Anda di halaman 1dari 35

MEDIKAL BEDAH II

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


PASIEN DENGAN OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

1. NI PUTU DEWI AYU SULAKSMI (P07120215011)


2. LUH GDE DWIRINI NOVITHA PUTRI (P07120215012)
3. NI KETUT SINTA DEWI (P07120215013)
4. PUTU NABILA EKA SHANTI D.P.P. (P07120215014)
5. NI WAYAN LINSA MIRAWATI GALUH (P07120215015)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-IV TK.III
SEMESTER V
2017

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
anugrah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan paper yang
menjadi tugas Keperawatan Medikal BedahII dengan judul “Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan OMA”. Disamping itu,
kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kamu selama pembuatan makalan ini berlangsung sehingga dapat
terealisasikanlah paper ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
paper ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, paper yang
kami buat ini masih banyak terdapat kekurangan.

Denpasar, 04 Oktober 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

2
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
A. KONSEP DASAR OMA................................................................................3
1. Pengertian.......................................................................................................3
2. Etiologi/Penyebab..........................................................................................4
3. Pohon masalah dan Fatopisiologi...................................................................6
4. Gejala Klinis...................................................................................................9
5. Klasifikasi.....................................................................................................11
6. Pemeriksaan Diagnostik...............................................................................12
7. Penatalaksanaan Medis................................................................................12
8. Komplikasi..................................................................................................13
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN OMA..............................15
1. Pengkajian....................................................................................................15
2. Diagnosa Keperawatan.................................................................................16
3. Rencana Keperawatan..................................................................................16
4. Implementasi Keperawatan..........................................................................22
5. Evaluasi Keperawatan..................................................................................22
III. PENUTUP....................................................................................................23
1. Simpulan.....................................................................................................23
2. Saran...........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang
berlangsung kurang dari tiga minggu dimana telinga tengah adalah ruang di
dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam
serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius (Tortora, 2009).
Perjalanan OMA terdiri atas beberapa aspek yaitu efusi telinga tengah
yang akan berkembang menjadi pus oleh karena adanya infeksi
mikroorganisme, adanya tanda inflamasi akut, serta munculnya gejala otalgia,
iritabilitas, dan demam (Linsk et al., 2002; Kaneshiro, 2010; WHO, 2006).
Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran nafas
atas. Pada anak-anak semakin sering terserang infeksi saluran nafas, semakin
besar kemungkinan terkena OMA (Djaafar, 2007). Penyebab Otitis Media
Akut didominasi oleh infeksi bakteri dan sepertiga kasus disebabkan oleh
virus. Sepertiga kasus dari infeksi bakteri disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia dan sepertiga kasus untuk Haemophilus influenza (Worrall, 2007).
Di negara-negara dengan ekonomi rendah, khususnya Indonesia, OMA
termasuk penyakit yang umum terjadi (WHO, 2007). Oleh karena itu, OMA
perlu mendapat perhatian khusus agar penyakit ini dapat dicegah dan tidak
terus berkembang. Pada penderita yang sudah atau rentan terkena OMA perlu
mendapatkan penangan yang adekuat dan layak agar tidak berkembang
menjadi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).
OMA adalah penyakit yang lazim terjadi pada anak-anak dibandingkan
dengan kelompok usia lainnya. Hal itu disebabkan posisi tuba eustachius
anak- anak pada fase perkembangan telinga tengah lebih horizontal, pendek,
dan lebar dengan drainase yang minimal dibandingkan usia dewasa (Tortora,
2009). Faktor- faktor lain yang mempengaruhi kerjadian OMA yaitu
banyaknya paparan asap rokok, waktu pemberian ASI eksklusif, lingkungan
bermain dan tempat tinggal anak, penurunan sistem imun, serta riwayat OMA
pada keluarga. Gejala yang serius seperti demam, otalgia dan otorrhea dapat

4
mengganggu aktivitas sehari-hari anak dan memiliki dampak negatif yang
besar pada kualitas hidup mereka (Wang et al., 2011). Puncak kejadian OMA
terjadi antara usia 6 sampai 12 bulan dan lebih dari 80% anak-anak
didiagnosis dengan OMA pada usia 3 tahun (Coticchia, 2013). OMA apabila
tidak ditangani dengan antibiotik yang tepat dapat menimbulkan komplikasi,
yaitu OMSK, meningitis dan abses otak (Djaafar, 2007). Untuk itu
pencegahan ataupun penanganan terhadap OMA sangat penting, sehingga
informasi akan faktor-faktor resiko OMA sangat dibutuhkan. Maka penulis
tertarik untuk membahas konsep dasar OMA dan asuhan keperawatan yang
diberikan pada pasien dengan OMA, sehingga ketika praktik dapat melakukan
asuhan keperawatan secara komprehensif dan efektif.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah yang dibahas dalam paper ini, yaitu sebagai berikut.
1. Apa pengertian otitis media akut (OMA)?
2. Bagaimana etiologi dari OMA?
3. Bagaimana patofisiologi dan pathway dari OMA?
4. Bagaimana gejala klinis dari OMA?
5. Bagaimana klasifikasi dari OMA?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari OMA?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari OMA?
8. Bagaimana komplikasi dari OMA?
9. Bagaimana pengkajian keperawatan dari OMA?
10. Bagaimana diagnosis keperawatan yang mungkin muncul dari OMA?
11. Bagaimana rencana keperawatan dari OMA?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan paper ini, yaitu sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari otitis media akut (OMA).
2. Untuk mengetahui etiologi dari OMA.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway dari OMA.
4. Untuk mengetahui gejala klinis dari OMA.

5
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari OMA.
6. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan diagnostik dari OMA.
7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis dari OMA.
8. Untuk mengetahui komplikasi dari OMA.
9. Untuk mengetahui bagaimana pengkajian keperawatan dari OMA
10. Untuk mengetahui apa diagnosis keperawatan yang mungkin muncul dari
OMA.
11. Untuk mengetahui bagaimana rencana keperawatan dari OMA.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan paper ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien dengan otitis media akut (OMA).

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR OTITIS MEDIA AKUT


1. Definisi
Otitis media akut adalah sebuah penyakit telinga tengah yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. (ENA, 2000)
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah. (Mansjoer, Arif, 2001)
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis
media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis
media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan
kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media
adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala
dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal
atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia,
demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi
perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi
telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau
inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran
timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat
cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).
2. Etiologi/Penyebab
a. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut
penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya
melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah.
Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan
mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media
tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh

7
Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%).
Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti
Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus aureus,
dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan organisme gram
negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang menjalani rawat
inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai pada anak
balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga sama
dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).
b. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri
atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling
sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV),
influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15%
dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan
membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu
fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat
antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya
(Kerschner, 2007). Dengan menggunakan teknik polymerase chain
reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent assay
(ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada anak
yang menderita OMA pada 75% kasus (Buchman, 2003).

8
Menurut Bluestone (2001) dalam Klein (2009), distribusi
mikroorganisme yang diisolasi dari cairan telinga tengah, dari 2807 orang
pasien OMA di Pittsburgh Otitis Media Research Center, pada tahun 1980
sampai dengan 1989 adalah seperti berikut:

Distribusi mikroorganisme yang diisolasi dari cairan telinga tengah pasien OMA.

Otitis Media Akut sering terjadi akibat infeksi bakteri, biasanya


Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, atau Staphylococcus
aureus. Otitis media akut juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus. Imaturitas
system imun atau penyakit refluks gastroesofagus pada anak kecil juga dapat
menjadi penyebabnya. Otitis media akut terjadi ketika tuba eustachius yang
secara normal mengalirkan sekresi telinga tengah ke tenggorokan menjadi
tersubat atau penuh sehingga menyebabkan penimbunan sekresi telingan
tengahdan cairan. Ketika tuba eustachius terbuka kembali, tekanan di telinga
yang mengalami kongesti tersebut dapat menarik sekresi hidung yang
terkontaminasi melalui tuba eustachius untuk masuk ke telinga tengah
sehingga terjadi infeksi. (Corwin, 2009:384)
3. Patofisiologi dan Pathway
Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan
edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba
Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan
tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama
akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke

9
dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah
bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba,
akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke
dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan
otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga
tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga
tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari
infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi
yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus
respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga
menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan
pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat
terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak
dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak
akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi
(Kerschner, 2007).
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan
ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses
inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret
di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media
dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga
mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor,
dan hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).

Pathway dari Otitis Media Akut (OMA)

10
4. Gejala Klinis
Gejala otitis media bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada
orang dewasa, dan mungkin terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara
spontan bila terjadi perforasi spontan membran timpani atau setelah dilakukan
miringotomi (insisi membran timpani). Gejala lain dapat berupa keluarnya
cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan tinitus. Pada
pemeriksaan otoskopis, kanalis auditoris eksternus sering tampak normal, dan
tak terjadi nyeri bila aurikula digerakkan. Membran timpani tampak merah
dan sering menggelembung. Nyeri di telinga yang terkena adalah gejala
tersering otitis media akut. Pada bayi / todler, demam, rewel, dan menari-

11
narik telinga dapat menandakan otitis media akut. Anoreksia, muntah, dan
diare dapat menyertai otitis media akut. Rasa penuh yang tidak enak di telinga
sering terjadi pada otitis media dengan efusi.
Secara umum gejala anak dengan OMA, yaitu :
a. nyeri telinga
b. keluarnya cairan dari telinga
c. berkurangnya pendengaran
d. demam
e. sulit makan
f. mual dan muntah
g. riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi
Selain itu, keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, yaitu
a. Otorrhea, bila terjadi ruptur membran timpani
b. Keluhan nyeri telinga (otalgia)
c. Demam
d. Anoreksia
e. Limfadenopati servikal anterior
f. Otitis media serosa
g. Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau
gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau
berderik, yang terjadi ketika tuba Eustachius berusaha membuka.
h. Membran timpani merah, atau tampak kusam (warna kuning redup
sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik) sering menggelembung tanpa
tonjolan tulang (dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah), dan
tidak bergerak pada otoskopi pneumatik (pemberian tekanan positif atau
negatif pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke
otoskop), dan dapat mengalami perforasi.

12
Perbandingan gambaran klinis: otitis eksterna akut dan otitis media akut
Gambaran Otitis Ekterna Akut Otitis media akut

Otorea Mungkin ada mungkin Ada bila membran


tidak timpani berlubang;
cairan banyak keluar
Otalgia Persisten, samapai Hilang ketika membran
membangunkan timpani ruptur
penderita dimalam hari
Nyeri tekan aural Ada pada palpasi Biasanya tidak ada
aurikula
Gejala sistemik Tak ada Demam, infeksi
saluran napas atas,
rinitis
Edema kanalis Ada Tak ada
auditorius
eksternus
Membran timpani Tampak normal Eritema,
menggelembung, dapat
mengalami perforasi
Kehilangan Tipe konduktif Tipe konduktif
pendengaran

5. Klasifikasi
Otitis media dapat dibagi menjadi 4 yaitu :
a. Otitis media supuratif
- Otitis media supuratif akut atau otitis media akut
- Otitis media supuratif kronik
b. Otitis media non supuratif atau otitis media serosa
- Otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis)
- Otitis media serosa kronik (glue ear)
c. Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media
tuberkulosa
d. Otitis media adhesiva

13
Sedangkan untuk stadium otitis media akut ada 5 stadium diantaranya
adalah:
a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di
dalam telinga tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi
tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa akibat
virus atau alergi.
b. Stadium Hiperemis (Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis dan edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
c. Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat
pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta
terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani.
d. Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang
tinggi, dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir
dari telinga tengah ke telinga luar.
e. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah, maka
resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak
dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mobilitas.
b. Kultur dan uji sensitivitas hanya dapat dilakukan bila dilakukan
timpanosentesis (aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membran
timpani). Uji sensitivitas dan kultur dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme pada sekret telinga.
c. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membrane
timpani
7. Penatalaksanaan Medis

14
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
a. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali
tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan
fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu,
sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
b. Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau
eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan
minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100
mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40
mg/kgBB/hari.
c. Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu,
analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
d. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5
hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
e. Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada
keadaan ini dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila
masih keluar sekret diduga telah terjadi mastoiditis.
8. Komplikasi
Menurut Jeffrey P. Harris dan David H. Darrow membagi komplikasi ini
menjadi dua yaitu:
a. Komplikasi intrakranial meliputi:
1) Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi
infeksi telinga. Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui
penyebaran langsung, jarang melalui tromboflebitis. Pada waktu kuman
menyerang biasanya streptokokkus, pneumokokkus, atau stafilokokkus
atau kuman yang lebih jarang H. Influenza, koliform, atau piokokus,

15
menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi dengan
mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan
ringan tekanan cairan spinal.
2) Abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis
interna. Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap
keadaan gawat darurat bedah saraf, karena harus mendapatkan
pembedahan segera untuk mencegah kematian.
3) Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan
tulang yang menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Abses
ekstradural jika tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan
meningitis, trombosis sinus sigmoid dan abses otak (lobus temporal
atau serebelar, tergantung pada sisi yang terkena.
4) Trombosis sinus lateralis
Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan
retrograd kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke
daerah sinus cavernosus. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman
pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.
5) Abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat
timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus temporal
di fossa kranii media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan
langsung infeksi telinga atau tromboflebitis.
6) Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan
cairan serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema
papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau kronis.
b. Komplikasi intratemporal meliputi :
1) Facial paralisis
2) Labirintitis
3) Abses Subperiosteal

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG MENGALAMI


OTITIS MEDIA AKUT (OMA)
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat

16
2) Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada
telinga, penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan
telinga
3) Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang,
riwayat alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat
(streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
4) Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami
penyakit telinga, sebab dimungkinkan otitis media berhubungan dengan
luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetic
b. Pengkajian Persistem
1) Suhu meningkat, keluarnya otore
2) Nadi meningkat
3) Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo,
pusing, refleks kejut
4) Nausea vomiting
5) Malaise, alergi
c. Pengkajian Psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2) Aktivitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Tes audiometri : pendengaran menurun
2) X-ray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan
mastoid
e. Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan, tes garputala
2. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi)
b. Risiko infeksi yang dibuktikan oleh tidak adekuatnya pengobatan
c. Risiko cedera yang dibuktikan oleh penurunan persepsi sensori
d. Gangguan persepsi sensori: pendengaran berhubungan dengan obstruksi,
infeksi di telinga tengah atau kerusakan di saraf pendengaran
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan besar (prosedur operasi,
diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan
penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi)
f. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai
penyakitnya
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

17
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC Label:
Analgesic Administration
berhubungan keperawatan ...x...... menit
 Tentukan lokasi,
dengan agens diharapkan nyeri akut dapat
karakteristik, kualitas dan
cedera biologis berkurang dengan kriteria :
keparahan nyeri sebelum
(infeksi) NOC Label: Pain Level
mengobati pasien
Kriteria Hasil :  Cek perintah pengobatan
 Beristirahat dengan meliputi obat, dosis dan
nyaman/tidak gelisah frekuensi obat analgesik
yang diresepkan
 Tidak tampak ekspresi  Cek adanya riwayat alergi
wajah kesakitan obat
 Pilih rute IV dibandingkan
 Frekuensi dalam batas
IM untuk pemberian
normal (dewasa : 16-24
analgesik secara teratur
x/menit)
melalui injeksi jika
 Tekanan darah normal diperlukan
 Monitor tanda vital
(dewasa : 120/80mmHg)
sebelum dan sesudah
NOC Label: Pain control pemberian analgesik pada
Kriteria Hasil : pemberian dosis pertama
 Melaporkan perubahan kali atau jika ditemukan
terhadap gejala nyeri pada tanda-tanda yang tidak
professional kesehatan biasanya
NIC Label:
 Mengenali apa yang Pain Management
 Lakukan pengkajian nyeri
terkait dengan gejala nyeri
komprehensif yang
 Menggunakan tindakan meliputi lokasi,
pengurangan (nyeri) tanpa karakteristik, onset/durasi,
analgesik frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya
nyeri dan factor pencetus
 Pastikan perwatan
analgesic bagi pasien

18
dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
 Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan
pasien terhadap nyeri
 Gali bersama pasien dan
keluarga mengenai factor-
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
 Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan,
dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
prosedur
 Kendalikan factor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan (mis.,
suhu ruangan,pencahayaan
dan suara bising)
 Kurangi atau
eliminasifaktor-faktor yang
dapat mencetus atau
meningkatkan nyeri (mis.,
ketakutan, kelelahan,
keadaan monoton, dan
kurang pengetahuan)

19
 Pilih dan implementasikan
tindakan yang beragam
(mis., farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi penurunan
nyeri sesuai kebutuhan
 Dorong pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat
 Ajarkan penggunaan teknik
non farmaklogi
(seperti,biofeedback,TENS
,
hypnosiss,relaksasi,bimbin
gan antisipasi, terapi
musik, terapi bermain,
terapi aktivitas, akupressur,
aplikasi panas/dingin dan
pijatan, sebelum, sesudah
dan jika memungkinkan
ketika melakukan aktivitas
yang menimbulkan nyeri
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat, dan bersamaan
dengan tindakan penurun
rasa nyeri lainnya)
 Kolaborasi dengan pasien
keluarga dan tim kesehatan
lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurun nyeri

20
nonfarmakologi sesuai
kebutuhan
 Berikan individu penurun
nyeri yang optimal dengan
peresepan analgesik
 Dukung istirahat/tidur yang
adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
2. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan NIC Label: Kontrol Infeksi
yang keperawatan ...x...... jam  Alokasikan kesesuaian luas
dibuktikan oleh diharapkan tidak terjadi ruang per pasien, seperti
tidak infeksi dengan kriteria : yang diindikasikan oleh
NOC Label: Daya Tahan
adekuatnya pedoman Pusat
 Melakukan aktivitas rutin
pengobatan  Aktivitas fisik Pengendalian dan
 Konsenstrasi Pencegahan Penyakit
 Daya tahan otot
 Pemulihan energi setelah (Centers for Disease

istirahat Control and


 Oksigen darah ketika Prevention/CDC)
beraktivitas  Bersihkan lingkungan
 Hemoglobin
 Hematokrit dengan baik setelah
 Glukosa darah digunakan untuk setiap
 Serum elektrolit darah
pasien
 Ganti peralatan perawatan
per pasien sesuai protokol
institusi
 Isolasi barang yang terkena
penyakit menular
 Tempatkan isolasi sesuai
tindakan pencegahan yang
sesuai
 Pertahankan teknik isolasi
yang sesuai
 Batasi jumlah pengunjung

21
 Ajarkan cara cuci tangan
bagi tenaga kesehatan
 Anjurkan pasien mengenai
teknik mencuci tangan
dengan tepat
 Anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan pada saat
memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien
 Gunakan sabun antimikroba
untuk cuci tangan yang
sesuai
 Cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan perawatan
pasien
 Lakukan tindakan- tindakan
pencegahan yang bersifat
universal
 Pakai sarung tangan
sebagaimana dianjurkan
oleh kebijakan pencegahan
universal/ Universal
Precautions
 Pakai pakaian ganti atau
jubbah saat menangani
bahan-bahan yang infeksius
 Pakai sarung tangan steril
dengan tepat
 Gosok kulit pasien dengan
agen antibakteri yang sesuai
 Cukur dan siapkan daerah

22
untuk persiapan untuk
prosedur invasif dan/atau
operasi sesuai indikasi
 Jaga lingkungan aseptik
yang optimal selama
penusukan di samping
tempat tidur dari seluruh
penghubung
 Jaga lingkungan aseptik
saat mengganti tabung dan
botol TPN
 Jaga sistem yang tertutup
saat melakukan monitor
hemodinamik invasif
 Ganti IV perifer dan tempat
saluran penghubung serta
balutannya sesuai dengan
pedoman CDC saat ini
 Pastikan penanganan
aseptik dari semua saluran
IV
 Pastikan teknik perawatan
luka yang tepat
 Gunakan kateterisasi
intermiten untuk
mengurangi kejadian
infeksi kandung kemih
 Ajarkan pasien untuk
mendapatkan spesiem urin
aliran tengah yang sesuai
pada saat tanda pertama
dari kembalinya gejala

23
 Dorong batuk dan bernafas
dalam yang tepat
 Tingkatkan intake nutrisi
yang tepat
 Dorong intake cairan yang
sesuai
 Dorong untuk beristirahat
 Berikan terapi antibiotik
 Ajarkan imunisasi yang
sesuai
 Anjurkan pasien untuk
meminum antibiotik seperti
yang diresepkan
 Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan
kapan harus melaporkannya
kepada penyedia perawatan
kesehatan
 Ajarkan pasien dan anggota
keluarga mengenai
bagaimana menghindari
infeksi
 Promosikan persiapan dan
pengawetan makanan yang
aman
NIC Label: Perlindungan
Infeksi
 Monitor adanya tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
lokal
 Monitor kerentanan

24
terhadap infeksi
 Tinjau riwayat
(dilakukannya) perjalanan
internasional dan global
 Monitor hitung mutlak
granulosit, WBC, dan hasil-
hasil diferensial
 Ikuti tindakan pencegahan
neutropenia, yang sesuai
 Batasi jumlah pengunjung,
yang sesuai
 Hindari kontak dekat
dengan hewan peliharaa
dan penjamu dengan
imunitas yang
membahayakan (immuno-
compromised)
 Skrining semua pengunjung
terkait penyakit menular
 Pertahankan asepsis untuk
pasien berisiko
 Pertahankan teknik-teknik
isolasi, yang sesuai
 Berikan perawatan kulit
yang tepat untuk area yang
mengalami edema
 Periksa kulit dan selaput
lendir untuk adanya
kemerahan, kehangatan
ekstrem, atau drainase
 Periksa kondisi setiap
sayatan bedah/luka

25
 Dapatkan kultur yang
diperlukan
 Tingkatkan asupan nutrisi
yang cukup
 Anjurkan asupan cairan
dengan tepat
 Anjurkan istirahat
 Pantau adanya perubahan
tingkat energy/malaise
 Anjurkan peningkatan
mobilitas dan latihan
dengan tepat
 Anjurkan pernafasan dalam
dan batuk dengan tepat
 Berikan agen imunisasi
dengan tepat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik yang
diresepkan
 Jaga penggunaan antibiotik
dengan bijaksana
 Jangan mencoba
pengobatan antibiotik untuk
infeksi-infeksi virus
 Ajarkan pasien dan
keluarga pasien mengenai
perbedaan-perbedaan antara
infeksi, virus, dan bakteri
 Ajarkan pasien dan
keluarga pasien mengenai
tanda dan gejala infeksi
dan kapan harus

26
melaporkannya kepada
pemberi pelayanan
kesehatan
 Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana menghindari
infeksi
 Kurangi buah-buahan
segar, sayur-sayuran, dan
merica dalam diet pasien
dengan neutropenia
 Singkirkan bunga-bunga
segar dan tanaman-
tanaman dari area pasien,
dengan tepat
 Berikan ruang pribadi,
yang diperlukan
 Pastikan keamanan air
dengan mengajukan
hiperklorinasi dan
pemanasan lebih dengan
tepat
 Lapor dugaan infeksi pada
personil pengendali
infeksi
 Lapor kultur positif pada
personil pengendali
infeksi

3. Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan NIC Label:


yang keperawatan selama … x … Enviromental
dibuktikan oleh menit diharapkan tidak Management

27
penurunan terjadi cedera dengan kriteria:  Ciptakan lingkungan
persepsi NOC Label: Risk Control yang aman untuk pasien
 Pasien mengenal tanda
sensori  Identifikasi kebutuhan
dan gejala yang
keamanan pasien,
mengindikasikan faktor
berdasarkan tingkat fisik,
risiko cedera
fungsi kognitif dan
 Pasien dapat
sejarah tingkah laku
mengidentifikasi risiko
 Hilangkan bahaya
kesehatan yang mungkin
lingkungan
terjadi
NOC Label: Neurological  Jauhkan objek berbahaya
status dari lingkungan
 Tingkat kesadaran pasien
 Menjaga dengan siderail
baik
 Status kognitif pasien baik jika diperlukan
 Orientasi kognitif pasien  Sediakan tempat tidur
baik yang rendah jika
NOC Label:
diperlukan
Knowledge: Personal Safety
 Pasien mengetahui  Tempatkan furniture
tentang risiko cedera diruangan dengan
 Pasien mengetahui
susunan terbaik untuk
strategi untuk mengatasi
akomodasi
risiko cedera
ketidakmampuan pasien
 Pasien mengetahui dan
dan keluarga
dapat menggunakan
 Jauhkan dari pajanan
pengaman sesuai prosedur
 Pasien dapat menunjukan yang tidak diperlukan,
sikap melindungi diri mengerikan dan panas
sendiri dari risiko cedera  Manipulasi pencahayaan
untuk keuntungan
terapeutik
 Batasi pengunjung
NIC Label: Fall Prevention
 Identifikasi kognitif dan
kekurangan fisik dari

28
pasien yang mungkin
meningkatkan potensial
untuk cedera
 Identifikasi kebiasaan dan
factor risiko yang
mempengaruhi untuk
cedera.
 Cari informasi riwayat
cedera pasien dan
keluarga.
 Identifikasi karakteristik
lingkungan yang bisa
meningkatkan potensial
untuk cedera.
 Monitor gaya berjalan,
keseimbangan, dan level
kelelahan yang dapat
memungkinkan pasien
untuk cedera
 Kunci roda dari kursi
roda, tempat tidur, saat
memindahkan pasien.
 Ajari pasien bagaimana
cara duduk, berdiri dan
berjalan yang aman untuk
meminimalkan cedera
bila diperlukan
4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan NIC Label:
persepsi keperawatan selama … x …. Communication
sensori: menit, gangguan persepsi Enhancement:
Hearing Deficit
pendengaran sensori pendengaran teratasi
 Bersihkan serumen
berhubungan dengan kriteria:
dengan irigasi, suntion,

29
dengan NOC Label: spoeling atau
Kompensasi Tingkah Laku
obstruksi, instrumentasi
Pendengaran  Kurangi kegaduhan
infeksi di
 Pasien bisa mendengar
lingkungan.
telinga tengah
dengan baik  Ajari klien untuk
atau kerusakan  Telinga bersih
menggunakan tanda non
di saraf  Pantau gejala kerusakan
verbal dan bentuk
pendengaran pendengaran
 Posisi tubuh untuk komunikasi lainnya.
 Kolaborasi dalam
menguntungkan
pemberian terapi obat
pendengaran
 Menghilangkan gangguan  Beritahu pasien bahwa
 Memperoleh alat bantu suara akan terdengar
pendengaran berbeda dengan memakai
 Menggunakan layanan
alat bantu
pendukung untuk  Jaga kebersihan alat
pendengaran yang lemah bantu
 Mendengar dengan penuh
perhatian
 Menahan diri dari
berteriak pada pasien
yang mengalami
gangguan komunikasi
 Dapatkan perhatian
pasien melalui sentuhan
5. Ansietas Setelah dilakukan tindakan NIC Label:
Anxiety Reduction
berhubungan keperawatan selama … x …
 Gunakan pendekatan
dengan menit, ansietas berkurang
yang menenangkan
perubahan dengan kriteria:
 Nyatakan dengan jelas
besar (prosedur NOC Label:
Anxiety Level harapan terhadap pelaku
operasi,
 Tidak gelisah pasien
diagnosis,  Tidak distress  Jelaskan semua prosedur
prognosis,  Tidak terjadi ketegangan
dan apa yang dirasakan
anestesi, nyeri, otot
selama prosedur
 Tidak terjadi ketegangan
hilangnya  Temani pasien untuk
wajah
fungsi, memberikan keamanan

30
kemungkinan  Tidak mengalami dan mengurangi takut
 Berikan informasi faktual
penurunan penurunan konsentrasi
pendengaran  Tidak panik mengenai diagnosis,
 Melisankan ketakutan tindakan prognosis
lebih besar  Melisankan kecemasan  Dorong keluarga untuk
setelah operasi)  Tidak terjadi peningkatan
menemani anak
tekanan darah  Lakukan back / neck rub
 Denyut nadi dalam batar  Dengarkan dengan penuh
normal perhatian
 Tidak terjadi peningkatan  Identifikasi tingkat
laju pernapasan kecemasan
 Tidak berkeringat  Bantu pasien mengenal
berlebihan situasi yang
 Tidak pusing
 Tidak mengalami menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk
penurunan produktivitas
 Tidak mengalami mengungkapkan

gangguan tidur perasaan, ketakutan,


persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi

6. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan NIC Label:


Teaching : Disease Process
Pengetahuan keperawatan selama … x …
 Berikan penilaian tentang
berhubungan menit, diharapkan
tingkat pengetahuan
dengan kurang pengetahuan klien meningkat
pasien tentang proses
informasi dengan kriteria:
NOC Label: penyakit yang spesifik
mengenai
Knowledge : Disease  Jelaskan patofisiologi
penyakitnya
Process dari penyakit dan
 Penyebab dan faktor
bagaimana hal ini
 Faktor risiko
 Efek fisiologis penyakit berhubungan dengan
 Tanda dan gejala penyakit anatomi dan fisiologi,
 Keadaan normal dari
dengan cara yang tepat.
proses penyakit  Gambarkan tanda dan
 Strategi untuk
gejala yang biasa muncul
meminimalkan

31
perkembangan penyakit pada penyakit, dengan
 Potensi komplikasi
cara yang tepat
penyakit  Gambarkan proses
 Tanda dan gejala
penyakit, dengan cara
komplikasi penyakit yang tepat
 Efek fisiologis penyakit  Identifikasi kemungkinan
pada diri penyebab, dengan cara
 Efek fisiologis penyakit
yang tepat
pada keluarga  Sediakan informasi pada
 Manfaat manajemen
pasien tentang kondisi,
penyakit
 Sumber terpercaya dengan cara yang tepat
 Hindari harapan yang
informasi penyakit-
kosong
spesifik  Sediakan bagi keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
 Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
 Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup

32
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
 Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah (Kapita Selekta Kedokteran, 1999). OMA yang
paling sering terlihat ialah: Otitis media viral akut, otitis media bakterial akut,
otitis media nekrotik akut. Penyebab dari OMA adalah bakteri piogenik
seperti Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus,
Haemophylus influenza, Escherecia coli, Streptococcus anhaemolyticus,
Proteus vulgaris, Pseudomonas aerugenosa.
Umumnya patofisiologi otitis media dimulai dari nasofaring yang
kemudian mengenai telinga tengah, kecuali pada kasus yang relatif jarang,
yang mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani.
Stadium awal komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada
mukosa tuba eusthacius bagian faring, yang kemudian lumennya dipersempit
oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan
eksudat dan transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi
sangat rentan terhadap infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring.
Selanjutnya faktor ketahanan tubuh pejamu dan virulensi bakteri akan
menentukan progresivitas penyakit.
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan yaitu otoskop pneumatik
untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak tembus
cahaya dengan kerusakan mogilitas. Serta kultur cairan melalui mambran
timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab.
3.2 Saran
Sebagai calon perawat hendaklah menerapkan atau mengaplikasikan
Keperawatan Medikal Bedah II dengan efektif dalam setiap melakukan proses
keperawatan, sehingga dalam memberikan pelayanan bisa dilakukan secara
optimal. Manajemen keperawatan dikatakan baik apabila dalam satu tim bisa
berpatisipasi secara aktif.
DAFTAR PUSTAKA

34
Buchman, C.A., Levine, J.D., Balkany, T.J. 2003. Infection of the Ear. In: Lee,
K.J., ed. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. 8thed.
USA:McGraw-Hill Companies, Inc., 462-511.
Bulechek, Gloria M., dkk. 2016. NIC (Nursing Intervention Classification).
Singapura: Moco Media.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Djaafar ZA .2007. Kelainan Telinga Tengah, Buku Ajar Ilmu Kesehatan telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curiculum. 5th ED. USA : Saunders
Company
Iskandar, Nurbaiti dan Soepardi. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Kepala
dan Leher. Jakarta : FKUI
Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid I. Jakarta : Media
Aesculapius
Moorhead, Sue. 2016. NOC (Nursing Outcomes Classification). Singapura:
MocoMedia.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 3.
Yogyakarta: Mediaction.

35

Anda mungkin juga menyukai