendukung dalam
semua hal, termasuk ketersediaan alat
DAFTAR PUSTAKA
Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
Bandung : STIKes Santo Borromeus.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth . 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa :
Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 9.
Jakarta, EGC.