OLEH:
KELOMPOK 3
KELAS 2.3
SEMESTER GENAP(IV)
1. I GUSTI AYU PURWA DEVI WIJAYANTI(P07120018083)
2. NI MADE ASTYA DWIKA MERTI (P07120018085)
3. NI MADE AYU WIDYASARI (P07120018086)
4. NI PUTU DUITA JANA SRI DEWI (P07120018103)
5. PUTU MILLA NOVELLY REZAVENIA (P07120018104)
6. I GUSTI AYU AMRITA ISWARI (P07120018105)
7. MADE YUDI ARNAYA (P07120018106)
8. DINAR LORENSA AYU KRISMAYA (P07120018110)
9. NI PANDE PUTU PUTRI ANDINI (P07120018115)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nyalah penulisan
Makalah “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Kecemasan,
Kehilangan/Berduka, Dan Halusinasi” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.Makalah ini berisikan tentang uraian mengenai masalah – masalah
psikologi khusunya tentang kecemasan, berduka serta halusinasi yang
berhubungan dengan tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa. Sebagaimana dalam
mendukung penyelesaian makalah ini, penulis mencari informasi melalui media
bahan bacaan seperti buku-buku ajaran yang terkait serta jurnal resmi atau
dokumen resmi dari sumber yang terpercaya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................ 2
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................... 2
D. Manfaat........................................................................................ 2
A. KECEMASAN / ANSIETAS...................................................... 3
B. KEHILANGAN DAN BERDUKA............................................ 17
C. HALUSINASI............................................................................. 29
BAB IV PENUTUP................................................................................ 92
A. SIMPULAN................................................................................ 92
B. SARAN....................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 94
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang
menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya (menurut WHO). Kesehatan jiwa adalah kondisi
jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan
dalam pengendalian diri, serta terbebas dari stres yang serius (Rosdahi, 1999).
Kesehatan Jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional serta optimal dari seseorang, dan perkembangan ini
berjalan selaras dengan orang lain (UU Kesehatan Jiwa No. 3 Tahun 1966).
Kriteria sehat jiwa menurut Maria Jahoda (Depkes, 2000) individu yang
sehat jiwa ditandai dengan sikap positif terhadap diri sendiri, tumbuh kembang
dan aktualisasi diri, integrasi (keseimbangan/ keutuhan), otonomi, persepsi
realitas, kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikologis berubah
dalam berespon terhadap stres. Oleh karena banyak stresor yang tidak dapat
dihindari, promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga,
atau komunitas terhadap stres. Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis
memungkinkan homeostasis fisiologis. Namun demikian, mungkin terjadi proses
yang serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya.
Suatu adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan
eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan
demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang
optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan,
mekanisme koping, dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau
penguasaan situasi.
Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangkan pendek, seperti
demam atau berjangka panjang seperti paralisis dari anggota gerak tubuh. Agar
dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stresor dan
1
beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi
membutuhkan respons aktif dari seluruh individu. Jika seseorang tidak mampu
untuk beradaptai, maka kemungkinan untuk mengalami gangguan jiwa adalah
besar.
Menurut Antai Otong (Psychiatric Nursing Biological and Behavioral
Concept, 1995) perawat kesehatan jiwa memiliki peran penting dalam
mengidentifikasi pasien-pasien yang beresiko, mengkaji respons pasien terhadap
stres sepanjang rentang kehidupannya, dan dalam mengembangkan komunikasi
yang terapeutik.
Maka dari itu melalui makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan
pelajaran serta acuan dalam perawatan kesehatan jiwa terutama bagi mahasiswa.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kecemasan?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kehilangan/
Berduka?
3. Bagiaman Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Haluusinasi?
C. TUJUAN
1. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kecemasan.
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kehilangan/
Berduka.
3. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Halusinasi.
D. MANFAAT
Kami berharap makalah ini mampu melengkapi pengetahuan dalam
mendapatkan pengetahuan tentang aspek kognitif, afektif, dan psikomotor
berkaitan dengan pemberian asuhan keperatawan pada pasien dengan gangguan
jiwa, baik di rumah sakit, atau pelayanan kesehatan, di rumah, dan di masyarakat
secara langsung maupun tidak langsung.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KECEMASAN/ ANSIETAS
1. Pengertian Ansietas
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respon otonom sehingga individu akan meningkatkan
kewaspadaan untuk mengantisipasi (NANDA,2011). Ansietas adalah
kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang
tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (SDKI,2017).
Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, berkaitan
dengan perasaan tidak berdaya dan respons emosional terhadap penilaian
sesuatu.
2. Etiologi Ansietas
a. Faktor Predisposisi (Pendukung)
Ketegangan dalam kehidupan dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
Penyakit klinis progresif
Penyakit akut
Hospitalisasi
Rencana operasi
Kondisi diagnosis penyakit belum jelas/ medikasi
Penyakit neurologis
Tahap tumbuh kembang/ gangguan fisik
Peristiwa traumatik
Konflik emosional
Gangguan konsep diri
Frustasi
Pola mekanisme koping keluarga
Riwayat gangguan kecemasan
3
b. Faktor Presipitasi
Ancaman terhadap integritas fisik
Ancaman terhadap harga diri
3. Klasifikasi Ansietas
a. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehdupan
sehari hari, ansietas ini menyebabkan individu jadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya.
b. Kecemasan sedang memungkinkan individu berfokus pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit
lapang persepsi individu dengan demikian, individu mengalami tidak
perhatian yang selektif, namun dapat berfokus pada lebih banyak area.
Jika diarahkan untuk melakukannya.
c. Kecemasan berat sangat mengurangi lapang persepsi individu.
Cenderung berfokus pada sesuatu yang sudah spesifik serta tidak
berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area lain.
d. Ingkat panic dan kecemasan berhubungan dengan terpengaruh
ketakutan dan terror, hal yang rinci terpecah dan proporsinya. Karena
mengalami kehilangan kembali.
4
4. Manifestasi Klinis Ansietas
a. Data Mayor
Merasa bingung
Merasa khawatir dengan akibat daei kondisi yang dihadapi
Sulit berkonsentrasi
Tampak gelisah
Tampak tegang
Sulit tidur
b. Data Minor
Mengeluh pusing
Anoreksia
Palpitasi
Merasa tidak berdaya
Frekuensi napas meningkat
Frekuensi nadimeningkat
Tekanan darah meningkat
Diaforesis
Tremor
Mukatampak pucat
Suara bergetar
Kontak mata buruk
Sering berkemih
Berorientasi pada masa lalu
5. Komplikasi Ansietas
a. Depresi
b. Somatoform
c. Skizofernia hibefrenik
5
d. Skizofrenia simplek
6. Patofisiologi Ansietas
Rencana operasiKekhawatiran mengalami kegagalanAnsietas
Tampak gelisah
PENJELASAN
Pembedahan/Operasi adalah tindakan pengobatan invasif melalui
sayatan untuk membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Terjadinya pembedahan disebabkan dari berbagai factor salah satunya
factor agen pencedera fisik,misalnya akibat dari abses, amputasi,
terbakar, terpotong, prosedur operasi, dll. Fase pembedahan dibagi
menjadi 3 fase ,yaitu :
a. Pre operasi adalah fase dimana seseorang harus dipersiapkan
psikologis dan fisiknya sebelum operasi
b. Intra operasi adalah fase ketika pasien masuk ke bagian atau
ruang bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang
pemulihan.
c. Pasca/post operasi adalah fase peningkatan penyembuhan
pasien dan perawatan tindak lanjut,pada fase inilah seseorang
sangat membutuhkan perawatan yang maksimal khususnya
perawatan luka pada jahitan operasinya.
Dari ketiga fase tersebut tidak menutup kemungkinan jika
seseorang akan mengalami rasa ketakutan perihal Kekhawatiran
mengalami kegagalan pada proses operasinya, karena kebanyakan
orang percaya bahwa operasi tersebut sangat mempengaruhi hidup
dan mati seseorang. Selain itu ada beberapa orang yang benar-benar
mengalami rasa ketakutan dan kecemasan yang berlebih saat pra
operasi yang menyebabkan operasi tidak dapat dilakukan. Kecemasan
yang sering dimaksud adalah Ansietas yang mana merupakan
gangguan kecemasan yang ditandai dengan gejala somatic, vegetative
6
dan kognitif sebagai respon terhadap tidak adanya rasa
aman/ketidakmampuan dalam mengatasi suatu masalah. Biasanya
orang yang mengalami ansietas akan sangat tampak gelisah.
7. Patways Ansietas
RENCANA OPERASI
KEKHAWATIRAN
KEGAGALAN OPERASI
ANSIETAS
TAMPAK GELISAH
8. Pemeriksaan PenunjangAnsietas
a. Pemeriksaan laboratorium, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatkan fungsi adrenal, peningkatan glukosa dan menurunnya
fungsi paratiroid, tingkat oksigen dan kalsium.
b. Uji psikologis.
9. Penatalaksanaan MedisAnsietas
7
Menurut Hwari ( 2008 ) penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahan dan terpai memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistic yaitu :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress dengan cara :
Makan teratur
Tidur cukup
b. Terapi psikofarmaka ( obat anti cemas ( anxiolytic )
c. Terapi somatic ( apat diberikan obat dengan tubuh yang
bersangkutan.
d. Psikoterapi.
e. Terapi psikoreligius.
10.Pengkajian Ansietas
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dan dasar utama dari
proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data.
a. Identitas pasien mencakup (nama, No.RM, umur, Jenis
kelamin, Pekerjaan, Agama, status, tanggal MRS, tanggal
pengkajian).
b. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan
mengganggu oleh klien pada saat perawat mengkaji, dan
pengkajian tentang riwayat keluhan utamaseharusnya
mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif, Quality,
Regio, Skala, dan Time)
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan keluarga
d. Psikologis
Integritas Ego
8
a Ansietas
Gejala dan Tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor
Merasa bingung Mengeluh pusing
Anoreksia
Merasa khawatir dengan Palpitasi
akibat dari kondisi yang Merasa tidak berdaya
dihadapi
Sulit berkonsentrasi Frekuensi napas meningkat
Frekuensi nadi meningkat
Tampak gelisah Tekanan darah meningkat
Diaforesis
Tampak tegang Tremor
Muka tampak pucat
Suara bergetar
Sulit tidur Kontak mata buruk
Sering berkemih
Berorientasi pada masa lalu
11.Diagnosis Ansietas
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kebutuhan tidak
terpenuhi, krisis maturasional, Ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap kematian, kekhawatiran mengalami kegagalan,
disfungsi sistem keluarga,hubungan orang tua – anak tidak
memuaskan, faktor keturunan (tempramen mudahteragitasisejak
lahir), penyalahgunaan zat, terpapar bahaya lingkungan (mis.
Toksin,polutan,dll), kurang terpapar informasi dibuktikan dengan
merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat kondisi yang
dihadapi, sulit berkonsentrasi, tampak gelisah, tampak tegang, sulit
tidur, mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi,merasa tidak berdaya,
frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
9
meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar,
kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masalalu.
N
DX Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
o
(skor 5)
3) Monitor tanda-
10
20x/menit) (skor terapeutik untuk menumbuhkan
5) menumbuhkan kepercayaan
kepercayaan 5) Membantu pasien untuk
- Tekanan darah 5) Temani pasien mengurangi kecemasan
menurun (90/60- untuk mengurangi
120/80) (skor 5) kecemasan, jika
memungkinkan
- Diaphoresis 6) Membantu kenyamanan
menurun (skor 5) 6) Pahami situasi pasien
yang membuat
anisetas
7) Agar pasien merasa
7) Dengarkan dihargai
dengan penuh
perhatian
8) Membantu pasien agar
tenang dan merasa yakin
8) Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
9) Membantu menciptakan
kenyamanan pasien
9) Tempatkan
barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan 10) Agar pasien mengetahui
hal yang memicu
10) Motivasi
kecemasan
mengidentifikasi
situasi yang
memicu
kecemasan 11) Agar pasien mengetahui
11
perencanaan realistis
11) Diskusikan tentang peristiwa yang
perencanaan akan datang
realistis tentang
peristiwa yang
akan datang
secara faktual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
14) Agar pasien merasa
prognosis
tenang dan nyaman
14) Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
15) Agar pasien melakukan
pasien, jika perlu
hal-hal yang bersifat
kompetitif
15) Anjurkan
melakukan
kegiatan yang
tidak
kompetitif,sesuai
12
kebutuhan 16) Agar mengetahui
perasaan dan persepsi
pasien
16) Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan 17) Membantu
persepsi menghilangkan
ketegangan pada pasien
17) Latih kegiatan
pengelihatan
untuk mengurangi 18) Membantu dalam
ketegangan mekanisme pertahanan
diri yang tepat
18) Latih penggunaan
mekanisme
pertahanan diri 19) Membantu teknik
20) kolaborasi
pemberian obat
antiansietas, jika
perlu
(TERAPI RELAKSASI)
1. Untuk mengetahui kondisi
umum pasien serta Gejala
Observasi
lain yang mengganggu
13
kemampuan kognitif
1) Identifikasi
penurunan tingkat
energi,
ketidakmampuan
berkonsentrasi,
atau gejala lain
yang
2. untuk mengetahui teknik
mengganggu
relaksasi yang efektif
kemampuan
digunakan
kognitif
2) Identifikasi teknik
3. Untuk memudahkan
relaksasi yang
proses relaksasi pada
pernah efektif
pasien
digunakan
3) Identifikasi
kesediaan,
kemampuan, dan 4. Untuk mengetahui
penggunaan kemampuan pasien dalam
teknik relaksasi
sebelumnya
4) Periksa
ketegangan otot,
frekuensi nadi, 5. Untuk mengetahui respon
tekanan darah dan pasien terhadap proses
suhu sebelum dan relaksasi
sesudah latihan
14
5) Monitor respons 1) Untuk menciptakan
terhadap terapi suasana rileks pada
relaksasi pasien
Terapeutik
1) Ciptakan
lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
2) Agar pasien mengetahui
pencahayaan dan
prosedur relaksasi
suhu ruang
nyaman jika
memungkinkan
2) Berikan informasi
3) Agar pasien merasa lebih
tertulis tentang
nyaman dan rilek
persiapan dan
prosedur teknik 4) Agar pasien lebih rileks
relaksasi
3) Gunakan pakaian
longgar
5) Untuk mengurangi rasa
4) Gunakan nada cemas pada pasien
suara lembut
dengan irama
lambat berirama
5) Gunakan
relaksasi sebagai
strategi
1) Agar pasien
15
penunjang dengan mengetahui
analgetik atau tujuan, manfaat
tindakan medis dan jenis
lain, jika sesuai relaksasi yang
digunakan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan,
dan jenis
relaksasi yang 2) Untuk
dalam,relaksasi
otot progresif
3) Agar pasien
menjadi rilek
2) Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
4) Agar pasien lebih
dipilih
rileks
3) Anjurkan
5) Agar pasien
mengambil posisi
terbiasa
nyaman
melakukan
relaksasi dan rasa
4) Anjurkan rileks
cemas dapat
dan merasakan
berkurang
sensasi relaksasi
6) Agar pasien
5) Anjurkan sering
mengetahui
16
mengulangi atau teknik relaksasi
melatih teknik yang benar
yang dipilih
6) Demonstrasikan
dan latih teknik
relaksasi
17
- Kemandirian sendiri
- Rasa mengontrol kehidupannya - Privasi
sendiri - Kesopanan
- Privasi - Gambar diri
- Kesopanan - Hubungan
- Gambar diri - Peran di dalam dan luar rumah
- Hubungan yang telah ada
- Peran di dalam dan luar rumah - Status sosial
yang telah ada - Kepercayaan diri
- Status sosial - Kepemilikan
- Kepercayaan diri - Keamanan keuangan
- Makna produktivitas dan
pemenuhan diri
- Gaya hidup
- Rencana atau impian di masa
depan
- Impian untuk kekal
- Uang
- Rutinitas sehari-hari
- Tidur
- Fungsi seksual
- Aktivitas di waktu luang
18
d. Mengenang orang yang telah pergi secara terus-menerus.
e. Mengalami perasaan berduka.
f. Mudah tersinggung dan marah.
3. Klasifikasi Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
a. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau
orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung
oleh seseorang.
19
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang
dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan
atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak
biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat
ditutupi.
b. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan
tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap
keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau
bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada
arti dan kegunaan benda tersebut.
d. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam
waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah
kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
e. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan
respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian
yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian.
20
4. Tahanapan Proses Kehilangan Dan Berduka
Kehilangan meliputi fase akut dan jangka panjang.
a. Fase akut
Berlangsung selama 4 sampai 8 minggu setelah kematian, yang terdiri
atas tiga proses, yaitu syok dan tidak percaya, perkembangan
kesadaran, serta restitusi.
Syok dan tidak percaya
Respons awal berupa penyangkalan, secara emosional tidak
dapat menerima pedihnya kehilangan. Akan tetapi, proses ini
sesungguhnya memang dibutuhkan untuk menoleransi
ketidakmampuan menghadapi kepedihan dan secara perlahan
untuk menerima kenyataan kematian.
Perkembangan kesadaran
Gejala yang muncul adalah kemarahan dengan menyalahkan
orang lain, perasaan bersalah dengan menyalahkan diri sendiri
melalui berbagai cara, dan menangis untuk menurunkan
tekanan dalam perasaan yang dalam.
Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan
keluarga membantu menurunkan sisa perasaan tidak menerima
kenyataan kehilangan.
b. Fase jangka panjang
Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama.
Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi
penyakit yang tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai
gejala fisik. Pada beberapa individu berkembang menjadi
keinginan bunuh diri, sedangkan yang lainnya mengabaikan
diri dengan menolak makan dan menggunakan alkohol.
21
Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu
fase awal, pertengahan, dan pemulihan.
1. Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin,
tidak percaya, perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan
tersebut berlangsung selama beberapa hari, kemudian individu
kembali pada perasaan berduka berlebihan. Selanjutnya, individu
merasakan konflik dan mengekspresikannya dengan menangis dan
ketakutan. Fase ini akan berlangsung selama beberapa minggu.
2. Fase pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya
perilaku obsesif. Sebuah perilaku yang yang terus mengulang-ulang
peristiwa kehilangan yang terjadi.
3. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu
memutuskan untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk
melanjutkan kehidupan. Pada fase ini individu sudah mulai
berpartisipasi kembali dalam kegiatan sosial.
22
seperti tidak terjadi apa-apa dan pura-pura senang. Manifestasi yang
mungkin muncul antara lain sebagai berikut
“Tidak, tidak mungkin terjadi padaku.”
“Diagnosis dokter itu salah.”
Fisik ditunjukkan dengan otot-otot lemas, tremor, menarik
napas dalam, panas/dingin dan kulit lembap, berkeringat
banyak, anoreksia, serta merasa tak nyaman.
Penyangkalan merupakan pertahanan sementara atau
mekanisme pertahanan (defense mechanism) terhadap rasa
cemas.
Pasien perlu waktu beradaptasi.
Pasien secara bertahap akan meninggalkan penyangkalannya
dan menggunakan pertahanan yang tidak radikal.
Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang
berkaitan dengan kematian, tapi tidak demikian dengan
emosional.
Suatu contoh kasus, saat seseorang mengalami kehilangan akibat
kematian orang yang dicintai. Pada tahap ini individu akan
beranggapan bahwa orang yang dicintainya masih hidup, sehingga
sering berhalusinasi melihat atau mendengar suara seperti biasanya.
Secara fisik akan tampak letih, lemah, pucat, mual, diare, sesak napas,
detak jantung cepat, menangis, dan gelisah. Tahap ini membutuhkan
waktu yang panjang, beberapa menit sampai beberapa tahun setelah
kehilangan.
b. Tahap Marah (Anger)
Tahap kedua seseorang akan mulai menyadari tentang kenyataan
kehilangan. Perasaan marah yang timbul terus meningkat, yang
diproyeksikan kepada orang lain atau benda di sekitarnya. Reaksi fisik
menunjukkan wajah memerah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, dan
tangan mengepal. Respons pasien dapat mengalami hal seperti
berikut.
23
Emosional tak terkontrol.
“Mengapa aku?”
“Apa yang telah saya perbuat sehingga Tuhan menghukum
saya?”
Kemarahan terjadi pada Sang Pencipta, yang diproyeksikan
terhadap orang atau lingkungan.
Kadang pasien menjadi sangat rewel dan mengkritik.
“Peraturan RS terlalu keras/kaku.”
“Perawat tidak becus!”
Tahap marah sangat sulit dihadapi pasien dan sangat sulit
diatasi dari sisi pandang keluarga dan staf rumah sakit.
Perlu diingat bahwa wajar bila pasien marah untuk
mengutarakan perasaan yang akan mengurangi tekanan emosi
dan menurunkan stres.
c. Tahap Penawaran (Bargaining)
Setelah perasaan marah dapat tersalurkan, individu akan memasuki
tahap tawar-menawar. Ungkapan yang sering diucapkan adalah
“....seandainya saya tidak melakukan hal tersebut. Mungkin semua
tidak akan terjadi ......” atau “misalkan dia tidak memilih pergi ke
tempat itu ... pasti semua akan baik-baik saja”, dan sebagainya.
Respons pasien dapat berupa hal sebagai berikut.
Pasien mencoba menawar, menunda realitas dengan merasa
bersalah pada masa hidupnya sehingga kemarahan dapat
mereda.
Ada beberapa permintaan, seperti kesembuhan total,
perpanjangan waktu hidup, terhindar dari rasa kesakitan secara
fisik, atau bertobat.
Pasien berupaya membuat perjanjian pada Tuhan. Hampir
semua tawar-menawar dibuat dengan Tuhan dan biasanya
dirahasiakan atau diungkapkan secara tersirat atau
diungkapkan di ruang kerja pribadi pendeta.
24
“Bila Tuhan memutuskan untuk mengambil saya dari dunia ini
dan tidak menanggapi permintaan yang diajukan dengan
marah, Ia mungkin akan lebih berkenan bila aku ajukan
permintaan itu dengan cara yang lebih baik.”
“Bila saya sembuh, saya akan…….”
Pasien mulai dapat memecahkan masalah dengan berdoa,
menyesali perbuatannya, dan menangis mencari pendapat
orang lain.
d. Tahap Depresi
Tahap depresi merupakan tahap diam pada fase kehilangan. Pasien
sadar akan penyakitnya yang sebenarnya tidak dapat ditunda lagi.
Individu menarik diri, tidak mau berbicara dengan orang lain, dan
tampak putus asa. Secara fisik, individu menolak makan, susah tidur,
letih, dan penurunan libido. Fokus pikiran ditujukan pada orang-orang
yang dicintai, misalnya “Apa yang terjadi pada anak-anak bila saya
tidak ada?” atau “Dapatkah keluarga saya mengatasi permasalahannya
tanpa kehadiran saya?” Depresi adalah tahap menuju orientasi realitas
yang merupakan tahap yang penting dan bermanfaat agar pasien dapat
meninggal dalam tahap penerimaan dan damai. Tahap penerimaan
terjadi hanya pada pasien yang dapat mengatasi kesedihan dan
kegelisahannya.
e. Tahap Penerimaan (Acceptance)
Tahap akhir merupakan organisasi ulang perasaan kehilangan.
Fokus pemikiran terhadap sesuatu yang hilang mulai berkurang.
Penerimaan terhadap kenyataan kehilangan mulai dirasakan, sehingga
sesuatu yang hilang tersebut mulai dilepaskan secara bertahap dan
dialihkan kepada objek lain yang baru. Individu akan
mengungkapkan, “Saya sangat mencintai anak saya yang telah pergi,
tetapi dia lebih bahagia di alam yang sekarang dan saya pun harus
berkonsentrasi kepada pekerjaan saya.........”
25
Seorang individu yang telah mencapai tahap penerimaan akan
mengakhiri proses berdukanya dengan baik. Jika individu tetap berada
di satu tahap dalam waktu yang sangat lama dan tidak mencapai tahap
penerimaan, disitulah awal terjadinya gangguan jiwa. Suatu saat
apabila terjadi kehilangan kembali, maka akan sulit bagi individu
untuk mencapai tahap penerimaan dan kemungkinan akan menjadi
sebuah proses yang disfungsional.
5. Bentuk Kehilangan
a. Kehilangan orang bermakna, misalnya seseorang yang dicintai
meninggal atau dipenjara.
b. Kehilangan kesehatan bio-psiko-sosial, misalnya menderita suatu
penyakit, amputasi bagian tubuh, kehilangan pendapatan, kehilangan
perasaan tentang diri, kehilangan pekerjaan, kehilangan kedudukan,
dan kehilangan kemampuan seksual.
c. Kehilangan milik pribadi, misalnya benda yang berharga, uang, atau
perhiasan.
6. Pengkajian Kehilangan
a. Faktor Predisposisi
Genetik
Seorang individu yang memiliki anggota keluarga atau
dibesarkan dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi
akan mengalami kesulitan dalam bersikap optimis dan
menghadapi kehilangan.
Kesehatan fisik
Individu dengan kesehatan fisik prima dan hidup dengan
teratur mempunyai kemampuan dalam menghadapi stres
dengan lebih baik dibandingkan dengan individu yang
mengalami gangguan fisik.
26
Kesehatan mental
Individu dengan riwayat gangguan kesehatan mental memiliki
tingkat kepekaan yang tinggi terhadap suatu kehilangan dan
berisiko untuk kambuh kembali.
Pengalaman kehilangan sebelumnya
Kehilangan dan perpisahan dengan orang berarti di masa
kanak-kanak akan memengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi kehilangan di masa dewasa.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus kehilangan adalah perasaan stres nyata atau imajinasi
individu dan kehilangan yang bersifat bio-psiko-sosial, seperti kondisi
sakit, kehilangan fungsi seksual, kehilangan harga diri, kehilangan
pekerjaan, kehilangan peran, dan kehilangan posisi di masyarakat.
c. Perilaku
Menangis atau tidak mampu menangis.
Marah.
Putus asa.
Kadang berusaha bunuh diri atau membunuh orang lain.
d. Mekanisme Koping
Denial
Regresi
Intelektualisasi/rasionalisasi
Supresi
Proyeksi
27
c. Berduka fungsional.
8. Intervensi Berduka
a. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penyangkalan (denial)
adalah memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan
perasaannya dengan cara berikut.
Dorong pasien mengungkapkan perasaan kehilangan.
Tingkatkan kesadaran pasien secara bertahap tentang
kenyataan kehilangan pasien secara emosional.
Dengarkan pasien dengan penuh pengertian. Jangan
menghukum dan menghakimi.
Jelaskan bahwa sikap pasien sebagai suatu kewajaran pada
individu yang mengalami kehilangan.
Beri dukungan secara nonverbal seperti memegang tangan,
menepuk bahu, dan merangkul.
Jawab pertanyaan pasien dengan bahasan yang sederhana,
jelas, dan singkat.
Amati dengan cermat respons pasien selama bicara.
b. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap marah (anger) adalah
dengan memberikan dorongan dan memberi kesempatan pasien untuk
mengungkapkan marahnya secara verbal tanpa melawan
kemarahannya. Perawat harus menyadari bahwa perasaan marah
adalah ekspresi frustasi dan ketidakberdayaan.
Terima semua perilaku keluarga akibat kesedihan (marah,
menangis).
Dengarkan dengan empati. Jangan mencela.
Bantu pasien memanfaatkan sistem pendukung.
c. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap tawar-menawar
(bargaining) adalah membantu pasien mengidentifikasi perasaan
bersalah dan perasaan takutnya.
Amati perilaku pasien.
28
Diskusikan bersama pasien tentang perasaan pasien.
Tingkatkan harga diri pasien.
Cegah tindakan merusak diri.
d. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap depresi adalah
mengidentifikasi tingkat depresi, risiko merusak diri, dan membantu
pasien mengurangi rasa bersalah.
Observasi perilaku pasien.
Diskusikan perasaan pasien.
Cegah tindakan merusak diri.
Hargai perasaan pasien.
Bantu pasien mengidentifikasi dukungan positif.
Beri kesempatan pasien mengungkapkan perasaan.
Bahas pikiran yang timbul bersama pasien.
e. Prinsip intervensi keperawatan pada tahap penerimaan (acceptance)
adalah membantu pasien menerima kehilangan yang tidak dapat
dihindari dengan cara berikut.
Menyediakan waktu secara teratur untuk mengunjungi pasien.
Bantu pasien dan keluarga untuk berbagi rasa.
C. HALUSINASI
1. Pengertian Halusinasi
Istilah halusinasi berasal dari bahasa latin hallucination yang
bermakna secara mental mengembara atau menjadi linglung. Jardri,
dkk. (2013) menegaskan “The term hallucination comes from the
Latin “hallucination”: to wander mentally or to be absent-minded”.
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indra tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2005).
Halusinasi adalah perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal
maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,
berlebihan, atau terdistrosi. (SDKI,2017).
29
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien
merasakan suatu stimulus yang sebenernya tidak ada. Klien
mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman.
Pada gangguan halusinasi penglihatan, misalnya klien melihat suatu
bayangan menakutkan, padahal tidak ada bayangan tersebut. Salah
satu manifestasi yang timbul adalah halusinasi membuat klien tidak
dapat memenuhi kehidupannya sehari-hari. Halusinasi merupakan
salah satu dari sekian bentuk psikopatologi yang paling parah dan
membingungkan. Secara fenomenologis, halusinasi adalah gangguan
yang paling umum dan paling penting. Selain itu, halusinasi dianggap
sebagai karakteristik psikosis.
2. Etiologi Halusinasi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah:
a. Faktor biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis, meliputi adanya faktor herediter
gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
b. Faktor psikologis
pada klien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan adanya
kegagalan yang berulang, individu korban kekerasan, kurangnya kasih
sayang, atau overprotektif.
c. Sosio budaya dan lingkungan
Klien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah, riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat
pendidikan rendah, dan kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian,
hidup sendiri), serta tidak bekerja.
30
3. Klasifikasi Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada klien gangguan jiwa. Sekitar
70% halusinasi yang dialami klien gangguan jiwa adalah halusinasi
dengar atau suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah
halusinasi penghidu, pengecapan, dan perabaan. Pengkajian dapat
dilakukan dengan mengobservasi perilaku klien dan menanyakan
secara verbal apa yang sedang dialami klien.
Halusinasi diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu halusinasi
pendengaran, halusinasi penglihatan, halusinasi pengecapan,
halusinasi penghidu, halusinasi perabaan. Data objektif dikaji dengan
cara mengobservasi perilaku klien, sedangkan data subjektif dikaji
melalui wawancara dengan klien. Berikut ini merupakan deskripsi
kelima jenis halusinasi:
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Dengar atau Mengarahkan telinga pada Mendengar suara atau bunyi
Suara sumber suara gaduh
(Auditory hearing voices Marah marah tanpa sebab Mendengar suara yan
or yang jelas menyuruh untuk melakukan
soundsHallucinations) Bicara atau tertawa sendiri sesuatu yang berbahaya
Menutup telinga Mendengar suara yang
mengajak bercakap cakap
Mendengar suara orang yang
sudah meninggal.
31
Klien sering mengatakan
bahwa ia mencium suatu bau
Halusinasi penciuman sering
menyertai klien demensia,
kejang, atau penyakut
serebrovaskular.
4. Tingkat Halusinasi
Intensitas halusinasi meliputi empat tingkat, mulai dari tingkat I
hingga tingkat IV.
32
Tingkat II Pengalaman sensori Peningkatan sistem saraf
Menyalahkan menakutkan otak, tanda-tanda ansietas,
Tingkat ansietas berat Mulai merasa seperti peningkatan denyut
Halusinasi kehilangan kontrol jantung, pernapasan, dan
menyebabkan rasa Merasa dilecehkan oleh tekanan darah
antipati pengalaman sensori Rentang perhatian
tersebut menyempit
Menarik diri dari orang Konsentrasi dengan
lain pengalaman sensori
NON PSIKOTIK Kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dari
realita
Tingkat III Klien menyerah dan Perintah halusinasi ditaati
Mengontrol tingkat menerima pengalaman Sulit berhubungan dengan
ansietas berat sensorinya orang lain
pengalaman sensori Isi halusinasi menjadi Rentang perhatian hanya
tidak dapat ditolak lagi atraktif beberapa detik atau menit
Kesepian bila Gejala fisik ansietas berat
pengalaman sensori berkeringat, tremor, dan
berakhir tidak mampu mengikuti
PSIKOTIK perintah
Tingkat IV Pengalaman sensori Perilaku panik
Menguasai tingkat menjadi ancaman Berpotensi untuk
ansietas panik yang Halusinasi dapat membunuh atau bunuh diri
diatur dan dipengaruhi berlangsung selama Tindakan kekerasan agitasi,
oleh waham beberapa jam atau hari menarik diri, atau katatonia
PSIKOTIK Tidak mampu merespons
perintah yang kompleks
Tidak mampu merespons
terhadap lebih dari satu
33
orang
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
34
7. Patways
Berikut ini merupakan pohon masalah diagnosis gangguan persepsi
sensori :
(Sumber : Sutejo,2018)
35
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg,
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg,
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg.
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
36
atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik
antar masyarakat.
c. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap klien
serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi
adalah:
Data Mayor
Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,
perabaan, atau pengecapan.
Distrosi sensori
Respon tidak sesuai
Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau
mencium sesuatu
Data Minor
Menyatakan kesal
Menyendiri
Melamun
Konsentrasi buruk
Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
Curiga
Melihat ke satu arah
Mondar – mandir
Bicara
d. Gejala Klinis
Glaukoma
Katarak
Gangguan refraksi (miopi, hiperopia, astigmatisma,
presbiopia)
Trauma okuler
37
Trauma pada saraf kranialis II, III, IV dan VI akibat stroke,
aneurisma intrakranial, trauma/tumor otak).
Infeksi okuler
Presbikusis
Malfungsi alat bantu dengar
Delirium
Demensia
Gangguan amnestik
Penyakit terminal
Gangguan psikotik
38
11.Intervensi Keperawatan Halusinasi
Dx.
N
Keperawata Rencana Tindakan Keperawatan
o
n
Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan TUM: Setelah dilakukan asuhan SIKI : Hubungan saling percaya
Persepsi Klien dapat keperawatan 15 menit 1. Bina hubungan saling percaya merupakan langkah awal
Sensori mengontrol halusinasi dalam 1 x pertemuan dengan : untuk melakukan
yang dialaminya diharapkan TUK dapat - Beri salam setiap berinteraksi interaksi.
TUK 1: tercapai dengan kriteria
- Perkenalkan diri, nama
Klien dapat membina hasil sebagai berikut:
hubungan saling - Wajah cerah, panggilan perawat, dan tujuan
percaya tersenyum perawat berkenalan
- Mau berkenalan - Tanyakan dan panggil nama
- Ada kontak mata kesukaan pasien
- Bersedia - Tunjukan sikap jujur dan
menceritakan menepati jani setiap kali
perasaan berinteraksi
- Bersedia - Tanyakan perasaan dan masalah
mengungkapkan yang dihadapi pasien
masalahnya - Buat kontrak interaksi yang
jelas
- Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
pasien
TUK 2: Setelah dilakukan asuhan 2.1 Adakah kontak matasering dan Dengan mengenal
Pasien dapat mengenal keperawatan 15 menit singkat secara bertahap hasusinasi pasien kita
40
halusinasinya dalam 1 x pertemuan 2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dapat memberikan
diharapkan TUK dapat halusinasinya : bicara dan tertawa tindakan yang tepat
tercapai dengan kriteria tanpa stimulus, memandang kekiri untuk pasien
hasil sebagai berikut: atau ke kanan atau seolah-olah ada
- Pasien dapat teman bicara
menyebutkan waktu, 2.3 Bantu klien mengenali
isi, frekuensi halusinasinya
a. Apakah ada suara yang
timbulnya halusinasi
didengar
b. Jika klien menjawab ada,
lanjutkan : apa yang dikatakan
c. Katakana bahwa perawat
percaya klien mendengar suara
itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi)
41
jengkel,atau sedih)
42
cara memutus halusinasi secara
bertahap
TUK 4: Setelah dilakukan asuhan a. Diskusikan dengan klien tentang Minum obat dapat
Klien dapat keperawatan selama 15 membatu proses
manfaat dan kerugian tidak minum
memanfaatkan obat menit dalam 1 kali penyembuhkan
dengan baik pertemuan diharapkan obat, nama, warna, dosis, cara, efek penyakit klien
TUK 4 tercapai dengan
terapi, dan efek samping
kriteria hasil :
- Klien dapat penggunaan obat
mendemonstras b. Pantau klien saat penggunaan obat
ikan
c. Beri pujian jika klien menggunakan
penggunaan
obat secara obat dengan benar
benar d. Diskusikan berhenti minum obat
- Klien dapat
tanpa konsultasi dengan dokter
memahami
akibat berhenti
minum obat
- Klien dapat
mengetahui
Nama, warna,
dosis, efek
terapi, efek
samping obat
43
TUK 5: Setelah 1 kali pertemuan, 5.1 Anjurkan klien untuk memberitahu Keluarga memahami
Klien dapat dukungan keluarga dapat membina
keluarga jika mengalami halusinasi pengetahuan tentang
dari keluarga dalam hubungan dengan perawat
mengontrol halusinasi. - Keluarga dapat 5.2 Diskusikan dengan keluarga (pada halusinasi dan
menyebutkan saat berkunjung/pada saat kunjungan menambah pengetahuan
pengertian, tanda dan
rumah). keluarga cara merawat
kegiatan untuk
mengendalikan a. Gejala halusinasi yang dialami anggota keluarga yang
halusinasi. pasien mempunyai masalah
b. Cara yang dapat dilakukan klien halusinasi.
dan keluarga untuk memutus
halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga
untuk memutus halusinasi di
rumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
44
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny. S DENGAN
ANSIETAS
1. Pengkajian
I. IDENTITAS KLIEN
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 67 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMP
6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7. Tgl. Pengkajian : 22 Januari 2019
IV. FISIK
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Respiratory Rate : 18 x/mnt
Heart Rate : 96 x/mnt
Berat Badan : 63 kg
Gula Darah Sewaktu : 286
45
Keluhan fisik : Pusing, lemes.
Riwayat penyakit : Diabetes Mellitus kurang lebih selama 2 tahun
V. PSIKOSOSIAL
A. Genogram
Ny.
Tn. S
S
Tn. W
Keterangan:
: Laki-laki Meninggal : Perempuan meninggal
: Laki-laki : Perempuan
: Cerai
B. Konsep Diri
1. Body Image
Klien mengatakan suka dengan semua anggota tubuhnya, yang
paling disukai adalah bagian mata.
2. Identitas diri
Klien mengatakan bahwa dirinya adalah anak tunggal dan
bersyukur dilahirkan sebagai perempuan karena bisa melahirkan
anak.
3. Peran
46
Klien mengatakan tidak bekerja, ketika dirumah aktivitasnya
adalah mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
4. Ideal diri
Klien mengatakan walaupun punya penyakit gula tetapi beliau
ingin agar tetap sehat supaya dapat mengerjakan pekerjaan rumah
dan mengurus rumah dengan baik sehingga tidak merepotkan anak-
anaknya yang sudah berkeluarga. Klien mengungkapkan bahwa
semenjak usia bertambah ia merasa mudah tersinggung, oleh
karena itu ia memilih untuk tinggal sendiri sehingga tidak ada
perselisihan dengan anaknya maupun menantunya. Adapun
mengenai kematian, beliau berharap bisa meninggal dengan tenang
tanpa ada kekambuhan penyakit.
5. Harga diri
Klien mengatakan ia memahami bahwa ia sudah lanjut usia
sehingga ia tidak bisa se-produktif dulu saat masih muda.
C. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti
Klien mengatakan saat ini orang yang berarti adalah anak
perempuannya yang sering memperhatikan beliau dan juga cucu-
cucunya.
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan cukup aktif mengikuti kegiatan seperti
pengajian, arisan RT yang diadakan satu bulan sekali.
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan jarang berhubungan dengan tetangga karena
tetangganya sibuk bekerja dan kebanyakan pulang di sore hari,
hanya jika ada waktu yang benar-benar luang baru bisa
berkomunikasi dengan tetangga, kadang-kadang ada anak kecil
dari tetangga sebelah main ke rumahnya, hubungan dengan
tetangga cukup baik.
47
D. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan semua yang dimiliki adalah pemberian dari
Tuhan, maka beliau wajib mensyukuri apapun yang terjadi dalam
kehidupannya.
2. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sholat lima waktu dengan tekun serta mengikuti
pengajian yang diadakan di RT setempat.
48
J. Waham
Tidak ada waham.
K. Tingkat kesadaran
Composmentis.
L. Memori
Memori masih baik, mampu menceritakan pengalaman masa lalu.
M. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Konsentrasi dan berhitung masih baik.
N. Kemampuan penilaian
Klien dapat memilih pilihan yang diinginkan seperti misalnya ketika
sakit ia memilih periksa ke tenaga kesehatan dan beristirahat terlebih
dahulu daripada mengerjakan pekerjaan rumah yang memberatkan.
O. Daya tilik diri
Klien tahu bahwa ia mengalami kecemasan terhadap kondisi
kesehatannya dan terkait komunikasi dengan anak-anaknya.
49
Klien mengatakan cukup teratur untuk kontrol di Petugas Kesehatan.
Setiap kali obat habis pasti kontrol kesehatan. Obat yang dikonsumsi
adalah glucobalamin, beliau tahu manfaat obat tersebut untuk mengatur
kadar insulin dalam darah. Klien rutin minum obat sebelum makan.
X. MEKANISME KOPING
Klien mengatakan apabila ada permasalahan yang dihadapi, ia melakukan
refreshing dengan cara merawat tumbuhan yang ditanaminya didepan
rumah.
50
merepotkan anak-anaknya dan hatinya bisa tenteram, karena beliau adalah
orang yang mudah tersinggung.
Hubungan dengan tetangga tidak ada masalah yang berarti.
ANALISA DATA
No Data Masalah
1 DS: Ansietas berhubungan dengan
- Klien mengatakan cemas karena ancaman pada status kesehatan.
gula darahnya naik dan merasa
pusing.
- Klien mengatakan akhir-akhir
ini, kurang lebih satu minggu,
mempunyai banyak pikiran
mengenai penyakitnya.
DO:
- Tekanan Darah : 140/90
mmHg
- Gula Darah Sewaktu : 286
- Keluhan fisik : Pusing,
lemes.
- Skor Hars : kecemasan sedang
- Riwayat penyakit :
Diabetes Mellitus kurang lebih
selama 2 tahun
51
semenjak usia bertambah ia
merasa mudah tersinggung,
oleh karena itu ia memilih
untuk tinggal sendiri sehingga
tidak ada perselisihan dengan
anaknya maupun menantunya.
DO:
- Berdasarkan kuesioner tumbuh
kembang psikososial Tim
Pascasarjana Keperawatan Jiwa
UI menunjukkan bahwa klien
merasa tidak dicintai dan berarti
dalam keluarga.
- Berdasarkan kuesioner tumbuh
kembang psikososial Tim
Pascasarjana Keperawatan Jiwa
UI menunjukkan bahwa
menurut klien, keluarga tidak
memfasilitasi kegiatan sosial,
kelompok dan agama sebab
klien menghendaki untuk
tinggal sendiri (tidak bersama
anaknya), jadi apapun kegiatan
dilakukan sesuai keinginan
klien bukan dorongan dari
anak-anaknya.
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
52
1 Ansietas pada lansia Health education (5510)
1. Kaji pengetahuan lansia mengenai
kecemasan.
2. Berikan pendidikan kesehatan mengenai
a. Tanda dan gejala psikis yang muncul
pada kecemasan
b. Tanda dan gejala fisik yang muncul pada
kecemasan
c. Cara menangani kecemasan dengan
- Nafas dalam
- Terapi SEFT
- Terapi Spiritual
Activity therapy: Senam Lansia
53
54
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN ANSIETAS
No Hari/Tanggal No Implementasi Respon
Dx
1 Senin, 19 Des 1,2 1. Membina S:
2019 hubungan saling - Klien mengatakan
Pukul 13.00 percaya. bersedia untuk diberikan
WIB 2. Melakukan asuhan keperawatan
pengkajian kesehatan mental.
mengenai tingkat - Klien mengatakan belum
kecemasan klien. tahu pasti cara untuk
mengontrol kecemasan
O:
- Klien kooperatif
- Skala hars menunjukkan
pada kecemasan tingkat
sedang.
2 Selasa, 20 Des 1,2 1. Melakukan S:
2019 pengkajian status - Klien menanyakan
Pukul 14.30 mental dengan apakah tekanan
WIB SPSMQ darahnya normal atau
2. Mengukur tanda- tidak.
tanda vital - Klien mengucapkan
terima kasih.
O:
- Tanda-tanda vital : TD:
140/90 mmHg, HR: 96
x/mnt, RR: 18 x/mnt.
- Pengkajjian SPSMQ
menunjukkan bahwa
status mental klien
masih dalam kondisi
55
baik.
3 Minggu, 25 1,2 1. Terapi Aktivitas S :
Des 2019 Kelompok Lansia - Klien mengatakan lebih
Pukul 08.10 : Senam Lansia. segar setelah melakukan
WIB 2. Pendidikan senam.
kesehatan tentang - Klien mengatakan
Hipertensi dan senang mengikuti senam
Cara Mengatasi karena bisa berkumpul
kecemasan karena dengan warga lain.
hipertensi: tarik - Klien mengatakan akan
nafas dalam dan menggunakan teknik
diit Hipertensi. nafas dalam apabila
kecemasan muncul.
O:
- Klien mengikuti senam
lansia dan pendidikan
kesehatan sampai
selesai.
- Klien terlihat antusias
mendengarkan
pendidikan .kesehatan
yang diberikan
mahasiswa
- Klien juga aktif bertanya
tentang keluhan mereka
masing-masing tentang
Hipertensi dan
kecemasan yang
dialaminya.
4 Rabu, 28 Des 1 Memberikan S:
pendidikan kesehatan - Klien mengatakan akan
56
2019 tentang kecemasan melakukan terapi SEFT
Pukul 16.00 dan terapi SEFT dan setelah sembahyang di
WIB spiritual untuk pagi hari disertai dengan
mengurangi doa.
kecemasan klien. O:
- Klien kooperatif.
- Klien tampak bisa
melakukan terapi SEFT
dengan baik.
5 Jumat, 30 Des 1,2 Terapi Aktivitas S:
2019 Kelompok Lansia : - Klien mengatakan akan
Pukul 08.00 Senam Lansia. mengikuti senam selama
WIB bisa.
O:
- Senam lansia di lakukan
di mushola dusun dan
diikuti oleh 34 orang
lansia dan pra lansia
dusun Gunung sari
- Klien terlihat antusias
mengikuti gerakan
senam yang dicontohkan
oleh mahasiswa
6 Jumat, 30 Des 1,2 Pendidikan kesehatan S :
2019 tentang pentingnya - Klien mengatakan
Pukul 08.30 kesehatan Mental. kesehatan mental itu
WIB sangat penting mbak,
tapi kadang melakukan
cara untuk
meningkatkan kesehatan
mental itu tidak mudah
57
karena kadang sering
terhanyut dengan
masalah yang dihadapi.
O:
- Klien bersama lansia
yang mengikuti senam
lansia dan pendidikan
kesehatan sampai akhir
dan tidak pulang
sebelum pendidikan
kesehatan selesai.
- Klien terlihat antusias
mendengarkan
pendidikan kesehatan
yang diberikan
mahasiswa
- Beberapa lansia juga
aktif bertanya tentang
keluhan mereka masing-
masing tentang stress
atau kecemasan yang
mereka alami.
8 Selasa, 2 Jan 1 1. Mengevaluasi S:
2020 terapi spiritual - Klien mengatakan
Pukul 14.00 dan SEFT untuk dengan melakukan
WIB 2 menurunkan sembahyang dan SEFT
1 kecemasan. ia merasakan lebih
2. Mengukur tanda- tenang, nyaman dan
1,2 tanda vital. ikhlas.
3. Melakukan - Klien mengatakan akan
2 pemeriksaan gula melakukan terapi
58
darah. spiritual dan SEFT
4. Mengeksplore secara rutin.
perasaan klien. - Klien mengatakan
5. Memberikan sangat senang dengan
pendidikan adanya keberadaan
kesehatan mahasiswa.
mengenai tumbuh - Klien mengatakan baru
kembang mengerti bahwa ada
psikososial pada tahapan tumbuh
lansia. kembang psikososial
lansia yang normal.
O:
- TTV: TD: 130/90
mmHg, HR: 98 x/mnt,
RR: 19 x/mnt, GDS: 165
- Klien terlihat sangat
memperhatikan dan
antusias mengenai
pendidikan kesehatan
tumbuh kembang
psikososial pada lansia.
9 Senin, 9 Jan 1,2 1. Melakukan S:
2020 pengukuran - Klien mengatakan
Pukul 16. 00 kembali skala bahwa sekarang
WIB kecemasan kecemasannya sudah
dengan HARS. mulai terkontrol cukup
2. Mengukur tanda- baik dan merasa lebih
tanda vital. rileks.
3. Mengukur gula - Klien mengatakan
darah. mencapatkan manfaat
4. Mengevaluasi dari terapi tersebut.
59
terapi spiritual - Klien mengatakan
dan SEFT. senang karena kadar
gula darah sudah
berangsur turun.
O:
- Berdasarkan pengkajian
kecemasan dengan
HARS mendapatkan
hasil tidak ada
kecemasan.
- TTV: TD: 130/80
mmHg, HR: 88 x/mnt,
RR: 18 x/mnt, GDS: 142
60
EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi Sumatif
1 Ansietas berhubungan dengan S:
ancaman pada status kesehatan. - Klien mengatakan bahwa
sekarang kecemasannya sudah
mulai terkontrol cukup baik dan
merasa lebih rileks.
- Klien mengatakan mencapatkan
manfaat dari terapi tersebut.
- Klien mengatakan senang
karena kadar gula darah sudah
berangsur turun.
- Klien mengatakan dengan
melakukan sembahyang dan
SEFT ia merasakan lebih
tenang, nyaman dan ikhlas.
- Klien mengatakan akan
melakukan terapi spiritual dan
SEFT secara rutin.
- Klien mengatakan sangat
senang dengan adanya
keberadaan mahasiswa.
O:
- Berdasarkan pengkajian
kecemasan dengan HARS
mendapatkan hasil tidak ada
kecemasan.
- TTV: TD: 130/80 mmHg, HR:
88 x/mnt, RR: 18 x/mnt, GDS:
142
- Klien kooperatif, klien tampak
lebih rileks.
A:
Masalah ansietas teratasi.
P:
- Lanjutkan penggunaan terapi
spiritual, nafas dalam dan SEFT
untuk mengurangi kecemasan.
- Kontrol diit diabetes mellitus.
2 Resiko Ketidakberdayaan S:
- Klien mengatakan kesehatan
mental itu sangat penting mbak,
tapi kadang melakukan cara
untuk meningkatkan kesehatan
mental itu tidak mudah karena
kadang sering terhanyut dengan
masalah yang dihadapi.
- Klien mengatakan baru
mengerti bahwa ada tahapan
tumbuh kembang psikososial
lansia yang normal.
- Klien mengatakan lebih segar
setelah melakukan senam.
- Klien mengatakan senang
mengikuti senam karena bisa
berkumpul dengan warga lain.
O:
- Senam lansia di lakukan di
mushola dusun dan diikuti oleh
34 orang lansia dan pra lansia
dusun Gunung sari
- Klien terlihat antusias
mengikuti gerakan senam yang
dicontohkan oleh mahasiswa.
- Klien mengikuti senam lansia
dan pendidikan kesehatan
sampai selesai.
- Klien terlihat antusias
mendengarkan
pendidikan .kesehatan yang
diberikan mahasiswa
- Klien juga aktif bertanya
tentang keluhan mereka
masing-masing tentang stress
atau kecemasan yang mereka
alami.
A:
Resiko ketidakberdayaan teratasi
P:
- Tetap mempertahankan terapi
aktivitas kelompok: senam
lansia.
VI. Psikososial
1) Konsep diri
a. Gambaran diri
Ny.R mengatakan merasa bersalah atas meninggalnya suami
b. Identitas
Ny.R mengatakan dirinya seorang istri dan seorang ibu dari 2 anak
dan nenek dari 6 cucu.
c. Peran
Ny.R mengatakan dirinya tidak berguna lagi karena suami sudah
meninggal
2) Hubungan sosial
Ny.R mengatakan tidak ada keinginan dalam berhubungan dengan
orang lain, Ny.R mengatakan ingin sendiri saja.
3) Spiritual
Ny.R mengatakan dirinya beragama islam, Ny.R juga mengatakan
masih bisa beribadah seperti biasa.
DO :
1. Ny. R tampak lesu
2. Ny. R tampak sering murung
3. Ny. R tampak menyendiri
4. Selama interaksi Ny. R kurang
kooperatif, kurang konsentrasi
dan kontak mata kurang, sering
berpaling pandangan dan
menduduk, ketika diajak
ngobrol jawaban pasien simple
dan singkat.
3. Diagnosa Keperawatan
Berduka berhubungan dengan kematian keluarga atau orang yang berarti
4. Intervensi
N Tujuan & KH Intervensi
O
1 Setelah dilakukan intervensiselama 1 x Observasi
24 jam makaberduka membaik, dengan 1. Identifikasi reaksi awal terhadap
kiriteria hasil : kehilangan
a. Verbilisasi menerima kehilangan Terapeutik
meningkat dengan skor 5 2. Motivasi agar mau mengucapkan
b. Verbalisasi perasaan sedih perasaan kehilangan
menurun dengan skor 5 3. Motivasi untuk menguatkan dukungan
c. Verbalisasi perasaan bersalah keluarga atau orang terdekat
menurun dengan skor 5 Edukasi
4. Ajarkan melewati proses berduka
secara bertahap
5. Imlpementasi
O:
- Ny. R tampak
lesu
- Selama interaksi
2. Memotivasi agar pasien Ny. R kurang
mengungkapkan kooperatif,
perasaan kehilangan kurang
konsentrasi dan
kontak mata
kurang
S:
- Ny. R
mengatakan
dirinya sangat
sedih ditinggal
suaminya
- Tn. Kmengatakan
ibunya murung.
Tn. K juga
mengatakan
bahwa ibunya
selalu menangis
O:
- Ny. R tampak
sering murung
- Ny. R tampak
menyendiri
2 Kamis, 3. Memotivasi pasien S :
18 – 12-2019 untuk melakukan - Ny. R
perawatan diri seperti mengatakan
makan sendiri malas makan dan
tidak ada selera
makan
- Tn. Kmengatakan
ibunya tidak mau
makan,jika mau
makan tidak habis
dan harus disuapi,
hal ini dilakukan
setelah ditinggal
pergi suamniya
yang meninggal
dunia seminggu
yang lalu
O:
- Ny. R tampak
lemah
- Pemeriksaan
Fisik
4. Mengajarkan pasien a. TTV
melewati proses berduka TD : 100 / 60
seperti mengajak duduk mmHg
Bersama di meja makan HR : 80 x/
menit
RR : 22
x/menit
T : 36,7oC
b. Antropometri
BB : 48 Kg
TB : 155 cm
S:
Tn. K mengatakan
merasa khawatir
dengan kondisi ibunya
O:
- Ny. R tampak
makan tidak habis
- Ny. R tampak
makan disuapi
- Keluarga tampak
cemas
6. Evaluasi
No. DX Hari, Tanggal Catatan Perkembangan Paraf
1 Kamis, S:
19– 01-2019 - Ny. R menjawab salam
- Ny. R mengatakan dirinya adalah seorang
istri, ibu dari 2 anak, dan nenek dari 6 cucu
- Ny. R mengatakan dirinya sangat sedih
ditinggal suaminya
- Tn. Kmengatakan ibunya murung. Tn. K
juga mengatakan bahwa ibunya selalu
menangis
O:
- Ny. R tampak lesu
- Selama interaksi Ny. R kurang kooperatif,
kurang konsentrasi dan kontak mata kurang
- Ny. R tampak sering murung
- Ny. R tampak menyendiri
A : masalah Ny. R tidak teratasi
P : Lanjutkan intervensi
V. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1) Genogram: pasien berumur 52 th merupakan anak keempat dari 5
bersaudara, pasien tinggal bersama orang tuanya.
2) Konsep diri:
a. Citra tubuh: pasien mengatakan tidak masalah dengan
bentuk tubuh yang ada
b. Identitas: pasien mengatakan puas dengan penampilannya
yang sekarang
c. Peran: pasien mengatakan adalah seorang ibu dari 2 orang
anak
d. Ideal diri: pasien mengatakan memiliki harapan untuk cepat
sembuh
e. Harga diri: pasien tampak percaya diri
3) Hubungan Sosial:
a. Pasien dekat dengan anak-anaknya
b. Saat di rumah pasien biasa melakukan kegiatan dengan
kelompok
c. Tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
d. Tidak ada masalah keperawatan
4) Spiritual:
a. Pasien beragama hindu
b. Pasien sering berdoa sebelum tidur
c. Tidak ada masalah keperawatan
VI. STATUS MENTAL
1) Penampilan pasien cukup rapi
2) Tidak ada masalah dalam pembicaraan
3) Tidak ada keterlambatan aktivitas fisik
4) Alam perasaan: pasien mengatakan khawatir dengan anak-anaknya
5) Afek: tumpul: saat pengkajian pasien mampu berkomunikasi saat
diberikan stimulasi saja. Pasien jarang mengungkapkan
perasaannya kepada orang lain karena lebih suka memendamnya.
6) Presepsi: halusinasi penglihatan: pasien mengatakan melihat Ratu
Gede Sakti saat malam hari. Pasien pertama kali melihat bayangan
sejak umur 6 th.
Masalah Keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
7) Tidak ada masalah dalam proses berfikir
8) Tidak ada waham yang salah
9) Tingkat kesadaran: saat pengkajian pasien tampak tenang
10) Memori: saat pengkajian pasien tampak mengingat hal yang
dipelajari
11) Tidak ada masalah dalam konsentrasi
12) Klien dapat mengambil keputusan
POHON MASALAH
RESIKO PERILAKU
EFFECT
KEKERASAN
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Intervensi Keperawatan
TGL/ DX KRITERIA
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
JAM KEP. HASIL
Minggu Gangguan TUM: Setelah dilakukan SIKI: Hubungan saling
11 Des Presepsi Klien dapat asuhan keperawatan 1. Bina Hubungan Saling percaya
2019 Sensori: mengintrol selama 15 menit Percaya dengan: merupakan
Halusinasi halusinasi dalam 1x Beri salam setiap langkah awal
yang pertemuan berinteraksi untuk melakukan
dialaminya diharapkan TUK Perkenalkan diri, nama interaksi
TUK 1:
dapat tercapai panggilan perawat dan
Klien dapat dengan kriteria tujuan perawat
membina
hasil sebagai berkenalan
hubungan
berikut:
saling percaya Tanyakan dengan
Wajah cerah, panggil nama kesukaan
tersenyum pasien
Mau berkenalan Tunjukan sikap jujur dan
Ada kontak menepati janji setiap kali
mata berinteraksi
Bersedia Tanyakan perasaan dan
menceritakan masalah yag dihadapi
perasannya pasien
Bersedia Buat kontrak interaksi
mengungkapka yang jelas
n masalahnya Dengarkan dengan
penuh perhatian.
Minggu, Gangguan Dengan mengenal
11 Des Persepsi halusinasi pasien
Setelah dilakukan 1. Adakah kontak mata sering
2019 Sensori: TUK 2: dapat
asuhan keperawatan dan singkat secara bertahap.
Halusinasi Klien dapat memberikan
1 x 15 menit 2. Observasi tingkah lau klien
mengenal tindakan yang
diharapkan TUK terkait halusinasinya:
halusinansinya tepat untuk klien.
dapat tercapai berbicara dan tertawa tanpa
dengan kriteria stimulus, memandang kekiri
hasil sebagai atau kekanan atau seolah-
berikut: olah ada teman bicara
Pasien dapat 3. Bantu klien mengenal
menyebutkan halusinasinya:
waktu, isi, Apakah ada melihat
frekuensi bayangan.
timbulnya Jika klien menjawab ada,
halusinasinya lanjutkan: apa yang
dikatakan.
Katakan bahwa perawat
percaya klien melihat
bayangan itu, namun
perawat sendiri tidak
melihatnya.
4. Diskusikan dengan klien
Situasi yang
menimbulkan
halusinasinya
Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi
(pagi,siang,sore dan
malam atau jika sendiri,
jengkel atau sedih)
5. Diskusikan dengan klien apa
yang dirasakan jika terjadi
halusinasi beri kesempatan
mengungkapkan perasannya.
3. Implementasi
HARI/TGL/
DIAGNOSA IMPLEMENTASI RESPON PARAF
JAM
Minggu, 11 Gangguan persepsi Membina hubungan saling percaya DS : klien mengatakan
Desember 2019 sensori halusinasi dengan klien dengan menyapa dan “selamat siang”
09.15 memberi salam kepada klien Do : klien tampak mau
menjawab salam
DS : -
DO : klien tampak
tersenyum
DS :klien mengatakn
meminum obat berwarna
biru dan putih
DO : klien tampak
kooperatif
4. Evaluasi Keperawatan
TUK 2
S : klien mengatakan terakhir kali melihat baying
Ratu Gede Sakti saat Kuningan
O:
Klien tampaj kooperatif
Klien mampu mengikuti arahan perawat
Klien dapat mengnal halusinasinya
A : TUK 2 tercapai
P : lanjutkan TUK 3
Kamis, 15 Desember
2020
Gangguan persepsi sensori
halusinasi TUK 3
S : klien mengatakn sudah tahu cara mentrol
halusinasi dengan cara menghardik
O :
• Klien dapat menyebutkan cara mengontrol
halusinasi
• Klien tampak kooperatif
A : TUK 3 tercapai
P : lanjutkan TUK 4
TUK 4
S : klien mengatakan rajin minum ibat
O:
• Klien memahami akibat berhenti minum
obat
• Klien dapat menyebutkan 2 jenis obat dan
4 jenis obat yang ada
A : TUK 4 tercapai
P : lanjutkan TUK 5
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Definisi kesehatan jiwa menurut UU No.3 1966 tersebut adalah keadaan jiwa
yang sehat . mengenai usaha- usaha kesehatan jiwa dan penanganan penakit jiwa
diusahakan oleh pemerintah atau badan swasta dengan mengikutsertakan
masyarakat dalam usaha- usaha kesehatan jiwa (promotif , preventif, kuratif,
rehabilitative).
B. SARAN